"Terima kasih ya, Pak. Tolong kirim rekaman CCTV ini ke saya," pinta Alda.
"Tapi, Bu. Saya takut kalau nanti .... "
"Bapak tidak perlu takut, Bapak akan aman." Alda memotong ucapan pak Hary.
"Baik, Bu." Pak Hary mengangguk. Setelah itu, pak Hary segera mengirim rekaman CCTV tersebut seperti yang Alda minta.
"Sudah, Bu," ujar pak Hary.
"Iya, Pak terima kasih. Oya untuk selanjutnya tolong, Bapak kirim rekaman CCTV di ruangan, pak Faris sebelum dihapus," pinta Alda.
"Baik, Bu." Pak Hary mengangguk paham.
"Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Kalau begitu saya permisi," ujar Alda lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Alda kembali berjalan menuju ruangan suaminya, ia ingin tahu apa mereka telah selesai dengan aktivitasnya atau belum. Sejujurnya Alda bisa mendobraknya sekarang juga, tapi ia ingin tahu apa motif suaminya berselingkuh.
"Hany, apa belum keluar tamunya?" tanya Alda.
"Be, belum, Bu." Hany menundukkan kepalanya, dengan wajah yang sudah pucat pasi.
"Oh ya sudah, tolong nanti berikan ini pada, pak Faris ya." Alda menyerahkan map berwarna biru pada Hany.
"Oh baik, Bu." Hany menerima map tersebut.
"Kalau begitu saya permisi." Alda segera pergi setelah menyerahkan map tersebut.
Lima menit kemudian, pintu ruangan Faris terbuka, terlihat seorang Sinta serta Faris keluar. Pagi ini memang ada meeting, melihat bosnya keluar, dengan segera Hany berjalan menghampirinya.
"Maaf, Pak. Ini ada titipan dari, bu Alda." Hany menyerahkan map tersebut pada bosnya itu.
"Tadi Alda ke sini?" tanya Faris seraya menerima map tersebut.
"Iya, Pak. Hanya mengantar itu saja lalu pergi," jawab Hany.
"Oh ok, terima kasih ya," ujar Faris.
"Iya, Pak sama-sama," sahut Hany. Setelah itu Faris serta Sinta melanjutkan langkahnya.
"Tumben dititipin, kenapa nggak dikasih langsung?" tanya Sinta.
"Kalau dikasih langsung, kamu mau kita ketahuan," sahut Faris, mendengar hal itu Sinta tersenyum.
"Kamu sih, mainnya di kantor terus," ujar Sinta. Ia pernah mengajak Faris ke rumahnya, tetapi pria itu menolak dengan alasan rumah jauh.
"Memangnya mau kalau di rumah?" tanya Faris.
"Mau lah, di rumah kan bebas," jawab Sinta.
"Ok, nanti malam kita main di rumah, gimana." Faris menawarkan. Mendengar itu, Sinta mengangguk penuh semangat.
Kini mereka tiba di ruang meeting, semua sudah berkumpul. Faris segera menjatuhkan bobotnya di kursi. Setelah itu, meeting dimulai, lantaran setelah ini, Faris ada pertemuan penting dengan beberapa klien.
***
Waktu berjalan begitu cepat, saat makan siang Alda kembali lagi ke kantor sembari membawa makanan. Kali ini, Alda sengaja memberi kabar jika akan datang. Setibanya di kantor, Alda nampak terkejut, suaminya memang pandai bermain.
"Ini makanannya, Mas. Aku sendiri loh yang masak." Alda membuka rantang yang berisi makanan.
"Wow, istriku ini memang pandai memasak," pujinya. Faris akui, Alda memang pandai memasak.
"Ayo dong dimakan," pintanya. Dengan segera Faris menyantap makanan yang Alda bawa dengan lahap.
Alda terus memperhatikan suaminya yang begitu lahap, ia memang sengaja datang karena teringat tadi subuh saat Alda tidak sengaja membuka ponsel milik suaminya itu. Jika Faris dan Sinta janjian untuk makan siang luar.
"Mas nanti jadi lembur?" tanya Alda.
"Jadi, memangnya kenapa." Faris balik bertanya.
"Enggak apa-apa, mau aku anterin makan malam nggak nanti," tawarnya. Padahal Alda tahu jika hari ini kantor tutup lebih awal.
"Enggak usah, malam-malam kamu nggak usah pergi di rumah saja. Nanti aku bisa pesen kok," ujar Faris. Kini ia telah selesai menyantap makan siangnya.
"Ya sudah, Mas. Kalau itu mau kamu." Alda pasrah, dan memilih untuk menurut.
Selesai makan, Alda langsung membereskannya. Bahkan setelah itu Alda memutuskan untuk pulang, dengan alasan ingin istirahat. Setelah Alda pulang, Sinta langsung masuk ke ruangan Faris dengan wajah cemberut.
"Kenapa wajahnya ditekuk seperti itu, nanti cantiknya ilang loh." Faris menarik tangan Sinta, untuk ikut duduk di sebelahnya.
"Enggak usah pura-pura lupa deh, tadi pagi janji mau ngapain," ujarnya dengan wajah cemberut. Faris sangat gemas melihat tingkah Sinta.
"Maaf, Sayang. Tadi Alda ke sini, nggak mungkin dong aku suruh pulang, yang ada nanti malah curiga," ungkap Faris.
"Jangan cemberut dong." Faris mencubit hidung Sinta dengan gemas.
"Nanti malam ke rumah, baru aku maafin," ucap Sinta.
"Iya, Sayang. Nanti malam kita ke rumah, tapi sekarang jangan cemberut lagi," sahut Faris, seketika Sinta tersenyum, lalu menyenderkan kepalanya di bahu Faris.
Waktu berjalan begitu cepat, pukul tujuh malam Faris serta Sinta sudah dalam perjalanan pulang. Malam ini Faris akan ke rumah Sinta, seperti janjinya saat di kantor. Sinta terlihat bahagia, karena berhasil membawa Faris ke rumah.
Sementara itu, dari kejauhan Alda tengah mengikuti mobil suaminya. Wanita berjilbab itu ingin tahu di mana rumah Sinta, karena wajahnya sangat tidak asing baginya. Beruntung Alda sudah memasang alat pelacak di ponsel suaminya.
"Kenapa mereka berhenti di sini," gumamnya saat melihat mobil suaminya berhenti di pelataran rumah yang tidak asing bagi Alda.
Selang beberapa menit, mereka keluar, mata Alda terus menata suami serta sekretarisnya itu yang kemudian beranjak menuju teras rumah. Tiba-tiba pintu rumah terbuka, seorang wanita paruh baya keluar. Detik itu juga Alda terkejut saat melihat wanita itu, wanita yang sangat ia kenal.
"Wanita itu," desisnya. Mata Alda terus menatap wanita paruh baya itu."Dia sudah merebut papa dariku dan juga mama, sampai akhirnya mama tiada gara-gara wanita itu. Dan Sinta, mungkinkah dia anaknya, yang sekarang juga merebut suamiku." Tangan Alda mengepal, ingin rasanya ia melabrak mereka. Namun, sebisa mungkin Alda tahan, ia akan memberi pelajaran untuk wanita penggoda suami orang."Kamu memang sudah menghianatiku, Mas. Tapi aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja," gumamnya. Setelah itu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor suaminya."Jalan, Mang." Alda menyuruh mang Udin untuk menjalankan mobilnya, sementara dirinya mencoba menelpon suaminya.[Assalamu'alaikum, Mas ada di mana][Wa'alaikumsalam, ini lagi lembur memangnya kenapa]"Lembur di rumah selingkuhan," batin Alda.[Mas bisa pulang sekarang nggak, perut aku kambuh lagi][Apa?! Iya, iya, aku pulang sekarang]Samb
Alda tersenyum melihat ekspresi wajah Sinta yang sudah seperti maling ketangkap basah. Apa yang Alda lakukan belum seberapa, masih banyak kejutan yang lain. Rasanya Alda tidak sabar melihat kejadian yang akan terjadi selanjutnya."Aku pikir tadi Alda datang sendiri, nggak tahunnya sama kamu," ucap Faris."Mumpung ada waktu yang longgar, jadi aku terima tawaran Alda untuk makan siang bareng," sahut Rian. Rian merupakan sepupu Faris, pria yang usianya dua tahun lebih muda dari Faris itu, berprofesi sebagai fotografer majalah dewasa."Dia .... " Rian menggantung ucapannya. Sementara wajah Sinta sudah pucat pasi, rasanya Alda ingin tertawa melihat raut wajah Sinta."Dia Sinta, sekretaris aku di kantor," ujar Faris. Sementara Rian hanya mengangguk."Wajahnya seperti tidak asing, mirip ... ah terlalu banyak model yang aku potret jadi sedikit lupa. Tapi wajahnya sangat familiar," ungkap Rian."Kebanyakan lihat mo
Drrtt pintu terbuka, bersamaan dengan itu, Rian pergi melalui jendela yang tentunya sudah dipersiapkan. Sementara itu, Sinta masih terlihat panik, wanita itu khawatir jika nanti rahasia masa lalunya terbongkar."Sinta kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan." Faris berjalan menghampiri Sinta, lalu duduk di sebelahnya."Mas, aku, tadi ada ... aku nggak apa-apa kok." Sinta gugup sendiri harus bagaimana cara menjelaskannya."Ya sudah, tapi kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris untuk memastikan."Iya, aku nggak apa-apa." Sinta menggelengkan kepalanya."Ya sudah, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris."Belum, aku nggak lapar," jawab Sinta. Meski sedang berbicara dengan Faris, tetapi otaknya terus memikirkan kejadian tadi."Makan dulu ya, tadi aku bawain makanan kesukaan kamu." Faris membujuk Sinta agar mau makan.Setelah dibujuk, akhirnya Sinta mau makan, tentunya dengan disuapi oleh san
Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut."Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi."Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh.""Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega
Dari sisi dinding Sinta tersenyum, dia yang mendengar jika Alda akan datang ke kantor. Dengan licik merencanakan sesuatu untuk mencelakainya. Entah memang nasib buruk Alda, sehingga Sinta berhasil membuatnya celaka."Mampus kamu," gumamnya. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pergi.Sepuluh menit kemudian, Faris yang mendengar jika istrinya jatuh. Dengan cepat berlari menuju ke toilet, pria berkemeja putih itu terkejut saat melihat istrinya sudah tak sadarkan diri, dengan cairan merah yang sudah mengotori lantai."Alda kamu kenapa." Faris berusaha menyadarkan istrinya, tetapi hasilnya nihil."Cepat siapkan mobil." Faris langsung mengangkat tubuh istrinya dan berlari keluar dari toilet.Setibanya di pelataran kantor, Faris segera masuk ke dalam mobil, dengan memakai supir kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Faris terus berdo'a agar istrinya baik-baik saja. Sementara itu, Sinta yang melihat suaminya san
Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam."Ma, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya."Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya."Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris."Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan sepert
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik
Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya."Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta."Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang."Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang."Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah mema
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak