Sekarang keduanya sudah berada di sekolah Puspita. Nicky membuka sabuk pengaman yang terpasang di tubuh gadis itu, sedangkan orang yang di bantunya masih mengusap kepalanya.Wanita satu itu benar-benar kejam. Pria di sebelahnya hanya tertawa kecil karena melihat ekspresi Puspita yang kesal bercampur nyeri yang menyiksa, karena kayu panjang itu. "Emang sakit banget ya?" Matanya menatap tajam pada pria disebelahnya, saat sedang menderita seperti ini dia bisa-bisanya bertanya seperti itu. "Ya sakit lah om, kalau enggak mana mungkin aku ngusap kepala Mulu." Melihat wajah kesal itu, Nicky pun melepaskan sabuk pengaman miliknya dan memeriksa kepala gadis itu. Yang tentu saja karena mereka sangat dekat membuat Puspita terdiam dengan detak jantung tak karuan. Apalagi terlihat ketampanan Nicky yang semakin lama semakin mempesona saja, cukup lama hingga akhir Nicky menjauh dari Puspita. "Gak apa-apa kok, cuma ya memar aja sedikit." Karena tak tau harus menjawab apa, Puspita segera membuka
"Mengajak Puspita?" tanya ayah Puspita heran, dia melirik isterinya yang sama herannya dengan dirinya. "Maaf tuan muda, bukan maksud lancang atau apa, tapi untuk apa?" tanya ibu Puspita yang khawatir. Bagaimanapun anak mereka masih terlalu muda, terlebih Nicky tak ada status apapun dengan putrinya. "Hanya berjalan-jalan, aku akan kembali kuliah bibi, jadi aku ingin menghabiskan waktu dengan anak itu," balas Nicky yang membuat kedua orang terdiam. "Tapi Tuan muda, bagaimana Puspita masih kecil saya takut terjadi sesuatu pada anak saya." "Aku tau ke khawatiran paman, tapi aku yakin bisa menjaganya," balas Nicky. Ini pukul 7 malam, sedangkan Puspita izin pergi ke rumah Tiara untuk mengerjakan tugas kelompok, tapi sampai sekarang tak ada tanda-tanda anak itu akan pulang. "Maaf tuan muda, tapi kami--""Mah, besok beli singkong!" ucap Puspita yang datang-datang langsung memerintahkan sang ibunda, alangkah kagetnya ia melihat kedua orang juga Nicky yang sedang duduk seperti sedang memb
Matanya terbelalak kala melihat baju Nicky yang mulai terbuka, tapi ia mulai sadar kalau saat ini bukan saatnya untuk terpesona. Puspita menghadap kebelakang, menetralkan debaran jantungnya juga rasa panas pada pipinya, yang benar saja pria tua satu itu. Nicky tertawa kecil, padahal baru tiga kancing yang ia buka, masih ada beberapa lagi. Entah kenapa melihat gadis itu malu, dia malah semakin ingin mengerjainya. Pria darah Luffblend mengalir pada tubuhnya mendekat kearah Puspita, kancingnya masih terbuka hingga membuat Puspita yang merasa ada pergerakan menoleh ke sampingnya. Matanya kembali terbelalak melihat. "Om, ma-mau apa?" Bibir Nicky mendekat ke kuping Puspita, tentu saja hal itu membuat tubuhnya meremang. "Ayo berangkat!" Bisikan itu membuat Nicky menghindar sambil tertawa geli, ia merapihkan lagi pakaian dan menatap Puspita dengan wajah puas. Sedangkan Puspita yang seperti akan meledak, terhenti oleh yang sangat tidak memuaskan. Dia pun menatap pria yang dia sebut om i
"Gak ada, emang ada yang mau ikut selain kamu? Teman kamu mungkin?" tanya Nicky yang membuat Puspita menggeleng. Ibu Puspita yang heran dengan anaknya itu memukul lengan puspita cukup kencang. "Kamu ini mau ikut enggak sebenarnya? Jangan bikin Tuan muda nungguin kamu!" Sebenarnya ibu Puspita tak mau kalau anaknya itu pergi, apalagi berduaan dengan Nicky, walau anak itu terlihat baik tapi tetap saja atasan bisa melakukan apapun. Ya walau begitu ia tak mau terjadi sesuatu pada keluarganya, jadi ia berusaha sebisa mungkin tersenyum ramah anak majikannya itu. Puspita dengan mengangguk pelan. "Iya." Tak lama Nicky membuka pintu mobil. "Masuk!" Mata Puspita menatap sang Ibunda. "Mah pita pamit ya, mama jaga kesehatan!" "Iya, kamu juga hati-hati, nih jangan lupa bawa!" ujarnya sambil memberikan satu kresek jajan itu pada anaknya, tentu saja tangan Puspita yang kecil menerimanya dengan kedua tangan. Nicky yang melihat itu hanya tertawa kecil, puspita meliriknya sebentar lalu kembali
"Kau datang sendiri?" tanya wanita itu, tak lama Nicky tersenyum."Tidak aku bersama--- puspita?" tanya Nicky kala akan memperkenalkan gadis itu, sedangkan dipandangnya tak ada siapapun di dekat bibir pantai itu. Wajah mendadak panik. "Puspita, kemana gadis itu?""Kau bersama siapa memang? Puspita itu siapa? kekasihmu?" tanya wanita itu yang heran, tapi Nicky take jawab dia malah berlari ketempat gadis itu tadi tersenyum senang bermain air. "Puspita! Pita!" teriak Nicky sambil memutarkan tubuh berharap menemukan gadis itu dipandangnya, senior wanita itu mendekat kearah Nicky dengan mimik sama paniknya. "Nicky, siapa Puspita?" "Adikku, PUSPITA!" "Tapi yang aku tau, kau belum memiliki adik?" "Kakak senior, biasakan kita berhenti melakukan tanya jawab ini? Aku harus menemukan gadis itu! PUSPITA, KAMU DIMANA?" Nicky berjalan ke arah kiri sambil berlari kecil. Pria itu tak perduli kalau orang-orang Melihatnya, yang terpenting gadis itu harus ada di depan matanya. "Puspita! Jangan me
Api yang berkobar-kobar membakar kayu yang membentuk membundar, agar apinya tak padam dan tetap awet, tak lupa juga tenda yang lumayan besar dengan beberapa peralatan di dalamnya. Puspita menatap menatap api itu, hawa panas tak membuat hatinya yang dingin mencair malah semakin membeku, membuat gadis itu semakin memeluk lututnya. Tak lama Nicky keluar membawa beberapa makan yang bisa dibakar, mereka beruntung karena terlihat hamparan bintang di langit, membuat suasana yang gelap itu terlihat sangat indah dari atas. Sedangkan Puspita melihatnya hanya cahaya kecil yang tak tergapai, seperti hatinya yang mengharap pria itu. "Puspita!" panggil Nicky yang membuat gadis itu menoleh kebelakang."Om?" ucap Puspita yang kembali melihat api unggun yang pria itu buat, tak lama Nicky duduk di sampingnya sambil memberikan jagung mentah yang di tusuk menggunakan kayu yang panjang. "Nih! Jangan ngelamun aja nanti kesambet!" Puspita mengambil jagung itu dan membakarnya, tapi tetap saja hatinya m
Matanya terbuka lebar, kala merasakan bibir Nicky mulai bergerak perlahan. Tangan menyentuh pipi Puspita menyapu beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Hingga pergerakan itu berhenti di gantikan Nicky yang jatuh tak sadarkan diri, detak jantung Puspita tak beraturan dia masih terdiam melihat pria yang sudah mengobrak-abrik isi hatinya. Matanya kini melihat banyak kaleng yang pria itu minum, entah dari mana asalnya bir itu hingga membuat Nicky seperti ini. Walau terlihat tak sadarkan diri matanya sesekali bergerak, merasakan teriknya matahari yang mulai menyoroti wajahnya. Pada akhirnya Puspita memapah tubuh Nicky hingga ke tenda. Saat keluar ia hanya bisa menghela nafas, detakan masih terasa jelas dan begitu kencang kala mengingat hal tadi. Setahunya kalau orang mabuk itu biasanya tak sadar atas apa yang ia lakukan, jadi bisa jadi Nicky juga begitu. Tapi orang mabuk itu jujur biasanya, membuat mata Puspita kembali terbuka, dia menutup wajahnya menghentikan bahagia yang ia
Nicky menggosok rambutnya basah karena habis mandi, membuat Puspita menatapnya, bingung sejak tadi gadis itu hanya diam di sana lalu sesekali Melihatnya. "Kenapa? Lapar?" tanya Nicky yang membuat Puspita mengangguk. Sejak pagi hingga sore ia hanya makan ciki pemberian ibunya, dia ingin membeli makan tapi ia takut ke sasar, apalagi ia baru saja datang ke sini. "Sebentar, nanti kita cari makanan. Tapi rumah makan yang buka paling restoran, mau?" tanya Nicky yang membuat Puspita kembali mengangguk. Nicky pun memegang kepalanya lalu duduk di samping anak itu, entah kesambet setan mana gadis ini hingga hanya mengangguk ucapannya tanpa berniat mengeluarkan suara. "Kenapa? Tak mau bicara?" "Aku bosan om." Mendengar itu Nicky tertawa, ini memang salahnya karena mabuk hingga sadar ketika sudah sore. "Maafkan aku ya, oke malam ini kita lihat pantai dibawah, mau?" Tanpa menunggu lama Puspita mengangguk dengan senyuman, membuat Nicky gemas dan mencubit pipinya."Ah aduh om, sakit, iya-iya
Saat ini keduanya melihat Archer dengan tatapan kasihan, ayah Nicky betul-betul kehilangan akal setelah kematian mendingang isterinya. Terlihat bingkai foto tanpa kaca yang terdapat foto ibu Nicky yang tersenyum lebar membuat keduanya saling bertatapan, dokter bilang tak ada perubahan sama sekali selama masa pengobatan, membuat mereka tak tau harus apa. Puspita menatap pria di sampingnya iba, dia mengelus lengannya pelan. Gadis itu tak bisa berkata apapun jika situasinya seperti ini, kenyataan memang amat pahit bagi pria itu. Orang yang kerap kali tersenyum lembut itu, sekarang memiliki kehidupan yang kelam, yang tak pernah orang lain bayangkan. Ibunya meninggal karena kanker yang dia derita selama 5 tahun dan itu tanpa pengetahuan semua orang, bahkan sebelum Nicky kembali melanjutkan S2nya di Singapura penyakit wanita itu sudah mulai terlihat dan sialnya dia juga sedang mengandung adik Nicky. Kematian yang mendadak dan tanpa menduga, membuat 4 orang terluka secara bersamaan namu
“Mentalnya terganggu, membuat dia seperti ini. Karena saya bukan dokter kejiwaan dan ini bukan rumah sakit seperti itu, saya sarankan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih baik, hanya ini yang bisa saya sarankan, saya permisi!”Nicky terduduk di kursi tunggu, dimana ayahnya sekarang mengamuk di dalam kamar pasien VVIP yang mereka minta. Ketiganya hanya bisa menghembuskan nafas kasar mendengar apa yang dikatakan dokter, dan Puspita menatap pria itu dengan iba. Sudah ibunya tiada sekarang ayahnya yang kacau balau pasti pikiran begitu runyam saat ini. Sedangkan Angga menatap Nicky dengan tatapan serius. “Tuan muda! Dikarenakan Tuan Archer mengalami hal ini, sebaiknya anda memegang perusahaan terlebih dahulu sampai beliau dinyatakan sembuh.” Puspita menatap tak paham pada majikannya. “Tuan Angga, apa ini tidak terlalu terburu-buru? Bagaimanapun Om baru saja terkena musibah yang bertubi-tubi.” “Saya tau, tapi perusahaan tetap berjalan dan saya sebagai tangan kanan
“Kakak pita!” tangis dua anak lelaki yang baru saja kehilangan ibunya, Puspita sengaja datang kemari untuk menenangkan dia bocah itu. Dan ternyata benar mereka masih menangis meratapi kepergian ibu mereka, dua anak yang masih kecil itu malah mendapatkan kenyataan pahit yang begitu menyiksa jiwa polos mereka. Puspita segera memeluk keduanya, dan menenangkan tangisan mereka. “Kenapa kalian terus menangis, hhhmm? Ini sudah malam sebaiknya kalian tidur.” “Hiks! Kami tidak bisa tidur karena mama gak ada, huuuaa. Mama hiks, mama hiks,” tangis Vano yang begitu menyayat hati, Puspita tak tega melihat mereka dia serasa ingin menangis juga, tapi jika ikut melakukan hal itu makan suasana akan semakin kacau. “Vano! Vino! Dengar kakak! Mama gak kemana-mana! Dia hanya sekarang pindah tempat.” “Pindah tempat?” tanya Vino yang merasa bingung dengan ucapan wanita muda di depannya. Puspita tersenyum. “Iya, saat ini mereka ada di hati kecil kalian, mama akan selalu ada sama kalian dan mama gak per
Pemakaman ini Nicky berlangsung dengan air mata, ucapan menyesal bercampur tangisan kerasa dari bibir kecil adik kembar Nicky, begitu terdengar pilu memecahkan keheningan yang ada di sana. Puspita juga ikut terisak, dia mengenang semua kebaikan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kedua, walau harusnya tidak pantas namun sikapnya membuat dia tak pernah percaya apa yang terjadi. Puspita berdiri cukup jauh dari pemakaman itu, lagipula dia bukan siapa-siapa untuk maju paling depan. Ia sekarang melihat Nicky yang terdiam mematung dengan air mata yang kering, tentu saja Puspita merasa lebih sakit lagi melihatnya. Pasti pria itu sangat terpukul, Puspita yang melihatnya kembali tak dapat menahan tangisannya. Ibu dan ayahnya sekarang ada di sampingnya, mereka juga ikut menangis sedih, tapi tidak seperti Puspita yang terdengar begitu pilu.Satu persatu orang pergi meninggalkan pemakaman yang masih basah itu tersebut, Nicky menoleh kebelakang dan pandangan mereka bertemu. Setelahnya Nick
Puspita mengemas beberapa baju yang akan di pakai nanti, saat ini jam baru menunjukkan pukul 5:54. Pukul 6 lewat Angga akan menjemput, walau sore mereka akan kembali tapi tetap saja dia harus mempersiapkan dengan baik. Mulai dari makeup juga peralatan lainnya, setelah semuanya ia hafal puspita cukup percaya diri untuk hadir di acara meeting itu. Ibu Puspita masuk ke kamar sambil membawa beberapa kue juga minuman. “Lama emang kerjanya?” Puspita menggeleng. “Enggak tau juga mah, tapi sore pita pulang kok.” “Iya ya udah, hati-hati aja di jalan!” ujar Ibunya yang nampak khawatir, apalagi Puspita adalah anak satu-satunya tentu saja orang tua takut terjadi sesuatu. Puspita mengangguk, sambil tersenyum lebar. “Iya mah.” Saat sedang berbincang-bincang dengan ibunya, sebuah suara klakson mobil membuat keduanya menoleh. “Itu mobilnya Puspita?” “Iya kali mah, katanya jam 6 lewat untung aja aku udah siap semua.” “Ya udah buru-buru sana! Mungkin rapatnya lebih cepet.” Puspita mengangguk p
Gadis belia itu sekarang bergerutu kesal, karena pusing dengan semua pekerjaan yang seperti tak ada habisnya, kenapa ia harus mengiyakan hal yang tak ia suka, walau gajinya lumayan juga mendapat bonus tapi sama saja dia menggali kuburnya sendiri. Saat sedang frustasi, sebuah ketukan di meja membuat dia menoleh. Wajahnya sekarang terkejut juga merasa malu, dengan apa yang terjadi. Namun ada yang aneh dengan pria yang menatapnya kosong, juga penampilan yang terkesan berantakan, apalagi wajahnya yang terlihat basah. Puspita bangkit dari duduknya, dengan mimik khawatir. “Om! Ada apa? Om gak apa-apa?” Nicky masih terdiam sambil mengatur nafas. “Bisa kita keluar sebentar?” Puspita seketika tau apa yang baru saja terjadi, pria di depannya ini baru saja menangis, terbukti dari suaranya yang serak dan nada yang sedih namun tertahan. Akan tetapi dia juga banyak kerjaan sekarang, matanya sekarang melihat sekitar. Beberapa orang yang melihat mereka kembali bekerja, lagipula tak ada yang bis
Setelah kejadian itu, Puspita hampir malu setiap saat, dia kadang berbicara sendiri sambil berteriak pelan, membuat beberapa orang yang melihat itu merasa heran. Yang tak pernah ia bayangkan, bagaimana mungkin dia melakukan hal itu. Puspita memang agak tak sadar saat itu, dan yang mengingatkan semuanya adalah orang yang ia cium hampir secara paksa. Saat ini dia benar-benar malu untuk bertemu pria itu, hampir dua hari sejak kejadian tersebut. Brugh! Sebuah tumpukan berkas di taruh begitu saja di sampingnya, membuat ia kini menatap orang yang melakukan itu. Ternyata biang keroknya seperti biasa adalah sang bos tercinta yaitu asisten Angga. “Kenapa kamu melihatku begitu?” tanya Angga yang merasa risih dengan tatapan memelas dari anak itu. Mata Puspita kini melihat tumpukan itu lagi, kali ini lebih banyak dari pada kemarin. “Kenapa banyak banget, Tuan?” “Nyonya Emery sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, jadi dia tidak masuk ke kantor selama beberapa waktu. Kamu bantu saya dulu
“Lepaskan aku! Jangan!” ujar Puspita yang sekarang sedang dikepung oleh beberapa lelaki yang ia tak kenal, saat hendak menunggu orang yang ingin menjemputnya, dia malah mendapat musibah seperti ini. “Manis! Ayolah main sama kami nanti kami kasih uang, lagipula gak baik cewek sendiri di malem hari kayak gini!” ujar salah satu dari mereka, tentu saja Puspita menggeleng. “Enggak! Lepaskan! Aku mau pulang!” ucap Puspita sambil menangis, dia amat ketakutan sekarang, apalagi toko ini sudah tutup, sedangkan orang yang ia tunggu tak kunjung sampai. “Ayo pulang sama kita aja, gratis kok tapi colek-colek dikit gak apa-apa kan, hahahaha?” ucap yang satu lagi, sambil tersenyum nafsu pada Puspita. Beberapa mereka sudah mencoba memegang tubuh gadis itu, semakin menjadi saja rasa takutnya sekarang. “Jangan! Aku gak mau! Tolong!” Gadis itu pun berjongkok karena tak tau harus bagaimana lagi, dia menangis sejadi-jadinya sambil terus menepis tangan para orang jahat itu. Bugh! Bugh! Bugh! Sebuah
Satu Minggu berlalu, keduanya sekarang sibuk dengan urusan masing-masing. Kadang keduanya hanya bisa menelpon jika waktu luang, itupun hanya sebentar karena tak ada waktu bagi keduanya. Puspita sekarang sedang fokus memperbaiki berkas yang sangat berantakan, karena perbuatan anak magang yang sama sekali tak paham bagaimana bekerja membuat dia yang terkena imbasnya saat ini. Walau begitu ia merasa cukup senang karena hasil kerja di puji Angga sang asisten ayah Nicky, berarti dia harus bekerja lebih giat lagi agar segera mejadi karyawan di perusahaan ini. “Puspita!” panggil seseorang yang cukup familiar, membuat gadis itu menoleh. “Ah iya Tuan Angga?” Pria dewasa itu melirik kearah jam yang menunjukkan pukul 6 sore, lalu melihat gadis belia itu. “Apa pekerjaanmu sudah selesai?” “Hampir Tuan, memang ada apa? Apa perlu sekarang?” Angga menggeleng sambil memberi beberapa map yang berisikan pekerjaan yang harus Puspita kerjakan nanti. “Tolong kamu revisi ini! Karena lusa akan diperlu