Home / Lainnya / RATU YANG HILANG / INGATAN YUSUF

Share

RATU YANG HILANG
RATU YANG HILANG
Author: Shanti Agustiani

INGATAN YUSUF

last update Last Updated: 2021-06-21 13:11:02

PART 1. INGATAN YUSUF

Yang diingatnya di masa lima tahun pertama adalah ruangan segiempat dari tumpukan batu bata yang tak pernah dilapis semen penutup dinding. Pada empat dinding itu Yusuf pernah membuat puisi, menyanyi, membaca cerita dan berdoa di sana. Yusuf dan ketiga orang kakak perempuannya.

Lalu semenjak pagi buta, Ibu Alawiyah akan mengangkat satu-satunya meja yang dimilikinya keluar, ke tepi jalan raya. Meja kayu itu dilapisi hamparan kain dan baki-baki berisi pisang goreng, mandai atau gorengan dari kulit cempedak, ada pula tape goreng. Ibu menawarkan jajanan itu kepada orang-orang yang lewat. Sementara Yusuf serta kakak-kakaknya harus menunggu sampai tinggal beberapa potong kue yang tak laku agar bisa dimakan sebagai sarapan hadiah.

“Ini tape goreng buat sarapan hadiahku ya … jangan kalian rebut!” pinta Yusuf pada tiga kakak perempuannya. Lantas mereka tertawa berderai-derai, entah apanya yang lucu. Seingat Yusuf, kakak nomor tiganya, Sarah, suka sekali mengambil kue incarannya.

Ibu Alawiyah hanya berjualan hingga tengah hari, setelah itu meja akan dialihfungsikan untuk anak-anak yatim itu belajar bersama. Ibu Alawiyah menjadi gurunya, sebab mereka tak memiliki uang dan keberanian untuk bersekolah di sekolah mana pun juga.

Apabila langit telah menjadi gulita, mereka hanya diterangi sebuah pelita dan bintang-bintang. Salah satu hal yang paling disukai Yusuf apabila rembulan sedang purnama. Yusuf dan kakak-kakaknya akan bergantian membaca buku cerita yang diperoleh dari barang-barang rongsokan hasil pungutan di sudut-sudut jalanan dan tempat pembuangan akhir sampah. Sedangkan hal yang paling menyebalkan Yusuf jika tulisan pada buku-buku itu kecil-kecil dan pudar apalagi jika bukunya lusuh dan sobek di sana-sini. Sebab Yusuf akan kesulitan membacanya, maklumlah masih mengeja kata demi kata.

“Biarlah Kak Alifia yang akan membacakan cerita Nabi Yusuf kepadamu, kau pasti suka!”

Di bawah sulur-sulur cahaya purnama, Alifia mulai membacakan cerita tentang Nabi Yusuf, anak lelaki ganteng yang sangat dicintai ayahndanya, Nabi Ya’kub. Sedangkan semua saudara tirinya sangat membencinya bahkan berniat jahat membunuhnya. Hingga anak lelaki itu, yang mungkin seumuran dengan Yusuf Anshori saat itu, diceburkan ke dalam sumur yang sangat dalam.

Mata bulat Yusuf terbelalak, Ia terpana mendengarkan tutur kata Alifia yang sangat sabar dan lembut. Mulut kecilnya ternganga dan terus bertanya mengapa anak lelaki ganteng harus dibunuh? Terlebih lagi namanya sama pula dengan Yusuf Anshori, nama indah pemberian ayah mereka sebelum beliau meninggal dunia. 

“Kalian tidak hendak menceburkan aku ke sumur ‘kan?”

“Tidak, adik kecilku yang ganteng. Kami semua menyayangimu meski kadang usil padamu.” Sarah menyela.

“Lagipula tidak ada sumur di antara rumah kumuh ini, haruskah kakakmu menggalinya?” goda Hanifa yang disambut derai tawa Sarah. Tapi Ibu  Alawiyah yang kebetulan lewat hendak menata gorengan, menjewer telinga mereka berdua.

“Kelak jika kau telah dewasa, justru kaulah yang akan menarik kami dari sumur.” imbuh Alifia membuat Yusuf merasa gagah dan perkasa.

“Sumur … sumur yang mana?”

“Sumur kebodohan dan kemiskinan. Kau bisa menarik kami satu per satu!” 

Yusuf tak begitu paham akan kata-kata kakaknya, Alifia. Anak pertama ibu yang berusia delapan belas tahun nan cendekia. Namun saat itu pula Yusuf mulai bersyukur bahwa tiga kakak perempuannya tak ada yang berniat menyakiti meskipun Yusuf lebih rewel dan menyusahkan ibu daripada mereka.

Yusuf cepat tidur dengan kepala tertumpu di atas meja. Lalu Ibu Alawiyah pasti memindahkannya ke sebuah dipan karung yang dilapisi sprey bunga-bunga kusam. Kakak-kakak Yusuf akan menyusul kemudian setelah menyiapkan adonan untuk gorengan esok hari. Sedangkan Ibu Alawiyah masih menghabiskan malam hari dengan menjahit ataupun mengemas adonan.

Malam terasa sangat sunyi, bilik-bilik rumah tetangga sama rapat dan sunyi. Hingga kadang-kadang Yusuf terbangun hanya karena ingin melihat taburan bintang di luar sana yang bersinar semakin terang di tengah malam seolah ada keramaian di sana. Pesta pora gemintang nan riuh dengan pakaian dipenuhi permata. Adakah Nabi Yusuf sedang berbahagia di sana? Tanya Yiusuf selalu yang dijawab oleh desau angin yang menyelinap dari jendela. Membelai pipi bulatnya yang menjadi terasa dingin dan kembali mengantuk pada akhirnya.

                                                      ***

Setelah malam-malam benderang di antara rongsokan, ada babak kehilangan yang sangat besar dalam hidup Yusuf. Saat itu Alifia sedang menata barang-barang dan pakaiannya ke dalam sebuah tas besar berwarna biru. Yusuf tak mengerti, saat itu ada lelaki setengah baya menggandeng lengan Alifia sementara ibu hanya mengangguk setuju.  Yusuf tak mengerti mengapa Alifia memakai gaun putih dan menyulam tangan dengan henna bertinta emas. Ia memang tampak lebih cantik dari biasanya, tetapi tatapannya kosong. Alifia memeluk Yusuf untuk terakhir kali dan menyampaikan pesan perpisahan.

“Kakak akan menikah dan mengikuti suami Kakak. Kakak berharap masih bisa bercerita untukmu suatu saat nanti. Baik-baiklah, jaga ibu dan kakakmu yang lain.”

Saat itu Yusuf menangis sejadi-jadinya, bagaimana mungkin ia bisa kehilangan kakak yang paling lembut dan pandai bercerita? Sedangkan kelanjutan kisahnya tentang nabi-nabi masih ia nantikan di setiap malam.  Mungkin karena lelaki setengah baya itu akan menarik mereka semua dari jurang kemiskinan?

Ya mungkin saja, pikir Yusuf kecil saat itu. Sebab dari lelaki suami Alifia, mereka mendapatkan semen tambahan untuk ruang menjahit ibu. Namun tetap saja mereka menyambung hidup dengan berjualan, menjual rongsokan dan menjahit pakaian. Tetap saja tak bisa ke sekolah.

Yusuf hanya mendoakan Alifia supaya dia bahagia di rumah barunya dan suatu saat bisa sesekali menginap di bilik sunyi, untuk membacakan sebuah cerita lagi. Kini gantian Hanifa yang mulai membacakan cerita untuk Yusuf jika purnama tiba dan mereka boleh bercengkerama di malam hari lebih lama.

“Sudahlah … biar aku baca sendiri bukunya. Aku harus bisa.” tukas Yusuf di tengah tutur cerita Hanifa yang membacakan buku dengan nada datar sambil sesekali menguap. Udara dingin angin malam mulai menusuk-nusuk, sehingga Hanifa cepat mengantuk

Yusuf mengingat kembali bagaimana Alifia memintanya mengulang suku kata dari bacaaan indah yang mereka temukan di tempat sampah. Alifia yang tak pernah mengantuk hingga adik bungsunya lega seusai satu buku cerita selesai dibacakan.

“Nah betul. Kau harus bisa karena kau lelaki hebat!” tukas Sarah sembari menyodorkan buku-buku lainnya yang penuh gambar aneka warna.

Mata kembara Yusuf mulai mengeja kata demi kata, lebih lantang dari suara Hanifa. Kadang mereka tertawa mendengar ejaan cadel Yusuf. Tapi Yusuf tak peduli, Yusuf merasa harus menguasai buku-buku yang menarik hati dan rasa penasarannya tentang dunia lain di luar sana. Sebab dari sanalah Yusuf mulai menggenggam dunia dengan pena. Yusuf membaca dan terus membaca, sampai Yusuf rela membacakan cerita untuk kakak-kakaknya yang jenaka di setiap purnama.  Lalu setelah itu Yusuf akan menuangkan imajinasinya dari hasil bacaan yang ditulis di atas secarik kertas. Bermesraan dengan huruf-huruf yang mulai tertata.

Syahdan ketika di kampung ada lomba menulis dan membaca puisi, Yusuf tampil ke atas panggung, dengan suara lantang. Tiba saat pengumuman dada Yusuf berdebar, saat itu usianya sudah sepuluh tahun dan tak cadel lagi. nama Yusuf disebut sebagai pemenang pertama. Panitia lomba memberinya medali, piagam dan uang lima ratus ribu rupah. Uang pertama yang diserahkannya pada Ibu Alawiyah dengan rasa bangga. Tak pernah ia menggenggam uang sebanyak itu.

“Yusuf, terima kasih Nak. Kau membuat Ibu bangga. Teruslah menulis dan membaca. Ibu yakin peruntunganmu ada di sana.” ucap ibu Alawiyah pada Yusuf sembari memberikan kemeja baru untuk dipakai jika nanti ada lomba lagi. Biar tak malu lagi karena bajunya hanya itu-itu saja.

"Aku tak malu, Ibu. Aku bangga dengan apa adanya diriku. Sebab dari buku-buku aku tahu bahwa hanya rasa ragu dan malu yang bisa mematahkan harapan dan menghalangi kesuksesan."

Semenjak itu kakak-kakak Yusuf selalu mencarikan informasi tentang berbagai lomba menulis, bercerita dan membaca puisi. Yusuf sih senang saja, apalagi di usia yang terbilang cukup belia Yusuf sudah berhasil memenangkan berbagai lomba menulis dan bercerita.  Lelah ibu Alawiyah seperti terbayarkan sedikit demi sedikit. Yusuf membangunkan rumah yang lebih besar untuknya.

Ketika kakak kedua, Hanifa dilamar orang, Yusuf resah dan bertanya.

"Apakah kau mencintainya, Kak Hani?"

Yusuf teringat akan bacaan rumus relasi hubungan suami dengan istri, bahwa cinta adalah esensi yang harus ada dalam kehidupan berumah tangga. Ia khawatir mata Hanifa akan kosong seperti Alifia saat menikah dengan duda kaya.

"Aku yakin cinta itu kaya tetapi kaya bukan berarti cinta."

“Aku tidak mencintainya. Namun aku takut aku hanya memberatkan ibu,”  Hanifa menjelaskan.

“Kalau begitu jangan mau. Biar aku yang membantumu untuk tidak menyusahkan ibu,” sahut Yusuf meyakinkan.

Maka mereka bekerja keras, dua kali lipat lebih keras dari biasanya. Hanifa menjadi pengkritisi tulisan-tulisan Yusuf sebelum diterbitkan ke koran-koran dan majalah, selain mencarikan even lomba yang bisa diikuti adiknya. Sarah bertugas mendampingi ibu dan menyelesaikan pekerjaan rumah. Mereka berbagi tugas. Hingga suatu saat Hanifa dan Sarah mampu melanjutkan sekolah meski hanya dengan Kejar Paket C. Yusuf sendiri memutuskan untuk melanjutkan sekolah dan akhirnya kuliah dengan bekal tabungan dari hasil lomba demi lomba dan honor menulis di berbagai media massa.

Tiba-tiba entah angin apa, di suatu senja merah, Alifia menyurati Yusuf,

“Dik Yusuf. Benar ‘kan kata kakak, kaulah yang menarik kami dari sumur ketepurukan dan kebodohan.  Kemiskinan tanpa ilmu adalah malapetaka nyata. Kakak sekarang berada di rumah terang yang cahayanya melebihi taburan bintang jika dilihat dari bilik sunyi kita. Tapi kakak tak cukup tenang di sini. Doakan kakak agar bisa belajar bahagia dengan kenyataan yang ada.~ Alifia.”

Air mata Yusuf jatuh. Alifia tak kunjung mengandung makanya kini ia mulai dijauhi suaminya. Semenjak itu Yusug berjanji dalam hatinya. "Aku Yusuf Anshori, aku lelaki yang tak akan membiarkan para perempuan menderita dan terkungkung oleh stigma yang  menjerat mereka.”

                                               ***

Shanti Agustiani

"Aku yakin cinta itu kaya tetapi kaya bukan berarti cinta." ujar Yusuf kepada Hanifa

| 1

Related chapters

  • RATU YANG HILANG   RATU YANG HILANG

    PART 2. RATU YANG HILANG “Alangkah beruntungnya Alifia, dari puing-puing dipungut menjadi seorang ratu.” "Ah iya lihat gaunnya beludru. Ia juga memakai mahkota ratu seperti istri-istri Tuan Sadam yang lain." "Tapi Alifia jauh lebih muda dan cantik daripada istri-istri Tuan Sadam yang tampak judes dengan alis tebal dan naik." "Ya, tak kusangka gadis semanis itu mau menikahi Tuan Sadam yang setengah baya." "Siapa pun tergiur dengan harta Tuan Sadam. Tak terkecuali para bidadari yang masih ingin berhias permata dan rupa-rupa harta benda." "Sssttt ... jangan berisik ah. Kalau Tuan Sadam dengar kau pasti akan di-cut!" Para pembisik itu menciut dan menarik garis senyum kuat-kuat tatkala Tuan Sadam Bhisma lewat. Mereka para tetamu undangan pernikahan saudagar minyak yang kaya raya, Sadam Bhisma. Gemerlap pesta pernikahan mereka memang menyilaukan mata, bahkan pelaminan dua insan yang terpaut tiga puluh tiga tahun itu dilapisi em

    Last Updated : 2021-06-21
  • RATU YANG HILANG   JEJAK ALIFIA

    PART 3. JEJAK ALIFIAYusuf Anshori sengaja tak memberi tahu ibu dan kakak-kakaknya perihal hilangnya jejak Alifia Falasifa. Polisi sudah menyusuri jejak kepergian kakak perempuannya itu semenjak menghilang bersama pelayan rumah, Raudah dua hari lalu dan sampai kini hasilnya nihil. Namun akhirnya Awaliyah mengetahui hilangnya sang putri sulung dari salah seorang intel yang menyelidiki kasus ini“Tuan Sadam Bhisma beserta para istrinya telah ditahan untuk kepentingan penyelidikan.”Intel tersebut menjelaskan kronologi hilangnya Alifia.Bulir-bulir bening menetes di kedua pipinya yang memucat dan semakin tirus. Kedua putrinya, Hanifa dan Sarah terduduk lemas dan hanya sanggup memijati bahu ibunya yang lelah, sementara batin mereka sama-sama patah.“Alifia adalah Alif, awalan yang baik dan mulia. Ia tauladan iman dan ihsan bagi adik-adiknya, kenapa jadi tersia-sia?” ucap Sarah lirih yang disahut dengan peluk dan tangis Hanifa.

    Last Updated : 2021-06-21
  • RATU YANG HILANG   RUSAKNYA MAHKOTA

    PART 4. RUSAKNYA MAHKOTA Alifia terbangun oleh cahaya matahari yang mulai masuk merambati celah-celah lubang angin di kamar pengasingan. Raudah masih terlelap, kelelahan bercerita hingga hampir pagi menjelang. Tak ada air di sana. Wudhulah ia dengan tayamun pada dinding bata. Alifia sholat dengan pakaian seadanya. Tak lama kemudian pintu dibuka paksa. Berdebar dada Alifia karena tiba-tiba saja sosok tubuh yang menghampiri, mengunci pintu dan mencengkeram leher Alifia. "Kau .... kau rupanya lebih suka aku main kasar! Kamu kira kau bisa lolos dariku begitu saja?" "T ... Tuan Sadam ..." Alifia terperanjat. Rupanya lelaki itu lolos dari jerat hukum karena kurangnya bukti-bukti dan bisa pula karena hartanya sanggup menyumpal keadilan. Direnggutnya gaun Alifia sehingga dadanya telanjang. Buah dada ranum itu masih mendebarkan Sadam Bhisma untuk memuaskan nafsu birahinya. "Jangan ... jangan Tuan

    Last Updated : 2021-06-21
  • RATU YANG HILANG   PENA YUSUF

    PART 5. PENA YUSUF"Bangsat ... lolos dari jerat hukum rupanya dia!"Jemari Yusuf mencengkeram pulpen dan meremuknya. Senjata data-data yang telah didokumentasikan dan dilaporkan ke pihak kepolisian dianggap belum bisa membuktikan bahwa Sadam Bhisma lah yang menghilangkan jejak Alifia di muka bumi ini. Yusuf Anshori tak habis pikir. Mudah saja bagi negara menemukan jejak koruptor yang lari ke ujung dunia, tetapi untuk seorang Alifia, apakah sulit menemukan jejak kakaknya yang punya langkah lebih terukur?"Kak, aku akan menemukan dan menyelamatkanmu. Kupertaruhkan karir wartawanku apabila tak bisa mengendus di mana si bangsat Sadam menyembunyikanmu!"Yusuf kini berusia dua puluh tiga tahun, dengan karir cemerlang sabagai penulis dan wartawan media ternama."Aku berhutang budi padamu, Kak Alifia." Yusuf terus menggumamkan nama Alifia.Ya, jemari Alifia lah yang menuntun ia ke arah terang-benderang aksara. Tutur cerita demi

    Last Updated : 2021-06-22
  • RATU YANG HILANG   NIR CAHAYA

    PART 6. NIR CAHAYA Entah sudah berapa hari Alifia dan Raudah terkurung dalam kamar pengasingan, mereka berdua sudah tak sanggup lagi menghitung hari. Makanan yang disorongkan penjaga di depan pintu mulai tak disentuh oleh Alifia. tubuhnya makin kurus dan netranya tanpa cahaya. Sementara Raudah masih yakin akan bisa membunuh Sadam Bhisma, karena itu ia makan dan terus berceloteh agar Alifia melupa derita. "Makanlah, Kak. Kau harus kuat. Kita akan membalas dendam bersama-sama." bujuk Raudah. "Aku tak punya harapan lagi. Jika kita berhasil keluar pun si empunya kuasa Sadam akan membunuh kita." "Ohhh ... betapa cemen-nya kamu, Kak Alifia. Tidak percayakah bahwa kita masih punya kekuatan dan kesanggupan melawan? Bukankah hari lalu kau yang mengajariku? Bukankah kaubilang bertekad membunuh Sadam?" Suara Raudah meninggi. "Lalu kenapa sekarang takluk pada garis takdir yang ditetapkan Sadam. Kausamakan Sadam dengan

    Last Updated : 2021-06-23
  • RATU YANG HILANG   TRIK RAUDAH

    PART 7. TRIK RAUDAH Raudah sudah lebih tenang ketika ia mampu membujuk Alifia. Suapan demi suapan ke bibir kering perempuan yang dihormatinya itu disambut dengan lemah. Hanya tiga suap yang sanggup untuk ditelan Alifia. Air mineral satu botol kecil telah pula dibagi berdua. Lalu ia membiarkan Alifia terlelap sementara Raudah memutar otak agar bisa segera keluar dari kamar laknat itu. Raudah menemukan secarik kertas dan ia masih membawa eyeliner untuk bisa menulis surat. ["Penjaga, hai aku kesepian. Bisakah kau menemani sebentar? Nyonya ratu sedang tidur."] Secarik kertas itu diselipkannya di bawah pintu. Menit demi menit terlampaui, Raudah resah menanti balasan. Ia berharap Alifia tetap tidur agar tak mengkhawatirkan percobaannya kali ini, merayu penjaga kamar yang pasti sudah sangat bosan menunggu di depan pintu kamar. Tak perlu waktu lama bagi Raudah untuk menunggu balasan. Penjaga yang semenjak semingguan ini bertugas

    Last Updated : 2021-06-27
  • RATU YANG HILANG   BARANG TEMUAN

    PART 8. BARANG TEMUANSarah dan Hanifa sudah menikah, bukan dengan kalangan saudagar macam Tuan Sadam. Namun dengan lelaki sederhana yang mereka cintai, setelah tawaran pernikahan dengan lelaki kaya berhasil dicegah atas saran Yusuf. Karena Yusuf berhasil meyakinkan kedua kakak perempuannya perihal hukum alam bahwa cinta itu kaya dan kaya bukan berarti cinta. Hanifa memilih tetap tinggal di bilik sunyi bersama ibunya dan suaminya tak keberatan. Mereka sedikit demi sedikit membenahi rumah petak menjadi beberapa petak yang cukup luas untuk tambahan kamar suami-istri, ruang keluarga dan kamar anak-anak mereka. Sedangkan Alawiyah masih tetap menjahit dibantu oleh Hanifa. Setidaknya kini mereka memiliki outlet pakaian dan seragam sekolah. Perlahan tapi pasti taraf kehidupan mereka meningkat, bukan karena menantu kaya tetapi karena usaha dan percaya akan nasib baik yang akan mengubah suatu kaum ketika kaum itu mau berusaha. Alawiyah tenang di masa tuanya kala

    Last Updated : 2021-06-30
  • RATU YANG HILANG   SEDEKAP HUTAN PINUS

    PART 9. Dua perempuan bertelanjang kaki berlari secepat angin menembus hutan pinus. Alifia tampak terseret-seret oleh tarikan tangan Raudah yang berlari dengan lincah. Gadis itu terbiasa merambah medan yang lebih terjal di kampungnya yang berbukit-bukit. Sedangkan Alifia tidak terbiasa, apalagi penglihatannya masih belum pulih. "Sudah hehhhh ... berhenti. Aku kelelahan!" pinta Alifia sambil terengah-engah. "Ohhhh ya ... Ok. Duduklah di batu ini. Aku akan melihat-lihat mencari tempat yang aman." Raudah meraih pundak Alifia dan menuntunnya untuk duduk di sebuah batu hitam. "Ya ... kakiku sangat sakit dan perih!" Raudah lantas mengamati kaki Alifia yang ternyata penuh bilur-bilur bekas goresan batu dan ranting. Alifia mencoba menenangkannya. "Sabarlah, Kak. Aku akan mengobatinya. Tapi tolong jangan berisik. Aku masih khawatir kalau-kalau ada seseorang yang mengikuti kita." Alifia mengangguk terduduk dan menutup mulutnya. I

    Last Updated : 2021-07-03

Latest chapter

  • RATU YANG HILANG   Tawanan Baru

    Langkah Raudah dan Alifia semakin berat seiring teriknya matahari yang memanggang ubun-ubun. Jalan setapak yang ditunjukkan kakek misterius itu terasa semakin panjang dan tak berujung. Sesekali, Alifia meringis menahan sakit di kakinya yang terluka."Bertahanlah, Lifia. Sebentar lagi kita sampai," hibur Raudah, meskipun dia sendiri juga dilanda kelelahan dan keraguan."Aku... aku takut, Raudah," bisik Alifia, suaranya bergetar. "Bagaimana jika mereka menemukan kita? Aku tidak mau kembali ke sana. Aku tidak mau kembali pada Shadam."Raudah menggenggam tangan Alifia erat. "Tidak, Lifia. Kita tidak akan kembali ke sana. Aku janji. Kita akan cari bantuan dan keluar dari masalah ini bersama-sama."Tekad Raudah kembali menguat. Dia tidak akan membiarkan Alifia kembali jatuh ke tangan Shadam. Dia harus melindungi Alifia, meskipun nyawa taruhannya. Bagi Raudah, Alifia bukan hanya sekadar "majikan" yang harus dilindungi sesuai tugasnya sebagai pengawal. Lebih dari itu, Alifia adalah sahabat, sa

  • RATU YANG HILANG   SHADAM BHISMA DATANG

    Suara tembakan itu bergema di antara pepohonan pinus, membuat burung-burung berhamburan dari sarangnya. Shadam, pria berbadan tegap dengan rahang kokoh dan tatapan dingin, menyelipkan kembali pistolnya ke balik jas hitamnya. Wajahnya tanpa ekspresi menatap jasad Ray yang tergeletak di tanah bersimbah darah."Tak berguna!" desisnya, kemudian menoleh ke anak buahnya yang berdiri kaku di belakangnya. "Cari dua perempuan itu! Jangan sampai lolos!""Baik, Bos!" jawab anak buahnya serempak, lalu berpencar menyusuri hutan.Shadam mengusap dagunya, berpikir. Jejak Raudah dan Alifia masih segar. Mereka tak mungkin pergi terlalu jauh. Apalagi, salah satu dari mereka terluka. Pasti akan mudah menemukan mereka, pikir Shadam licik.***Sementara itu, di dalam gua yang gelap dan lembap, Raudah terbangun lebih dulu. Sinar matahari pagi yang menerobos celah-celah sempit gua menyilaukan matanya. Dia merasakan perih di lengan kanannya yang terluka akibat terjatuh saat melarikan diri dari Ray. Di sebelah

  • RATU YANG HILANG   TERANG DAN GELAP ALIFIA

    "Tunggu, aku mencium batu gamping yang lebih banyak di sana." Alifia menggamit lengan Raudah agar berhenti berlari. "Hahhh ... maksudmu?" "Raudah kita harus mencari tempat persembunyian. Bukannya terus berlari dan berlari tak tentu arah." "Ehhh, kita ini dalam pengejaran." "Ya tapi ... ada masanya kita lelah berlari." "Kaulelah, Kak Alifia. Astaga ... kakimu berdarah." Alifia mengangguk dan terus berjalan ke arah sumber bau gamping yang diindu olehnya. Semenjak mengalami kebutaan, indera penciuman dan mata batin Aliia semakin tajam. Gelapnya netra dibayar tundai dengan terangnya mata batin dan indera. Dirabainya dahan-dahan kayu pinus dan pohon ek yang dilewatinya, sengaja berjalan di depan dan ganti memimpin langkah Raudah yang kebingungan dengan tingkah Alifia. Dengung serangga dan kunang-kunang didengarnya makin tajam menggema di daun telinga, merasai cahaya kunang-kunang itu sebagai tuntunan jalan hidup menuju t

  • RATU YANG HILANG   TRAGEDI DALAM RIMBA

    Part 11. TRAGEDI DALAM RIMBA Siapa yang bisa menebak apa yang akan terjadi di dalam hutan? Sebab rimba raya yang pekat membuat suasana macam labirin yang tak berbentuk. Belum lagi hawa dingin menusuk-nusuk dan tumpukan ranting serta dedaunan tajam, bayangan ular melata di bawahnya atau yang bergantungan di pohon serta binatang buas lain yang siap menerkam. Raudah dan Alifia saling bersedekap mengusir dingin dan rasa takut, sementara kegelapan semakin pekat. Mereka saling membisikkan penghiburan satu sama lain, sesekali bercanda dan berkali-kali menitikkan air mata. Sementara seseorang sedang menyalakan api unggu di tengah hutan dengan bekal korek api yang dimilikinya. Ia menyalakan puntung rokok yang masih terselip di saku celana. Asap api unggun itu membumbung dan membuat Alifia dan Raudah tersedak, karena ternyata mereka berada dalam jarak yang sangat dekat. "Siapa itu?" Ray menyadari ada suara manusia di dekatnya, kemudian meny

  • RATU YANG HILANG   INTUISI

    BAB 10. INTUISI Dering handphone milik Yusuf membunyikan nada panggil keluarga bilik-bilik sunyi. Yusuf mengangkat handphone-nya terdengar suara Sarah di ujung sana. "Yusuf ... kau di mana? Mampir ke rumahku cepat, aku menemukan petunjuk yang berharga." "Sungguh? Oke aku putar balik." Yusuf memutar balik motornya menuju perumahan tempat Sarah tinggal bersama suami dan dua anaknya. *** "Ya Allah ... semoga ini benar milik Kak Alifia!" Yusuf meraih anting-anting yang hanya sebelah itu dan mengamatinya lekat-lekat. Anting itu meskipun sederhana tetapi memiliki bentuk unik yang tak banyak diproduksi lagi. Bandul bintang kecil pada bagian bawah anting-anting mengingatkan pada cahaya di masa kecilnya yang mulai dinyalakan Alifia dalam dada. Cahaya yang begitu indah melengkapi sinar purnama, saat di mana pesta pora para cendekia kecil berlomba-lomba membaca cerita atau pun dibacakan dengan suara keras

  • RATU YANG HILANG   SEDEKAP HUTAN PINUS

    PART 9. Dua perempuan bertelanjang kaki berlari secepat angin menembus hutan pinus. Alifia tampak terseret-seret oleh tarikan tangan Raudah yang berlari dengan lincah. Gadis itu terbiasa merambah medan yang lebih terjal di kampungnya yang berbukit-bukit. Sedangkan Alifia tidak terbiasa, apalagi penglihatannya masih belum pulih. "Sudah hehhhh ... berhenti. Aku kelelahan!" pinta Alifia sambil terengah-engah. "Ohhhh ya ... Ok. Duduklah di batu ini. Aku akan melihat-lihat mencari tempat yang aman." Raudah meraih pundak Alifia dan menuntunnya untuk duduk di sebuah batu hitam. "Ya ... kakiku sangat sakit dan perih!" Raudah lantas mengamati kaki Alifia yang ternyata penuh bilur-bilur bekas goresan batu dan ranting. Alifia mencoba menenangkannya. "Sabarlah, Kak. Aku akan mengobatinya. Tapi tolong jangan berisik. Aku masih khawatir kalau-kalau ada seseorang yang mengikuti kita." Alifia mengangguk terduduk dan menutup mulutnya. I

  • RATU YANG HILANG   BARANG TEMUAN

    PART 8. BARANG TEMUANSarah dan Hanifa sudah menikah, bukan dengan kalangan saudagar macam Tuan Sadam. Namun dengan lelaki sederhana yang mereka cintai, setelah tawaran pernikahan dengan lelaki kaya berhasil dicegah atas saran Yusuf. Karena Yusuf berhasil meyakinkan kedua kakak perempuannya perihal hukum alam bahwa cinta itu kaya dan kaya bukan berarti cinta. Hanifa memilih tetap tinggal di bilik sunyi bersama ibunya dan suaminya tak keberatan. Mereka sedikit demi sedikit membenahi rumah petak menjadi beberapa petak yang cukup luas untuk tambahan kamar suami-istri, ruang keluarga dan kamar anak-anak mereka. Sedangkan Alawiyah masih tetap menjahit dibantu oleh Hanifa. Setidaknya kini mereka memiliki outlet pakaian dan seragam sekolah. Perlahan tapi pasti taraf kehidupan mereka meningkat, bukan karena menantu kaya tetapi karena usaha dan percaya akan nasib baik yang akan mengubah suatu kaum ketika kaum itu mau berusaha. Alawiyah tenang di masa tuanya kala

  • RATU YANG HILANG   TRIK RAUDAH

    PART 7. TRIK RAUDAH Raudah sudah lebih tenang ketika ia mampu membujuk Alifia. Suapan demi suapan ke bibir kering perempuan yang dihormatinya itu disambut dengan lemah. Hanya tiga suap yang sanggup untuk ditelan Alifia. Air mineral satu botol kecil telah pula dibagi berdua. Lalu ia membiarkan Alifia terlelap sementara Raudah memutar otak agar bisa segera keluar dari kamar laknat itu. Raudah menemukan secarik kertas dan ia masih membawa eyeliner untuk bisa menulis surat. ["Penjaga, hai aku kesepian. Bisakah kau menemani sebentar? Nyonya ratu sedang tidur."] Secarik kertas itu diselipkannya di bawah pintu. Menit demi menit terlampaui, Raudah resah menanti balasan. Ia berharap Alifia tetap tidur agar tak mengkhawatirkan percobaannya kali ini, merayu penjaga kamar yang pasti sudah sangat bosan menunggu di depan pintu kamar. Tak perlu waktu lama bagi Raudah untuk menunggu balasan. Penjaga yang semenjak semingguan ini bertugas

  • RATU YANG HILANG   NIR CAHAYA

    PART 6. NIR CAHAYA Entah sudah berapa hari Alifia dan Raudah terkurung dalam kamar pengasingan, mereka berdua sudah tak sanggup lagi menghitung hari. Makanan yang disorongkan penjaga di depan pintu mulai tak disentuh oleh Alifia. tubuhnya makin kurus dan netranya tanpa cahaya. Sementara Raudah masih yakin akan bisa membunuh Sadam Bhisma, karena itu ia makan dan terus berceloteh agar Alifia melupa derita. "Makanlah, Kak. Kau harus kuat. Kita akan membalas dendam bersama-sama." bujuk Raudah. "Aku tak punya harapan lagi. Jika kita berhasil keluar pun si empunya kuasa Sadam akan membunuh kita." "Ohhh ... betapa cemen-nya kamu, Kak Alifia. Tidak percayakah bahwa kita masih punya kekuatan dan kesanggupan melawan? Bukankah hari lalu kau yang mengajariku? Bukankah kaubilang bertekad membunuh Sadam?" Suara Raudah meninggi. "Lalu kenapa sekarang takluk pada garis takdir yang ditetapkan Sadam. Kausamakan Sadam dengan

DMCA.com Protection Status