Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya.
"Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta.
"Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.
Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang.
"Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang.
"Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.
Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah memarkirkan mobilnya. Sinta bergegas turun, lalu masuk ke dalam. Setibanya di dalam Sinta terkejut saat melihat Rian sudah duduk di sofa ruang tengah. Seperti hantu yang tiba-tiba datang lalu pergi begitu saja.
"Kamu, untuk apa lagi datang ke sini?" tanya Sinta.
"Aku kangen sama kamu, itu sebabnya aku ke sini," jawab Rian.
Sinta berdecih. "Lebih baik sekarang kamu pulang, aku malas untuk meladeni kamu."
Rian tersenyum lalu mendekati Sinta. "Kamu sekarang tambah cantik saja, aku semakin gemas melihatmu."
"Rayuanmu tidak lagi mempan, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini." Sinta mengusir Rian untuk pergi dari rumahnya.
"Kalau aku tidak mau pergi bagaimana, hem." Rian semakin mendekat.
Sinta hendak mengangkat tangannya, tetapi dengan cepat Rian menahannya. "Ststs, jangan kasar seperti itu. Lebih baik sekarang kita lakukan .... "
"Aku tidak mau." Sinta memotong ucapan Rian.
"Yakin kamu tidak mau, ikut aku sekarang." Rian menarik tangan Sinta menuju lantai atas.
"Rian, lepas. Kamu mau ngapain, hah." Sinta berusaha memberontak, tetapi tenaga Rian jauh lebih kuat.
Di lain tempat, saat ini Alda serta Riyanti berada di butik, kedua wanita itu sedang mencari baju. Namun, pikiran Alda tidak bisa tenang, wanita berjilbab itu terus kepikiran tentang perselingkuhan antara Faris serta Sinta.
"Mama belum tahu tentang pernikahan mereka," batin Alda. Orangnya ada di butik, tetapi otaknya entah ke mana.
"Sayang kamu kenapa?" tanya Riyanti dengan raut wajah khawatir.
"Enggak apa-apa kok, Ma. Aku hanya .... " Alda menghentikan ucapannya, saat merasakan ada cairan yang mengalir dari hidungnya.
"Sayang kamu kenapa, hidung kamu." Riyanti nampak panik saat melihat hidung menantunya mengeluarkan darah.
"Aku nggak apa-apa kok, Ma." Alda berlari menuju toilet seraya menutup hidungnya dengan telapak tangannya.
Riyanti yang merasa khawatir, ikut barlari mengikuti menantunya itu. Riyanti berharap semoga Alda baik-baik saja.
***
Pukul sembilan malam Faris baru saja sampai di rumah, pria berkemeja putih itu melangkah kakinya menuju ruang tengah. Saat hendak naik ke lantai atas tiba-tiba suara Riyanti menghentikannya. Seketika Faris menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Ma?" tanya Faris, lalu berjalan menghampiri ibunya.
"Lihat ini." Riyanti menyerahkan surat kehamilan milik Sinta, yang mungkin dengan sengaja ditinggal.
"Apa ini, Ma." Faris menerima kertas tersebut, lalu langsung membacanya.
"Apa benar kamu sudah menghamilinya?" tanya Riyanti dengan tatapan mata tajam.
Seketika Faris terdiam, mereka memang sering melakukan hubungan suami istri. Namun, selama ini Sinta tidak menunjukkan tanda-tanda jika sedang hamil. Faris nampak bingung harus menjawab apa.
"Kenapa diam? Ayo jawab." Suara Riyanti mampu membuyarkan lamunan Faris.
"Ma, aku nggak tahu." Faris menggelengkan kepalanya.
Riyanti memperhatikan wajah putranya yang nampak gelisah. "Kamu tidak bohong, mama bisa lihat dari raut wajahmu itu sangat gelisah."
"Aku capek, Ma. Kita bicarakan masalah ini besok saja." Setelah mengatakan itu Faris memutuskan untuk naik ke lantai atas.
Riyanti terus menatap punggung putranya yang kini menghilang dari pandangannya. Setelah itu Riyanti memutuskan untuk duduk di sofa. Sementara itu, di kamar Faris langsung melepas jasnya dan menaruhnya di sofa. Ia melihat jika istrinya sudah tertidur.
"Tumben jam segini sudah tidur," gumamnya. Faris berjalan mendekati sang istri dan duduk di tepi ranjang. Ia memperhatikan wajah Alda yang sedikit pucat.
"Sayang, maafkan aku." Faris mengusap wajah istrinya dengan lembut. Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dua puluh menit kemudian, Faris sudah selesai mandi dan berpakaian. Rasa letih dan kantuk membuat pria berkaos putih itu memutuskan untuk istirahat dan tidur. Faris merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri.
Malam kini telah berganti pagi, seperti biasa setelah shalat subuh Alda memilih untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Meski sejujurnya tubuhnya terasa sangat lelah, tetapi ia berusaha untuk tetap terlihat sehat.
Tepat pukul tujuh mereka sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Baru saja akan dimulai, tiba-tiba bi Ningsih datang dan mengatakan jika ada tamu. Riyanti mengernyitkan keningnya, lalu memilih bangkit dan beranjak menuju ruang tamu.
"Tamu siapa pagi-pagi seperti ini," gumam Alda. Sementara itu, Faris memilih untuk menyantap sarapannya.
Selang beberapa menit, Riyanti kembali dengan seorang wanita yang tak lain adalah Sinta. Faris nampak terkejut saat melihat istri mudanya datang. Berbagai pertanyaan melintas di benaknya. Sementara itu, Alda tetap bersikap tenang, justru Alda senang melihat Sinta datang. Karena ia ingin segera mengakhiri semua itu.
"Mas kamu harus tanggung jawab." Sinta meletakkan alat tes kehamilan serta surat kehamilan tepat di hadapan Faris.
Sontak Faris terkejut. "Maksud kamu apa, aku nggak ngerti."
"Jangan pura-pura bod*h kamu, Mas. Aku hamil anak kamu," ujar Sinta yang terlihat emosi.
Faris bangkit dari duduknya. "Sinta kamu jangan bercanda, ini nggak lucu."
"Aku serius, Mas. Pokoknya kamu harus tanggung jawab!" tegasnya.
"Ceraikan aku dan nikahi dia," ucap Alda. Sontak Faris menoleh istrinya yang sedari tadi diam.
"Mama setuju, lepaskan Alda. Biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri. Kamu tidak pantas mendapatkan wanita sebaik Alda." Riyanti menimpali, dan hal itu membuat Faris semakin terkejut.
Faris menggelengkan kepalanya. "Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Alda."
"Jangan egois kamu, Mas. Udah ceraikan saja wanita tidak berguna itu. Lagi pula keinginan kamu untuk memiliki anak akan segera terwujud. Ceraikan Alda dan usir dia dari sini," ungkap Sinta. Seketika Faris menoleh.
"Jika aku dan, Mas Faris bercerai bukan aku yang keluar dari rumah ini. Tapi kalian berdua, karena rumah ini milikku," ujar Alda. Seketika Sinta menggelengkan kepalanya, ia tidak percaya dengan apa yang Alda katakan.
"Mas ini rumah kamu kan, kamu yang beli." Sinta mengguncang lengan kekar Faris.
"Yang dikatakan Alda memang benar, memang aku yang membeli rumah ini, tapi sertifikat rumah dan tanah atas nama Alda. Bahkan mobil yang ada di garasi, serta perusahaan yang aku kelola juga atas nama Alda." Faris menjelaskan.
Sinta menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka kalau rumah yang mereka tempati adalah milik Alda. Sinta pikir semua kekayaan yang Faris miliki adalah atas nama dirinya, tapi kenyataannya tidak, semuanya atas nama Alda.
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal
Sinta hendak merebut ponsel itu, tetapi dengan cepat Alda memasukannya ke dalam tas. Sinta tidak menyangka kalau Alda menyimpan video itu, yang menjadi pertanyaannya. Dari mana Alda mendapatkannya."Dari mana kamu dapat video itu?" tanya Sinta."Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu. Yang jelas, video ini bisa jadi bukti kalau kamu bukan wanita baik seperti yang .... ""Hapus video itu." Sinta memotong ucapan Alda.Alda tersenyum. "Tidak akan pernah, dengan video ini aku bisa membuktikan siapa kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Alda memilih untuk pergi, niatnya ke toilet gagal gara-gara Sinta. Sementara itu, Sinta mengerang frustasi, ia benar-benar bingung. Dari mana Alda mendapatkan video dirinya bersama dengan seorang pria saat berada di hotel."Ini tidak bisa dibiarkan, kalau sampai mas Faris tahu bisa bahaya," gumamnya. Sinta bingung harus berbuat apa, sedangkan akhir-akhir ini Faris lebih memilih be
Suasana mendadak hening, Faris tidak menyangka jika Alda telah mengetahui semuanya. Begitu juga dengan Sinta, rahasia yang selama ini mereka tutup rapat telah terbongkar. Faris mengusap wajahnya dengan gusar, masalah baru kembali muncul."Sayang aku bisa jelasin ini semua, aku minta maaf, tolong beri kesempatan." Faris menjatuhkan diri di hadapan sang istri. Bahkan pria berkemeja putih itu memeluk kaki Alda untuk meminta maaf.Alda menghembuskan napas, merasakan sesak di dadanya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan, tapi semua itu sudah atas kehendak-Nya. Janji yang pernah Faris ucapkan dulu kini sudah tidak ada artinya lagi."Aku sudah memaafkan kesalahan kamu, Mas. Tolong bangun jangan seperti ini," ujar Alda. Seketika Faris mendongak dan menatap wajah cantik Alda."Walaupun kamu sudah meminta maaf, tapi tidak akan mengembalikan semuanya, Faris. Mana janji kamu dulu untuk membahagiakan Alda, justru sebaliknya yang kamu
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak