Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam.
"Ma, aku .... "
Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya.
"Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya.
"Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris.
"Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan seperti ini," ujar Riyanti. Ia cukup heran dengan jalan pikir putranya itu.
Faris menatap tajam wanita yang berdiri tak jauh darinya. "Apa benar kamu yang melakukan semua ini. Kamu yang sudah mencelakai Alda, iya."
Sinta menunduk, ingin rasanya ia membongkar jika dirinya adalah istri dari Faris. Tapi mungkin sekarang belum saatnya, Sinta akan menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.
"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulut Sinta. Faris menghela napas kasar, ia tidak menyangka jika Sinta bisa berbuat sejahat itu.
"Bukti sudah ada sama mama, mau kamu tindak lanjuti, atau kamu pecat dia sekarang juga," ujar Riyanti. Sontak Faris serta Sinta terkejut, terlebih Sinta.
"Ma, kita .... "
"Jangan bod*h kamu Faris! Dia sudah membuat Alda celaka, bukan itu saja. Alda juga keguguran gara-gara dia, apa belum cukup itu semua hah." Riyanti memotong ucapan putranya itu.
"Sekarang kamu pilih, pecat dia atau kamu juga keluar dari perusahaan ini. Biarkan Alda yang akan memegangnya nanti," ujar Riyanti. Dan hal tersebut sukses membuat Faris serta Sinta kembali terkejut.
"Baik, Ma. Aku akan memecat Sinta sekarang juga," putusnya. Faris tidak punya pilihan lain, bukan takut kehilangan perusahaan. Tapi justru lebih takut jika harus jauh dari Alda.
"Berani kamu memecatku gara-gara perempuan itu, akan aku pastikan hidup kamu dan Alda akan sengsara," batin Sinta, ia tidak akan tinggal diam begitu saja.
"Aku sudah berjanji, akan merebut apa yang Alda miliki," batinnya lagi.
"Sinta maaf, mulai sekarang kamu saya pecat. Kamu bisa keluar sekarang juga," ucap Faris dengan berat hati.
"Baik, jika memang itu keputusannya, permisi." Sinta melirik Riyanti, dengan tatapan sinis. Setelah itu Sinta beranjak keluar dari ruangan tersebut.
Suasana hening, Faris masih belum percaya jika Sinta bisa berbuat hal buruk itu. Rasanya sulit untuk dipercaya, tetapi ibunya sudah mempunyai buktinya. Sementara itu, Riyanti sangat kecewa dengan kelakuan putranya itu.
"Mama kecewa, mana janji kamu yang katanya akan membahagiakan Alda. Tapi ini yang kamu lakukan," ungkap Riyanti.
"Ma, aku bisa jelasin ini semua. Aku sama Sinta tidak ada hubungan apa-apa, ini hanya salah paham." Faris terus membela diri.
"Kamu bilang salah paham, ini yang dinamakan salah paham. Dasi terlepas, sama kancing kemeja juga terlepas." Riyanti menunjuk dasi serta kancing kemeja milik putranya yang sudah terlepas.
"Ma aku .... "
"Sudah, sudah, mama tidak ingin mendengar alasan kamu lagi. Masih untung mama yang masuk, dan ingat pesan mama. Kalau kamu sampai ketahuan berhubungan lagi dengan perempuan itu. Mama tidak segan-segan untuk memisahkan kamu dengan Alda, wanita baik seperti Alda tidak pantas mendapat lelaki seperti kamu." Riyanti memotong ucapan putranya itu, lalu beranjak keluar dari ruangan.
Bingung, itu yang Faris rasakan. Di sisi lain, ia masih memiliki rasa untuk Sinta. Tapi hati kecilnya sangat takut kehilangan Alda. Wanita yang menemaninya mulai dari nol.
***
Jam menunjukkan pukul satu siang, sedari tadi ponsel Faris terus berdering. Bukan Alda atau ibunya yang menghubungi, melainkan Sinta, entah apa yang wanita itu inginkan. Setelah pekerjaan di kantor beres, Faris buru-buru ke rumah Sinta. Akan sangat berbahaya jika terus dibiarkan.
"Alda maafkan aku, aku tidak berniat untuk ... arrght aku tidak mau kehilangan kamu, Alda." Faris melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
Tidak butuh waktu lama, mobil Faris berhenti di pelataran rumah Sinta. Setelah itu, Faris bergegas keluar lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Setibanya di dalam, terlihat Sinta telah menunggunya.
"Sinta ada apa?" tanya Faris seraya berjalan menghampiri Sinta.
"Aku ingin pengakuan kamu di depan keluargamu kalau aku juga istri kamu," ungkap Sinta, sontak Faris terkejut mendengar permintaan istri mudanya itu.
"Sinta kamu jangan sembarangan deh, kamu tahu kan. Kita hanya menikah siri, jadi kamu harus tahu batasan," sahut Faris. Tidak mungkin ia berkata jujur pada kelurganya jika dirinya menikah tanpa persetujuan mereka. Sama saja Faris cari mati.
"Ok, tapi malam ini kamu tidur di sini. Tidak ada penolakan, kalau kamu menolak. Aku akan datang ke rumah kamu, Mas. Dan aku akan mengatakan jika kita telah menikah," ancamnya. Seketika Faris mati kutu, menolak serta menerima sama-sama bingung.
Faris menjatuhkan bobotnya di sofa, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Ok, malam ini aku tidur di sini. Sekarang tolong buatkan aku kopi."
Sinta tersenyum. "Baik, Mas."
Faris memijit pelipisnya yang terasa amat pusing, ia bingung harus beralasan apa lagi. Tiba-tiba bel rumah berbunyi, Faris menghela napas lalu bangkit lalu melangkah menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.
Setelah pintu terbuka, tidak terdapat siapa-siapa, hanya ada sebuah kotak yang berukuran sedang tergeletak di lantai. Dengan rasa penasaran Faris mengambil kotak tersebut, peria berkemeja navy itu memeriksa kotak itu.
"Tidak ada nama pengirimnya, tapi di sini ditujukan untuk aku." Faris semakin merasa penasaran.
"Kira-kira isinya apa ya," gumamnya. Faris melangkah masuk ke dalam sembari membawa kotak tersebut.
Setibanya di dalam, Faris membuka kotak itu, jujur jantung Faris berdetak kencang, terlebih saat kotak sudah terbuka. Faris menyipitkan mata saat melihat ada banyak foto serta satu majalah dewasa. Karena penasaran, ia mengambil foto serta majalah tersebut.
"Apa?! Sinta, Sinta!" Faris berteriak memanggil nama istrinya itu.
"Ada apa, Mas." Sinta berjalan menghampiri suaminya yang berada di ruang tamu.
"Ini apa maksudnya." Faris melempar foto serta majalah tepat di hadapan Sinta. Seketika Sinta menyipitkan matanya, lalu mengambil foto serta majalah yang Faris lempar. Detik itu juga mata Sinta melotot setelah melihatnya.
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik
Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya."Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta."Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang."Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang."Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah mema
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak