Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.
Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut.
"Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi.
"Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.
Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh."
"Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega karena Faris masih mau percaya dengannya.
"Ya udah kita ke kantor sekarang," ajaknya. Gegas keduanya beranjak keluar dari rumah.
Kini mereka ssudah dalam perjalanan menuju kantor. Faris memilih untuk fokus menyetir, sementara Sinta masih memikirkan masalah yang tiba-tiba datang. Terlebih kehadiran Rian benar-benar menjadi sumber masalah.
"Rian, ini pasti ulah kamu," batin Sinta.
"Atau jangan-jangan, Rian dan Alda kerja sama lagi. Tapi rasanya tidak mungkin, tapi lihat mereka sepertinya sangat akrab." Sinta kembali membatin.
Tidak butuh waktu lama, mereka tiba di kantor, setelah memarkirkan mobil. Keduanya beranjak turun, lalu masuk ke dalam gedung. Melihat bosnya datang, para karyawan memberikan hormat, sementara itu. Faris hanya mengangguk sembari melangkahkan kakinya.
Setibanya di ruangan, Faris beranjak menuju kursi lalu menjatuhkan bobotnya. Hari ini sepertinya Faris sibuk, ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Faris menghela napas, lalu mulai membuka berkas yang sudah menumpuk di atas meja.
Tiba-tiba saja ponsel Faris berdering, khawatir ada yang penting. Faris langsung mengbilnya lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.
[Assalamu'alaikum, Faris kamu sibuk nggak]
[Wa'alaikumsalam, lumayan, Ma. Memangnya ada apa]
[Mama baru sampai di bandara, Alda di rumah kan]
[Kok, Mama pulang nggak bilang-bilang sih. Alda di rumah kok, Ma]
[Ya udah mama naik taksi aja, soalnya mama mau langsung ke rumah kamu. Mama udah kangen sama Alda]
Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus, Faris mengernyit heran. Kebiasaan ibunya memang seperti itu, terlebih sudah hampir satu tahun, Riyanti---ibunda Faris tidak bertemu dengan Alda. Sudah dapat dipastikan mereka akan menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol.
"Huft, mama pulang kok nggak kasih kabar dulu ya." Faris membatin. Sekarang Faris harus extra hati-hati, karena pasti akan susah untuk pergi ke rumah Sinta. Setelah itu, Faris kembali melanjutkan pekerjaannya.
***
Waktu berjalan begitu cepat, pukul sembilan pagi Riyanti sampai di rumah. Alda cukup terkejut saat mendapati ibu mertuanya datang. Rasa rindu karena lama tidak bertemu, membuat Alda langsung menghambur ke pelukan ibu mertuanya itu. Bahkan karena saking dekat, Riyanti menganggap jika Alda adalah putrinya sendiri.
Setelah puas melepas rindu, Riyanti mengajak Alda memasak untuk makan malam nanti. Bukan hanya masak mereka juga membuat kue kesukaan Faris. Tepat pukul lima sore semuanya sudah siap, bahkan kedua wanita itu sudah selesai mandi.
Saat Alda sedang duduk di sofa, tiba-tiba ponselnya berdering. Mendengar itu, Alda langsung mengambil benda pipih miliknya itu, lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.
[Assalamu'alaikum, Sayang hari ini aku lembur]
[Wa'alaikumsalam, lembur lagi. Padahal aku sama mama udah masak dan bikin kue untuk makan malam nanti]
[Duh, sayang banget. Soalnya hari ini pekerjaan aku numpuk, dan besok harus selesai]
[Ya udah nggak apa-apa, nanti aku anterin ke kantor aja makanannya]
[Memangnya nggak ngerepotin kamu, eh tapi harus diantar ya, jangan bawa mobil sendiri]
[Iya, Mas. Nanti bakal diantar sama, mang Udin kok]
[Iya, udah dulu ya, aku mau lanjut kerja lagi, assalamu'alaikum]
[Iya, Mas. Wa'alaikumsalam]
"Kenapa." Riyanti berjalan menghampiri Alda.
"Mas Faris hari ini lembur, Ma. Terus aku mau nganterin makanan ke kantor," sahut Alda.
"Oh ya udah, tapi nanti langsung pulang ya. Mama masih ingin cerita sama kamu," ujar Riyanti.
Alda tersenyum. "Iya, Ma. Ya udah aku mau siap-siap dulu."
Alda bergegas menuju dapur untuk mengambil makanan serta kue yang akan ia bawa ke kantor. Setelah selesai, Alda langsung bersiap pergi ke kantor, dan tentunya dengan diantar oleh mang Udin. Setelah berpamitan dengan Riyanti, Alda beranjak pergi.
"Pasti, mas Faris sama makanannya," gumamnya. Namun tiba-tiba Alda teringat jika di sana ada Sinta.
"Huft, kira-kira Rian punya rencana apa lagi ya," gumamnya lagi.
Tidak terasa Alda tiba di kantor, kini wanita berjilbab itu tengah berjalan masuk ke dalam. Suasana kantor sudah sepi, hanya ada beberapa karyawan yang belum pulang, mungkin karyawan yang lembur sama seperti suaminya.
Setibanya di depan ruangan Faris, Alda segera membuka pintu. Alda tersenyum saat melihat suaminya sedang duduk dengan mata yang fokus menatap layar leptop, sementara jarinya bergerak lincah di papan keyboard.
"Assalamu'alaikum." Alda berjalan menghampiri suaminya.
"Wa'alaikumsalam, udah nyampai ternyata," sahut Faris, lalu menghentikan aktivitasnya.
"Baru saja, istirahat dulu." Alda beranjak menuju sofa, lalu meletakkan rantang yang ia bawa di atas meja.
"Wah, kamu bawa apa saja, perut aku jadi lapar." Faris bangkit lalu berjalan menghampiri sang istri.
"Makanan sama kue, aku juga bawa beberapa untuk karyawan yang belum pulang," ujar Alda.
"Ya udah, nanti biar Hany yang kasih ke mereka," sahut Faris, sementara Alda hanya mengangguk.
"Mau ke mana?" tanya Faris.
"Ngantar ini ke Hany, cuci tangan dulu kalau mau makan," jawab Alda.
"Iya, Sayang." Faris beranjak menuju ke kamar mandi. Sementara Alda bergegas keluar dari ruangan.
Alda berjalan menuju meja kerja Hany, lalu menyerahkan kotak berisi kue yang sengaja ia bawa untuk para karyawan suaminya. Setelah mengantarkan kotak kue tersebut, Alda memutuskan untuk kembali ke ruangan suaminya, tapi tiba-tiba perutnya terasa mulas.
Karena tidak tahan, Alda langsung berlari menuju toilet, setibanya di sana Alda masuk ke dalam. Tiba-tiba bruk, Alda terjatuh karena lantainya licin. Seketika wanita berjilbab itu meringis kesakitan, ia memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.
"Astagfirullah, perut aku." Alda meremas perutnya yang semakin terasa sakit.
"Astagfirullah, Ibu kenapa." Hany yang kebetulan ke toilet terkejut melihat istri bosnya duduk kesakitan di lantai.
Hany bertambah panik, saat melihat ada cairan merah yang menodai gamis berwarna putih yang Alda pakai. Detik itu juga Hany beteriak meminta tolong.
Dari sisi dinding Sinta tersenyum, dia yang mendengar jika Alda akan datang ke kantor. Dengan licik merencanakan sesuatu untuk mencelakainya. Entah memang nasib buruk Alda, sehingga Sinta berhasil membuatnya celaka."Mampus kamu," gumamnya. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pergi.Sepuluh menit kemudian, Faris yang mendengar jika istrinya jatuh. Dengan cepat berlari menuju ke toilet, pria berkemeja putih itu terkejut saat melihat istrinya sudah tak sadarkan diri, dengan cairan merah yang sudah mengotori lantai."Alda kamu kenapa." Faris berusaha menyadarkan istrinya, tetapi hasilnya nihil."Cepat siapkan mobil." Faris langsung mengangkat tubuh istrinya dan berlari keluar dari toilet.Setibanya di pelataran kantor, Faris segera masuk ke dalam mobil, dengan memakai supir kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Faris terus berdo'a agar istrinya baik-baik saja. Sementara itu, Sinta yang melihat suaminya san
Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam."Ma, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya."Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya."Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris."Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan sepert
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik
Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya."Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta."Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang."Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang."Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah mema
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak