Mpu Badingga merasa puas dengan yang sudah didengarnya, kemudian untuk hal yang terakhir beliau pun berkata, “baru saja aku mendapat penglihatan jika Sang Iblis sekarang sedang berada di situs Mataram kuno! Dia telah mengetahui kemunculan Keris Sang Pusaka ini. Maka dari itu kalian pergilah secepatnya ke sana. Sebab aku khawatir Sang Iblis sudah menumbalkan korban yang baru!”
“Siap, Mpu! Kami akan segera ke sana!” ucap Buana dan Segara secara bersamaan. Kini keduanya tampak lebih tenang dalam menghadapi situasi yang genting. Pertapaannya selama sepuluh hari terakhir telah menempa seluruh jiwa dan raganya, hingga membuat keduanya semakin kuat secara fisik maupun psikis.
Dan lagi, Mpu Badingga menggerakkan tangannya, membuat seketika alam di sekitar bergoncang hebat!
Angin ribut datang menerbangkan apa saja! Pohon-pohon meliuk, burung-burung berhamburan, air terjun muncrat ke segala arah tidak terkendali. Alam di sekitar menjadi mengamuk, m
Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam ketika Buana dan Segara sampai di situs penelitian Mataram Kuno ini.Segara baru saja terbagun dari tidurnya. Sepertinya dia sangat lelah sekali, sehingga sepanjang perjalanan laki-laki itu hanya menghabiskan waktu di alam mimpi. Sedangkan Buana yang tidak tidur sama sekali tetap bugar. Mungkin karena dirinya adalah seorang polisi yang terlatih sehingga tidak tidur adalah hal yang sudah biasa dia lakukan.“Oh, sudah sampai rupanya,” ucap Segara sambil mengucek mata. Suaranya masih serak, karena itulah dia mengambil botol air putih dan langsung menenggaknya.Di samping Segara ada Buana yang malah sibuk memainkan ponsel. Keningnya mengerut serius. Atas hal tersebut Segara jadi penasaran.“Ada apa, Kak?”“Aku sedang mengecek kelender.”“Kenapa memang? Bukankah ini jelas-jelas hari kamis?”Buana mengalihkan pandangan dari layar ponsel untuk menatap adiknya
“Hei, kalian dengar suara itu?” tanya Buana kepada yang lain. Seluruh orang di sana mengangguk.Maka tak menunggu lagi, mereka pun segera berlari ke arah sumber suara. Dengan panik mereka membawa senter, tongkat, serta senjata lain untuk berjaga-jaga apabila Kalila sedang dijahati oleh seseorang.Suara tersebut bersumber dari luar area penelitian, tepatnya di kawasan hutan yang berada di samping kawasan tersebut.Buana dan Segara berjalan paling depan, sedangkan belasan orang lain membututinya di belakang. Tidak ada yang bersuara, karena dalam hati masing-masing sedang panik mendengar suara tersebut.Memasuki kawasan hutan, semuanya bertambah tegang. Hening sekali hutan ini, hanya ada bunyi-bunyian daun-daun bergesekkan dengan daun lainnya, serta tidak ada suara hewan-hewan malam.“Kalila! Dimana kamu?” teriak Segera mencoba memanggil. Namun tidak ada jawaban apa-apa dari Kalila.“Kalila! Hallo! Dimana kamu?&rdq
Untuk memastikannya, Segara pun ikut mencelupkan jemarinya dan mengambil sebagian air tersebut kemudian mencium baunya.Anyir dan pekat. Ya, tidak salah lagi bahwa air pada anak sungai ini sudah bercampur dengan darah! Tapi masalahnya, darah apa ini?“Apakah ini darah rusa yang baru saja mati diburu oleh harimau?” tanya Segara.Buana menggeleng mantap. Jelasdia sangat tahu jika ini merupakan darah manusia. “Aku sudah beratus kali menangani masalah pembunuhan, Segara. Dan bisa kupastikan jika ini merupakan darah manusia!”“Apa? Yang benar saja, Kak? Bagaimana mungkin ada darah manusia mengalir di anak sungai tengah hutan begini?” Segara panik. Sekali lagi dia mengambil air di anak sungai tersebut dan mencium kembali aromanya.“Aku tidak tahu. Dan untuk tulah kita harus memeriksanya segera! Kita akan menyusuri anak sungai ini sampai menemukan sumber darahnya,” ucap Buana yang kemudian langsung berjalan
Kembali kepada Buana dan Segera. Setelah mengundang seluruh anggota kelompok penelitian, akhirnya jenazah Kalila mulai dievakuasi.Sebagian orang ikut memanjat pohon guna melepaskan tali ikatan yang mengikat leher Kalila. Terutama kaum laki-laki yang ikut mengevakuasi jenazah, meski tidak semuanya mau ikut membantu.Sedangkan para perempuan di sana hanya bisa menangis saja. Mereka masih belum percaya dengan apa yang terjadi sekarang ini. Padahal tadi sore Kalilamasih mengeluh sakit kepala kepada mereka. Namun sekarang siap yang menyangka jika Kalila sudah menjadi jenazah.“Siapa yang tega melakukan ini kepada Kalila?” tangis salah seorang perempuan di sana. Dia terisak-isak dan bahkan tidak mau melihat kondisi Kalila yang mengenaskan tersebut.“Tidak tahu. Sebaiknya kita harus cepat mengevakuasi jenazah ini dan jangan lupa untuk menghubungi polisi,” ucap Buana memberikan instruksi. Karena dia merasa bahwa ini bukanlah wilayahnya, m
Sebuah jam tangan merek Swiss diberikan komandan polisi kepada Buana. Jam tangan laki-laki, sehingga jelas ini bukanlah milik Kalila.Buana segera mengambil jam tangan tersebut yang tela berlumuran darah. Dia menatap tajam, merasa tidak asing dengan jam itu. Secara bentuknya, besinya, serta mereknya, dia merasa pernah melihatnya. Tapi dimana? Buana mencoba mengingat-ingat namun tidak berhasil.“Mohon izin, saya ingin memotretnya,” ucap Buana kepada Komandan Polisi. Tentu saja dia memngizinkan, sebab akhirnya dia pun tahu jika Buana merupakan perwira polisi dan kebetulan sekali sedang menangani kasus serupa di berbagai tempat.“Oh ya, Pak, apakah pembunuhan malam ini ada sangkut pautya dengan kasus pebunuhan yang selama ini Anda tangani?” tanya si Komandan Polisi penasaran.Buana menganguk-angguk. “Ya, sama persis bahkan. Bahwa korbannya adalah seorang perempuan muda, dilakukan pada malam jumat legi, dan ada bekas gigitan sepe
Hingga sampai tidak sadar mobil mereka sudah mencapai di Bandung. Buana belum terbangun dari tidurnya, sepertinya dia sangat kecapaian sehingga membuat matanya terus terpejam. Karena Segara tidak tahu pasti alamat rumah Galih, maka dia pun membangunkan kakaknya tersebut.“Kak, kak... kita sudah sampai nih. Dimana alamatnya?” Digoyang-goyangkan tubuh kakaknya itu, membuat Buana membuka mata perlahan-lahan.“Eh, sudah sampai, ya? Kok rasanya baru sebentar banget?” Astaga, ternyata Buana masih merasa kantuk. Segara hanya tertawa. Dan daripada salah jalan, akhirnya mereka pun memutuskan berganti posisi, Buana yang sekarang memegang stir mobil.Tak sampai dua pulu menit mereka sampai di rumah Galih. Kebetulan sekali saat itu Gendis sedang menyapu halaman rumah depan.Perempuan yang tengah hamil itu sangat senang ketika melihat mobil suaminya datang. Dia langsung melempar sapu yang berada di tangan dan langsung berlari guna memeluk suami
Hingga sampai tidak sadar mobil mereka sudah mencapai di Bandung. Buana belum terbangun dari tidurnya, sepertinya dia sangat kecapaian sehingga membuat matanya terus terpejam. Karena Segara tidak tahu pasti alamat rumah Galih, maka dia pun membangunkan kakaknya tersebut.“Kak, kak... kita sudah sampai nih. Dimana alamatnya?” Digoyang-goyangkan tubuh kakaknya itu, membuat Buana membuka mata perlahan-lahan.“Eh, sudah sampai, ya? Kok rasanya baru sebentar banget?” Astaga, ternyata Buana masih merasa kantuk. Segara hanya tertawa. Dan daripada salah jalan, akhirnya mereka pun memutuskan berganti posisi, Buana yang sekarang memegang stir mobil.Tak sampai dua pulu menit mereka sampai di rumah Galih. Kebetulan sekali saat itu Gendis sedang menyapu halaman rumah depan.Perempuan yang tengah hamil itu sangat senang ketika melihat mobil suaminya datang. Dia langsung melempar sapu yang berada di tangan dan langsung berlari guna memeluk suami
Demi membuat Gendis tenang, Buana berinisiatif untuk mengajaknya tidur sekarang juga. Dengan lembut Buana melepaskan pelukan Gendis, lalu membaringkan perempuan tersebut di atas ranjang.Sebentar dtatapnya mata yang sembab tersebut. Buana tidak tega ketika melihat istrinya sedang menangis. Dia paham bahwa Gendis sangat mencintai adiknya, sehingga dia merasa tidak terima jika Genta merupakan aktor utama dari pembunhan yang selama ini terjadi.“Apa Genta akan baik-baik saja, Mas?” ucap Gendis sambil terus menatap Buana.“Ya, aku berharap semua keadaan akan baik-baik saja.” Buana mencium kening Gendis. Tangannya dengan lembut lalu mengusap-usap pipi istrinya tersebut yang masih saja menampilkan wajah khawatir. Buana tersenyum, lalu mengangguk. “Semuanya akan baik-baik saja, Sayang,” ulangnya kembali. Kemudian dia mulai membuka kancing baju Gendis, satu demi satu.Gendis tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu. Melep