RAHASIA TIGA HATI - Di Rumah Sakit"Siapa yang sakit?" tanya Ferry."Agatha, Mas. Katanya sudah dua minggu ini dirawat di rumah sakit.""Sakit apa dia?""Asistennya memutuskan panggilan saat kutanya. Seingatku Agatha tidak punya riwayat sakit serius sejak masih sekolah dulu.""Tapi kenapa sampai dua minggu dirawat di rumah sakit.""Entahlah." Bre bangkit dari duduknya dan mengambil jas di standing hanger yang ada dipojokkan. "Kita pulang sekarang, tapi Mas Ferry pulang duluan saja. Tante Ita sudah di rumah sekarang. Aku masih ada meeting dengan Pak Robert dan Alan."Ferry berdiri. Mereka melangkah keluar ruangan. Para staf juga sedang berkemas-kemas. "Kamu nggak ingin cari tahu Gatha sakit apa?" tanya Ferry sebelum masuk ke mobilnya. "Bagaimanapun dia sudah berjasa pada kita, Bre.""Nanti kuhubungi lagi nomernya, setelah aku selesai ketemuan dengan mereka.""Hati-hati."Dua kakak beradik meninggalkan halaman kantor. Bre yang ada di depan langsung ke mengambil arah ke kantor Pak Robe
"Mama, harus dirawat malam ini," ujar Bre pelan sambil menggenggam tangan Bu Rika."Pulang saja, Bre. Mama nggak apa-apa.""Mama, harus mendapatkan perawatan sampai lebih baik. Mama, kan nggak mau konsultasi lagi dengan dokter Pasha."Seharusnya tiga hari yang lalu jadwal Bu Rika konsultasi dengan dokter Pasha. Namun setelah mengetahui kalau dokter itu hendak menikahi Kenny, Bu Rika menolak diajak kontrol ke sana."Mungkin lusa Mama sudah bisa pulang. Sekarang Mama berobat dulu di sini," tambah Ferry.Setelah dua putranya membujuk, Bu Rika pun mengangguk pelan. Bre bangkit untuk mengurus kamar perawatan, sedangkan Ferry menemani mamanya.Setengah jam kemudian mereka sudah pindah ke paviliun yang dipesan Bre. Biar mamanya merasa nyaman untuk beristirahat. Lima menit kemudian Pak Ringgo dan istrinya juga datang."Kalian kalau mau mandi, pulang dulu nggak apa-apa. Mumpung ada om-mu sama tante di sini." Bu Ita bicara pada Ferry dan Bre."Baiklah, kami pulang dulu, Tan. Habis mandi kami ke
Seharian itu Ferry menjaga sang mama di rumah sakit bersama Bu Ita. Sedangkan Bre mesti ke kantor untuk menemui Adi juga Pak Robert, karena tadi malam tidak bisa ikut meeting. ART mereka juga pulang dan akan kembali sore nanti."Te, aku belikan makan dulu, ya. Tante, mau makan apa?""Belikan lontong balap saja, Fer. Tante udah lama nggak makan lontong balap.""Oke. Mama, mau juga?" Ferry memandang sang mama.Bu Rika menggeleng."Mama, mau apa biar kubelikan.""Nggak usah," jawab Bu Rika pelan.Pintu paviliun diketuk saat Ferry baru saja berdiri. Laki-laki itu membuka pintu dan ia terkejut, ada Kenny dan dua anak mereka berdiri di depan pintu. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Ayo, masuk!"Leo dan Lena mencium tangan papanya kemudian masuk mengikuti sang mama."Tahu mama opname dari mana?" tanya Ferry yang urung pergi."Aku telepon Bre tadi, Mas," jawab Kenny. Padahal lebih dulu dikabari oleh dokter Pasha baru Kenny menelepon Bre. Sebab tadi pagi dokter Pasha menengok Bu Rika. Han
RAHASIA TIGA HATI - Menyadari Kesalahan "Kabar ini dari mana, Pak Adi?" tanya Bre setelah Adi memberikan informasi tentang keluarga Pak Wawan. Pagi itu mereka memang sedang meeting di kantor Pak Robert."Alan yang ngasih tahu saya kemarin. Urusan mereka sudah sampai ke ranah hukum dan sedang dilakukan penyelidikan sekarang ini. Untuk detailnya permasalahan itu kami tidak tahu. Yang jelas Pak Wawan dan Pak Ryan sedang bersengketa sekarang." Adi menjelaskan. Pak Robert dan Ella mendengarkan perbicangan itu. "Kenapa tidak ada kabar di media?" Bre penasaran. Biasanya apapun yang terjadi tentang mereka, selalu menjadi santapan empuk media. "Bisa jadi mereka membungkamnya. Atau karena sidang belum digelar, jadi wartawan belum tahu," jawab Adi.Kabar yang tentunya mengagetkan bagi Bre. Padahal selama ini yang ia tahu, dua bersaudara itu cukup kompak. Tidak mengira sekarang bersengketa hingga ke pengadilan. Lantas bagaimana dengan Agatha? Dia sakit kan sekarang ini?"Semoga projek kita b
Biasa kalau terlambat datang bulan, ia minum pil atau jamu langsung tamu bulanannya datang. Tapi anak ini sungguh bandel. Tiap pagi dibawa jogging, kadang sit up, terus badminton sepulang dari kantor bersama teman-temannya, nyatanya janin itu tetap kuat bertahan.Kemudian ia sangat berharap, anak itu benihnya Ferry. Bukankah mereka sering juga bersama? Tapi kenapa sebelum tes DNA pun sudah jelas ketahuan kalau wajah mereka tidak mirip sama sekali. Justru mirip dengan Jhoni. Pacarnya sebelum ia menjalin hubungan kembali dengan Ferry."Jika kamu ninggalin aku, akan kamu terima akhibatnya," ancam Jhoni ketika Irma minta putus karena ingin kembali pada kekasih lamanya. Tidak peduli meski Ferry masih memiliki istri. Jhoni juga mengancam akan membongkar rahasia Irma pada keluarganya jika sampai ia ditinggalkan. Rahasia tentang Irma yang sering kencan dengan relasi bisnis papanya.Jhoni tetap menemuinya di apartemen seperti biasa. Begitu juga dengan Ferry. Kemudian Ferry menjauh setelah Irma
Agatha mengangkat bahu. "Pikiran itu ada. Tapi aku nggak tahu mau ke mana. Mungkin ini hanya anganku yang sedang bingung oleh keadaan, Mbak. Terkadang ingin minggat saja, kadang juga ingin bertahan di sini. Jujur aku mulai lelah dengan segala ambisi keluarga."Kalimat terakhir Agatha itu juga dirasakan oleh Irma sekarang ini. Ketika hatinya telah menyadari akan segala dosa dan kesalahannya.Sekarang yang dipikirkan Irma adalah belajar menjadi ibu yang baik, setelah gagal menjadi ibu untuk putra sulungnya yang ikut mantan suami. Yang susah untuk ditemui karena sang mantan menutup akses komunikasi dengannya. Mereka sekarang tinggal di Belanda. Sebab istri barunya mendapatkan tawaran pekerjaan di sana dan akhirnya mereka semua pindah. Irma rindu pada putranya.Makanya sekarang berusaha fokus pada anak tanpa ayah ini. Hatinya iba karena semua keluarga menjauhi bayi perempuannya. Hanya sang mama yang masih peduli. Irma membiaskan diri terbangun disaat tengah terlelap demi mengganti popok a
RAHASIA TIGA HATI - Undangan "Maaf, Mbak Livia. Pak Alan ditunggu Pak Bre di ruang meeting." Rupanya Pras yang mengetuk pintu."Pak Adinya ke mana?" tanya Alan yang nongol di belakang Livia."Pak Adi baru saja keluar, sedangkan Pak Rosyam masih nemuin klien di lobi.""Oke. Sebentar lagi saya turun."Pras mengangguk, kemudian permisi dan pergi."Ada permasalahan lagi, Mas? Pak Wawan nggak mungkin ngrecoki lagi kan. Mereka saja sudah ribut sekarang.""Karena mereka sedang bermasalah, makanya sekarang kita mau mulai start kerja. Mas turun dulu, ya. Kamu di sini saja." Alan mengecup kening Livia. Kemudian bergegas pergi.Kamu di sini saja katanya. Supaya ia tidak berserempak mantan, begitu? Livia mengulum senyum. Cemburu yang terselubung. Namun ia kagum juga pada Alan. Masih mau membantu Bre kendati pria itu mantan suaminya. Ponsel Livia berpendar ketika baru duduk kembali di kursinya. Ada nama Kenny muncul di layar. "Assalamu'alaikum, Mbak." Livia bahagia, Kenny menelepon. "Wa'alaiku
"Bre, bicara apa pada ayah?" tanya Livia lirih."Bu Rika ingin bertemu dengan kita. Sekarang masih opname di rumah sakit. Nanti setelah sembuh mereka akan datang ke rumah.""Akhirnya sadar juga Bu Rika, Yah.""Ssttt, luka jangan dibalas luka, Livia. Kita maafkan dan hargai niat baik mereka atas segala yang pernah terjadi di antara kita. Sekarang kamu sudah mendapatkan kehidupan yang lebih mulia daripada masih bersama mereka. Ayah juga ikut menikmati apa yang kamu dapatkan dari Alan. Ayah sudah bahagia melihatmu bahagia dengan suami dan anak. Tidak memikirkan lagi hal-hal lain, tentang luka dan masa lalu."Namanya kehilangan akan tetap membekas, Livia. Apalagi kita kehilangan dua orang yang paling kita cintai. Tapi alangkah lebih baiknya kalau kita berdamai. Mungkin jika dulu mereka datang untuk meminta maaf. Belum tentu ayah bisa memaafkan. Legowo menerima takdir yang sudah kita jalani." Netra Pak Rosyam berkaca-kaca sambil berbicara.Livia juga luluh saat melihat ketulusan sang ayah.