Rara melirik ke ponselnya, hari ini pukul 20.50 menit, sebentar lagi tugas pekerjaan rumahnya akan selesai, hanya tinggal tiga pertanyaan lagi. Nanti setelah itu dia segera bersiap untuk tidur malam, matanya pun sudah mulai mengantuk.
Dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar, Rara melihat adegan pembunuhan Didit lagi. Pembunuhan itu terlihat sangat nyata di depan matanya.
Kursi menghantam tubuh kecil Didit yang kemudian terhuyung kesakitan, rasa sakit yang dirasakan oleh Didit turut dirasakan oleh Rara.“Aargh!” Didit berteriak histeris.Rara ikut merasakan kesakitan, ia meringis sembari menahan air matanya. Sakit dan pedih rasanya, anak sekecil itu diperlakukan sebrutal itu. “Serahkan kalung itu!” kata si pembunuh sebelum akhirnya membunuh Didit. Tubuh Rara semakin lemas bukan karena menyaksikan adegan pembunuhan itu saja karena melihat adegan pembunuhan Didit pernah ia lihat sebelumnya tapi yang membuat sebagian besar energi tubuhnya menjadi hilang dan loyo disebabkan oleh ketidakberdayaannya menyelamatkan nyawa Didit.Berulang kali di setiap harinya Rara merasakan perasaan aneh ini, lebih anehnya lagi mengapa mendekati pukul 21.00 pasti Rara gelisah dan bayangan pembunuhan Didit tampil dalam pandangan batinnya? Kenapa aku bisa seperti ini? Ilusikah ini? Tapi apa yang aku lihat terlihat sangat nyata dipandangan mataku. Lama-lama aku bisa gila atau mungkin aku sudah gila?Kenapa hanya aku saja yang mengalami pengalaman aneh ini? Orang lain tidak ada yang melihat apa yang aku lihat. Sungguh ini sangat memusingkan kepalaku.Rara mendesah resah, tak terasa air matanya turun membasahi pipinya. Rara mencoba menahan Isak tangisnya agar tidak terdengar oleh Ibu mau pun kakaknya tapi usahanya itu sia-sia karena pintu kamarnya terbuka lebar, Ibu Rara masuk ke dalam kamarnya.Insting seorang Ibu bisa merasakan kejanggalan yang dirasakan oleh anaknya. Seorang Ibu akan selalu seperti itu.“Kenapa kok putri kesayangan Mama menangis?” tanya Ibu Rara sembari memeluk hangat tubuh Rara. Tangannya membelai rambut panjang putri kesayangannya itu.Rara berupaya untuk menjawab pertanyaan Ibunya tapi ia tak kuasa melakukannya karena derai tangis benar-benar pecah malam itu. Bisu adalah jawaban dari pertanyaan sang Bunda.Tak apa tidak menjawab pertanyaan sang Bunda karena Ibunya Rara sudah bisa memahami isi hati Rara yang terdalam. Isi hati putrinya yang penuh tanya, kebingungan maupun kegalauan. Ibunya sudah tahu akan hal itu semua.....“Menurutku, fakta pertama yang harus kita ungkap adalah siapakah sosok Didit, benarkah ia ada?” ungkap Adi pada Rara di Sekolah pada jam istirahat.Ungkapan itu sudah pernah diucapkan oleh Adi sebelumnya. Dan itu artinya Adi masih ragu dengan apa yang dirasakan oleh Rara tentang Didit.Rara sadar ia tidak bisa marah kepada Adi karena apa yang ia rasakan sulit untuk dibuktikan. Wajar jika Adi atau siapapun ragu dengan sosok Didit yang hanya bisa dilihat oleh Rara seorang diri.Daripada menjawab pertanyaan Adi yang sulit untuk dijawab, lebih baik makan siomay favoritnya saja. Siomay adalah jajanan kesukaan Rara, kuah kacang yang asin manis ditambah saos dan kecap menambah gurih kelezatan jajanan khas Nusantara yang mudah ditemukan di daerah mana pun. Sebenarnya tidak hanya siomay tapi juga batagor adalah jajanan kesukaan Rara, namun hari ini Rara menginginkan makan siomay.“Untuk menyelidiki kasus maka kita membutuhkan bukti. Bukti terkuat salah satunya adalah keberadaan saksi,” kata Adi yang belum mau melahap siomay miliknya. Analisa kasus yang sedang dialami oleh Rara menyebabkannya bersemangat.Bayangan kelihaian Sherlock Holmes hingga Detektif Conan tergambar sangat jelas dalam memori Adi. Dua Detektif yang sangat populer dalam novel dan komik ketika memecahkan kasus-kasus misterius sangatlah memukau para penggemarnya, tak terkecuali Adi.“Saksi?” gumam Rara.Adi menganggukkan kepalanya, “kita harus mencari saksi,” ucapnya seakan mempertegas perkataannya tadi.“Aku tidak mengerti,” kata Rara, “sepanjang yang aku lihat dalam pandangan mataku saat peristiwa itu terjadi, tidak ada satu pun saksi mata yang melihat terbunuhnya Didit,” lanjutnya.“Bukan saksi mata yang seperti itu maksudku,” sergah Adi.“Jadi maksudmu?” Kali ini Adi melahap sepotong siomay terlebih dahulu, Rara yang menguyah siomay telah menginspirasi perutnya untuk lapar atau dengan kata lain menjadi tergoda untuk menyantap siomay yang ada di hadapannya.“Maksudku gini. Saksi yang aku maksud merupakan orang-orang yang mengetahui adanya peristiwa pembunuhan Didit,” “Oh aku mengerti sekarang. Maksudmu saksi untuk mendukung ceritaku bahwa ceritaku bukan sekedar khayalanku semata,” kata Rara menangkap maksud ucapan Adi.“Betul sekali. Pembuktian pertama bukan pada kasusnya melainkan membuktikan jika kasus ini benar-benar ada,” kata Adi memberikan penjelasan.“Tapi sulit sekali mengecek adanya pembunuhan disekitar wilayah ini. Aku sudah pernah Googling tapi nihil,” “Nihil tapi bukan berarti tidak pernah ada peristiwa pembunuhan. Kemungkinan besar karena peristiwa itu terjadi cukup lama sehingga terlupakan oleh masyarakat, hal itu pula yang menyebabkan peristiwa itu tidak terekam secara digital. Beda sekali dengan zaman sekarang yang peristiwa apa pun justru sangat mudah terdigitalisasi,” jelas Adi.Rara menganggukkan kepalanya, “sebenarnya aku juga berpikiran yang sama denganmu, hanya saja darimana kita bisa memulai penyelidikan?”Adi terdiam sejenak, ia melahap siomay sampai habis begitu juga dengan Rara. Keduanya menikmati makan siomay yang rasanya memang lezat dan gurih.Baik Rara dan Adi sangat menghormati saat menyantap makanan. Bagi keduanya, menghormati makanan adalah saat mereka asyik menguyah makanan tanpa harus berbicara atau beraktivitas lain semisal sambil bermain ponsel. Berbicara atau pun beraktivitas lain di saat makan dapat mengganggu momen menikmati makanan tapi sulit bagi mereka menghindari berbicara saat makan. Momen-momen diam tanpa bicara seperti saat ini untuk kemudian asyik berkonsentrasi mengunyah makanan dan merasakan kelezatan makanan adalah momen terbaik untuk menghargai makanan.Beberapa menit kemudian keduanya selesai menyantap siomay. Sambil menyeruput es teh manis lalu mereka melanjutkan obrolan yang tadi sempat terhenti.“Ada dua cara untuk mengetahui validitas suatu peristiwa,” kata Adi.Senang rasanya mendengar analisa Adi, dia memang cerdas dan kritis, beruntung Rara punya sahabat seperti Adi. Rara jadi tersenyum karenanya.“Cara pertama, dengan mendatangi kantor Polisi untuk meminta catatan kasus hukum yang pernah terjadi belasan atau mungkin puluhan tahun lalu. Kita bisa mengetahui kejadian pembunuhan itu benar-benar terjadi di masa lalu dengan menyamakan tempat peristiwa pembunuhan yaitu di belakang sekolah hingga nama korban pembunuhan yaitu Didit,” jelas Adi.Apa yang dikatakan oleh Adi memang benar. Analisanya tepat sekali. “Cara kedua, dengan bertanya kepada banyak orang khususnya yang pernah mengetahui adanya kasus pembunuhan itu,”“Siapa orang yang kira-kira tahu peristiwa pembunuhan Didit?” tanya Rara penasaran.Adi menyeruput es teh manis terlebih dahulu hingga habis dan setelah habis barulah dia berkata, “jika benar kasus pembunuhan itu pernah terjadi maka orang-orang tua yang tinggal disekitar wilayah sekolah kita pastilah mengetahui peristiwa itu,” “Jadi kita akan mencari tahu orang yang menetap cukup lama di daerah ini untuk mengorek keterangan darinya,” gumam Rara.Adi menganggukkan kepalanya menyatakan kesetujuannya.“Kamu memang hebat dan pintar, seperti biasanya,” puji Rara tulus. Sorot mata Rara seakan langsung tertuju ke dalam hati Adi.Mendengar pujian itu, Adi tersipu malu namun beberapa detik kemudian ia berhasil menguasai dirinya sendiri sehingga Rara tidak menyadari jika Adi sebenarnya sedang salah tingkah. Lalu tak lama kemudian keduanya pun berlalu meninggalkan Kantin Sekolah menuju ke kelas mereka karena sebentar lagi jam pelajaran baru akan segera dimulai.Pada saat jam istirahat, Rara yang sedang berbicara dengan Adi tiba-tiba dihampiri oleh Fajar yang nampak tergesa-gesa untuk menemui Rara dan Adi yang masih asyik ngobrol.Hari ini Fajar berniat memberikan suatu informasi yang sangat berharga. Dan sebagaimana dugaan Fajar, informasi tersebut ternyata membuat Rara dan Adi terkejut bukan main seputar peristiwa pembunuhan anak kecil yang bernama Didit yang sangat misterius. “Tadi pagi sebelum aku berangkat ke Sekolah, aku bertanya apakah ada peristiwa pembunuhan pada beberapa tahun silam dibelakang Sekolah kita dan Ayahku mengangguk karena teringat sewaktu masih duduk dibangku SMP dan menjawab bahwa memang pernah ada pembunuhan terhadap seorang bocah cilik oleh seorang Penjaga gedung yang berada dibelakang Sekolah,” ungkap Fajar menceritakan fakta unik seputar Didit yang kemudian menjadikan Rara dan Adi berpikir tentang banyak hal.“Jadi sosok Didit memang benar-benar pernah ada,” bisik Adi pelan sambil menatap ke arah wajah Rara yang t
Rara meringis sedikit kesakitan setelah operasi transplantasi ginjal, tak apa sakit sekarang karena setelahnya Rara tidak akan merasakan lagi sakit yang berkepanjangan akibat ginjalnya yang gagal berfungsi. Beruntung seorang donor tak dikenal mendonorkan ginjal untuknya. Rara bersyukur hidupnya terselamatkan.Sambil beristirahat pasca operasi di atas tempat tidur kamar Rumah Sakit. Rara mengambil gawai miliknya yang terletak di atas meja. Barusan Ibu dan kakaknya pamit sebentar saja untuk pergi ke kantin yang berada di Rumah Sakit untuk makan siang sehingga Rara ditinggal seorang diri. Tak masalah bagi Rara karena gawai miliknya akan menemaninya untuk beberapa saat.Rara membaca perkembangan berita di sekolahnya via akun-akun media sosialnya. Tak ada yang spesial kecuali ucapan doa untuknya dan persiapan ujian sekolah dua Minggu lagi. Lalu Rara beralih mencari berita-berita terkini seputar selebriti, hobi maupun berita nasional dan internasional sekedar untuk membunuh wa
Sore tadi memang menyenangkan, bermain bola voli dengan penuh kegembiraan. Tapi bukan canda dan tawa Rara dan teman-temannya yang masih terngiang di telinga Rara hingga selepas pukul delapan malam, justru anak kecil bernama Didit yang menjadi pusat perhatiannya.Tugas PR untuk esok tidak terlalu banyak malam ini sehingga sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Pikiran Rara terus memikirkan Didit. Siapa sebenarnya anak kecil itu? Mengapa dia ada di gedung kosong seorang diri?Mencoba melupakan berbagai macam pertanyaan soal Didit tidak lantas membuat Rara tenang, justru sebaliknya, rasa penasaran yang tinggi tentang Didit memaksa Rara memunculkan ide yang terbilang cukup aneh yaitu ingin pergi kembali ke sekolah atau tepatnya ke gedung kosong yang berada di belakang halaman sekolah. Tujuannya tentu saja mengecek keberadaan Didit.Sungguh aneh jika ada anak kecil sendirian di tempat sesepi itu, mungkinkah Didit adalah hantu sebagaimana tuduhan Shinta maupun No
Hari ini Rara terbangun di dalam kamarnya, sudah siuman dari pingsannya dan kondisi tubuhnya jauh lebih bugar dari hari kemarin.Benak Rara teringat pada peristiwa semalam saat Rara jatuh pingsan, entah bagaimana caranya teman-temannya berhasil membawanya kembali ke rumah. Rara benar-benar tidak ingat sama sekali.Tak lama kemudian Ibu Rara datang membawa secangkir teh hangat untuk Rara setelah tadi Rara sudah menghabiskan semangkuk bubur ayam hangat.“Terima kasih Bu, aku sudah bisa mengambil minumanku sendiri kok,” kata Rara tidak mau merepotkan Ibunya lagi karena sewaktu operasi di Rumah Sakit tempo hari yang lalu Ibunya sangat sibuk mengurus dirinya sehingga Ibunya meminta izin dari kantor tempatnya bekerja untuk beberapa hari dan hari ini pun Ibunya melakukan hal yang sama untuk Rara.Ibu Rara adalah seorang single parents. Ayah Rara telah wafat tiga tahun yang lalu sewaktu Rara masih SMP. Kakak pertamanya sudah bekerja dan kakak ke
Didit memang misterius. Keberadaan anak kecil itu sangat membekas di ingatan Rara sehingga saat mata pelajaran berlangsung sekali pun pikiran Rara tertuju pada Didit. Begitu jam istirahat tiba Rara bergegas ke belakang sekolah untuk sekedar memastikan apakah di belakang pagar sekolah masih ada Didit yang mungkin saja masih ada di bangunan gedung kosong belakang sekolah seperti halnya kemarin sore.Rara harus memberanikan diri melewati beberapa anak-anak cowok yang bersembunyi di halaman belakang sekolah, beruntung mereka hanya sekedar menggoda Rara saja, Rara melirikan sudut matanya melihat teman-teman cowok dari kelas yang lain sedang asyik merokok. Rara tidak peduli dengan kegiatan mereka karena Rara ingin melihat Didit tapi ternyata Didit tidak ada.Lalu sepulang jam sekolah Rara masih menyempatkan diri melihat ke halaman belakang sekolahnya yang sekarang kosong tidak ada lagi anak-anak cowok yang sedang merokok, melalui balik pagar sekolah yang bolong, tatapan mata R
Pada saat jam istirahat, Rara yang sedang berbicara dengan Adi tiba-tiba dihampiri oleh Fajar yang nampak tergesa-gesa untuk menemui Rara dan Adi yang masih asyik ngobrol.Hari ini Fajar berniat memberikan suatu informasi yang sangat berharga. Dan sebagaimana dugaan Fajar, informasi tersebut ternyata membuat Rara dan Adi terkejut bukan main seputar peristiwa pembunuhan anak kecil yang bernama Didit yang sangat misterius. “Tadi pagi sebelum aku berangkat ke Sekolah, aku bertanya apakah ada peristiwa pembunuhan pada beberapa tahun silam dibelakang Sekolah kita dan Ayahku mengangguk karena teringat sewaktu masih duduk dibangku SMP dan menjawab bahwa memang pernah ada pembunuhan terhadap seorang bocah cilik oleh seorang Penjaga gedung yang berada dibelakang Sekolah,” ungkap Fajar menceritakan fakta unik seputar Didit yang kemudian menjadikan Rara dan Adi berpikir tentang banyak hal.“Jadi sosok Didit memang benar-benar pernah ada,” bisik Adi pelan sambil menatap ke arah wajah Rara yang t
Rara melirik ke ponselnya, hari ini pukul 20.50 menit, sebentar lagi tugas pekerjaan rumahnya akan selesai, hanya tinggal tiga pertanyaan lagi. Nanti setelah itu dia segera bersiap untuk tidur malam, matanya pun sudah mulai mengantuk.Dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar, Rara melihat adegan pembunuhan Didit lagi. Pembunuhan itu terlihat sangat nyata di depan matanya.Kursi menghantam tubuh kecil Didit yang kemudian terhuyung kesakitan, rasa sakit yang dirasakan oleh Didit turut dirasakan oleh Rara.“Aargh!” Didit berteriak histeris.Rara ikut merasakan kesakitan, ia meringis sembari menahan air matanya. Sakit dan pedih rasanya, anak sekecil itu diperlakukan sebrutal itu. “Serahkan kalung itu!” kata si pembunuh sebelum akhirnya membunuh Didit. Tubuh Rara semakin lemas bukan karena menyaksikan adegan pembunuhan itu saja karena melihat adegan pembunuhan Didit pernah ia lihat sebelumnya tapi yang membuat sebagian besar energi tubuhnya menjadi hilang dan loyo disebabkan oleh ketid
Didit memang misterius. Keberadaan anak kecil itu sangat membekas di ingatan Rara sehingga saat mata pelajaran berlangsung sekali pun pikiran Rara tertuju pada Didit. Begitu jam istirahat tiba Rara bergegas ke belakang sekolah untuk sekedar memastikan apakah di belakang pagar sekolah masih ada Didit yang mungkin saja masih ada di bangunan gedung kosong belakang sekolah seperti halnya kemarin sore.Rara harus memberanikan diri melewati beberapa anak-anak cowok yang bersembunyi di halaman belakang sekolah, beruntung mereka hanya sekedar menggoda Rara saja, Rara melirikan sudut matanya melihat teman-teman cowok dari kelas yang lain sedang asyik merokok. Rara tidak peduli dengan kegiatan mereka karena Rara ingin melihat Didit tapi ternyata Didit tidak ada.Lalu sepulang jam sekolah Rara masih menyempatkan diri melihat ke halaman belakang sekolahnya yang sekarang kosong tidak ada lagi anak-anak cowok yang sedang merokok, melalui balik pagar sekolah yang bolong, tatapan mata R
Hari ini Rara terbangun di dalam kamarnya, sudah siuman dari pingsannya dan kondisi tubuhnya jauh lebih bugar dari hari kemarin.Benak Rara teringat pada peristiwa semalam saat Rara jatuh pingsan, entah bagaimana caranya teman-temannya berhasil membawanya kembali ke rumah. Rara benar-benar tidak ingat sama sekali.Tak lama kemudian Ibu Rara datang membawa secangkir teh hangat untuk Rara setelah tadi Rara sudah menghabiskan semangkuk bubur ayam hangat.“Terima kasih Bu, aku sudah bisa mengambil minumanku sendiri kok,” kata Rara tidak mau merepotkan Ibunya lagi karena sewaktu operasi di Rumah Sakit tempo hari yang lalu Ibunya sangat sibuk mengurus dirinya sehingga Ibunya meminta izin dari kantor tempatnya bekerja untuk beberapa hari dan hari ini pun Ibunya melakukan hal yang sama untuk Rara.Ibu Rara adalah seorang single parents. Ayah Rara telah wafat tiga tahun yang lalu sewaktu Rara masih SMP. Kakak pertamanya sudah bekerja dan kakak ke
Sore tadi memang menyenangkan, bermain bola voli dengan penuh kegembiraan. Tapi bukan canda dan tawa Rara dan teman-temannya yang masih terngiang di telinga Rara hingga selepas pukul delapan malam, justru anak kecil bernama Didit yang menjadi pusat perhatiannya.Tugas PR untuk esok tidak terlalu banyak malam ini sehingga sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Pikiran Rara terus memikirkan Didit. Siapa sebenarnya anak kecil itu? Mengapa dia ada di gedung kosong seorang diri?Mencoba melupakan berbagai macam pertanyaan soal Didit tidak lantas membuat Rara tenang, justru sebaliknya, rasa penasaran yang tinggi tentang Didit memaksa Rara memunculkan ide yang terbilang cukup aneh yaitu ingin pergi kembali ke sekolah atau tepatnya ke gedung kosong yang berada di belakang halaman sekolah. Tujuannya tentu saja mengecek keberadaan Didit.Sungguh aneh jika ada anak kecil sendirian di tempat sesepi itu, mungkinkah Didit adalah hantu sebagaimana tuduhan Shinta maupun No
Rara meringis sedikit kesakitan setelah operasi transplantasi ginjal, tak apa sakit sekarang karena setelahnya Rara tidak akan merasakan lagi sakit yang berkepanjangan akibat ginjalnya yang gagal berfungsi. Beruntung seorang donor tak dikenal mendonorkan ginjal untuknya. Rara bersyukur hidupnya terselamatkan.Sambil beristirahat pasca operasi di atas tempat tidur kamar Rumah Sakit. Rara mengambil gawai miliknya yang terletak di atas meja. Barusan Ibu dan kakaknya pamit sebentar saja untuk pergi ke kantin yang berada di Rumah Sakit untuk makan siang sehingga Rara ditinggal seorang diri. Tak masalah bagi Rara karena gawai miliknya akan menemaninya untuk beberapa saat.Rara membaca perkembangan berita di sekolahnya via akun-akun media sosialnya. Tak ada yang spesial kecuali ucapan doa untuknya dan persiapan ujian sekolah dua Minggu lagi. Lalu Rara beralih mencari berita-berita terkini seputar selebriti, hobi maupun berita nasional dan internasional sekedar untuk membunuh wa