8 tahun lalu!!!
Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya.Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya."Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu."Sedikit yah.""Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya.Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu.Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi menutup diri dan lebih diam di rumah ketika pulang sekolah.Umurnya baru menginjak 8 tahun, dan dia sekarang akan naik kelas tiga setengah lulus ujian semester akhir ini.Mereka berjalan cukup lama hingga ayahnya berhenti tiba-tiba, Puspita yang menunduk mengangkat wajahnya melihat beberapa pasang kaki ada di hadapannya.Dan satunya memakai kursi roda, dia tak memiliki kaki. Puspita mencoba mengangkat lebih tinggi wajahnya hingga terlihat jelas siapa mereka.Wanita yang duduk di kursi roda itu nampak tak senang, di tengah banyak orang yang terlihat seperti tak ada beban. Namun yang pasti dia sangat cantik."Mah, mama!" ucap seseorang dengan suara bas namun terdengar juga serak membuat Puspita menoleh, sedangkan ia dengar ayahnya tengah berbicara dengan pria yang suara cukup mirip dengan orang yang ia dengar tadi.Tak lama sebuah tubuh terlihat di depannya, membuat dia mendongak lebih tinggi. Pria yang begitu tinggi memberikan piring dengan kue coklat di atasnya pada wanita yang ada di kursi oda tersebut."Mah, aku mencicipinya dan ternyata enak, cobain dong mah!"Wanita cantik itu hanya tersenyum. "Mama lagi gak mau makan manis, kamu makan aja sendiri!"Sontak wajah laki-laki yang mungkin masih belasan tahun itu terlihat murung, padahal ia ingin wanita itu mencobanya.Puspita menarik tangan ayahnya beberapa kali, hingga pria yang tengah asik mengobrol masalah pekerjaan itu melihatnya. "Ada apa sayang?""Aku mau kue itu!" ujar Puspita yang membuat semua yang ada di hadapannya melihatnya."Ah maaf tuan, nyonya, tuan muda! Puspita kita ambil saja ya!"Tiba-tiba sebuah kue ada dihadapannya, membuat Puspita melihat siapa yang memberikannya, ternyata lelaki itu. "Ambilah kalau mau!"Mata Puspita menatap pria yang tak jauh dari mereka dan kemudian menatapnya lagi. "Apa kalian kakak beradik?"Ayahnya yang mendengar itu hanya bisa menunduk sambil memasang tampang takut. "Apa yang kamu bicarakan, ayo pulang!""Hahaha." Mereka menoleh kala mendengar sebuah tawa dari mulut seseorang, ternyata itu pria yang mungkin umurnya hampir sama dengan ayahnya. "Apakah kami sangat mirip?"Puspita mengangguk dan tersenyum, mendengar tawa itu membuat dia merasa lebih nyaman. "Iya, kalian sama tampannya."Pria itu kembali tertawa cukup kencang, membuatnya ikut tertawa paksa, ia tak tau ini musibah atau nasib baik, kadang tuan besar ini hatinya tidak bisa di tebak."Siapa namamu, nak?" tanya wanita yang berada di kursi roda."Puspita," balasnya yang membuat wanita itu memegang pipinya yang begitu chubby."Anak manis."Remaja laki-laki yang bernama Nicky itu melihat ibunya yang tersenyum hangat pada anak seorang tukang kebun itu, dengan pandangan sedih.Apa ibunya menginginkan anak perempuan? Tapi wajahnya yang manis tak membuat dia tak senang, hanya saja ia ingin ibunya menatap penuh kelembutan padanya.Bukan wajah yang terlihat ada rasa keterpaksaan. Namun dia juga ingin memiliki adik, karena ibunya menyukainya ia juga harus menyukainya."Adik kecil, bagaimana kalau kita cari makanan? Ada beberapa makanan enak di sini!"Puspita menatap ayahnya sebentar, guna memberikan jawaban. Wajah tak enak pria paruh baya itu perlihatkan, namun dia memberikan senyuman, takut kalau pekerjaan akan di pertaruhan di sini. "Pergilah!"Puspita memberanikan diri mendekati Nicky yang notabene lebih besar darinya, mereka berjalan menuju meja tempat beberapa makan itu berada.Nicky memberikan beberapa makanan yang ingin Puspita rasakan, seketika rasa tak senangnya karena mengambil perhatian ibunya mendadak sirna dia menyukai gadis manis ini."Apakah enak?""Heem," balasnya dengan senyuman lebar.Nicky hanya mengusap rambutnya lembut karena hal itu, sedangkan Puspita yang mendapatkannya melihatnya dengan wajah bingung juga malu."Anak manis.""Nama om siapa?" tanya Puspita yang ingin tau tentang anak remaja yang beberapa hari lagi akan sekolah menengah atas di luar negeri.Saat keluar SD, dia lantas di suruh belajar pendidikan di luar negara ini, entah karena pelajarannya lebih baik atau ibunya yang tidak mau melihatnya ia tak tau.Sekarang pesta penyambutannya setelah 3 tahun belajar di negeri orang, dan tak terasa mungkin ia akan di kirim lagi setelah seminggu berada di sini.Dan dia tak suka itu, terutama jauh dari ibunya. "Om! Om!"Nicky menatap Puspita dengan wajah tak senang. "Apa aku sangat tua bagimu, hhhmm?""Emang umur om berapa?" tanya Puspita, dia tidak tau dengan siapa dia bicara, mungkin ketika besar lagi dia akan lebih sopan dari pada sekarang."16 tahun.""Aku baru 8 tahun, berarti boleh panggil om dong!""Kakak!""Om!""Om itu terlalu tua, kakak!""Om," balasnya lagi, membuat Nicky menghela nafas kasar, anak ini ternyata sedikit keras kepala."Baiklah, terserah kamu saja tapi setelah ini pulanglah bersama ayahmu!" ancamnya yang membuat Puspita terdiam, wajahnya memperlihatkan tampang sedih dengan bibir yang melengkung kebawah.Bukan merasa iba, Nicky malah menutup mulut hendak tertawa. "Pfffh... ""Huahhhhh, om jahat."Tawa itu terdengar cukup kencang, tapi Nicky hanya tertawa kecil melihat wajahnya yang menangis. Ayah Puspita yang mendengar itu segera menghampiri mereka, namun kala hendak mengambil anak itu.Nicky mengaisnya, lalu mencium pipi yang penuh air mata itu. "Sudah-sudah om minta maaf, hentikan tangisanmu!"Ayahnya yang melihat itu merasa tak enak. "Tu-tuan muda, biar saya saja! dia mungkin tidak tidur siang jadi sekarang mengantuk.""Kamu mengantuk?" tanya Nicky, sedangkan Puspita dengan Isak tangis menatapnya dari dekat dia sangat sempurna.Gadis kecil itu menggeleng pelan. "Tidak."Nicky menatap ayahnya. "Dia tidak mengantuk, paman.""Puspita sayang, ayo kita pulang ya! Ini sudah malam kamu harus sekolah besok."Puspita melihat ayahnya yang nampak di raut wajahnya, merasa tak enak pada sekitar. Pada akhirnya ia merentangkan tangan kearah ayahnya.Walau sudah besar, sifat manjanya tak kunjung hilang mungkin karena kedua orang tuanya sangat menyayangi membuat Puspita seperti itu.Tubuh yang lumayan besar itu di gendong sang ayah, lalu pria itu menunduk beberapa kali sambil memegang kepala anaknya. "Maaf semaunya, tuan muda."Nicky yang baru saja senang, mendapatkan hiburan merasa tak senang melihat Puspita yang pergi jauh bersama ayahnya...Tok, tok, tok!Sebuah ketukan pintu, membuat seseorang wanita yang tengah memasak terganggu, ia mendecih beberapa kali, lalu berjalan menghampiri kamar putrinya yang dekat dengan dapur. "Puspita! Buka pintu itu!""Gak mau," balas Puspita yang sedang asik menulis salinan dari buku temannya, ia malas menulis tadi jadi dia meminjam buku, untuk dia salin."Puspita!""Ish mama ini, gak tau apa aku lagi sibuk?"Ibunya masuk kedalam kamar, melihat kamar seorang perawan bau iler juga berantakan seperti kapal pecah. "Sibuk apa kamu? Cuma salin tulisan aja, udah nih liatin masakan mama! Mama mau keluar dulu.""Katanya suruh bukain pintu?!" tanya Puspita yang protes, sekarang dia malah di suruh marah, entah bagaimana ibunya ini plin-planWalau suka sekali mengomel, dia adalah wanita yang selalu memenuhi keinginannya. Jadi tak ayal kadang dia juga suka sekali menurut, hingga memasak di umur yang masih terhitung belia ia bisa memasak tempe dan menyayur yang simpel saja dia sudah bisa."Kelamaan, udah sana nanti keburu gosong."Dengan langkah berat Puspita pergi dari kamar menuju dapur, sedangkan ibunya hendak membuka pintu namun saat pintu itu terbuka alangkah kagetnya dia melihat siapa yang ada di depannya."Pagi bibi, Puspitanya ada?"Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya."Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Kembali ke masa sekarang!"Puspita, lukanya seperti membusuk seperti itu, saya takut terjadi sesuatu," ucap ibunya yang membuat Nicky mendekati gadis itu, yang tentu saja membuat Puspita heran."Om mau apa?" tanya Puspita heran, kala Nicky melihat kebelakang, lalu memegang punggung pelan dan seketika rasa nyeri menderanya. "Aw, akhh." "Aku akan memeriksamu, kamu punya kartu antrian?" tanya Nicky yang tak lama ibu Puspita memberikan kartu itu padanya. "Baik, itu mari ikut!" Nicky membawa mereka ke ruangan yang cukup banyak orang mengantri di sana, ada sekitar 6 pasien dan tentu saja tak luput dari orang yang mengantarnya.Nicky berhenti di depan ruangan. "Bibi bisa menunggu diluar?" "Baiklah, Tuan muda," ucap ibu Puspita yang menatap putrinya dengan beberapa kali kedipan mata yang cukup lama. Anak itu tau kalau itu sebenarnya sebuah kode agar dia menurut dan tak banyak tingkah. Nicky masuk dengan Puspita di belakangnya, hingga terlihat dokter yang terlihat lebih tua dari Nicky meri
"Huh, akhirnya sampai juga," ucap Nicky yang kini duduk di kursi ruang tamu, mengeluarkan seluruh lelahnya di sofa lembut dan juga nyaman milik keluarganya. "Nicky!" ucap seseorang yang membuat Nicky menoleh, dia tadi menutup mata sebentar sambil memberikan gerakan memutar pada lehernya. "Mah," ucap Nicky yang kini bangkit sambil menghampiri wanita yang sudah melahirkannya itu. "Mama kok belum tidur?"Sekarang sudah jam 1 pagi, ada sebuah kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban berjatuhan, mau tak mau dia membantu sebisanya. Padahal saat itu sudah pukul 8 malam, karena tragedi tadi dia dipuji karena cekatannya dalam menangani pasien juga menyelamatkan beberapa nyawa yang hampir tiada. Jika itu diberitakan mungkin heboh papanya itu dan ibunya mungkin tersenyum saat ia pulang, namun kali ini hanya wajah khawatir yang wanita itu perlihatkan. "Mama nungguin kamu," ucapnya yang mengisap lembut pipi Nicky, tentu saja Nicky memegang tangan itu seperti tak akan melepasnya. "Mah, a
Nicky tersenyum jail. "Apa yang kamu lihat tadi, hhhmm?" Puspita menatap kearah lain, apa-apa orang dewasa satu ini? Benar tak tau malu. "Om!" "Apa?" tanya Nicky yang tak paham, setelah kejadian semalam membuat pikiran sedikit kacau, dengan adanya gadis itu membuat suasana hatinya lebih baik. "Menyebalkan," ucap Puspita yang membuat Nicky mengacak-acak rambutnya, tentu saja Puspita yang mendapatkan itu hanya cemberut tak suka. Dengan tak ada rasa bersalah pria itu duduk di kursi yang depan terdapat meja makan. Ia membuka kotak makan yang diberikan anak itu. Ibunya yang sudah selesai membungkus kue, menatap anaknya yang tengah bersiap makan. "Nicky!" "Apa mah?" "Kamu kok makan sendiri? Puspita ajak dong! Makan ya pita?" Gadis itu tentu saja menggeleng tak enak hati, entah kenapa sejak kedatangan pria yang ia panggil om itu, ibunya sangat memperhatikannya. "Enggak usah, nyonya! Saya udah makan." "Kamu yakin? Oh iya masih ada cumi di kulkas mau bawa juga?" "Nyonya, tidak udah."
Nicky sekarang sedang menyetir mobil dengan tangan kanannya, sedangkan tangan yang satunya dibiarkan diam, membuat Puspita yang melihat itu tak dapat berkedip. Apa lagi dengan setelan kaus juga celana pendek yang membuat dia selalu salah lihat, tak lama Puspita memukul keningnya sambil menggerutu. Ia masih kecil untuk tau hal itu, tapi teman-teman seusianya sudah membicarakan urusan dewasa yang membuat dia juga ikut mendengarkan dan tau. Sialannya ia malah memikirkan bersama anak majikan ayahnya ini. Nicky yang tadinya fokus pada jalan, menoleh pada gadis yang ada di sampingnya. Tak lama ia mengambil lengan kecil itu karena aneh dengan tingkahnya yang memukul kening tanpa henti. "Kamu lagi apa sih?" tanya pria dewasa itu dengan suara beratnya yang membuat Puspita terdiam. Sesekali Nicky menatap jalanan karena takut menabrak pengendara lain, sedangkan Puspita menarik tangannya. "Gak apa-apa kok om." "Mikirin apa kamu, sampai mukul kepala kayak gitu?" Mampus dalam hati Puspita,
Nicky sekarang menatap laptop, untuk melihat data yang ia kirim pada kampus impiannya. Sebenarnya itu juga keinginan ayahnya untuk mencari kampus yang terbaik dari sebelumnya.Padahal tak ada masalah dengan kampus sebelumnya, tapi dasar pria yang ingin di puji itu membuat dia harus menurutinya karena bagaimanapun Archer adalah ayahnya. Karena tak terlalu ramai pasien, Nicky sengaja mengambil waktu untuk mengecek lagi data miliknya, juga tes sebelum masuk. Tentu saja yang bergengsi akan lebih sulit lagi rintangannya, ia berada di ruang dokter Angel yang kemarin itu. Sedangkan orangnya entah pergi kemana, membuat Nicky masa bodo. Ia menurut benda yang terlihat seperti buku besar itu, lalu berjalan keluar untuk melihat situasi namun ia terkejut dengan Puspita yang ada di depan pintu sambil membawa tas kain yang biasa untuk menjadi wadah barang-barang belanjaan."Pita?" tanya Nicky, ia rasa akan lebih akrab bila mana ia memanggilnya dengan nama belakangnya saja. "Om." "Kamu ngapain
Saat ini keduanya melihat Archer dengan tatapan kasihan, ayah Nicky betul-betul kehilangan akal setelah kematian mendingang isterinya. Terlihat bingkai foto tanpa kaca yang terdapat foto ibu Nicky yang tersenyum lebar membuat keduanya saling bertatapan, dokter bilang tak ada perubahan sama sekali selama masa pengobatan, membuat mereka tak tau harus apa. Puspita menatap pria di sampingnya iba, dia mengelus lengannya pelan. Gadis itu tak bisa berkata apapun jika situasinya seperti ini, kenyataan memang amat pahit bagi pria itu. Orang yang kerap kali tersenyum lembut itu, sekarang memiliki kehidupan yang kelam, yang tak pernah orang lain bayangkan. Ibunya meninggal karena kanker yang dia derita selama 5 tahun dan itu tanpa pengetahuan semua orang, bahkan sebelum Nicky kembali melanjutkan S2nya di Singapura penyakit wanita itu sudah mulai terlihat dan sialnya dia juga sedang mengandung adik Nicky. Kematian yang mendadak dan tanpa menduga, membuat 4 orang terluka secara bersamaan namu
“Mentalnya terganggu, membuat dia seperti ini. Karena saya bukan dokter kejiwaan dan ini bukan rumah sakit seperti itu, saya sarankan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih baik, hanya ini yang bisa saya sarankan, saya permisi!”Nicky terduduk di kursi tunggu, dimana ayahnya sekarang mengamuk di dalam kamar pasien VVIP yang mereka minta. Ketiganya hanya bisa menghembuskan nafas kasar mendengar apa yang dikatakan dokter, dan Puspita menatap pria itu dengan iba. Sudah ibunya tiada sekarang ayahnya yang kacau balau pasti pikiran begitu runyam saat ini. Sedangkan Angga menatap Nicky dengan tatapan serius. “Tuan muda! Dikarenakan Tuan Archer mengalami hal ini, sebaiknya anda memegang perusahaan terlebih dahulu sampai beliau dinyatakan sembuh.” Puspita menatap tak paham pada majikannya. “Tuan Angga, apa ini tidak terlalu terburu-buru? Bagaimanapun Om baru saja terkena musibah yang bertubi-tubi.” “Saya tau, tapi perusahaan tetap berjalan dan saya sebagai tangan kanan
“Kakak pita!” tangis dua anak lelaki yang baru saja kehilangan ibunya, Puspita sengaja datang kemari untuk menenangkan dia bocah itu. Dan ternyata benar mereka masih menangis meratapi kepergian ibu mereka, dua anak yang masih kecil itu malah mendapatkan kenyataan pahit yang begitu menyiksa jiwa polos mereka. Puspita segera memeluk keduanya, dan menenangkan tangisan mereka. “Kenapa kalian terus menangis, hhhmm? Ini sudah malam sebaiknya kalian tidur.” “Hiks! Kami tidak bisa tidur karena mama gak ada, huuuaa. Mama hiks, mama hiks,” tangis Vano yang begitu menyayat hati, Puspita tak tega melihat mereka dia serasa ingin menangis juga, tapi jika ikut melakukan hal itu makan suasana akan semakin kacau. “Vano! Vino! Dengar kakak! Mama gak kemana-mana! Dia hanya sekarang pindah tempat.” “Pindah tempat?” tanya Vino yang merasa bingung dengan ucapan wanita muda di depannya. Puspita tersenyum. “Iya, saat ini mereka ada di hati kecil kalian, mama akan selalu ada sama kalian dan mama gak per
Pemakaman ini Nicky berlangsung dengan air mata, ucapan menyesal bercampur tangisan kerasa dari bibir kecil adik kembar Nicky, begitu terdengar pilu memecahkan keheningan yang ada di sana. Puspita juga ikut terisak, dia mengenang semua kebaikan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kedua, walau harusnya tidak pantas namun sikapnya membuat dia tak pernah percaya apa yang terjadi. Puspita berdiri cukup jauh dari pemakaman itu, lagipula dia bukan siapa-siapa untuk maju paling depan. Ia sekarang melihat Nicky yang terdiam mematung dengan air mata yang kering, tentu saja Puspita merasa lebih sakit lagi melihatnya. Pasti pria itu sangat terpukul, Puspita yang melihatnya kembali tak dapat menahan tangisannya. Ibu dan ayahnya sekarang ada di sampingnya, mereka juga ikut menangis sedih, tapi tidak seperti Puspita yang terdengar begitu pilu.Satu persatu orang pergi meninggalkan pemakaman yang masih basah itu tersebut, Nicky menoleh kebelakang dan pandangan mereka bertemu. Setelahnya Nick
Puspita mengemas beberapa baju yang akan di pakai nanti, saat ini jam baru menunjukkan pukul 5:54. Pukul 6 lewat Angga akan menjemput, walau sore mereka akan kembali tapi tetap saja dia harus mempersiapkan dengan baik. Mulai dari makeup juga peralatan lainnya, setelah semuanya ia hafal puspita cukup percaya diri untuk hadir di acara meeting itu. Ibu Puspita masuk ke kamar sambil membawa beberapa kue juga minuman. “Lama emang kerjanya?” Puspita menggeleng. “Enggak tau juga mah, tapi sore pita pulang kok.” “Iya ya udah, hati-hati aja di jalan!” ujar Ibunya yang nampak khawatir, apalagi Puspita adalah anak satu-satunya tentu saja orang tua takut terjadi sesuatu. Puspita mengangguk, sambil tersenyum lebar. “Iya mah.” Saat sedang berbincang-bincang dengan ibunya, sebuah suara klakson mobil membuat keduanya menoleh. “Itu mobilnya Puspita?” “Iya kali mah, katanya jam 6 lewat untung aja aku udah siap semua.” “Ya udah buru-buru sana! Mungkin rapatnya lebih cepet.” Puspita mengangguk p
Gadis belia itu sekarang bergerutu kesal, karena pusing dengan semua pekerjaan yang seperti tak ada habisnya, kenapa ia harus mengiyakan hal yang tak ia suka, walau gajinya lumayan juga mendapat bonus tapi sama saja dia menggali kuburnya sendiri. Saat sedang frustasi, sebuah ketukan di meja membuat dia menoleh. Wajahnya sekarang terkejut juga merasa malu, dengan apa yang terjadi. Namun ada yang aneh dengan pria yang menatapnya kosong, juga penampilan yang terkesan berantakan, apalagi wajahnya yang terlihat basah. Puspita bangkit dari duduknya, dengan mimik khawatir. “Om! Ada apa? Om gak apa-apa?” Nicky masih terdiam sambil mengatur nafas. “Bisa kita keluar sebentar?” Puspita seketika tau apa yang baru saja terjadi, pria di depannya ini baru saja menangis, terbukti dari suaranya yang serak dan nada yang sedih namun tertahan. Akan tetapi dia juga banyak kerjaan sekarang, matanya sekarang melihat sekitar. Beberapa orang yang melihat mereka kembali bekerja, lagipula tak ada yang bis
Setelah kejadian itu, Puspita hampir malu setiap saat, dia kadang berbicara sendiri sambil berteriak pelan, membuat beberapa orang yang melihat itu merasa heran. Yang tak pernah ia bayangkan, bagaimana mungkin dia melakukan hal itu. Puspita memang agak tak sadar saat itu, dan yang mengingatkan semuanya adalah orang yang ia cium hampir secara paksa. Saat ini dia benar-benar malu untuk bertemu pria itu, hampir dua hari sejak kejadian tersebut. Brugh! Sebuah tumpukan berkas di taruh begitu saja di sampingnya, membuat ia kini menatap orang yang melakukan itu. Ternyata biang keroknya seperti biasa adalah sang bos tercinta yaitu asisten Angga. “Kenapa kamu melihatku begitu?” tanya Angga yang merasa risih dengan tatapan memelas dari anak itu. Mata Puspita kini melihat tumpukan itu lagi, kali ini lebih banyak dari pada kemarin. “Kenapa banyak banget, Tuan?” “Nyonya Emery sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, jadi dia tidak masuk ke kantor selama beberapa waktu. Kamu bantu saya dulu
“Lepaskan aku! Jangan!” ujar Puspita yang sekarang sedang dikepung oleh beberapa lelaki yang ia tak kenal, saat hendak menunggu orang yang ingin menjemputnya, dia malah mendapat musibah seperti ini. “Manis! Ayolah main sama kami nanti kami kasih uang, lagipula gak baik cewek sendiri di malem hari kayak gini!” ujar salah satu dari mereka, tentu saja Puspita menggeleng. “Enggak! Lepaskan! Aku mau pulang!” ucap Puspita sambil menangis, dia amat ketakutan sekarang, apalagi toko ini sudah tutup, sedangkan orang yang ia tunggu tak kunjung sampai. “Ayo pulang sama kita aja, gratis kok tapi colek-colek dikit gak apa-apa kan, hahahaha?” ucap yang satu lagi, sambil tersenyum nafsu pada Puspita. Beberapa mereka sudah mencoba memegang tubuh gadis itu, semakin menjadi saja rasa takutnya sekarang. “Jangan! Aku gak mau! Tolong!” Gadis itu pun berjongkok karena tak tau harus bagaimana lagi, dia menangis sejadi-jadinya sambil terus menepis tangan para orang jahat itu. Bugh! Bugh! Bugh! Sebuah
Satu Minggu berlalu, keduanya sekarang sibuk dengan urusan masing-masing. Kadang keduanya hanya bisa menelpon jika waktu luang, itupun hanya sebentar karena tak ada waktu bagi keduanya. Puspita sekarang sedang fokus memperbaiki berkas yang sangat berantakan, karena perbuatan anak magang yang sama sekali tak paham bagaimana bekerja membuat dia yang terkena imbasnya saat ini. Walau begitu ia merasa cukup senang karena hasil kerja di puji Angga sang asisten ayah Nicky, berarti dia harus bekerja lebih giat lagi agar segera mejadi karyawan di perusahaan ini. “Puspita!” panggil seseorang yang cukup familiar, membuat gadis itu menoleh. “Ah iya Tuan Angga?” Pria dewasa itu melirik kearah jam yang menunjukkan pukul 6 sore, lalu melihat gadis belia itu. “Apa pekerjaanmu sudah selesai?” “Hampir Tuan, memang ada apa? Apa perlu sekarang?” Angga menggeleng sambil memberi beberapa map yang berisikan pekerjaan yang harus Puspita kerjakan nanti. “Tolong kamu revisi ini! Karena lusa akan diperlu