Malamnya Puspita berdandan dan memakai parfum lebih banyak, sehingga ia tercium sangat wangi. Ibunya yang hendak masuk kamarnya terkejut dengan aroma wangi yang begitu banyak hingga ia menutup hidung.
"Puspita! Pita!" teriak ibunya, yang membuat gadis yang baru masuk SMA itu keluar dari kamar, dan aroma itu semakin menjadi-jadi, sontak saja wanita paruh itu tau siapa biang kerok dari masalah ini. "Kamu kenapa pakai parfum banyak banget, mau kemana lagi itu?""Mau ke acara Om mah, emang wangi banget ya?" tanya Puspita yang sekarang mencium aroma tubuhnya."Iya, wanginya bikin mama enek, mending kamu ganti baju sana, kalau gak mau satu pesta pusing karena aroma kamu itu, ih wanginya udah kayak kuburan baru," ucap ibunya sambil menggidik ngeri, membuat Puspita memanyunkan bibirnya."Jahat sekali," ucapnya yang kembali masuk kamar untuk berganti pakaian, hingga ibunya sadar kalau dengan kata putrinya yang akan pergi ke pesta."Puspita!" ucap ibunya yang sekarang menggedor-gedor pintu kamarnya."Ih apa sih mah? Orang lagi ganti baju juga ini.""Kamu tadi mau kemana?" tanya ibunya lagi, yang membuat gadis itu terdiam beberapa detik, padahal tadi siang wanita itu sudah melarangnya agar tidak terlalu dekat, tapi saat ia berkata akan pergi ke pesta wanita itu nampak biasa saja."Ke Om.""Kan mama udah bilang, jangan deket-deket sama keluarga majikan ayah kamu! Kok kamu gak paham-paham sih?"Tiba-tiba pintu terbuka menampakkan puspita dengan cemberutnya yang begitu bawah, tak lupa pipi chubby yang tak hilang sampai sekarang. "Tapi dia om aku mah."Pletak! Sebuah sentilan di kening membuat sang pemilik kesakitan dan mengisap tanda merah yang ibunya buat. "Kamu tuh ya dasar ngeyel banget, bukan apa-apa Puspita kalau sampai kamu buat masalah pekerjaan ayah kamu taruhannya, mungkin nyawa juga sama."Wajah Puspita nampak terkejut mendengarnya. "Nyawa?""Ah sudah lupakan, intinya kamu gak boleh pergi!""Mama, cuma sebentar aja! Aku janji jadi anak yang baik," rayunya sambil mengedipkan matanya berulang kali, agar wanita yang melahirkannya ini iba."Kamu punya uang mau ke sana?" tanya ibunya yang dibalas gelengan kepala dari Puspita.Tangannya mengambil dompet yang ada di saku celana, lalu memberikan gadis itu 1 lembar uang kertas merah yang bertuliskan uang 100 ribu. "Nih! Awas aja kalau buat ulah!""Makasih mah, mama yang terbaik," ucap Puspita yang memeluk tubuh ibunya lalu menciumnya berulang kali sebelum benar-benar pergi dari rumah.Sedangkan ibunya yang mendapatkan itu hanya menggeleng sambil tersenyum, ia harap anaknya tak memiliki perasaan apapun pada tuan muda itu, jika iya maka akan sulit mengatasinya...Puspita menggenggam kotak coklat yang isinya jam tangan bernilai uang yang diberikan sang ibu, ia kemari mengendarai motor tua milik ayahnya.Tapi kata ibunya uang hasil usaha mereka ia kumpulkan untuk membeli motor yang lebih bagus dan memperbaiki rumah mereka, karena gaji ayahnya hanya mampu untuk makan sehari-hari jadi itulah kenapa ibunya melakukan semua pekerjaan itu.Ia masuk kedalam rumah megah itu, ruangan yang ricuh sama seperti 8 tahun yang lalu. Akan tetapi kali ini orangnya lebih banyak, membuat Puspita gugup, dia merapihkan pakaiannya yang terlihat begitu kampungan di tengah-tengah banyak manusia yang berpakaian serba mewah.Dia berjalan mencari sosok yang ia cari, namun yang ada beberapa orang yang ia lewati nampak memperhatikan dandanannya, Puspita merasa menjadi sangat kecil di tengah mereka.Kata satpam acara penyambutannya sudah berakhir tadi, sekarang hanya tinggal menikmati hidangan yang tersedia dan musik biola yang indah juga klasik.Sedangkan tak jauh dari sana Nicky meminum wine segar yang tersedia di beberapa meja di sekitarnya, dan ia mengambil satu untuk dirinya sendiri.Ibunya yang tengah hamil muda merasa mual yang menyiksa hingga tak bisa hadir, membuat Nicky merasa sangat kesepian di tengah ratusan manusia didepannya.Ayahnya juga menyambut beberapa tamu, tak lama ia melihat asisten ayahnya yang tengah setia berdiri dibelakangnya. "Paman Angga!""Ya Tuan?""Duduklah paman!" ujar Nicky yang membuat Angga duduk di sampingnya."Apa ibu dan ayah masih belum baikan?" tanya Nicky yang penasaran sejak dulu, tapi mereka seakan menutup rapat apa yang terjadi pada kedua orang itu."Maaf Tuan, tidak baik membicarakan masalah keluarga di tempat ramai seperti ini!""Baiklah ayo kita ketempat lain!" ujar Nicky yang menarik tangan pria yang lumayan banyak uban putih di kepalanya."Maaf Tuan, saya masih ada urusan, saya permisi!" ucap Angga yang beranjak dari duduknya, menunduk lalu pergi begitu saja membuat Nicky menatapnya jengkel."Lagi, lagi dan lagi seperti ini, sebenarnya apa yang terjadi sih?" tanya Nicky yang kini memijat keningnya, karena bingung.Saat sedang kesal seorang pria gendut dengan beberapa wanita datang menghampirinya, membuat Nicky bingung tapi ia meladeninya dengan senyuman yang dibuat senatural mungkin.Sebagai orang di sini memang datang memberikan ucapan selamat atas prestasi yang ia buat, tapi bagi Nicky pria gendut yang ada di depannya inilah yang paling gila."Nicky! Nicky memang jika bibit unggul tak pernah salah," ucap pria itu sambil memberikan tangan guna menjabat tangan, tentu saja dengan cepat Nicky membalasnya dengan bungkukan yang sedikit rendah."Terimakasih Tuan--""Kamu melupakanku? Tuan par!" ujarnya yang membuat kerutan di dahi Nicky, ia akan mencari tau orang ini tapi sebelumnya ia harus bersikap seramah mungkin, ya walau ayahnya terkesan lebih serius."Ah iya Tuan par, aku lupa maaf.""Belajarlah yang rajin! Aku dengar kamu ingin melanjutkan kuliah S2mu ya?""Iya tuan."Pria bertubuh gempal itu menepuk-nepuk pundaknya. "Seandainya aku memilih anak berbakat sepertimu, aku pasti akan sangat senang hahaha."Nicky hanya tersenyum mendengarnya hal itu, namun yang membuat dia lebih risih, tatapan perempuan yang bersamanya terlihat begitu murahan, dia membuat wajah menggoda tapi Nicky sama sekali tak tertarik.Mereka jalang pria sialan ini."Anda terlalu berlebihan, Tuan."Mereka tertawa beberapa detik hingga pria gendut itu memperhatikan seluruh wanita yang bersamanya. "Sayang-sayangku, ayo kita pergi!""Tuan! Aku ingin beberapa saat lagi di sini.""Iya kakiku pegal.""Iya aku juga."Mereka berceloteh dengan mendayu-dayu membuat Nicky menghembuskan nafas kasar sambil menggeleng, entah apa yang mereka lakukan."Baiklah kalian di sini dulu, temani Tuan Nicky! Kali saja dia butuh pelepasan hahaha."Nicky tersenyum simpul, dalam hatinya berkata "Siapa juga yang mau barang bekas darimu."Pria itu pergi meninggalkan 5 wanita itu dihadapannya dan tanpa ia duga mereka semua mengelilingi tubuhnya bahkan ada yang dibawah meraba kaki.Dia yang berusia 24 tahun yang saat di luar negeri hanya ada belajar dalam otaknya, hingga ia tak terlalu memikirkan perempuan membuat dia tampak jijik dengan wanita-wanita itu. "Apa yang kalian lakukan?""Tuan muda, kenapa anda terlihat begitu polos? Bukankah usia seperti anda sedang matang-matangnya?" tanya salah satu dari mereka, membuat Nicky bingung. Matang memang dia buah?Beberapa orang melihat itu membuat Nicky merasa malu. "Lepaskan aku!""Hei jalang sialan!" teriak seorang gadis dari kerumunan orang itu, mereka semua melihatnya hingga seorang wanita dengan dua orang di belakang datang dengan wajah angkuh.Nicky tau siapa itu, mereka baru saja berkenalan. Gadis yang mendapatkan sendok emas sejak lahir seperti dirinya nampak sangat menyukainya, entah apa yang akan terjadi lagi nanti.Sedangkan Puspita berjalan kearah kerumunan orang yang nampak ricuh, dengan rasa gugup dia memberanikan diri untuk bertanya. "Maaf itu ada apa ya?"Wanita yang ada di sampingnya menatap rendah Puspita, namun tak lama dia menjawabnya. "Beberapa gadis Tengah memperebutkan Tuan muda.""Tuan muda?" tanyanya memastikan."Iya, Nicky anak tuan Archer."Puspita terdiam sebentar hingga dia menunduk sambil tersenyum. "Terimakasih, nona."Gadis itu mencoba mencari cerah agar bisa melihat pria yang ia cari dan tunggu selama 8 tahun tersebut. Hingga ia sampai di kerumunan yang paling depan namun wajah pria itu tak terlihat karena banyak wanita yang menghalanginya.Ia melihat bagaimana cantiknya, juga aksesoris yang sangat mahal itu membuat Puspita menunduk dengan hadiah yang ada di tangannya.Ia merasa tak pantas berada di sini, apa ia pulang saja?"Puspita!" ucap seseorang pria yang sekarang menggeser beberapa wanita itu, dan menatapnya dengan senyuman.Puspita melihatnya, pandangan mereka bertemu dan sekarang ia paham kenapa mereka meributkan pria itu, dia sangat tampan.Nicky memandang beberapa wanita yang tengah ribut di hadapannya, mereka dengan wajah tak niat, bahkan ada yang dari mereka menjambak rambut satu sama lain. Ia tak mengerti mengapa mereka meributkan dirinya, hingga semua nampak memperhatikan mereka, Nicky tak berniat melerai mereka, bahkan ayahnya saja entah kenapa. Biarkan saja mereka lakukan apa yang mereka mau, ia sama sekali tak perduli. Dia meminum wine lagi dalam sekali tegukan dan air berwarna merah itu habis diminumnya, ia memperhatikan gelas dengan bentuk seperti terompet ini, sebenarnya barang unik seperti gelas ini bagusnya menjadi pajangan dari pada menjadi sungguhan.Dari celah gelas di depannya, ia melihat di antara mereka semua, ada gadis dengan rambut yang mengepang panjang ke bawah menatap hal didepannya dengan wajah sedih. Dia memegang sebuah kota didepannya dengan erat, wajahnya yang chubby mengingatkan dia dengan seseorang. Melihat tubuh gadis itu berbalik ia hanya tau satu nama. "Puspita!" Ia berjalan melewati
"Kamu mau berpacaran dengan dia?" tanyanya ibunya yang serius, membuat Nicky tak paham. "Pacar? Mah Puspita masih anak-anak," ucap Nicky yang tak percaya dengan ucapannya ibunya, yang benar saja? Walau mungkin anak itu sudah masuk SMA namun umurnya berbeda cukup jauh darinya. Ibunya hanya tersenyum tipis. "Dia akan segera dewasa sebentar lagi, kamu harus cepat punya pacar, Nicky!" "Kenapa?" tanya Nicky heran, dia masih harus belajar lebih banyak lagi untuk S2nya, jadinya baginya pacaran hanya menghambat ilmu yang akan dia dapat nantinya. "Mama mau liat kamu bahagia dengan pilihanmu!" ucap ibunya yang masih memandang pergerakan Puspita, dia nampak Ramah dengan pelayan. Kadang jika ada perlu anak itu akan kemari untuk mencari ayahnya. Tak lama Nicky memeluk ibunya dari belakang, sudah sangat lama dia juga merindukan wanita tak bersayap ini. "Kalau ada mama, aku adalah orang yang paling bahagia di dunia ini." Wanita paruh baya itu terbatuk kecil, lalu dia memegang tangan putranya
"Aahkk sakit, hiks," tangis Puspita yang mendapatkan luka dari sabetan itu, memang salah karena telah mengatakan opininya. Ibunya benar, dia tidak boleh terlalu dekat dengan keluarga Luffblend ini. "Dua puluh!" ucap sang penjaga yang tengah menghitung jumlah sabetan yang di dapatkan Puspita, sekarang lega karena sudah berakhir. Namun rasa sakit yang luar biasa, membuat dia terjatuh ke lantai penuh debu itu. Dia hanya gadis kemarin sore yang tak tau apapun. "Puspita! Puspita! Pita!" teriak Nicky yang sekarang meraih tubuhnya, mendaratkan punggungnya Dengan hati-hati di pahanya. Gadis belia itu menatap Nicky dengan mata sayu, tubuhnya penuh dengan keringat dan ada bekas darah dari dari sudut bibirnya. "Om.""Maafkan aku, aku tau harus aku tidak membiarkanmu membicarakan ayahku, maafkan aku! Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Nicky mengangkat tubuh Puspita, menuju mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat. Dokter bilang lukanya tak terlalu serius, tapi ia merasa sangat khawatir. Baru
Seminggu setelah kejadian itu, Nicky tak lagi melihat Puspita, jika ia pergi menemuinya, ia takut ayahnya agak berpikir macam-macam dan terlebih. Tapi sampai sekarang ia tak mendengar apapun dari bibir ayahnya tentang gadis itu, seakan kejadian yang membuat Puspita tak sadarkan diri itu tak pernah di buatnya.Nicky yang tengah mencari tau tentang segala penyakit dan pengobatan, membuat dia terlalu larut hingga tak mendengar ada suara ketukan. Ia pikir hal-hal seperti ini akan berguna untuknya nanti. Pintu terbuka memperlihatkan Angga yang membuat Nicky kaget juga heran. "Paman Angga, ada apa?" "Hufh, saya kira terjadi sesuatu pada anda, Tuan muda." "Memang kenapa?" "Anda tidak menjawab panggilan saya." "Ah memang tidak terdengar, maaf paman aku sedang melihat artikel tentang penyakit, ada apa memangnya?" tanya Nicky yang kini menutup laptopnya. "Papa anda memanggil anda, untuk bertemu.""Papa?" "Iya, Tuan muda.""Memangnya ada apa? Ini masih pagi," ucap Nicky yang menatap jam
8 tahun lalu!!!Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya. Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya. "Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu. "Sedikit yah." "Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya. Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu. Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi
"Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Saat ini keduanya melihat Archer dengan tatapan kasihan, ayah Nicky betul-betul kehilangan akal setelah kematian mendingang isterinya. Terlihat bingkai foto tanpa kaca yang terdapat foto ibu Nicky yang tersenyum lebar membuat keduanya saling bertatapan, dokter bilang tak ada perubahan sama sekali selama masa pengobatan, membuat mereka tak tau harus apa. Puspita menatap pria di sampingnya iba, dia mengelus lengannya pelan. Gadis itu tak bisa berkata apapun jika situasinya seperti ini, kenyataan memang amat pahit bagi pria itu. Orang yang kerap kali tersenyum lembut itu, sekarang memiliki kehidupan yang kelam, yang tak pernah orang lain bayangkan. Ibunya meninggal karena kanker yang dia derita selama 5 tahun dan itu tanpa pengetahuan semua orang, bahkan sebelum Nicky kembali melanjutkan S2nya di Singapura penyakit wanita itu sudah mulai terlihat dan sialnya dia juga sedang mengandung adik Nicky. Kematian yang mendadak dan tanpa menduga, membuat 4 orang terluka secara bersamaan namu
“Mentalnya terganggu, membuat dia seperti ini. Karena saya bukan dokter kejiwaan dan ini bukan rumah sakit seperti itu, saya sarankan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih baik, hanya ini yang bisa saya sarankan, saya permisi!”Nicky terduduk di kursi tunggu, dimana ayahnya sekarang mengamuk di dalam kamar pasien VVIP yang mereka minta. Ketiganya hanya bisa menghembuskan nafas kasar mendengar apa yang dikatakan dokter, dan Puspita menatap pria itu dengan iba. Sudah ibunya tiada sekarang ayahnya yang kacau balau pasti pikiran begitu runyam saat ini. Sedangkan Angga menatap Nicky dengan tatapan serius. “Tuan muda! Dikarenakan Tuan Archer mengalami hal ini, sebaiknya anda memegang perusahaan terlebih dahulu sampai beliau dinyatakan sembuh.” Puspita menatap tak paham pada majikannya. “Tuan Angga, apa ini tidak terlalu terburu-buru? Bagaimanapun Om baru saja terkena musibah yang bertubi-tubi.” “Saya tau, tapi perusahaan tetap berjalan dan saya sebagai tangan kanan
“Kakak pita!” tangis dua anak lelaki yang baru saja kehilangan ibunya, Puspita sengaja datang kemari untuk menenangkan dia bocah itu. Dan ternyata benar mereka masih menangis meratapi kepergian ibu mereka, dua anak yang masih kecil itu malah mendapatkan kenyataan pahit yang begitu menyiksa jiwa polos mereka. Puspita segera memeluk keduanya, dan menenangkan tangisan mereka. “Kenapa kalian terus menangis, hhhmm? Ini sudah malam sebaiknya kalian tidur.” “Hiks! Kami tidak bisa tidur karena mama gak ada, huuuaa. Mama hiks, mama hiks,” tangis Vano yang begitu menyayat hati, Puspita tak tega melihat mereka dia serasa ingin menangis juga, tapi jika ikut melakukan hal itu makan suasana akan semakin kacau. “Vano! Vino! Dengar kakak! Mama gak kemana-mana! Dia hanya sekarang pindah tempat.” “Pindah tempat?” tanya Vino yang merasa bingung dengan ucapan wanita muda di depannya. Puspita tersenyum. “Iya, saat ini mereka ada di hati kecil kalian, mama akan selalu ada sama kalian dan mama gak per
Pemakaman ini Nicky berlangsung dengan air mata, ucapan menyesal bercampur tangisan kerasa dari bibir kecil adik kembar Nicky, begitu terdengar pilu memecahkan keheningan yang ada di sana. Puspita juga ikut terisak, dia mengenang semua kebaikan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kedua, walau harusnya tidak pantas namun sikapnya membuat dia tak pernah percaya apa yang terjadi. Puspita berdiri cukup jauh dari pemakaman itu, lagipula dia bukan siapa-siapa untuk maju paling depan. Ia sekarang melihat Nicky yang terdiam mematung dengan air mata yang kering, tentu saja Puspita merasa lebih sakit lagi melihatnya. Pasti pria itu sangat terpukul, Puspita yang melihatnya kembali tak dapat menahan tangisannya. Ibu dan ayahnya sekarang ada di sampingnya, mereka juga ikut menangis sedih, tapi tidak seperti Puspita yang terdengar begitu pilu.Satu persatu orang pergi meninggalkan pemakaman yang masih basah itu tersebut, Nicky menoleh kebelakang dan pandangan mereka bertemu. Setelahnya Nick
Puspita mengemas beberapa baju yang akan di pakai nanti, saat ini jam baru menunjukkan pukul 5:54. Pukul 6 lewat Angga akan menjemput, walau sore mereka akan kembali tapi tetap saja dia harus mempersiapkan dengan baik. Mulai dari makeup juga peralatan lainnya, setelah semuanya ia hafal puspita cukup percaya diri untuk hadir di acara meeting itu. Ibu Puspita masuk ke kamar sambil membawa beberapa kue juga minuman. “Lama emang kerjanya?” Puspita menggeleng. “Enggak tau juga mah, tapi sore pita pulang kok.” “Iya ya udah, hati-hati aja di jalan!” ujar Ibunya yang nampak khawatir, apalagi Puspita adalah anak satu-satunya tentu saja orang tua takut terjadi sesuatu. Puspita mengangguk, sambil tersenyum lebar. “Iya mah.” Saat sedang berbincang-bincang dengan ibunya, sebuah suara klakson mobil membuat keduanya menoleh. “Itu mobilnya Puspita?” “Iya kali mah, katanya jam 6 lewat untung aja aku udah siap semua.” “Ya udah buru-buru sana! Mungkin rapatnya lebih cepet.” Puspita mengangguk p
Gadis belia itu sekarang bergerutu kesal, karena pusing dengan semua pekerjaan yang seperti tak ada habisnya, kenapa ia harus mengiyakan hal yang tak ia suka, walau gajinya lumayan juga mendapat bonus tapi sama saja dia menggali kuburnya sendiri. Saat sedang frustasi, sebuah ketukan di meja membuat dia menoleh. Wajahnya sekarang terkejut juga merasa malu, dengan apa yang terjadi. Namun ada yang aneh dengan pria yang menatapnya kosong, juga penampilan yang terkesan berantakan, apalagi wajahnya yang terlihat basah. Puspita bangkit dari duduknya, dengan mimik khawatir. “Om! Ada apa? Om gak apa-apa?” Nicky masih terdiam sambil mengatur nafas. “Bisa kita keluar sebentar?” Puspita seketika tau apa yang baru saja terjadi, pria di depannya ini baru saja menangis, terbukti dari suaranya yang serak dan nada yang sedih namun tertahan. Akan tetapi dia juga banyak kerjaan sekarang, matanya sekarang melihat sekitar. Beberapa orang yang melihat mereka kembali bekerja, lagipula tak ada yang bis
Setelah kejadian itu, Puspita hampir malu setiap saat, dia kadang berbicara sendiri sambil berteriak pelan, membuat beberapa orang yang melihat itu merasa heran. Yang tak pernah ia bayangkan, bagaimana mungkin dia melakukan hal itu. Puspita memang agak tak sadar saat itu, dan yang mengingatkan semuanya adalah orang yang ia cium hampir secara paksa. Saat ini dia benar-benar malu untuk bertemu pria itu, hampir dua hari sejak kejadian tersebut. Brugh! Sebuah tumpukan berkas di taruh begitu saja di sampingnya, membuat ia kini menatap orang yang melakukan itu. Ternyata biang keroknya seperti biasa adalah sang bos tercinta yaitu asisten Angga. “Kenapa kamu melihatku begitu?” tanya Angga yang merasa risih dengan tatapan memelas dari anak itu. Mata Puspita kini melihat tumpukan itu lagi, kali ini lebih banyak dari pada kemarin. “Kenapa banyak banget, Tuan?” “Nyonya Emery sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, jadi dia tidak masuk ke kantor selama beberapa waktu. Kamu bantu saya dulu
“Lepaskan aku! Jangan!” ujar Puspita yang sekarang sedang dikepung oleh beberapa lelaki yang ia tak kenal, saat hendak menunggu orang yang ingin menjemputnya, dia malah mendapat musibah seperti ini. “Manis! Ayolah main sama kami nanti kami kasih uang, lagipula gak baik cewek sendiri di malem hari kayak gini!” ujar salah satu dari mereka, tentu saja Puspita menggeleng. “Enggak! Lepaskan! Aku mau pulang!” ucap Puspita sambil menangis, dia amat ketakutan sekarang, apalagi toko ini sudah tutup, sedangkan orang yang ia tunggu tak kunjung sampai. “Ayo pulang sama kita aja, gratis kok tapi colek-colek dikit gak apa-apa kan, hahahaha?” ucap yang satu lagi, sambil tersenyum nafsu pada Puspita. Beberapa mereka sudah mencoba memegang tubuh gadis itu, semakin menjadi saja rasa takutnya sekarang. “Jangan! Aku gak mau! Tolong!” Gadis itu pun berjongkok karena tak tau harus bagaimana lagi, dia menangis sejadi-jadinya sambil terus menepis tangan para orang jahat itu. Bugh! Bugh! Bugh! Sebuah
Satu Minggu berlalu, keduanya sekarang sibuk dengan urusan masing-masing. Kadang keduanya hanya bisa menelpon jika waktu luang, itupun hanya sebentar karena tak ada waktu bagi keduanya. Puspita sekarang sedang fokus memperbaiki berkas yang sangat berantakan, karena perbuatan anak magang yang sama sekali tak paham bagaimana bekerja membuat dia yang terkena imbasnya saat ini. Walau begitu ia merasa cukup senang karena hasil kerja di puji Angga sang asisten ayah Nicky, berarti dia harus bekerja lebih giat lagi agar segera mejadi karyawan di perusahaan ini. “Puspita!” panggil seseorang yang cukup familiar, membuat gadis itu menoleh. “Ah iya Tuan Angga?” Pria dewasa itu melirik kearah jam yang menunjukkan pukul 6 sore, lalu melihat gadis belia itu. “Apa pekerjaanmu sudah selesai?” “Hampir Tuan, memang ada apa? Apa perlu sekarang?” Angga menggeleng sambil memberi beberapa map yang berisikan pekerjaan yang harus Puspita kerjakan nanti. “Tolong kamu revisi ini! Karena lusa akan diperlu