Buana meraih buku yang disodorkan oleh Yongseng. Isinya tentang pemujaan dan ilmu yang bisa membuat hidup abadi.
"Maksudmu?"
"Buana, kejadian itu tidak hanya terjadi di Hongkong. Tapi, menurut informasi yang aku dapatkan korban dengan kondisi yang sama ditemukan di beberapa negara berbeda."
Buana menatap sepupunya itu dan mencoba mencerna setiap penjelasan yang diberikan oleh Yonseng.
"Jadi, kau datang ke Indonesia untuk menyelidiki kasus pembunuhan aneh, begitu?"
"Bukan tidak mungkin CIA dan FBI juga akan mengirimkan orang untuk mencari info tentang orang yang kami curigai ini."
"Bisa saja ,kan dia hanya kebetulan sedang dalam kunjungan untuk bisnis atau liburan barangkali."
"Aku ingin sekali berpikir seperti itu, Buana. Tetapi, kebetulan itu rasanya terlalu ...."
"Aku mengerti maksudmu."
"Besok kita ke Cirebon," kata Buana.
Yonseng mengerutkan dahinya,"Cirebon? Kenapa harus ke sana?" tanyanya keheranan.
"Aku sendiri tidak tau kenapa harus ke sana," jawab Buana datar.Setelah selesai makan, ketiga pemuda gagah itu meninggalkan restoran dan langsung menuju ke rumah Buana. Tadinya, Yonseng berniat untuk menginap di hotel, tetapi tatapan tajam Buana menciutkan keinginannya.
Rumah Buana tidak terlalu besar tetapi juga tidak bisa dikatakan kecil. Buana tinggal dengan asisten rumah tangga dan seorang tukang kebun. Mereka kebetulan adalah sepasang suami istri sehingga tidak akan menimbulkan fitnah.
"Aden sudah pulang?" sapa Mang Karta.
"Mbok Ratmi sudah membersihkan kamar tamu?" tanya Buana.
"Tadi sudah, Den. Saya yang bantu membersihkan kamar dan mengganti spreinya. Sekarang Ratmi sedang memasak,Den."
"Hmm ... Tadi kami baru saja makan, masak apa Mbok Ratmi, Mang?"
"Loh, kan Aden tadi pagi yang pesan untuk masak rendang dan gulai cingcang," jawab Mang Karta.
Buana menepuk dahinya,"Saya lupa," jawabnya membuat Yonseng tertawa kecil.
"Kau beristirahatlah dulu, aku antar ke kamar kalian," kata Buana. Ia mengantarkan Yongseng ke kamar tamu yang sudah disiapkan. Kamar tamu itu cukup besar dengan kamar mandi yang juga ada di kamar itu.
"Tidak rugi aku menginap di rumahmu, kamarmu nyaman seperti kamar hotel," tukas Yonseng.
"Kau harus membayar di akhir kunjunganmu, bukankah nanti juga kau bisa klaim semua biaya dinas pada atasanmu," sahut Buana.
"Memang tidak mau rugi," ujar Yonseng. Buana hanya tertawa, "Bisa aku melihat data korban yang kau bawa?"
"Kau mau mempelajarinya?" tanya Yonseng.
"Kalau kau mengizinkan."
Yonseng mengangguk dan memberikan berkas yang ia bawa kepada Buana.
"Kita diskusikan nanti malam saja jika kau memang penasaran. Aku ingin tidur sebentar dan meluruskan pinggangku," ujar Yonseng.
Buana hanya mengangguk dan meninggalkan kedua tamunya di kamar mereka kemudian ia sendiri melangkah ke kamar kerjanya sambil membawa berkas yang diberikan oleh Yonseng.
Buana mengerutkan dahi saat ia melihat foto-foto korban. Kondisi mereka saat ditemukan di TKP sama, dalam keadaan tidak mengenakan busana sama sekali, dan tubuh yang kisut mengering karena darah mereka habis terhisap.
Yang membuat Buana heran adalah para korban disebutkan sudah mengalami pemerkosaan, tapi anehnya tidak terdapat bercak atau cairan milik pria sama sekali.
"Makhluk apa yang sudah menebarkan angkara seperti ini?" gumam Buana.
Buana mengurutkan semua berkas yang sedang ia pegang, dua korban yang paling baru ditemukan di Hongkong dan Pkuket Thailand. Yang paling aneh, saksi mata mengatakan bahwa ia semalaman berada di pantai, bahkan sangat dekat dengan lokasi di mana jasad korban ditemukan. Akan tetapi,ketika ia melewati tempat yang sama malam sebelumnya jasad itu tidak ada, padahal menurut hasil aoutopsi jasad itu sudah hampir dua puluh empat jam berada di udara terbuka.
"Apakah di jaman yang sudah canggih seperti sekarang masih ada ilmu gaib yang tidak masuk akal?" Buana kembali bergumam.
Ia mulai membaca buku yang sedang dibaca oleh Yonseng, "Raja Majapahit dan beberapa raja jaman dahulu terkenal memiliki ilmu kesaktian, bahkan patih Gajahmada memiliki ilmu Saipi Angin untuk bertapa. Selain itu, Gajah Mada juga mampu menemukan ilmu sakti lainnya, yakni Aji Mundri yaitu ilmu untuk menghilang. Apa di era milenial seperti sekarang masih ada ilmu seperti itu?"
Buana membaca buku sambil sesekali bermonolog dengan diri sendiri. Ia merasa apa yang saat ini ia hadapi bukanlah masalah yang biasa saja.
"Mbok Ratmi!" seru Buana.
Tak lama kemudian wanita separuh baya yang sudah lama bekerja untuknya itu muncul.
"Iya,Den?"
"Tolong buatkan saya kopi hitam, Mbok masih memasak?"
"Sudah selesai, Den. Tinggal membuat sambal dan lalap daun singkong."
"Ya sudah, sepupu saya dan anak buahnya masih beristirahat. Siapkan meja makan nanti saja kalau mereka sudah bangun. Mbok dan Mang Karta makan saja duluan kalau sudah lapar," ujar Buana.
"Nanti saja, Den."
"Sudah berapa kali saya bilang, di sini kalian memang saya gaji, tapi kalian sudah saya anggap seperti keluarga sendiri," ujar Buana.
"Iya,Den. Mbok mengerti, tapi Den Buana selama ini selalu baik kepada Mbok dan Mas Karta."
Buana hanya tersenyum, "Iya sudah, seenaknya saja Mbok. Yang penting sekarang saya mau kopi, Mbok," ujar Buana.
Mbok Ratmi segera melangkah ke dapur dan membuatkan kopi hitam untuk Buana. Setelah itu wanita paruh baya itu langsung mengantarnya ke ruang kerja Buana.
"Kelihatannya Aden serius sekali, apa ada kasus yang rumit?" tanya Mbok Ratmi.
"Iya, Mbok. Kasus ini bukan kasus biasa, tetapi sepertinya kasus ini sedikit di luar nalar sebagai manusia biasa. Seperti berhubungan dengan ilmu jaman dulu yang dimiliki para raja dan pendekar."
Mbok ratmi terdiam, "Kasus pembunuhan?" tanyanya. Buana mengangguk, ia memang sering mengajak Mbok Ratmi dan Mang Karta bicara dan bercerita apa saja. Baik itu tentang tugas yang sedang ia kerjakan atau kasus yang sedang ia selidiki. Buana memperlihatkan foto salah seorang korban kepada Mbok Ratmi,yang langsung bergidik ngeri saat melihatnya.
"Darahnya habis terhisap," ujar Mbik Ratmi.
"Ya, Mbok ... Dan korban bukan hanya ditemukan di Thailand, tapi di beberapa negara. Hongkong, New York , China, Jepang, entah mungkin akan ditemukan juga di Indonesia," ujar Buana.
"Dulu, waktu Mbok masih kecil, almarhum ibu pernah menceritakan kisah tentang kerajaan Kahuripan. Kerajaan ini tidak sebesar Majapahit, tapi berada di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dan konon, pernah ada satu kejadian yang hampir saja membuat iblis berkuasa penuh. Tapi, semua berhasil digagalkan ...."
Buana mengerutkan dahinya, "Apa Mbok tau cerita lengkapnya? Sejarahnya seperti apa?" tanya Buana.
"Itu hanya cerita masa kecil, Den. Entah apakah kisah itu benar terjadi atau tidak," jawab Mbok Ratmi.
"Terima kasih,Mbok," ujar Buana sambil meraih cangkir kopinya. Mbok Ratmi pun kembali ke dapur untuk membereskan semua peralatan yang tadi ia gunakan untuk memasak.Sementara Buana kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
_685 TAHUN YANG LALU_ Kira-kira 700 tahun lalu di daerah Bagelen dan Yogyakarta berkuasalah raja-rajadari Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha. Zaman ini adalah zaman keemasan bagi Mataram. Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju. Demikian juga keseniannya, terutama seni pahat mencapai taraf yang sangat tinggi dengan adanya pembangunan candi-candi Setelah raja Samaratungga wafat, mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun agama Buddha dan Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai. Keadaannya masih terus demikian hingga di masa pemerintahan r
Sementara itu di gua di dalam sebuah hutan belantara, Dewi Sekargalih dan Dwi Sulaksmi duduk terikat dengan mulut yang juga tertutup."Ayahmu pasti akan segera datang kemari,dan aku akan melepaskan kalian jika dia mau memberitahu aku di mana keris milikku dia simpan." Dewi Sekargalih berusaha melepaskan ikatan di tangannya."Kau mau bicara? Baik, aku lepaskan," kata Surya Wisesa sambil melepaskan penutup mulut Dewi Sekargalih."Senjata itu sudah dimusnahkan, ia bawa ke tempatnya bersemedi untuk menghancurkan senjata itu," ujar Dewi Sekargalih."Kau pikir aku akan percaya begitu saja?!""Kau sudah menggeledah semua sudut rumah kan, apakah ada?""Tentu saja tidak, karena suamimu pasti sudah membawanya entah ke mana.""Dia bawa senjata itu ke pantai selatan untuk dimusnahkan!" seru Dewi Sekargalih.  
Hampir satu pekan Dewi Sulaksmi tidak sadarkan diri dan berada di rumah seorang tabib. Saat ia sadar, yang pertama ia lakukan adalah menangisi nasibnya. Ia berteriak dan meraung bahkan berusaha untuk melakukan bunuh diri. Gadis itu merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Kedua orangtuanya sudah tidak ada dan kesuciannya sebagai seorang wanita juga sudah terenggut begitu saja. Namun tabib Kawuni, tabib wanita yang mengobati Dewi Sulaksmi berhasil menenangkan gadis cantik itu. Dewi Sulaksmi tak lagi berusaha melakukan aksi bunuh diri, tetapi gadis itu selalu ketakutan jika bertemu dengan lelaki, baik tua mau pun muda. Dewi Sulaksmi akan lari bersembunyi di sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Ia juga akan berteriak histeris jika ada yang memaksa untuk mendekatinya, padahal ia sudah hampir satu bulan berada di rumah tabib Kawuni. Gadis itu juga hanya mau bicara dengan tabib Kawuni. Pun bicaranya hanya sepatah dua
Tabib Kawuni tidak menunggu lebih lama untuk menikahkan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa. Makin cepat makin baik, ia tidak ingin Dewi Sulaksmi menyadari bahwa sudah ada kehidupan di dalam rahimnya. Dengan disaksikan pemuka adat setempat pernihakahan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa pun digelar. Warga sekitar tidak ada yang berani untuk mengusik Dewi Sulaksmi, karena Mpu Badingga adalah salah satu orang para pembesar di Mataram, Mpu Badingga juga sangat murah hati dan suka menolong mereka yang kesusahan. Mereka justru membantu proses pemakaman Mpu Badingga dan Dewi Sekargalih. Tidak ada satu pun yang mencela Dewi Sulaksmi atas apa yang ia alami. Tabib Kawuni merasa sangat lega setelah melihat Dewi Sulaksmi resmi menjadi menantunya."Kau akan membawanya ke Mataram?" tanya Kawuni pada Seta Palwa."Tentu saja, Bu. Aku pikir, ibu juga le
Keanehan demi keanehan terjadi setelah Seta Palwa menikahi Dewi Sulaksmi. Kehamilan yang seharusnya hanya sembilan bulan saja, bahkan memasuki bulan ke sebelas, bayi yang dikandung oleh Dewi Sulaksmi belum juga lahir. Tetapi, Seta Palwa tidak ingin mengatakan keanehan itu kepada istrinya. Ia hanya menyimpan dalam hati, karena bagi Dewi Sulaksmi ia memang baru mengandung saat ia sudah menikah dengan Seta Palwa."Saya bingung sekali, eyang guru. Kenapa ketika saya menikahi istri saya, saat malam pertama kami, saya mendapati keadaannya yang masih perawan.Padahal jelas-jelas ibu saya mengatakan bahwa dia sudah dinodai dan tengah mengandung. Dan yang kedua, usia kandungannya hampir sebelas bulan ....""Tetapi, di mata orang banyak , kandungan istrimu memang baru menginjak sembilan bulan, Palwa," sanggah Argalepa guru Seta Palwa. Lelaki tua yang sudah berusia lanjut itu menghela napas panjang.
Buana dan Yongseng saling pandang, mereka hanya bisa menghela napas panjang. "Aku jadi tertarik menyelidiki tentang kasus ini, ini kasus yang benar-benar luar biasa." "Apa yang membuatmu tertarik?" Buana menghela napas panjang, "Setahun terakhir ini, aku sering sekali bermimpi. Mimpi yang sama, tempat yang sama, orang yang sama. Anehnya, dalam mimpi itu aku seperti tengah berada di masa lalu." Yongseng mengerutkan dahinya, "Kau serius?" "Iya." "Sepertinya memang kita ditakdirkan untuk menangani kasus ini, asal kau tau aku sering bermimpi yang sama juga akhir-akhir ini. Sekarang, ceritakan isi mimpimu kepadaku," tukas Yongseng. Buana menarik napas panjang, untuk sejenak ia memejamkan matanya."Aku seperti menjadi orang lain dalam mimpiku itu, menjadi orang yang berbeda. Aku memakai pakaian seperti bangsawan di ker
Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono. Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya."Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu. Lelaki itu menoleh ke arah Buana."Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra. &
"Maksudmu, kita mengunjungi rumah keluarga Genta?" tanya AKBP Bayu. Buana menganggukkan kepalanya, "Bukan sebagai polisi, kita manfaatkan Takeda yang tidak bisa berbahasa Indonesia untuk berakting." Mendengar Buana yang menyebutkan namanya, Takeda yang sedari awal hanya menyimak tanpa mengerti sedikit pun apa yang dibicarakan langsung mengerutkan dahi."Me? What happen?" Yongseng seolah tersadar akan kehadiran Takeda di tengah mereka. Ia pun tertawa, "Maafkan aku. Makanya, belajar bahasa Indonesia, supaya kau bisa mengerti apa yang kami bicarakan," ujar Yongseng dalam bahasa Inggris kepada Takeda. Pemuda keturunan Jepang itu hanya mengerucutkan bibirnya persis seperti wanita yang sedang marah pada kekasihnya hingga membuat Buana mengulum senyuman."Dia tidak bisa bahasa Indonesia?" tanya AKBP Bayu pada Buana. Buana langsung m
Pagi harinya, ramai orang sudah berkumpul di sebuah pemakaman.Orang-orang berbondong mengenakan pakaian serba berwarna hitam, seperti barisan semut yang mengular panjang untuk mengantarkan sang jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.Isak tangis terdengar di mana-mana, bebarengan dengan kidung doa yang dilantunkan merdu sepanjang perjalanan menuju ke makam. Inilah waktunya untuk orang baik hati itu pergi meninggalkan dunia fana ini, guna menuju alam yang lebih tinggi dan abadi.Gendis tak kuasa menahan tangisnya sebab kabar ini terlalu mendadak. Semalam dia diberitahu pihak berwajib bahwa suaminya meninggal dunia di atap sebuah apartemen mewah.Benar! Kini Buana telah benar-benar wafat, tepatnya ketika pertarungan puncak berakhir dan jiwa Mpu Supa pergi meninggalkan tubuh tersebut, tampaknya luka-luka yang diderita oleh Buana tidaklah sepele.Tercatat bahwa dadanya berlubang cukup besar, kepalanya pun terus meneteskan darah sebab terbentur
Tak ingin berbicara lebih lama lagi, sebab waktu yang dipunyai terbatas, maka Mpu Supa segera menyerang balik Sang Iblis menggunakan ajian putihnya.Dia terbang melesat mendekati Sang Iblis dengan kecepatan cahaya, dan ketika berada di depannya Mpu Supa langsung memegangi kepala Sang Iblis. Dia membenturkan wajahnya sendiri ke arah wajah Sang Iblis!Duakkk!!! Suara benturan tersebut terdengar sangat keras membelah hening malam.Sang Iblis terpental jauh ke belakang menerima benturan tersebut. Kakinya masih melayang di udara. Namun belum sampai kesadarannya pulih, Mpu Supa sudah melesat lagi menuju ke arahnya dan kali ini hantaman bertubi-tubilah yang dia terima.‘Bugh’‘Bugh’‘Bagh!!!’Dengan jurus seribu cahaya Mpu Supa menghajar Sang Iblis tanpa ampun! Dia menghantam kepala, badan, tangan, kaki, serta titik-titik persendian tertentu yang memang sudah diicarnya sebagai kelemahan dari Sang Iblis.
Di atap gedung, Sang Iblis terus mencekik seraya menyedot darah dari leher Giselle. Perempuan malang itu benar-benar sudah tidak bisa bangun lagi akibat Sang Iblis mengekang jiwanya.Bahkan muka Giselle kini sudah pucat pasi sebab kehilangan darah yang banyak. Setiap darah yang mengalir dari tubuh Giselle segera berpindah kepada Sang Iblis, dan darah tersebut mengandung kekuatan tertentu untuk Iblis. Makin banyak darah yang diambil maka makin banyak kekuatan yang didapat, serta Iblis berencana untuk menyedot semua darah perempuan tersebut.Namun di luar dugaan, saat sedang melakoni ritual tersebut tiba-tiba dua orang datang dengan cara terbang dan mengangumkan. Tentu itu membuat Sang Iblis terheran-heran, pasalnnya sekarang dia menyangka hanya dirinyalah yang mampu terbang seperti itu.“Hentikan perbuatanmu!” teriak Mpu Supa begitu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sang Iblis!“Jauhi perempuan itu sekarang juga!” Raden Kamandr
Sementara itu di saat bersamaan, di dalam apartemen, Buana dan Segara masih terkapar tidak bergerak. Denyut nadinya sudah menghilang, dan jantungnya pun berhenti bergerak.Secara medis memang keduanya sudah dinyatakan meninggalkan, sebab lambat-laun organ tubuh dan sel-sel di dalam badan perlahan berhenti bekerja. Namun, sebenarnya mereka itu belum mati, hanya saja ruh-nya berpindah ke alam yang lebih tinggi.“Bangunlah kalian!” ucap seorang tua berpakaian serba putih kepada ruh Buana dan Segara. Rambut orang tua tersebut juga menjulur panjang dan putih, sambil tersenyum dia pun kembali berkata, “Buana, Segara, bangunlah!”Mendapat panggilan tersebut ruh Buana dan Segara pun seketika bangun. Keduanya tercengang saat mendapati alam sekeliling yang berbeda dengan alam dunia, sebab di sini semuanya serba berwarna putih. “Apakah aku sudah mati?” ucap Buana dan Segera secara bersamaan.“Belum, sebab lebih tepatnya di s
Mendapati kakaknya sedang ditikam spontan saja Segara membantunya. Dia langsung memuul wajah Sang Iblis tepat di ppinya. Namun sayangnya Iblis tak bergeming dengan pukulan lema tersebut. Malahan dengan kejam dia berkata, “Lihatlah sekarang Kakakmu ini akan kubunuh di depan matamu! Hahahaa...”“Sial, lepaskan dia!” teriak Segara yang masih berusaha terus memukul. Namun Sang Iblis terlalu tangguh untuk menerima pukulan lemah tersebut. “Hentikan! Aku bilang hentikan!”Sang Iblis tak peduli! Dia terus menancapkan kukunya semakin dalam dan bahkan kini mengenai bagian jantung Buana, lalu merobeknya membuat seisi perut porak-poranda!Buana sudah lemas tidak bisa melawan lagi, wajahnya yang penuh dengan darah hanya menatap ke langit-langit, mengerjab satu kali, kemudian mati!“Hahahaa!! Lihatlah makhluk lemah ini. Hanya dengan begini saja dia sudah mati. Cih, siapa suruh mau melawanku!” ucap Sang Iblis dengan tawany
Genta terpental mendapat tiga tembakan tersebut. Tubuhnya ambruk menghantam meja kaca hingga pecah.Meski dengan tiga buah peluru yang bersarang di dada, namun Genta tidak mati. Dia hanya limbung sebentar kemudian bangkit lagi dan tertawa renyah.“Kamu pikir bisa membunuhku dengan pistol seperti itu?” ucapnya yang kini sudah terdengar bahwa itu bukanla suara Genta lagi. Suara itu terdengar berat dan serak, serta menggunakan logat seperti orang zaman kuno. Jelas sekali bahwa itu adalah suara Sang Iblis.Mendengar suara aneh tersebut Buana bersiap-siap untuk menembak kembali. Namun sayangnya Sang Iblis sudah terlebih dahulu bergerak cepat sekali, secepat cahaya, yang tiba-tiba dirinya sudah berada di samping persis Buana. “Enyahlah kamu! Dasar manusia makhluk lemah dan penganggu!”Brakkk!!! Dipukul-lah kepala Buana dengan telak hingga sampai tengkoraknya berbunyi.Buana terlempar cukup jauh hingga sampai menabrak dinding. Lalu
Mimik wajah genta berubah menjadi ketakutan saat tahu Buana tidak main-main. Wajar, siapa yang tidak takut dengan peristiwa seperti ini, ditodong pistol tepat di hadapan keningnya? Jelas saja semua orang akan takut. Namun sebenarnya yang dilakukan Buana hanyalah sedang ingin memancing Sang Iblis agar keluar dari tubuh Genta. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemuculan makhluk laknat tersebut.“Akan kuhitung satu sampai tiga, jika kamu masih mengelak atas perbuatanmu, maka jangan salahkan aku jika kutarik pelatuk ini!” ucap Buana semakin menekan moncong pistol ke kening iparnya.“Satu...”Tubuh Genta mulai gemetar. Terlihat jelas dia ketakutan dan tidak ingin mati. Sepertinya jiwanya sekarang sedang ingin melawan Sang Iblis yang mengekang dalam dirinya.“Dua...” Buana terus menghitung mundur tanpa ampun. Jarinya telah bersiap untuk menarik pelatuk!“Tiga!!!”“Oke, oke, stop! Aku
Tidak heran jika ini disebut apartemen elite karena berada di tengah kawasan tempat tinggal para orang konglomerat. Bagi Genta tentu saja uang bukanlah masalah sebab dia merupakan putra seorang yang sangat berada, sehingga bahkan uang sakunya sangat cukup jika harus membeli apartemen di sini.Bangunan ini terdiri dari 15 lantai, sedangkan lantai paling atas digunakan untuk tempat pendaratan helikopter. Sebab tidak jarang para penghuni apartemen di sini kerap menyewa helikopter untuk kepentingan sehari-hari atau sekadar untuk cari sensasi. Begitulah.Setelah menganalisis dengan saksama lingkungan sekitar apartemen, Buana dan Segara langsung naik menuju lantai sembilan. Kepada security di depan Buana menunjukkan lencananya sebagai perwira polisi dan berkata dia ingin melakukan investigasi dengan salah satu penghuni di sini.Tentu saja si security langsung memberikan izin tanpa banyak bertanya. Malahan dia menawarkan jasa informasi mengenai apartemen jika memang di
Memang begitulah yang terjadi. Setelah bertemu dengan Mpu Badingga, seolah kehidupan Buana dan Segara selalu diikuti oleh sosok ruh yang tidak kasat mata.Semua ini terlau sulit untuk dijelaskan oleh keduanya, tetapi mereka benar-benar merasakan kehadirannya, sosok Mpu Supa dan Raden Kamandraka.Seperti halnya ketika Buana sedang tidur, dia akan didatangi oleh sosok laki-laki tua berambut serba putih yang menjulur panjang. Memang di dalam mimpi tersebut sosok Kakek tua tidak terlihat begitu jelas, namun yang pasti Buana bisa memastikan melalui instingnya bahwa itu adalah sosok Mpu Supa.Saat mendatangi Buana di alam mimpi Mpu Supa tidak bericara banyak hal. Beliau hanya suka duduk di samping Buana, dan saat itu adalah malam hari dengan taburan bintang-bintang.Buana pun tidak mencoba untuk bertanya hal apa pun dengan sosok Mpu Supa di dalam mimpinya, melainkan Buana hanya membiarkan beliau tersenyum memandangi wajahnya, sambil sesekali mengusap-usap kepal