"Dibayar berapa anda melakukan ini semua?" tanya Gama. Tatapannya berubah tajam hingga mengubah suasana menjadi mencekam. Sikap Gama mampu membuat semua yang ada di sana nampak terperangah kecuali Dion, asistennya. Sejak tadi Gama memang sengaja diam agar kliennya merasa senang dan seperti di atas awan hingga semakin terlihat kelicikannya. Untuk Zoya, Gama bisa menghandlenya nanti tapi untuk kliennya yang busuk ini tidak bisa dinanti-nanti. Gama tersenyum miring menatap sosok pria yang katanya bos itu. "Anda menyebut diri anda atasan seperti saya dan ingin dihormati juga tapi anda menjadi budak dari seseorang yang mana bos anda sesungguhnya. Saya hanya ingin bertanya, berapa bayaran anda hingga menggadaikan pekerjaan yang utama?" tanya Gama lagi. " Apa keuntungan bekerja sama dengan saya kurang banyak dari bayaran yang anda dapat dari orang itu? Orang yang sudah menjadikan anda babu. Bodoh sekali otak anda tapi saya mengalah jika memang dia bisa membayar sepuluh kali lipat
Zoya tak menyangka jika Zein masih saja dendam dengannya. Gemas sekali tapi dia mencoba tak perduli. Beruntung ada Gama yang selalu menjadi garda terdepan untuknya. Kali ini Zoya pun merasa sangat di lindungi oleh pria ini. Sangat dan sangat dilindungi melebihi dari sebelumnya. "Kak kamu tau dari mana tentang itu?" tanya Zoya yang masih menatap Gama dengan serius. "Aku tau sejak kemarin. Mungkin nanti aku akan menemuinya. Aku pun tidak bisa hanya diam saja. Dia terlalu menganggu dan tak bisa berpikir dewasa. Masih sangat kekanakan sekali." "Apa yang akan kamu lakukan, Kak? Aku tidak mau kamu dalam bahaya. Sudah biarkan saja! Jika lelah juga dia akan berhenti sendiri." "Kamu pikir anak kecil? Dia akan semakin menjadi jika didiamkan begitu. Aku hanya ingin bicara, kamu tidak perlu mengkhawatirkanku!" Gama mengecup bibir Zoya dengan lembut dan merangkum kedua pipi Zoya. Tatapan pria itu begitu dalam dan tangan Zoya pun meraih kedua tangan Gama yang masih berada di pipinya.
"Kak.. " Lirih, sangat lirih dan tangan Zoya menahan Gama agar tidak melakukan hal yang akan merugikan. Sudah cukup berkelahi setiap kali bertemu dengan Zein hingga wajah lebam. Kali ini Zoya tak akan membiarkan itu terjadi. "Tenang saja, Sayang!" bisik Gama dan semakin mengeratkan genggaman tangan Zoya yang tadi hampir ingin dilepas oleh Zoya. "Blak-blakan sekali anda menyukai mantan istri saya. Memang Pak Gama ini sukanya dengan barang bekas ya tapi tidak mau mengakui kalau anda itu doyan sekali. Bagaimana rasanya bekas saya? Apa nikmat? Atau mau threesome sekalian agar lebih menantang? Kalau berdua sudah biasa bukan? Bertiga akan lebih terasa nikmat dan memuaskan." "Jangan banyak bicara kamu, Zein! Ada urusan apa kamu kesini? Barang yang kamu anggap bekas ini justru sudah membuatmu menyesal karena dia bukan barang bekas biasa tapi barang bekas yang mahal dan berkelas," sahut Gama. Rahang pria itu terlihat mengeras dan Zoya tau jika Gama emosi mendengar ucapan Zein. Zoy
"Maksudmu apa, Kak?" tanya Zoya tak mengerti dan Gama hanya tersenyum tipis mendengar itu. Gama kembali membuka mulutnya meminta Zoya menyuapinya lagi. Zoya pun mengangguk kemudian memberikan lagi suapan untuk Gama. Sakit tapi Gama begitu lahap. Satu mangkuk tapi Zoya masih bingung dengan apa yang Gama maksud. "Minum obatnya dulu, Kak. Setelah itu aku pulang ya. Kamu aku tinggal nggak apa-apa 'kan?" tanya Zoya pada Gama yang menggelengkan kepala. Zoya lega melihat itu. Dia bisa pulang dan beristirahat di rumah. Gama tak mempersulitnya. Toh sehabis minum obat, pria itu pasti segera terlelap. "Tidak mau ditinggal Sayang." "Eh aku kira nggak apa-apa aku tinggal pulang. Aku tidak janji bisa tidur dengan nyenyak di sini, Kak. Ijinkan aku untuk pulang ya," pinta Zoya dan Gama kembali menggelengkan kepalanya. Pria itu meraih tangannya dengan menatap begitu dalam. "Kamu bisa tidur di sini denganku, Sayang. Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri. Ini sudah malam dan sa
Malam ini untuk pertama kalinya Zoya dan Gama tidur bersama. Hal yang tak pernah dibayangkan apalagi terpikirkan. Mereka saling berpelukan dan saling merasakan kehangatan malam seperti tanpa beban. Malam ini pun Gama sama sekali tak menunjukkan sisi liarnya. Sebenarnya Zoya tau jika pria itu bereaksi. Saat memeluk tak sengaja dia merasakan ada yang mengeras di bawah sana tapi Zoya berpura-pura tak tau saja. Wajar sebenarnya karena mereka lawan jenis yang saling mencintai. Normal Gama menginginkan lebih tapi sebisa mungkin Zoya tak memancing dengan membahas itu. Dia mencoba untuk tidur meskipun di awal agak sedikit gelisah hingga sulit terlelap. Namun sentuhan lembut Gama di punggungnya dan dekapan hangat itu mampu membuatnya nyaman hingga tak sadar jika hari beranjak pagi. Berbeda dengan mereka yang begitu saling mengasihi. Di suatu ruangan Zein tengah mengamuk dan berteriak karena dia berhasil diringkus polisi karena tuduhan penganiayaan. Kesialan yang datang karena ke
Bohong jika Zoya mengatakan tidak padahal nyatanya dia mengagumi milik Gama. Bahkan darah Zoya terasa mengalir sangat deras hingga debaran jantungnya tak dapat ia kendalikan. Zoya menelan salivanya. Ini saat dia harus mengeluarkan keahliannya untuk memuaskan Gama dari pada harus melakukan lebih. Zoya memang ingin tapi bagaimana jika terjadi sesuatu meskipun Gama sudah mengatakan akan menikahinya. Rasanya Zoya belum lega jika belum benar-benar ada ikatan pernikahan. Seingin-inginnya dia, banyak cara untuk menuntaskan tapi resiko jika sudah melakukan dengan Gama itu sangat besar. Rencana boleh saja tapi bukankah kita hanya bisa berencana tanpa tau hasilnya seperti apa. Haish... Rasanya ini terlalu penuh sekali jika masuk ke dalam mulutnya tetapi Zoya harus menuntaskan inginnya Gama, duda yang memiliki gairah sangat besar. Suara lenguhan dan desahan dari Gama menggema saat sesuatu keluar dan melegakan. Rasanya begitu indah. Kejutan yang tak terduga karena Zoya yang begitu pand
"Apalagi Sayang? Bukan aku tidak sayang pada adikku tapi dia sudah sangat keterlaluan. Kurang apa aku selama ini? Tapi jika dia terus menyakiti orang yang aku sayang. Tak mungkin aku hanya diam." Zoya benar-benar tak menyangka jika Zein masuk penjara. Semudah itu? Gama memang tak bisa dianggap sepele. Gama bisa mudah memenjarakan orang dengan bukti-bukti yang pria itu dapatkan. Gama terlihat tenang, tanpa kita tau pergerakan Gama sangatlah lihai. Tak terlihat saat sedang mencari bukti kesalahan orang tetapi hasil tak main-main. Sekali membuat laporan, orang yang bersangkutan langsung kena pasal. "Kak aku kok jadi ngeri. Bagaimana jika Mas Zein semakin murka dan ingin balas dendam? Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa. Bisa nggak jangan bikin aku khawatir?" "Justru jika manusia seperti Zein dibiarkan saja. Dia akan semakin menjadi Sayang. Biarkan saja dia menikmati hukuman yang ada! Bukankah sudah waktunya kita bahagia?" "Terlalu cepat jika semua orang tau kamu menikahiku, Ka
"Ini berkasnya, Kak!" Zoya meletakkan berkas itu di meja Gama kemudian kembali pamit ke ruangannya. "Aku kembali ke ruanganku ya, Kak." "Buru-buru banget, kamu nggak capek dari tadi kerja. Mau makan di luar?" tanya Gama yang kemudian mengambil berkas yang Zoya berikan. Pria itu mengecek satu persatu lembaran yang sudah Zoya kerjakan. "Laper sich, tapi nanggung banget. Nanti aja dech, Kak." Zoya menolak dan lebih memilih segera kembali ke ruangannya tetapi kembali ditahan oleh Gama yang terlihat gemas mendengar penolakan tersebut. "Kerjaan bisa dilanjut nanti. Kalau nggak mau keluar bisa pesan makan. Aku hubungi Dion dulu." Gama yang hendak mengambil gagang telepon segera ditahan oleh Zoya. "Eh jangan dulu, Kak! Aku aja yang pesan. Mungkin kamu lapar. Biar aku saja, kasihan Pak Dion. Tadi saja dia pusing mikirin kita." "Mikir apa? Bicara apa dia sama kamu?" tanya Gama membuat Zoya menoleh ke arah pria itu. "Jangan posesif gitu! Hanya dia bingung kenapa setelah menikah
"Oh tidak, aku hanya bertanya saja Kak. Hanya ingin tau. Tidak lebih," jawab Sena kemudian menoleh kembali ke arah Zoya. "Jangan terlalu lama memandang istriku!" ujar Gama memperingati. "Namanya Dito, sudah berapa kali kamu dibuat keluar olehnya? Senang?" tanya Gama membuat Sena kembali menoleh ke arahnya. "Kak aku... " "Kamu itu wanita gatal, Sena! Dengan siapapun kamu mau. Jangan lagi berharap denganku! Aku tidak akn sudi melakukan lebih untukmu! Berani kamu fitnah aku setelah akhirnya kamu hamil, maka jangan salahkan aku jika aku sendiri yang akan mematahkan lehermu!" Seolah sudah mengerti ujungnya, Gama sudah lebih dulu antisipasi. Dia tau jika Sena itu licik. Bisa jadi hamil dengan Dito lalu meminta tanggung jawab dengannya. "Kak aku tidak berpikiran sampai sana!" "Bagus! karena aku tidak akan membiarkan kamu melakukan itu! Jadi sebelum kamu berbuat curang, sudah lebih dulu aku lawan!" sahut Gama kemudian pintu terbuka dan masuklah Dito. "Maaf Tuan, aada kelua
"Ayo mandi! Pak Gama meminta kamu untuk datang ke rumah sakit." Dito mendekati Sena setelah panggilan dari atasannya dimatikan. Langkahnya membawa pada wanita itu yang bergelung selimut di lantai. Masih tanpa busana jika dilepas selimutnya. Dito pun membongkar selimut itu membuat tubuh Sena terguling sedikit menjauh. "Kamu ini!" pekik Sena tidak terima. "Tidak mungkin kamu ke rumah sakit dengan menggunakan selimut seperti ini, atau mau telanjang saja, hhm?" tanya Dito santai tapi dia bergerak membuka ikatan di kaki Sena dan membantu wanita itu untuk beranjak dari sana. "Mau apa?" tanya Sena dengan selidik. "Mau memandikan kamu," jawab Dito kemudian meraih lengan Sena agar segera masuk ke dalam kamar mandi. "Lepas! Aku bisa sendiri!" sentai Sena dengan suara bernada kesal. Sena benar-benar masih tidak terima karena semalam dia sempat dibuat tersiksa oleh Dito. "Aku nggak mau kamu siksa lagi! Aku tau di dalam sana pasti kamu akan kembali menyentuhku!" "Percaya di
Sejenak Dito membiarkan dulu Sena menggatal dengan miliknya. Tak juga melepaskan tangannya yang kini masih menempel mengerjai Sena. "Buka Kak!" "Apanya?" tanya Dito yang kini menunduk memperhatikan Sena. Wanita itu sangat liar dan tatapannya sangat menggoda. Belum lagi lidahnya yang menjulur membuat Dito semakin ingin merasakannya. "Celananya." Dito tersenyum miring mendengar itu kemudian meraih pipi Sena dan mengapitnya hingga membuat wanita itu mengerang kesakitan. "Kamu minta milikku, kamu mengemis padaku hanya ingin dipuaskan oleh Kacung sepertiku? Sayangnya Kacung ini tidak suka denganmu. Wanita jahat yang tega menyakiti wanita lain. Kacung ini lebih suka dengan wanita baik-baik yang masih lugu, sekali pun kamu sangat menggoda imanku!" "Jangan sok jual mahal! Milikmu sudah berdiri dengan kencang." "Ya, aku sudah katakan tadi. Jika aku tergoda denganmu, tapi aku tidak akan menyentuhmu lebih dalam jika kamu belum mengakui kesalahanmu di depan keluar dan orang b
"Jangan!" Sena kembali melarang tetapi Dito membuat wanita itu semakin belingsatan dan tak bisa diam. Sena kewalahan merasakan gejolak yang menggebu meminta dituntaskan. Dito benar-benar gila malam ini. Sisi kalemnya tertutup karena Sena yang kurang ajar dan licik tentunya. Namun sebagai pria normal tentu dia merasakan tubuhnya bereaksi dengan sempurna. Hanya saja Dito mampu menahan dan terus saja dia mengerjai Sena. Tangan Dito bergerak semakin menyiksa dan lidahnya ikut serta memberikan sapuan di tubuh Sena yang membuat wanita itu semakin bergairah. "Ampun, Kacung!" "Panggil namaku dengan benar! Aku bukan kacungmu!" sahut Dito dengan suara mendesis pada Sena yang kini sudah tak lagi mengenakan apapun. Dito sempat terpanah kembali melihat bagian inti Sena yang mulus terurus. Sepertinya memang Sena merawatnya dengan baik sama seperti Sena merawat tubuhnya hingga terlihat seksi begini. "Aku nggak kuat! Sudah! Jangan buat aku... " "Apa? Sange? Kamu sange parah? M
"Kamu pikir aku perempuan gampangan?" sahut Sena tak terima dengan apa yang Dito katakan. "Bukannya seperti itu? Kamu gampang terpikat hanya karena paras yang tampan hingga membuat kamu menjadi gila dan menyakiti sesama wanita." "Tapi bukan kamu yang hanya kacung!" sahut Sena menciptakan seringai tipis di wajah Dito. Begini membuat penilaian Dito pada Sena bertambah semakin buruk saja. "Aku kacung tapi aku bukan kriminal seperti kamu! Sekarang waktunya mandi, sudah selesai makannya, Njing?" tanya Dito yang semakin membuat Sena marah. "Sialand kamu! Pergi kamu dari sini! Aku bukan binatang!" sentak Sena tidak terima. Tatapan wanita itu semakin tajam pada Dito yang tertawa melihat kemarahan Sena dengan mulut wanita itu yang kotor. "Ya kamu memang bukan binatang tapi kelakuan kamu sudah seperti binatang yang bisa mencabik sesamanya. Mandi sekarang!" Dito tidak minat walaupun Gama memberikannya kebebasan. Awalnya dia terpesona melihat Sena apalagi postur tubuh wanita itu
"Akh! Ampun Kak!" teriak Sena setelah ikat pinggang Gama melingkar di kedua tangan wanita itu dan Gama menariknya hingga tangan Sena terasa sakit. Tak cukup sampai di situ, Gama pun menarik kedua kaki Sena dan mengikatnya dengan dasi yang ia kenakan hingga wanita itu tidak lagi bisa melakukan apapun. "Kamu pikir aku akan sudi menyentuhmu lebih dalam lagi, hmm? Menyentuhmu sama saja aku menyentuh seorang pembunuh. Najis!" ujar Gama dengan sinis. Tangan Gama mengalir kedua pipi Sena dan menariknya hingga wanita itu mendongak kesakitan. Kedua mata Sena pun basah dan menggeleng meminta dilepaskan. "Kak aku mohon, lepaskan aku! Ampun Kak." "Permohonanmu sudah terlambat Sena. Aku akan menyiksamu sebelum memasukkanmu ke dalam penjara. Kamu, tanganmu, dan otakmu, aku pastikan akan lumpuh!" Kedua mata Sena terbelalak mendengar itu. Gurat ketakutan semakin nyata terlihat. Sena kembali menggelengkan kepala dan mencoba memberontak. tetapi tidak bisa. Gama meraih selimut dan m
Sena tersentak saat Gama menarik gaun tepat di punggung belakang wanita . Kedua mata Sena terbelalak saat jarak mereka sangatlah dekat, bahkan hembusan nafas Gama begitu terasa menyapu tengkuknya. Hangat, membuat tubuh meremang. Seketika seringai tipis di wajah Sena terlihat saat ini. Kena! Sena yang memasang perangkap dan Gama yang terjebak. Sena hanya diam saat Gama terindikasi menikmati aroma tubuh wanita itu. Cengkraman tangan Gama begitu kuat tapi kali ini tidak membuat Sena ketakutan. Justru ingin mendapatkan sentuhan yang lebih dari ini. Mungkin, tak hanya luarnya saja melainkan lebih dalam lagi juga bisa. Tunggu saja! Gama pasti tergoda. Kucing mana ada yang mengabaikan umpannya. "Buka Kak!" pinta Sena dengan suara yang manja. Sengaja sekali memang wanita ini. Mendapati Gama yang justru mengikis jarak bahkan mendekap erat, justru membuat Sena semakin menjadi. Wanita itu seperti di atas awan saat ini. "Mau dibuka, hhm?" "Iya, Kak. Aku mau bersih-bersih dulu.
"Aku sungguh-sungguh, Pah. Kak Gama baik dan nanti akan menjadikan aku istri sah juga. Bukan hanya pengantin pengganti di pelaminan. Papah tenang saja!" tutur Sena. Jawaban yang membuat Bara lega. Setidaknya sudah mendengar dari Sena langsung dan jawaban itu juga yang menciptakan seringai tipis di wajah Gama. Memang ini yang Gama mau. Akhirnya bisa membuat Sena menurut dan sebentar lagi bisa mengendalikan Sena, menyiksa wanita itu sampai benar-benar dia puas. Gama tidak takut dengan tuntutan dari mana pun sekalipun dari keluarga. Dia akan menuntut balik atas bukti pembunuhan yang hendak Sena lakukan. Sayangnya Zoya cukup kuat bertahan meskipun masih koma. "Bagaimana, Paman? Sudah mendengar sendiri bukan jawaban dari putri anda. Kadang kecemasan itu tercipta karena adanya kesalahan yang diperbuat, karena kesalahan besar hingga membuat orang tersebut merasakan tingkat tertinggi dari kecemasan itu sendiri." " Hati-hati Paman, terlalu cemas bisa masuk rumah sakit!" ujar Gama
Kedua mata indah dengan riasan yang begitu elok dipandang tak seirama dengan kelopak yang sudah menampung banyak air di sana. Terlihat jelas tatapan penuh ketakutan dan kekecewaan itu dari mata Sena tapi kedua bibir wanita itu semakin merapat tak mengatakan apa-apa. Sena yang dikenal sangat berani dan lantang dalam berbicara, kini hanya bisa diam tanpa menjawab pertanyaan sang Papah yang mendekat. Bukankah ini waktunya untuk mengatakan yang sesungguhnya? Mengatakan apa yang terjadi dan apa yang Gama lakukan pada wanita itu? Namun ancaman dari Gama mampu membuat Sena bungkam. Tangan Sena mencengkeram kedua sisi gaun yang dikenakan. Gama pun menunduk melirik tajam dan meraih tangan Sena saat Bara begitu memperhatikan. gerak gerik putrinya. "Ada apa ini, Gama? Paman tunggu dari tadi tidak ada acara ijab Kabul yang harusnya sudah diselenggarakan di awal acara. Sudah berjam-jam bahkan sampai tiba petang tidak ada acara itu," tanya Bara dengan wajah bingung dan tidak terima kar