Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono.
Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya.
"Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu.
Lelaki itu menoleh ke arah Buana.
"Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra.
&
"Maksudmu, kita mengunjungi rumah keluarga Genta?" tanya AKBP Bayu. Buana menganggukkan kepalanya, "Bukan sebagai polisi, kita manfaatkan Takeda yang tidak bisa berbahasa Indonesia untuk berakting." Mendengar Buana yang menyebutkan namanya, Takeda yang sedari awal hanya menyimak tanpa mengerti sedikit pun apa yang dibicarakan langsung mengerutkan dahi."Me? What happen?" Yongseng seolah tersadar akan kehadiran Takeda di tengah mereka. Ia pun tertawa, "Maafkan aku. Makanya, belajar bahasa Indonesia, supaya kau bisa mengerti apa yang kami bicarakan," ujar Yongseng dalam bahasa Inggris kepada Takeda. Pemuda keturunan Jepang itu hanya mengerucutkan bibirnya persis seperti wanita yang sedang marah pada kekasihnya hingga membuat Buana mengulum senyuman."Dia tidak bisa bahasa Indonesia?" tanya AKBP Bayu pada Buana. Buana langsung m
Buana hanya menghela napas mendengar perkataan Yongseng. Ia tau betul bahwa sepupunya ini memang amat sangat kehilangan sang ayah. Ayah Yongseng orang yang sangat baik dan juga jujur. Sifat itu yang menurun kepada sepupunya ini. "Genta ... Maksudku keluarganya tinggal di mana?" tanya Yongseng mengalihkan pembicaraan."Di Bandung. Keluarganya tinggal di Bandung yang aku tau. Perusahaan mereka memang sangat banyak, tetapi alih-alih tinggal di Jakarta mereka memilih untuk tinggal di Bandung. Seingatku dulu ayahnya Genta yang memegang perusahaan, tetapi sekarang urusan bisnis di luar negeri memang lebih banyak ditangani oleh Genta.""Oh, aku penasaran seperti apa keluarganya. Atasanmu mengatakan bahwa ayah Genta dulu ad
Maharani terbelalak saat Gendis pulang bersama seorang pemuda. Ia langsung menarik tangan putri sulungnya itu."Itu siapa?" tanya Maharani sedikit berbisik."Dia pacarku, Ma.""Hah?! Anak mana? Kerja di mana? Orangtuanya? itu ada perempuan? Aduh, kamu jangan main-main!""Ma, itu pacarku. Nino namanya dan yang perempuan itu adik Nino, namanya Nindia. Udah, aku mau ajak mereka masuk." Maharani hanya bisa mengelus dada melihat tingkah putri sulungnya itu. Ia sebenarnya bahagia jika memang benar dia adalah kekasih Gendis, tapi .... Maharani pun berusaha untuk mengesampingkan dulu urusan Gendis, ia langsung menyambut beberapa anggota keluarga mereka yang sudah datang. Sementara itu, Nino menatap rumah di hadapannya tanpa kedip. Ia tau jika Gendis adalah anak orang berada
"Genta, kamu mau antar Giselle pulang, kan? Bisa kakak minta tolong antar Mas Nino dan Nindia? Kakak harus antar Oma," kata Gendis pada Genta. Malam sudah larut, tidak mungkin Gendis membiarkan Nino dan Nindia pulang sendiri. Jarak dari Lembang ke Suci itu lumayan jauh. Genta tersenyum dan langsung mengedipkan sebelah matanya, "Iya, kak. Biar aku yang antar Mas Nino sama Nindia pulang," jawab Genta."Nggak apa-apa, kan, Mas?" tanya Gendis pada Nino. Pemuda itu menepuk bahu Gendis perlahan, "Nggak apa- apa, sayang." Gendis pun melambaikan tangan saat Nino dan Nindia masuk ke dalam mobil Genta. Tanpa ia sadari jika ia sudah membuat Nindia dalam bahaya. Sementara itu Gendis sendiri dengan sigap mengantarkan Omanya pulang. Oma Gendis tinggal di Cimahi, Bandung. Jadi, memang tidak searah dengan tempat kos Nino dan Nindia.&
Tak lama kemudian, setelah operasi terhadap Genta selesai, dokter pun keluar dan menemui Galih."Operasinya berhasil, kita tunggu sampai pasien siuman.""Apakah ada efek dari operasi ini, dok?" tanya Galih cemas."Anak Bapak dan Ibu mengalami benturan yang keras di bagian kepala bahkan sampai terjadi pendarahan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hasilnya tetap harus menunggu sampai pasien sadar, sabar ya, Pak, Bu." Galih dan Maharani hanya bisa bersabar dan berpasrah. Mereka berharap putra mereka akan baik-baik saja."Mama tidak mau pulang, Pa. Mama mau menjaga Genta di sini," ujar Maharani."Biar papa saja yang di sini. Mama pulang saja bersama Mbak, Ibu dan Gendis pasti khawatir di rumah," ujar Galih. Namun, Maharani menggelengkan kepalanya."Ibu bisa menjaga Gendis,Pa. Mama mau di sini saja menjaga Genta," jawab Maharani bersikeras. Galih hanya bisa menuruti kei
Malam semakin larut namun pasukan kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Senopati Sangkar belum juga menemukan jejak dari pembunuh yang sudah membunuh Dewi Anggini."Manusia atau setan yang sudah membunuh para gadis itu?! Kalau manusia tidak mungkin mengisap darah manusia sampai kering begitu," kata Senopati Sangkar dengan geram."Bisa jadi dia adalah pemuja setan, paduka Senopati," ujar salah seorang prajurit."Maksudmu?""Ampun, paduka, ada beberapa tempat untuk pemujaan terhadap ilmu hitam. Bisa jadi pelakunya manusia tapi, dia sedang memuja ilmu hitam agar bertambah kuat dan juga menjadi kebal misalnya," jawab prajurit itu. Senopati Sangkar terdiam, perkataan prajuritnya memang masuk akal."Kita istirahat saja dulu, kasian prajurit yang lain," ujar Senopati Sangkar. Ia pun menjauh dari prajurit -prajuritnya, lelaki tampan bertubuh tinggi tegap itu melangkah menuju sebuah
Maharani menatap suaminya, ia menghela napas panjang lalu mengelus bahu sang suami perlahan."Pa,itu hanya dongeng orang tua. Mama nggak percaya dengan hal-hal seperti itu. Papa bisa sukses seperti sekarang itu karena kerja keras Papa. Mama yang menjadi saksi bahwa selama bertahun- tahun Papa berusaha, banting tulang untuk menjadi seperti sekarang. Tidak ada yang namanya kutukan itu,Pa.""Jadi,mama nggak percaya?" tanya Galih."Jelas nggak,Pa.Bisa jadi itu hanya dongeng orang tua Papa, ya supaya tidak melupakan asal usul. Tapi,Mama percaya kalau Papa keturunan seorang petinggi kerajaan, habis,Papa ganteng sih," tukas Maharani. Galih hanya tertawa saat mendengar kalimat terakhir sang istri."Sejak kapan Mama jadi pinter gombal begini?" tanyanya sambil merangkul bahu sang istri dengan mesra."Sejak jadi istri Papa. Eh, tapi mama serius ya, Papa nggak pernah gitu terpikir buat selingkuh? Eh, mama nggak mendoaka
Takeda yang penasaran ikut memperhatikan foto para korban satu persatu. "Sama saja, Buana. Mereka sama-sama ditemukan dalam kondisi tanpa busana dengan darah yang mengering. Apa lagi?" tanya Yongseng."Kau teliti sekali lagi, kau cari dulu. Aku tidak akan mau memberi tahu dirimu sebelum kau berusaha untuk mencarinya," kata Buana. Yongseng hanya mendengus dengan kesal. Namun, ia akhirnya kembali melihat foto-foto itu satu persatu hingga konsentrasinya pecah oleh seruan Takeda."Aku tau apa persamaan yang Buana katakan!" Tiba-tiba Takeda berseru dengan gembira membuat Yongseng dan Buana menatap pemuda itu."You see that?"Takeda menunjuk ke dalam foto, Buana tersenyum melihat apa yang Takeda tunjukkan."Semua korban memiliki tanda berbentuk bulan sabit meskipun tempatnya berbeda. Lihat, dia memiliki tanda di leher kanannya, yang ini di dada.""Betul, Buana?" tanya Yongseng."Ya,
Pagi harinya, ramai orang sudah berkumpul di sebuah pemakaman.Orang-orang berbondong mengenakan pakaian serba berwarna hitam, seperti barisan semut yang mengular panjang untuk mengantarkan sang jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.Isak tangis terdengar di mana-mana, bebarengan dengan kidung doa yang dilantunkan merdu sepanjang perjalanan menuju ke makam. Inilah waktunya untuk orang baik hati itu pergi meninggalkan dunia fana ini, guna menuju alam yang lebih tinggi dan abadi.Gendis tak kuasa menahan tangisnya sebab kabar ini terlalu mendadak. Semalam dia diberitahu pihak berwajib bahwa suaminya meninggal dunia di atap sebuah apartemen mewah.Benar! Kini Buana telah benar-benar wafat, tepatnya ketika pertarungan puncak berakhir dan jiwa Mpu Supa pergi meninggalkan tubuh tersebut, tampaknya luka-luka yang diderita oleh Buana tidaklah sepele.Tercatat bahwa dadanya berlubang cukup besar, kepalanya pun terus meneteskan darah sebab terbentur
Tak ingin berbicara lebih lama lagi, sebab waktu yang dipunyai terbatas, maka Mpu Supa segera menyerang balik Sang Iblis menggunakan ajian putihnya.Dia terbang melesat mendekati Sang Iblis dengan kecepatan cahaya, dan ketika berada di depannya Mpu Supa langsung memegangi kepala Sang Iblis. Dia membenturkan wajahnya sendiri ke arah wajah Sang Iblis!Duakkk!!! Suara benturan tersebut terdengar sangat keras membelah hening malam.Sang Iblis terpental jauh ke belakang menerima benturan tersebut. Kakinya masih melayang di udara. Namun belum sampai kesadarannya pulih, Mpu Supa sudah melesat lagi menuju ke arahnya dan kali ini hantaman bertubi-tubilah yang dia terima.‘Bugh’‘Bugh’‘Bagh!!!’Dengan jurus seribu cahaya Mpu Supa menghajar Sang Iblis tanpa ampun! Dia menghantam kepala, badan, tangan, kaki, serta titik-titik persendian tertentu yang memang sudah diicarnya sebagai kelemahan dari Sang Iblis.
Di atap gedung, Sang Iblis terus mencekik seraya menyedot darah dari leher Giselle. Perempuan malang itu benar-benar sudah tidak bisa bangun lagi akibat Sang Iblis mengekang jiwanya.Bahkan muka Giselle kini sudah pucat pasi sebab kehilangan darah yang banyak. Setiap darah yang mengalir dari tubuh Giselle segera berpindah kepada Sang Iblis, dan darah tersebut mengandung kekuatan tertentu untuk Iblis. Makin banyak darah yang diambil maka makin banyak kekuatan yang didapat, serta Iblis berencana untuk menyedot semua darah perempuan tersebut.Namun di luar dugaan, saat sedang melakoni ritual tersebut tiba-tiba dua orang datang dengan cara terbang dan mengangumkan. Tentu itu membuat Sang Iblis terheran-heran, pasalnnya sekarang dia menyangka hanya dirinyalah yang mampu terbang seperti itu.“Hentikan perbuatanmu!” teriak Mpu Supa begitu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sang Iblis!“Jauhi perempuan itu sekarang juga!” Raden Kamandr
Sementara itu di saat bersamaan, di dalam apartemen, Buana dan Segara masih terkapar tidak bergerak. Denyut nadinya sudah menghilang, dan jantungnya pun berhenti bergerak.Secara medis memang keduanya sudah dinyatakan meninggalkan, sebab lambat-laun organ tubuh dan sel-sel di dalam badan perlahan berhenti bekerja. Namun, sebenarnya mereka itu belum mati, hanya saja ruh-nya berpindah ke alam yang lebih tinggi.“Bangunlah kalian!” ucap seorang tua berpakaian serba putih kepada ruh Buana dan Segara. Rambut orang tua tersebut juga menjulur panjang dan putih, sambil tersenyum dia pun kembali berkata, “Buana, Segara, bangunlah!”Mendapat panggilan tersebut ruh Buana dan Segara pun seketika bangun. Keduanya tercengang saat mendapati alam sekeliling yang berbeda dengan alam dunia, sebab di sini semuanya serba berwarna putih. “Apakah aku sudah mati?” ucap Buana dan Segera secara bersamaan.“Belum, sebab lebih tepatnya di s
Mendapati kakaknya sedang ditikam spontan saja Segara membantunya. Dia langsung memuul wajah Sang Iblis tepat di ppinya. Namun sayangnya Iblis tak bergeming dengan pukulan lema tersebut. Malahan dengan kejam dia berkata, “Lihatlah sekarang Kakakmu ini akan kubunuh di depan matamu! Hahahaa...”“Sial, lepaskan dia!” teriak Segara yang masih berusaha terus memukul. Namun Sang Iblis terlalu tangguh untuk menerima pukulan lemah tersebut. “Hentikan! Aku bilang hentikan!”Sang Iblis tak peduli! Dia terus menancapkan kukunya semakin dalam dan bahkan kini mengenai bagian jantung Buana, lalu merobeknya membuat seisi perut porak-poranda!Buana sudah lemas tidak bisa melawan lagi, wajahnya yang penuh dengan darah hanya menatap ke langit-langit, mengerjab satu kali, kemudian mati!“Hahahaa!! Lihatlah makhluk lemah ini. Hanya dengan begini saja dia sudah mati. Cih, siapa suruh mau melawanku!” ucap Sang Iblis dengan tawany
Genta terpental mendapat tiga tembakan tersebut. Tubuhnya ambruk menghantam meja kaca hingga pecah.Meski dengan tiga buah peluru yang bersarang di dada, namun Genta tidak mati. Dia hanya limbung sebentar kemudian bangkit lagi dan tertawa renyah.“Kamu pikir bisa membunuhku dengan pistol seperti itu?” ucapnya yang kini sudah terdengar bahwa itu bukanla suara Genta lagi. Suara itu terdengar berat dan serak, serta menggunakan logat seperti orang zaman kuno. Jelas sekali bahwa itu adalah suara Sang Iblis.Mendengar suara aneh tersebut Buana bersiap-siap untuk menembak kembali. Namun sayangnya Sang Iblis sudah terlebih dahulu bergerak cepat sekali, secepat cahaya, yang tiba-tiba dirinya sudah berada di samping persis Buana. “Enyahlah kamu! Dasar manusia makhluk lemah dan penganggu!”Brakkk!!! Dipukul-lah kepala Buana dengan telak hingga sampai tengkoraknya berbunyi.Buana terlempar cukup jauh hingga sampai menabrak dinding. Lalu
Mimik wajah genta berubah menjadi ketakutan saat tahu Buana tidak main-main. Wajar, siapa yang tidak takut dengan peristiwa seperti ini, ditodong pistol tepat di hadapan keningnya? Jelas saja semua orang akan takut. Namun sebenarnya yang dilakukan Buana hanyalah sedang ingin memancing Sang Iblis agar keluar dari tubuh Genta. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemuculan makhluk laknat tersebut.“Akan kuhitung satu sampai tiga, jika kamu masih mengelak atas perbuatanmu, maka jangan salahkan aku jika kutarik pelatuk ini!” ucap Buana semakin menekan moncong pistol ke kening iparnya.“Satu...”Tubuh Genta mulai gemetar. Terlihat jelas dia ketakutan dan tidak ingin mati. Sepertinya jiwanya sekarang sedang ingin melawan Sang Iblis yang mengekang dalam dirinya.“Dua...” Buana terus menghitung mundur tanpa ampun. Jarinya telah bersiap untuk menarik pelatuk!“Tiga!!!”“Oke, oke, stop! Aku
Tidak heran jika ini disebut apartemen elite karena berada di tengah kawasan tempat tinggal para orang konglomerat. Bagi Genta tentu saja uang bukanlah masalah sebab dia merupakan putra seorang yang sangat berada, sehingga bahkan uang sakunya sangat cukup jika harus membeli apartemen di sini.Bangunan ini terdiri dari 15 lantai, sedangkan lantai paling atas digunakan untuk tempat pendaratan helikopter. Sebab tidak jarang para penghuni apartemen di sini kerap menyewa helikopter untuk kepentingan sehari-hari atau sekadar untuk cari sensasi. Begitulah.Setelah menganalisis dengan saksama lingkungan sekitar apartemen, Buana dan Segara langsung naik menuju lantai sembilan. Kepada security di depan Buana menunjukkan lencananya sebagai perwira polisi dan berkata dia ingin melakukan investigasi dengan salah satu penghuni di sini.Tentu saja si security langsung memberikan izin tanpa banyak bertanya. Malahan dia menawarkan jasa informasi mengenai apartemen jika memang di
Memang begitulah yang terjadi. Setelah bertemu dengan Mpu Badingga, seolah kehidupan Buana dan Segara selalu diikuti oleh sosok ruh yang tidak kasat mata.Semua ini terlau sulit untuk dijelaskan oleh keduanya, tetapi mereka benar-benar merasakan kehadirannya, sosok Mpu Supa dan Raden Kamandraka.Seperti halnya ketika Buana sedang tidur, dia akan didatangi oleh sosok laki-laki tua berambut serba putih yang menjulur panjang. Memang di dalam mimpi tersebut sosok Kakek tua tidak terlihat begitu jelas, namun yang pasti Buana bisa memastikan melalui instingnya bahwa itu adalah sosok Mpu Supa.Saat mendatangi Buana di alam mimpi Mpu Supa tidak bericara banyak hal. Beliau hanya suka duduk di samping Buana, dan saat itu adalah malam hari dengan taburan bintang-bintang.Buana pun tidak mencoba untuk bertanya hal apa pun dengan sosok Mpu Supa di dalam mimpinya, melainkan Buana hanya membiarkan beliau tersenyum memandangi wajahnya, sambil sesekali mengusap-usap kepal