PLAK!Memejamkan mata erat, ia berusaha mengabaikan sensasi nyeri yang merambat cepat di sekitar pipi kanannya. Tamparan yang dilayangkan untuknya begitu kuat sampai membuatnya menoleh ke samping.Kini mata Bella perlahan menatap sosok perempuan yang tengah mengenakan rok putih setengah paha dipadu padakan dengan blus berwarna merah muda di depannya. Wajah perempuan itu nampak merah padam, menahan emosi yang sudah membakar habis dirinya."BERANI-BERANINYA KAU MEMANIPULASI KEADAAN DAN MEMFITNAHKU?!" Dada Laura nampak naik-turun tak beraturan. Hal tersebut membuat Bella berdecih dalam hati. Apa-apaan?!Bukankah kalimat itu malah lebih mencerminkan apa yang sedang dilakukan oleh perempuan itu saat ini?"Apa kau lupa jika kau sendirilah yang malah memilih untuk memisahkan diri denganku di mall tadi hingga membuatku kelimpungan mencari keberadaan dirimu?!" Laura memainkan aktingnya semakin jauh, seolah-olah tak membiarkan Laura mendapatkan celah sedikitpun untuk membela diri."Apa yang ka
"Bijaklah menggunakannya. Kontakku sudah tersimpan di sana."Bella menatap Manu dengan pandangan meminta penjelasan atas apa maksud dari semua ini. Bella tentu dibuat merasa bingung mengapa Manu tiba-tiba meletakkan sebuah benda pipih canggih yang sudah lama tak pernah Bella genggam."Tunggu!" Melihat Manu tak berniat untuk memberikan respon apapun lagi dan malah membalikan badannya, Bella segera menghadang jalan pria itu. Ia tentu tak akan lantas membiarkan Manu pergi begitu saja. "Kenapa kau memberikan benda ini kepadaku? Ponsel siapa ini? Kau memberikannya untukku? Tapi kenapa? Aku tidak pernah memintanya bukan?" tanya Bella beruntun sembari mengangkat ponsel yang ada di tangannya tepat di samping kepala. Manu nampak sedikit berdecih, membuat Bella terpengarah dalam hitungan detik. Kenapa pria itu begitu susah untuk dipahami? Tadi saja dia begitu menyebalkan dengan terus menghadang jalannya, tapi sekarang ia sudah kembali ke sifat dinginnya yang lebih menyebalkan."Kenapa kau
"Ahh, kau bangun lebih pagi untuk bisa mengambil sesuatu di dapur secara diam-diam?"Bella tersentak kaget, langkah kakinya yang hampir memasuki area dapur dibuat terhenti dalam sekejap. Sebelum ia sempat membalikan badannya, sosok Laura sudah berdiri di depannya. Memandangi Bella dengan ekspresi angkuh dibalik senyum tipisnya.Bella menghembuskan nafas panjang. Ia yakin jika hal ini pasti akan terjadi sebelumnya, dan sudah pasti tak terelakkan lagi. Namun, penyesalan telah mengambil keputusan untuk pergi ke dapur di jam-jam subuh seperti ini tetap menyelimutinya. Padahal, ia sendiri tadi yang membiarkan langkah kakinya menuju ke dapur setelah merasa tidak bisa berkompromi lagi dengan perutnya."Aku kira kau tidak akan berani untuk menampakan wajahmu di depanku lagi, tapi ternyata aku salah." Laura berdecih sinis, menatap Bella lekat tanpa berkedip sedikitpun."Kau memanglah perempuan tidak tahu malu, yang bisa-bisanya bersikap biasa saja setelah hampir membuatku berada dalam masalah."
Dengan nafas yang terdengar keluar tak beraturan dari bibirnya, ia perlahan menatap jam dinding selama beberapa saat.[19.00]Bella lantas menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, tubuhnya terasa begitu lelah membersihkan mansion sebesar itu seorang diri.Ya, membersihkan mansion. Laura sepertinya memang begitu ingin menjadikan hidup Laura bagaikan di neraka. Perempuan itu mengatakan jika asisten rumah tangga sebelumnya telah ia pecat, sementara semua pekerjaan mereka akan dialihkan pada Bella."Hitung-hitung agar kau ada gunanya di sini. Aku hanya merasa tidak terima saja jika kau bisa berleha-leha seperti seorang boss setelah menghabiskan uang suamiku begitu saja."Kalimat itulah yang Laura katakan padanya siang ini. Ingin membantah? Sudahlah, Bella memilih untuk mengikuti kemauan perempuan itu saja. Ia benar-benar sudah lelah berhadapan dengan Laura. Lagipula Bella menganggap mengambil alih pekerjaan asisten rumah tangga yang lama sebagai bentuk terima kasih Bella pada Manu. Jadi,
Manu baru saja selesai meletakkan piring yang telah ia cuci tadi. Langkahnya yang hampir saja meninggalkan area meja makan dibuat terdiam untuk sesaat setelah mendapati sosok perempuan yang baru saja berniat menaiki tangga.Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir perempuan tersebut, tapi wajahnya yang terlihat begitu berseri-seri memperlihatkan bagaimana suasana hatinya saat ini."Bella."Langkah riang Bella yang baru saja menaiki satu anak tangga terhenti. Ia perlahan menoleh ke belakang, hampir dibuat menjatuhkan tas plastik di genggamnya setelah mendapati Manu ternyata berdiri tak jauh darinya dengan tatapan datar khasnya."Kenapa?" tanya Bella, tapi tak beranjak sedikit dari posisinya. "Apa kau memerlukan sesuatu?"Manu tak kunjung menjawab, tapi seakan peka dengan maksud Manu, Bella kembali menurun tentang anak tangga dan segera menghampiri Manu.Kelakuan pria itu terkadang memang begitu menyebalkan. Dia kira Bella cenayang yang bisa membaca isi pikirannya apa?! "Dimana kau
"Apa kau memakan sesuatu di sini tadi?"Langkah Manu yang baru saja masuk ke dalam kamarnya terhenti. Laura menutup hidungnya saat aroma makanan menyeruak begitu saja tanpa permisi. Perempuan yang tadinya berjalan membuntuti Manu perlahan melangkahkan kaki cepat hingga posisinya berada di depan Manu."Heum." Manu tak mengelak sedikitpun, seakan tidak ada yang ia takutkan sedikitpun meski jelas-jelas nada suara Laura terdengar begitu tidak nyaman. Hal tersebut sukses membuat Laura menatapnya kesal. Laura hendak bersuara, tapi Manu telah terlebih dahulu memotongnya. "Sorry."Laura melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap Manu penuh selidik. "Untuk apa kau meminta maaf?" pancing Laura."Tanpa kuberi tahupun kau sudah mengetahuinya, Laura." Yang Manu maksud adalah aroma kamar mereka, tapi Laura malah berpikir ke arah lain."Ouh, kau minta maaf karena sudah makan bersama dengan mantan adik kelasmu itu di sini?""Jangan membuat dirimu sakit oleh pradugamu sendiri, Sayang." Tak
"Aku ada di sini, siapa yang kau cari sampai seperti itu suamiku?"Laura membuka suara dengan nada menyindir, sadar bahwa Manu pasti sedang mencari keberadaan Bella. Benar-benar menyebalkan! Ingin sekali rasanya Laura kembali membuat perhitungan dengan perempuan itu. "Kau melihat ponselku, Sayang?" Diluar dugaan, Manu ternyata tidak sedang mencari keberadaan Bella. Akibatnya Laura membeku, hampir saja menjatuhkan piring dalam genggamannya ke lantai. Perempuan itu kemudian tersenyum manis saat Manu perlahan mulai menatapnya meminta jawaban, mungkin sadar jika Laura yang kemungkinan membawa ponselnya setelah mendapati reaksi berlebihan suaminya itu. "Bukankah aku sudah mengembalikannya kemarin malam? Kenapa bertanya padaku lagi?" Dengan raut wajah datar khasnya, Manu berusaha mengingat kapan Laura mengembalikan benda pipih miliknya itu kemarin malam. Seingatnya, setelah 'pengisian energi' yang mereka lakukan kemarin malam, Manu tak sempat menanyakan keberadaan ponselnya lagi. "E
"CEPAT KEMARI, BELLA!""BELLA!"Cukup lama Laura lama menunggu, tapi Bella tak juga kunjung datang. Ia meletakkan bungkus makanan ringan di atas meja kemudian Laura bangun dari duduk santainya di sofa. Kedua tangannya berkacak pinggang dengan mata mengedar ke sekitar mencari keberadaan Bella. "Ck! Dia pura-pura tuli atau bagaimana?!"Tepat saat ia bergumam kesal demikian, suara teriakan Bella terdengar dari arah lantai dua Mansion. Tak lama kemudian Bella terlihat menuruni tangga dengan gtergesa-gesa."Tunggu sebentar!"Laura menatap penampilan Bella yang terlihat begitu menjijikan, mata Laura terus menyusuri setiap inchi tubuh perempuan yang pakaiannya sedikit lusuh. Bagaimana tidak lusuh jika seharian Bella harus membersihkan Mansion sebesar itu seorang diri? Bukannya tak punya hati, tapi memang inilah tujuan utama Laura melemparkan semua tanggung jawab kebersihan Mansion pada Bella."Kenapa?" tanya Bella dengan napas sedikit terengah-engah, terlihat sekali jika Bella berusaha sece
“Kak Manu!”Manu menghentikan langkahnya kala mendengar suara panggilan Bella.“Aku ingin bicara denganmu.”Cukup lama Manu terdiam di posisinya sebelum akhirnya dibuat lantas membalikkan badan setelah mendengar permintaan Bella.“Aku tidak ingin tinggal di sini lagi.”Satu alis Manu terangkat, ia menatap sosok perempuan yang tengah berdiri di ujung anak tangga lantai dua itu dengan pandangan yang sulit diartikan.“Kenapa tiba-tiba?”Bella tidak menjawab. Perempuan itu bahkan terlihat begitu enggan menatap Manu membuat pria itu semakin bertambah bingung.Hampir semingguan ini, Bella seperti berusaha tidak terlihat di depan matanya.Meskipun memang tidak pernah mengobrol ataupun sekadar bertegur sapa, sifat Bella akhir-akhir ini cukup lebih pendiam.Dan sekarang, perempuan itu tiba-tiba meminta pindah? Manu tentu dibuat curiga dengan perubahan sikap Bella yang kian membingungkan.“Apa maksud semua ini?”Langkah Manu terhenti tepat di depan Bella, tapi perempuan itu tak juga kunjung men
Suara tawa iblis terdengar keluar dari bibirnya. Kala cengkeraman di tangannya mengendur, suara itu pun perlahan ikut pudar. Tatapan penuh akan kebencian tersirat jelas di mata seseorang yang tengah menatap tajam Bella. “Dasar wanita murahan! Berani-beraninya kau menggoda suamiku di saat aku tidak berada di sini?!” Laura kemudian melempar asal syal berwarna putih di tangannya dan beralih untuk menarik lengan Bella untuk segera bangun dari posisi berbaringnya. PLAK! Dan sebelum tubuh Bella benar-benar berdiri tegak di hadapan Laura, istri sah Manu itu telah terlebih dahulu melayangkan tamparan yang begitu kuat di pipi Bella. Tubuh Bella yang belum seimbang, ditambah gerakan tiba-tiba yang dilakukan Laura, hal itu membuat tubuh Bella ambruk dan terduduk di pinggir ranjang. “Kau benar-benar penggoda ulung, Bella!” Bella memejamkan mata erat, tangan yang memegangi bekas tamparan Laura bahkan ikut terasa sedikit kebas, merasakan betapa panas pipinya sekarang ini. “Kenapa?!” Laura
“E-eh!” Tubuhnya menegang hebat kala merasakan sensasi geli serta dingin yang tiba-tiba merambat ke pinggangnya yang masih ditutupi oleh kain pakaian itu. “Apa yang sedang kau pikirkan, heum?” Setelah suara berat itu terdengar di telinganya, napas hangat serasa menerpa kulit lehernya, diikuti dengan lesakkan anak rambut yang juga meninggalkan sensasi geli di sana. Selimut yang tadinya dicengkeram erat oleh tangannya pun perlahan terlepas dari genggamannya akibat terkejut oleh semua pergerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Manu. Noda merah yang sempat dilihat matanya itu pun kembali ditutupi oleh selimut tersebut. “Hey, kenapa diam saja?” Manu menarik kepalanya menjauh dari ceruk leher Laura kala menyadari perempuan itu malah mematung, tidak mengeluarkan reaksi apapun. “Maaf ….” Suara lirih Manu berhasil menarik Laura kembali dari lamunannya yang berkepanjangan. Kata itu entah mengapa membuat dadanya sesak, bahkan tangannya kini bergetar hebat, ingin sekali rasanya menampar Manu
“Kau kemana saja?”Laura tak menyahut saat netra miliknya benar-benar mendapati sosok Manu di depannya. Kegelisahan semakin menghantamnya habis-habisan. Kakinya memang sudah tak bergerak mundur lagi, tapi semua itu tergantikan oleh badannya yang sedikit bergetar hebat.“Eum … aku, aku baru saja–”“Hey, ada apa, Sayang?” Manu bergerak mendekati Laura yang terlihat aneh di matanya, mengabaikan rasa kantuk dan penat di tubuhnya. “Kenapa kau bergerak mundur menjauhiku? Apa wajahku sebegitu menakutkan?”Tubuh Laura menegang hebat tatkala Manu tiba-tiba menarik pinggangnya, merengkuh hangat tubuhnya yang masih sedikit bergetar.Kenapa … Manu bersikap seakan biasa-biasa saja padanya? Apa pria itu tidak menyadari kepulangannya yang jauh dari kata terlambat ini?Manu itu manusia dingin, tapi begitu posesive pada pasangannya. Pria itu bahkan sempat mendiami Laura selama sehari karena perempuan itu menginap di Rumah teman arisannya tanpa memberi tahunya dulu hingga membuat pria itu kelimpungan
Laura bangun dengan wajah terkejut. Ia lantas mengamati jam dinding yang berada di ruangan bernuansa hitam tersebut, sebelum akhirnya meloncat turun dari ranjang.“Sial! Bagaimana mungkin aku malah ketiduran?!” pekiknya kuat kemudian mengambil blazer berwarna hitam yang tergeletak di atas lantai. Laura menggerutu, menyesali menerima permintaan untuk menemani minum pria yang kini masih terlelap itu kemarin malam.Saat kakinya hampir melangkah menjauh dari ranjang, tangannya tiba-tiba dicekal.“Kemana, hmm? Kau belum boleh pergi!”Suara berat menyapa indera pendengarannya, tapi Laura memilih untuk menghempaskan tangan kekar milik pria yang masih setengah terpejam di atas ranjang tersebut.Persetan dengan pria itu, ia harus segera pulang ke Mansion sebelum dunianya benar-benar hancur dan tak bisa diselamatkan lagi. Laura sedikit bersyukur karena jalanan pada dini hari tersebut lumayan sepi, membuatnya bisa mengebut dengan kecepatan di atas rata-rata.Ketukan sepatunya yang terdengar cep
Bella mendorong tubuh Manu menjauh, tubuh perempuan itu bergetar hebat dengan tangan mencengkeram erat handuk yang ia kenakan. Sial, ucapan Manu berhasil membuat jantung Bella rasanya hampir copot saja.“Kenapa, hmm?”Alis Manu terangkat sebelah, tapi sesaat kemudian ia memejamkan mata sebelum akhirnya tertawa kecil. Bella terpaku, seumur-umur ini memang bukan kali pertamanya ia melihat Manu tertawa sehingga ia dibuat terdiam.Namun, dengan keadaan seperti ini, bulu kuduk Bella meremang. Tawa itu terdengar seperti Manu yang ada di depannya adalah sosok Manu yang tak pernah ia lihat versinya.“Tidak ada, permisi.”Bella memutuskan kontak mata diantara mereka dengan cepat. Ia menunduk, kemudian melangkahkan kakinya untuk melewati Manu. Persetan dengan dirinya yang hendak menjelaskan alasan yang membuatnya berada di kamar pasangan suami istri itu. Sepertinya lebih baik ia segera pergi dari sana, ia akan menjelaskannya besok pagi jika Manu sudah kembali ke versi biasanya. Bella merasa le
“Makan!”“Makan atau kami akan merobek mulutmu?!”“Kau dengar apa yang kami katakan?”“IBUUU!!”“AKHH!”Bella lantas bangun dari tidurnya dengan peluh yang mengucur deras di pelipisnya. Nafas perempuan itu terengah-engah, Seakan-akan ia sempat melupakan bagaimana caranya bernapas usai bangun dari mimpinya itu.“Hah … mimpi itu lagi. Kenapa aku kembali diganggu oleh mimpi itu lagi?” Bella mencoba untuk mengatur nafasnya lagi. Suatu ingatan kembali berputar di kepalanya, tapi berusaha ia abaikan begitu saja. Bella harus bisa dengan segera melupakan mimpi tersebut jika dirinya memang ingin keluar dari trauma dan ketakutan yang menghangtuinya sampai detik ini. Bella lantas melompat turun dari ranjang. Laura pasti akan menghabisinya jika sampai perempuan itu tahu Bella hampir menghabiskan semua sisa waktunya hanya untuk tidur. Namun, saat teringat bahwa semua pekerjaannya sudah selesai, Bella lantas kembali mendudukan tubuhnya di sisi ranjang.Bella memegangi kepalanya yang mulai tera
Manu mengumpat kesal, berusaha bangun tapi pergerakannya telah terlebih dahulu terasa ditahan kuat hingga membuat tubuhnya kembali terjatuh. Manu seakan kehilangan kontrol pada tubuhnya sendiri, tubuhnya lemas, jangan lupakan sensasi aneh serta sakit di kepalanya yang kian menguat. Perempuan itu kini sudah berada tepat di atas tubuhnya.“Sshhh!” Manu menggeliat frustasi sementara perempuan itu tersenyum penuh kemenangan.Jari-jemari lentik tersebut bergerak menyusuri pahatan wajah yang menjadi objek pujiannya tadi. Wajah Manu yang kini terlihat memerah menahan sensasi aneh di tubuhnya benar-benar membuat perempuan tersebut merasa seperti baru saja memenangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.“Kau menyukainya, Tuan?”Manu berusaha menahan gerakan jari nakal itu, tapi Manu malah perlahan menikmati gerakan jari jemari lentik tersebut, bahkan menginginkannya lebih dari itu. Kepalanya terasa ingin pecah menahan gejolak yang entah datang dari mana meronta-ronta dalam dirinya.Peremp
“Baiklah. Saya akan merasa begitu terhormat jika anda mau bekerja sama dengan perusahaan saya, Tuan Manu.”Manu hanya mengangguk sekilas, sementara lawan bicaranya barusan telah memilih pergi dari hadapannya. Wajahnya yang memang terus datar kini perlahan mulai menampilkan ekspresi tidak nyaman. Ia edarkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan dari tuan pemilik pesta tersebut.“Malam, Tuan. Apa kau tengah mencariku?”Manu menoleh ke sumber suara, wajahnya tak menampilkan ekspresi yang begitu ketara, tapi sorot matanya terlihat jelas tidak menyukai pertemuannya dengan pria di depannya itu meskipun pesta itu memang digelar untuk pria tersebut. Mungkin hal itulah yang membuat Manu merasa tidak nyaman berdiam diri terlalu lama di sana.“Kukira kau tidak akan sudi datang ke pesta yang diadakan malam ini oleh keluargaku,” ujar Bian meskipun ia tahu satu-satunya alasan manu Datang sudah pasti karena Engky, CEO yang menjabat di Bimasra’s Company sebelumnya.“Kau tak ingin mengucapkan