“Hei, kalian dengar suara itu?” tanya Buana kepada yang lain. Seluruh orang di sana mengangguk.
Maka tak menunggu lagi, mereka pun segera berlari ke arah sumber suara. Dengan panik mereka membawa senter, tongkat, serta senjata lain untuk berjaga-jaga apabila Kalila sedang dijahati oleh seseorang.
Suara tersebut bersumber dari luar area penelitian, tepatnya di kawasan hutan yang berada di samping kawasan tersebut.
Buana dan Segara berjalan paling depan, sedangkan belasan orang lain membututinya di belakang. Tidak ada yang bersuara, karena dalam hati masing-masing sedang panik mendengar suara tersebut.
Memasuki kawasan hutan, semuanya bertambah tegang. Hening sekali hutan ini, hanya ada bunyi-bunyian daun-daun bergesekkan dengan daun lainnya, serta tidak ada suara hewan-hewan malam.
“Kalila! Dimana kamu?” teriak Segera mencoba memanggil. Namun tidak ada jawaban apa-apa dari Kalila.
“Kalila! Hallo! Dimana kamu?&rdq
Untuk memastikannya, Segara pun ikut mencelupkan jemarinya dan mengambil sebagian air tersebut kemudian mencium baunya.Anyir dan pekat. Ya, tidak salah lagi bahwa air pada anak sungai ini sudah bercampur dengan darah! Tapi masalahnya, darah apa ini?“Apakah ini darah rusa yang baru saja mati diburu oleh harimau?” tanya Segara.Buana menggeleng mantap. Jelasdia sangat tahu jika ini merupakan darah manusia. “Aku sudah beratus kali menangani masalah pembunuhan, Segara. Dan bisa kupastikan jika ini merupakan darah manusia!”“Apa? Yang benar saja, Kak? Bagaimana mungkin ada darah manusia mengalir di anak sungai tengah hutan begini?” Segara panik. Sekali lagi dia mengambil air di anak sungai tersebut dan mencium kembali aromanya.“Aku tidak tahu. Dan untuk tulah kita harus memeriksanya segera! Kita akan menyusuri anak sungai ini sampai menemukan sumber darahnya,” ucap Buana yang kemudian langsung berjalan
Kembali kepada Buana dan Segera. Setelah mengundang seluruh anggota kelompok penelitian, akhirnya jenazah Kalila mulai dievakuasi.Sebagian orang ikut memanjat pohon guna melepaskan tali ikatan yang mengikat leher Kalila. Terutama kaum laki-laki yang ikut mengevakuasi jenazah, meski tidak semuanya mau ikut membantu.Sedangkan para perempuan di sana hanya bisa menangis saja. Mereka masih belum percaya dengan apa yang terjadi sekarang ini. Padahal tadi sore Kalilamasih mengeluh sakit kepala kepada mereka. Namun sekarang siap yang menyangka jika Kalila sudah menjadi jenazah.“Siapa yang tega melakukan ini kepada Kalila?” tangis salah seorang perempuan di sana. Dia terisak-isak dan bahkan tidak mau melihat kondisi Kalila yang mengenaskan tersebut.“Tidak tahu. Sebaiknya kita harus cepat mengevakuasi jenazah ini dan jangan lupa untuk menghubungi polisi,” ucap Buana memberikan instruksi. Karena dia merasa bahwa ini bukanlah wilayahnya, m
Sebuah jam tangan merek Swiss diberikan komandan polisi kepada Buana. Jam tangan laki-laki, sehingga jelas ini bukanlah milik Kalila.Buana segera mengambil jam tangan tersebut yang tela berlumuran darah. Dia menatap tajam, merasa tidak asing dengan jam itu. Secara bentuknya, besinya, serta mereknya, dia merasa pernah melihatnya. Tapi dimana? Buana mencoba mengingat-ingat namun tidak berhasil.“Mohon izin, saya ingin memotretnya,” ucap Buana kepada Komandan Polisi. Tentu saja dia memngizinkan, sebab akhirnya dia pun tahu jika Buana merupakan perwira polisi dan kebetulan sekali sedang menangani kasus serupa di berbagai tempat.“Oh ya, Pak, apakah pembunuhan malam ini ada sangkut pautya dengan kasus pebunuhan yang selama ini Anda tangani?” tanya si Komandan Polisi penasaran.Buana menganguk-angguk. “Ya, sama persis bahkan. Bahwa korbannya adalah seorang perempuan muda, dilakukan pada malam jumat legi, dan ada bekas gigitan sepe
Hingga sampai tidak sadar mobil mereka sudah mencapai di Bandung. Buana belum terbangun dari tidurnya, sepertinya dia sangat kecapaian sehingga membuat matanya terus terpejam. Karena Segara tidak tahu pasti alamat rumah Galih, maka dia pun membangunkan kakaknya tersebut.“Kak, kak... kita sudah sampai nih. Dimana alamatnya?” Digoyang-goyangkan tubuh kakaknya itu, membuat Buana membuka mata perlahan-lahan.“Eh, sudah sampai, ya? Kok rasanya baru sebentar banget?” Astaga, ternyata Buana masih merasa kantuk. Segara hanya tertawa. Dan daripada salah jalan, akhirnya mereka pun memutuskan berganti posisi, Buana yang sekarang memegang stir mobil.Tak sampai dua pulu menit mereka sampai di rumah Galih. Kebetulan sekali saat itu Gendis sedang menyapu halaman rumah depan.Perempuan yang tengah hamil itu sangat senang ketika melihat mobil suaminya datang. Dia langsung melempar sapu yang berada di tangan dan langsung berlari guna memeluk suami
Hingga sampai tidak sadar mobil mereka sudah mencapai di Bandung. Buana belum terbangun dari tidurnya, sepertinya dia sangat kecapaian sehingga membuat matanya terus terpejam. Karena Segara tidak tahu pasti alamat rumah Galih, maka dia pun membangunkan kakaknya tersebut.“Kak, kak... kita sudah sampai nih. Dimana alamatnya?” Digoyang-goyangkan tubuh kakaknya itu, membuat Buana membuka mata perlahan-lahan.“Eh, sudah sampai, ya? Kok rasanya baru sebentar banget?” Astaga, ternyata Buana masih merasa kantuk. Segara hanya tertawa. Dan daripada salah jalan, akhirnya mereka pun memutuskan berganti posisi, Buana yang sekarang memegang stir mobil.Tak sampai dua pulu menit mereka sampai di rumah Galih. Kebetulan sekali saat itu Gendis sedang menyapu halaman rumah depan.Perempuan yang tengah hamil itu sangat senang ketika melihat mobil suaminya datang. Dia langsung melempar sapu yang berada di tangan dan langsung berlari guna memeluk suami
Demi membuat Gendis tenang, Buana berinisiatif untuk mengajaknya tidur sekarang juga. Dengan lembut Buana melepaskan pelukan Gendis, lalu membaringkan perempuan tersebut di atas ranjang.Sebentar dtatapnya mata yang sembab tersebut. Buana tidak tega ketika melihat istrinya sedang menangis. Dia paham bahwa Gendis sangat mencintai adiknya, sehingga dia merasa tidak terima jika Genta merupakan aktor utama dari pembunhan yang selama ini terjadi.“Apa Genta akan baik-baik saja, Mas?” ucap Gendis sambil terus menatap Buana.“Ya, aku berharap semua keadaan akan baik-baik saja.” Buana mencium kening Gendis. Tangannya dengan lembut lalu mengusap-usap pipi istrinya tersebut yang masih saja menampilkan wajah khawatir. Buana tersenyum, lalu mengangguk. “Semuanya akan baik-baik saja, Sayang,” ulangnya kembali. Kemudian dia mulai membuka kancing baju Gendis, satu demi satu.Gendis tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu. Melep
“Ya, meski aku yakin tidak sepenuhnya begitu,” jawab Buana. “Bisa jadi Genta sebenarnya adalah manusia biasanya, namun jiwanya tertawan oleh Sang Iblis. Iblis sengaja menguasainya agar bisa melancarkan aksi kejinya yang di masa lalu sempat digagalkan oleh Mpu Supa dan Raden Kamandraka.”Segara mengangguk-angguk. “Nah, kalau begitu apakah sekarang berarti Sang Iblis mengetahui jika kita adalah reinkarnasi dari Raden Kamandraka dan Mpu Supa, Kak?”Buana yang masih fokus menyupir sambil berpikir. “Mmm, aku rasa sekarang ini sudah. Mengingat jika Sang Iblis mendatangi situs Mataram kuno hari lalu akibat sinyal yang dia terima dari kemunculan keris yang kamu pegang. Sehingga bisa disimpulkan selama kita membawa keris dan tongkat ini, maka Iblis bisa mendeteksi keberadaan kita. Sehingga, Segara, aku ingin kita selalu waspada sebab Sang Iblis bisa menyerang kita kapan saja.”“Baik, Kak. Aku tahu hal itu. Tapi masala
Mobil Buana melaju kencang di jalanan kota. Saat ini mereka tengah menuju ke sebuah apartemen di salah satu wilayah elite. Karena menurut penuturan orang kepercayaan Buana, Genta membeli sebuah apartemen mewah diam-diam tanpa sepengetahuan orangtua. Dan di sanalah dia kerap tinggal bersama Giselle untuk berduaan.Tapi sayang laju mobil tidak bisa lagi kencang karena ternyata mereka sekarang terjebak kemacetan. Sehingga mobil Buana harus merambat dan mengantri menunggu gilran berjalan.Tak mau membuang-buang waktu, di tengah macet itu Segara langsung membuka koper hitam di belakang untuk mempelajari sekali lagi dokumen-dokumen yang sudah dibawa. Dia mengamati foto-foto para korban, dan juga dokumen penting lain seperti hasl penelitian yang dulu didapatkan dari Kalila.“Kak, apakah benar para gadis ini dibunuh pada malam jumat legi semua?” tanya Segara sambil masih mengamati foto-foto itu.Buana mengangguk sebagai jawaban. “Dan janga