Share

kekecewaan Terdalam

Penulis: Gyuu_Rrn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-24 18:45:42

Keesokan paginya, aku bergegas menemui Panji yang tengah berada di kamarnya. Kebetulan sekarang hari libur, jadi anakku tak pergi ke sekolah dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Tok ... tok ....

"Masuk!" sahut Panji dari dalam kamar.

Gegas aku meraih handle pintu dan menariknya secara perlahan. Sebelum masuk, aku sempat menyembulkan kepala dari belakang pintu.

"Kamu tak sibuk 'kan, Nak?"

Panji yang berbaring di atas ranjang dengan kacamata yang bertengger di hitungnya, tak luput dia pun memegang sebuah buku tebal.

"Tidak, Bu. Ada apa?"

"Boleh Ibu masuk?"

Tanpa ragu Panji pun mengangguk, bersamaan dengan itu dia bangkit dari posisi berbaring.

"Tentu saja, Bu. Masuk saja!"

Aku pun segera melangkah masuk ke kamar Panji, kemudian menutup pintunya perlahan.

Kami berdua sama-sama duduk di pinggir ranjang, di mana buku yang sempat Panji baca tergeletak di pangkuannya.

"Ada apa, Bu?" sambung Panji tak berbasa-basi.

Sebelum menjawab pertanyaan Panji, aku lebih dulu mengeluarkan gawai dari saku daster dan menunjukkan sebuah gambar pada Panji.

"Apa ini benar-benar rumah, Amel?"

Kulihat bila Panji meraih gawaiku perlahan, sorot matanya tertuju hanya pada satu titik dan jakunnya pun tampak naik-turun.

Cukup lama Panji terdiam dalam posisi yang sama, barulah dia sedikit bergeming kala aku menyentuh pundaknya perlahan.

"Ya, ini benar-benar rumah, Amel. Maafkan aku, Bu, karena tak sempat menceritakannya pada Ibu."

Aku menggeleng, lalu menepuk pundak Panji selama beberapa kali. 

"Bukan itu yang Ibu pikirkan, hanya saja Ibu ingin memastikan. Lalu, apa kamu pernah bertemu dengan Ibunya?"

"Pernah, Bu," tutur Panji padaku, membuat aku langsung tersenyum tipis.

"Lalu, bagaimana responnya padamu?"

Panji yang sempat menunduk, akhirnya mendongak. Ternyata dia sedang mengigit bibir bawahnya kuat.

"Dia baik padaku, Bu."

Aku pun mengangguk dan memilih untuk segera bangkit dari duduk, setelah sebelumnya meminta gawaiku kembali pada Panji.

"Hanya itu yang mau Ibu tanyakan. Sudah, lebih baik kamu lanjutkan membacanya, maaf sudah Ibu ganggu!"

"Tak apa-apa, Bu."

Aku tersenyum lebar, lalu bergegas melangkah dari kamar Panji dengan perasaan yang begitu campur aduk.

Pikiranku saat ini begitu berkecamuk, ada berbagai hal yang memenuhi kepala. Hingga tanpa sadar, sehabis keluar dari kamar Panji, aku terus memijat pelipisan.

"Sayang, kamu kenapa. Sakit, ya?"

Aku yang mendengar seseorang mengajukan pertanyaan padaku, tanpa sadar terperanjat dengan mata membulat.

"Ya ampun, Mas, aku kira siapa," ucapku seraya memejamkan mata dalam waktu yang cukup lama.

"Kamu lagi mikirin apaan, Sayang?"

"Tidak ada, Mas," balasku disertai gelengan kepala.

Namun, bukan Mas Alif namanya bila mudah percaya begitu saja. Terbukti darinya yang justru memajukan wajahnya, menipiskan jarak diantara kami, hingga napas kami berdua saling beradu satu sama lain.

Akan tetapi, seketika saja bayangan akan video yang berada di laptop Mas Alif kembali berputar di kepala. 

Sontak saja, aku mundur beberapa langkah sambil memijat pelipisan. Mataku pun tak luput terpejam, merasakan sakit yang tiba-tiba menghantam dada dan juga kepala.

"Sayang, kamu baik-baik saja, 'kan?"

Kurasakan sebuah tangan memegang kedua pundakku, lalu mengelusnya perlahan. 

Bukannya memberikan ketenangan, justru kontak fisik yang dilakukan Mas Alif membuat hatiku semakin berdenyut dan terasa di hantam ribuan bilah pedang.

"A-aku baik-baik saja, Mas. Aku sungguh baik-baik saja!"

Tanpa sadar, aku membentak Mas Alif, hingga kedua tangannya yang berada di pundakku terlepas secara spontan.

"Aku sungguh baik-baik saja, Mas. Aku hanya butuh istirahat!" 

Setelah mengulangi perkataan yang sama, aku pun segera berbalik, melenggang dari hadapan Mas Alif tanpa mempedulikan dirinya lagi.

Semakin lama aku berada di hadapan Mas Alif, semakin kuat pula ingatanku akan video tersebut.

"Ada apa, Pak, kok ribut-ribut?" 

Baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba terdengar suara decitan pintu bersamaan dengan sebuah pertanyaan yang Alif lontarkan pada Mas Alif.

"Kamu bikin Ibu marah, Panji?"

Sontak, langkahku terhenti, ketika Mas Alif justru mengajukan pertanyaan pada Panji.

"Tidak, Pak. Aku dan Ibu baik-baik saja. Memangnya ada apa?"

"Ibumu seperti orang sakit dan itu terjadi sehabis keluar dari kamarmu, Panji!"

Aku sendiri masih terdiam di tempat, tak berbalik badan ataupun ikut menimpali obrolan keduanya.

"Mungkin Ibu butuh istirahat, Pak!" balas Panji dengan nada bicara sedikit malas.

"Hah, ada-ada saja!"

Namun, ternyata nada bicara Mas Alif jauh lebih kesal dari Panji. Di mana tak lama kemudian, terdengar suara derap langkah yang semakin lama semakin menjauh.

"Bu ...."

Aku yang sempat terpejam, kemudian menoleh, menatap Panji yang justru menatapku penuh iba.

"Ada apa, Nak?"

"Ibu, baik-baik saja, 'kan?"

Panji melangkah ke hadapanku, dia menyoroti kedua netraku lekat.

"Ibu, baik-baik saja, Nak," dalihku pada Panji. Tak mungkin aku ceritakan semuanya pada dia. Mengingat, pasti akan menjadi beban pikirannya juga.

"Bu, jangan bohong!" pinta Panji padaku, kedua tangannya pun turut terulur, memegang pundakku erat.

"Aku tahu ada yang tengah Ibu sembunyikan dariku," tambah Panji yang berhasil membuat mataku melebar.

***

Bab terkait

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Selingkuhan Suamiku

    Seperti hari-hari biasanya, Amel selalu datang ke rumahku tiap kali pulang sekolah. Tak ada hal lain yang dia lakukan, selain menumpang makan dan internet yang ada di rumahku.Katanya sih, di rumah Amel tak ada sambungan internet, sehingga dia lebih sering berada di rumahku."Mel, Tante boleh ngomong sesuatu, gak?" "Apa, Tante?"Amel yang tengah bermain ponsel, hanya menjawabku tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari benda pipih tersebut."Jangan sering-sering ke sini, ya. Tante, gak enak sama tetangga, mereka sering membicarakan kalian.""Biarin ajalah, Tante. Lagian Amel ke sini juga bukan buat maksiat, tapi mengerjakan tugas!""Kamu yakin, Amel?"Sontak, Amel mendongak, menyoroti kedua netraku lekat."Tentu saja, Tante. Memangnya Tante pernah melihat aku aneh-aneh sama Panji?""Tidak."Aku menghela napas panjang, lalu bergegas pergi dari hadapan Amel. Kadang aku merasa muak pada anak tersebut, karena tiap kali dinasehati selalu saja menjawab dengan seenaknya.Lagipula, jawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Dendam

    Semakin banyak aku mendengar obrolan manis antara Mas Alif dan Amel. Hatiku hancur berkeping-keping, air mataku pun turut luruh membasahi pipi dengan derasnya.Tubuhku bersandar pada tembok, hingga saat aku hendak kehilangan keseimbangan, tiba-tiba saja sebuah tangan menangkap punggungku."Apa yang Ibu lakukan?"Sontak, aku membuka mata, kemudian mengerjap selama beberapa saat."Pa-Panji, apa yang kamu lakukan?" tanyaku tergagap-gagap, tak percaya dengan apa yang aku lihat."Aku yang bertanya pada Ibu. Sebenarnya apa yang Ibu lakukan?"Aku dan Panji malah saling melontarkan pertanyaan yang sama dengan nada pelan, malahan hampir persis seperti sebuah bisikan."Sudah, ayo cepat pergi dari sini!"Tanpa menunggu aku membuka suara, Panji sudah lebih dulu menarik tanganku, membawaku menuju dapur.Dengan cekatan, Panji menuangkan segelas air putih dan segera menyodorkannya padaku."Ibu, tidak haus, Nak!" ucapku seraya menggeleng, menolak segelas air putih yang Panji sodorkan."Diminum dulu,

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Tamu Spesial

    "Nak, apa Bapakmu akan benar-benar percaya pada perkataan kamu tempo hari?"Aku dan Panji yang tengah berada di ruang tengah, sesekali mengobrol dengan suara rendah, takut tiba-tiba Amel yang tengah pamit ke kamar mandi kembali datang."Sudah, Ibu jangan khawatir!" Kedua bola mata Panji ikut berputar, seperti tengah mengawasi sesuatu. "Amel, datang!" peringat Panji pada akhirnya.Aku pun sempat berdehem, membersihkan kerongkongan yang terasa tercekat.Layaknya hati-hati biasa, Amel pasti akan mampir ke rumahku. Sekarang aku paham, perselingkuhan itu tercipta karena aku lebih sering berada di toko sembako di bandingkan di rumah.Malahan aku tak sadar, bila tiap kali Amel datang ke rumah, sesekali kulihat bila Panji sering datang ke toko, misalnya untuk mengambil makanan ataupun mengantar pesanan.Ya Tuhan, begitu besarnya 'kah rasa percayaku pada Mas Alif, karena berpikir kalau kami sudah lama menikah dan dia tak akan macam-macam?"Mel, nanti malam Tante mau adakan acara makan-makan gi

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-27
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kado Ulang Tahun Pernikahan

    Kami berempat berdiri secara berhadapan. Amel sempat tersenyum canggung padaku, tak seperti Rani yang justru mengatupkan bibirnya rapat-rapat."Andin, kenalin ini Bu Rani dan ini Amel, pacarnya Panji.""Apa, pacarnya Panji?"Andin terperanjat, keningnya mengkerut dengan mulut yang menganga. Selama ini, aku memang tak pernah menceritakan soal hubungan Panji pada siapapun, termasuk Andin."Iya, anakku masih sekolah udah punya pacar, kayak kamu dulu!""Lah, kenapa malah bawa-bawa aku, sih!" hardik Andin seraya menatap Rani dan Amel dengan sinis."Pasti kamu goda Panji duluan, 'kan?" sambung Amel, melontarkan sebuah pertanyaan pada Amel."Maksud, Tante apa?" Amel justru balik bertanya, tentunya dengan nada rendah. "Sudah, lupakan!"Andin memang terkenal cukup angkuh dan blak-blakkan, makanya aku begitu bersemangat, ketika tahu Andin pulang ke tanah air."Maafkan Andin, ya, Bu Rani, Amel. Dia orangnya memang seperti itu, tetapi dia baik, kok!"Bu Rani tak menanggapi ucapanku. Wanita itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kejutan!

    "Tunggu!"Aku yang baru saja hendak menyalakan laptop, tiba-tiba mendongak, menatap Panji yang sudah berdiri dari kursinya.Panji tersenyum penuh arti, lalu berjalan ke arahku yang masih mematung di tempat."Biar aku saja yang lakukan, Ibu bisa duduk!""Tidak usah, Nak. Biar Ibu saja," tolakku secara halus.Akan tetapi, Panji tak bergeming, dia justru menggeleng cepat dan melangkah ke samping tubuhku."Karena ini acara ulang tahun pernikahan Ibu dan Bapak. Jadi, Ibu hanya tinggal menonton saja, biar aku yang memberikan kejutan ini pada kalian!"Panji begitu bersikeras ingin melakukannya sendiri, hingga pada akhirnya aku mengangguk, mengalah dari anakku sendiri."Jadi, silahkan Ibu duduk kembali di samping, Bapak," ucap Panji padaku yang perlahan mulai menjauhinya."Baiklah, lakukan sesukamu, Panji.""Tentu, Bu!"Sebenarnya apa yang aku dan Panji obrolkan kali ini, adalah salah satu bagian dari skenario yang kami buat. Namun, aku tak menyangka, bila apa yang aku dan Panji lakukan cuku

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kejutan! (2)

    Ibu mertuaku bangkit dari duduk dengan kasar, matanya membulat, dadanya kembang-kempis dengan gigi yang bergemertuk hebat."Mau ke mana kalian?!" Ibu mertuaku berteriak, ketika melihat Amel dan Rani hendak berdiri."Diam kalian dan jelaskan semuanya padaku, termasuk dirimu, Alif!" Sesekali aku melirik ke arah Panji, di mana anak laki-lakiku itu masih berdiam diri di tempat, menatap laptop dengan tatapan kosong.Perlahan aku bangkit dari duduk, menghampiri Panji yang tiba-tiba menunduk, menyembunyikan raut wajah kecewanya."Nak, kamu baik-baik saja, 'kan?""Aku baik-baik saja, Bu," lirih Panji tanpa mendongak sedikitpun.Aku adalah Ibunya Panji, wanita yang melahirkannya dan mengurusnya hingga sebesar ini.Jadi, aku tahu betul dan bisa merasakan kesedihan yang tengah Panji pendam seorang diri.Sebagai seorang Ibu dan wanita yang turut menjadi korban, aku pun segera merangkul Panji, membawanya dalam pelukan. Barulah beberapa saat kemudian, kurasakan tubuh Panji bergetar hebat, bersamaa

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Nak, Apa yang Terjadi Denganmu?

    Malam semakin larut, suasana pun semakin mencekam. Mungkin tetangga kami di luar sana mengira, kalau kami tengah menikmati acara dengan keluarga.Akan tetapi, tak ada satupun yang mereka tahu, bila acara malam ini justru berubah menjadi sebuah bencana. Di mana sorot mata masing-masing orang hampir sama.Penuh kebencian, dendam, serta amarah yang menggebu-gebu."Rasanya aku ingin mati," lirih Ibu mertuaku, menarik perhatian semua orang untuk menoleh padanya.Aku yang merasa amat sangat bersalah, segera melepas rangkulanku pada Panji yang masih tak henti-hentinya menangis, lalu menghampiri Ibu mertuaku."Ibu, maafkan aku."Ibu mertuaku menoleh, kedua alisnya saling bertautan, tak lama kemudian dia menggeleng pelan."Kenapa kamu meminta maaf, Melda. Memangnya apa salahmu? Kamu tak memiliki kesalahan apapun, Sayang.""Tet

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Rumah Sakit

    Aku sedikit mengerjapkan mata, kala indra penciumanku mulai menghirup aroma obat-obatan.Cukup lama aku berada dalam kondisi tersebut, hingga pada akhirnya aku benar-benar membuka mata secara sempurna, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling, memperhatikan ruangan berukuran sedang yang didominasi oleh warna putih."Astaga, kenapa aku--"Naas, saat aku hendak bangkit dari posisi tertidur, kepalaku langsung berdenyut, hingga aku pun memilih untuk mengurungkan niat dan memijat pelipisan perlahan."Melda, kamu sudah sadar?"Sontak, aku menoleh ke sumber suara, menatap Ibu mertuaku yang perlahan berjalan menghampiri."Ibu, kenapa aku--" Tak lama mataku membulat sempurna, kala aku teringat akan suatu hal. "Aku harus bertemu Panji, aku harus menemuinya!"Tanpa menghiraukan rasa sakit yang semakin menyerang kepala, aku turun dari ranjang,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21

Bab terbaru

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Urusan Pribadi

    Hari demi hari semakin berlalu, tak terasa sudah satu bulan saja semenjak Mas Alif meninggal. Aku sudah bisa sepenuhnya ikhlas akan kepergiannya, begitupun dengan Panji.Anakku yang awalnya sampah murung tersebut, perlahan kembali ceria. Senyumnya sudah mulai kembali merekah, semangat yang ada di dalam dirinya pun tampak sudah kembali.Satu bulan pula, Ibu memilih untuk tinggal denganku. Tentu saja aku merasa senang, karena seperti mendapatkan teman mengobrol tiap kali hendak berangkat ataupun pulang kerja."Bu, aku berangkat dulu, ya!"Ibu yang tengah menikmati sarapan, lantas menoleh ke arahku, seulas senyuman tergambar di bibirnya."Iya, Melda. Hati-hati di jalan.""Iya, Bu."Setiap akan pergi kerja, aku tak lupa untuk bersalaman pada Ibu, meminta doa restu padanya."Kalau sudah sampai tempat kerja, kamu kaba

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Bersandiwara

    Ibu dan Rifky sudah pulang lebih awal ke rumah, mereka sengaja ingin menginap di rumahku. Sementara itu, aku dan Panji menginap di rumah mendiang Mas Alif, hendak mengaji selama tujuh malam berturut-turut.Kondisi Panji sendiri sudah lebih baik dari sebelumnya. Anakku yang awalnya lebih banyak terdiam itu, perlahan sudah mulai mengobrol bersama kakeknya.Aku yang tengah berada di dapur, sesekali memperhatikannya yang tengah mengobrol. Meskipun masih sedikit tersirat kesedihan di dalamnya, tetapi Panji nampaknya berusaha untuk tetap terlihat tegar."Mbak!" sapa Andin yang membuat aku langsung menoleh ke arahnya."Ya, ada apa, Andin?""Mbak, baik-baik saja, 'kan?" tanya Andin dengan mata sedikit menyipit."Aku baik-baik saja, Andin. Memangnya kenapa?"Andin menggeleng pelan, seulas senyuman tergambar di bibirnya yang sedikit pucat.

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Pulang

    Duka masih terasa menyelimuti aku dan Panji, juga keluarga besar mendiang Mas Alif. Meskipun begitu kehidupan kami masih harus berjalan, karena memang inilah hidup, ada yang datang dan ada yang pergi. Bagaimanapun itu, aku harus bisa mengikhlaskan semuanya dan tentunya memaafkan semua kesalahan mendiang Mas Alif."Melda, jadi kamu mau pulang hari ini?" tanya mantan Ibu mertuaku."Iya, Bu. Aku harus pulang hari ini, aku tak enak pada bosku, bila harus mengambil cuti lebih lama."Wanita paruh baya yang memakai gamis merah maroon itu pun mengangguk pelan, seulas senyuman tergambar di bibirnya."Baiklah kalau begitu, lagipula Ibu gak bisa memaksamu untuk tetap di sini. Tetapi, terima kasih karena sudah mau tinggal di sini, meskipun hanya tiga hari tiga malam saja.""Sama-sama, Bu. Aku harap Ibu dan Bapak sehat-sehat, Andin juga sama.""Iya, Nak. Kamu dan Panji juga. Kalau semisalnya kamu ingin ke sini, datang saja, ya, jangan ragu.""Iya, Bu. Sesekali aku dan Panji pasti akan datang ke s

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Pemakaman

    Acara pemakaman mendiang Mas Alif akan segera di laksanakan. Aku yang sedari tadi duduk di samping tubuhnya sambil melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, sedikit terperanjat kala tak mendapati kebenaran Panji."Ya ampun, ke mana Panji?!" Aku sedikit memekik, sesekali ekor mataku mengamati sekeliling."Mencari siapa, Mbak?" tanya Andin yang baru datang dari dapur."Andin, apa kamu melihat Panji?"Sontak, Andin menggeleng pelan, dia yang awalnya berdiri segera menghampiri diriku. "Tidak, Mbak. Memangnya Panji tak ada di sini?""Tidak ada, Andin."Aku yang sudah cengeng, semakin bertambah cengeng, ketika mengetahui bila Panji tak ada di sekitarku. Ketakutan yang ada di dalam diriku sedikit memuncak, kala mengetahui bila Panji tak ada di sekitarku. Kejadian beberapa waktu silam membuat aku sedikit trauma."Mbak, jangan menangis, lebih baik kita mencari Panji saja," saran Andin yang langsung aku jawab dengan anggukan pelan.Mantan Bapak mertuaku yang tengah duduk di sofa sambil sesekali m

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Tangis yang Benar-benar Pecah (Panji POV)

    Dengan langkah gontai, aku turun dari mobil yang terparkir tepat di halaman rumah warga, karena halaman rumah nenek sendiri penuh ddenga yang para pelayat.Bendera kuning terbentang, menandakan sedang berduka. Satu demi satu para pelayat ada yang datang, ada pula yang pergi. Sesekali ekor mataku melirik ke arah Ibu, menatapnya yang tengah menunduk dalam. Bisik demi bisik mulai terdengar di telinga."Bukannya itu Melda, ya?""Oh, iya, itu anaknya juga tuh, si Panji yang katanya sempat masuk rumah sakit.""Masuk rumah sakit?" tanya yang lainnya. Aku tak terlalu memperhatikan mereka, aku hanya mendengarnya saja."Iya, pas mendiang Alif ketahuan berselingkuh, secara dia berselingkuh sama kekasih anaknya.""G*la banget! Kalau aku jadi anaknya, aku tak sudi datang kemari."Aku sempat ingin melirik ke arah Ibu-ibu yang tengah bergosip ria di tengah berita duka ini. Tetapi, Ibu yang sepertinya juga mendengar hal tersebut, justru menarik tanganku dengan sedikit kasar, membawaku menjauh dari t

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kabar Duka (2)

    Drrt ... drrt ....Aku yang tengah mengendarai motor, merasa sebuah getara di saku hoodie. Dengan sengaja, aku menghentikan motor di pinggir jalan dan seger merogoh gawai.Tepat di layar ponsel, terpampang nama kontak Ibu. Aku sempat memicingkan mata, sebelum akhirnya membuka kunci ponsel, kemudian menggeser ikon telepon berwarna hijau dan segera menempelkan benda pipih itu di samping telinga."Halo, Bu. Ada apa?" sapaku pada melalui sambungan telepon."Panji, kamu di mana, cepatlah pulang."Sontak, aku langsung menyipitkan mata, kala mendengar suara Ibu yang cukup serak, seperti habis menangis, sangat berbeda dengan nada bicaranya yang seperti biasa."Aku masih di jalan, ada apa, Bu?""Bapakmu, Nak," lirih Ibu berhasil membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Kekhawatiran dalam diriku memuncak, takut Bapak kabur dari penja

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Kabar Duka

    "Dia ... orang yang mengantar Ibu barusan."Panji terlihat memutar bola mata malas, dia tampak kesal mungkin juga merah dengan apa yang aku katakan. Meskipun begitu, memang itulah yang sebenarnya terjadi. Aku tak mau menyembunyikan hal tersebut dariku, sebab bisa saja Panji semakin marah padaku."Begitu rupanya!"Tak lama kemudian, Panji tiba-tiba bangkit dari posisi duduk sembari menggeser piring ke hadapanku."Mau ke mana?" tanyaku secara spontan."Aku sudah kenyang, Bu. Ditambah lagi aku sudah ngantuk.""Baiklah, selamat tidur, Nak."Panji tak menjawab ucapanku, dia langsung melenggang pergi dari hadapanku. Aku sendiri memilih untuk terdiam, tak banyak bicara. Takutnya kalau aku semakin banyak bicara, Panji justru akan semakin kesal padaku dan aku tak ingin hal itu sampai terjadi."Ah, benar-benar memusingkan! Sepertinya aku memang harus menjaga jarak dengan siapapun, aku takut Panji benar-benar salah paham."Aku bergumam seorang diri, kemudian kembali menyantap makanan yang suda

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Sikap Panji

    "Siapa pria yang mengantar Ibu tadi?"Deg!Aku yang baru saja melepaskan sepatu, lantas menoleh, menatap ke arah Panji yang tengah mematung, sorot matanya menatapku dengan begitu tajam."Dia hanya teman kerja Ibu, Nak. Ibu--""Aku tak suka Ibu berhubungan dengan pria lagi, aku tak ingin melihatnya lagi. Jadi, aku harap Ibu tak melakukannya!" tegas Panji seraya melenggang dari hadapanku, meninggalkan aku yang tengah melongo seorang diri.Perkataan Panji benar-benar menusuk, terlebih nada bicaranya sedikit bergetar, seperti tengah menahan rasa sakit.Aku sendiri tak mampu membuka mulut, lidahku kelu dengan tenggorokan yang sedikit tercekat. Cukup lama aku mematung di tempat, sebelum akhirnya aku terpejam dan segera meraih sepatu, lalu menyimpannya di rak sepatu yang berada tak jauh dari pintu masuk.***Di dapur yang terasa sepi dan dingin, aku langsung mengambil pisau dan beberapa sayuran yang hendak aku masak. Tak lupa, aku pun memotong daging ayam dan langsung menggorengnya. Aku kha

  • RAHASIA DI BALIK LAPTOP SUAMIKU    Diantar Pulang

    "Ah, itu ... teman saya," ucapku sedikit ragu-ragu.Bagaimana tidak, pria yang berdiri di belakangku itu adalah bosku yang sama sekali belum aku ketahui namanya."Begitu rupanya. Kenapa ada keributan tadi, apa kamu dan dia sedang berselisih paham?"Aku meneguk ludah, kemudian mematikan gawai secara perlahan. "Ti-tidak, kami baru saja bertemu kembali," balasku seraya menunduk. "Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak!""Baik, lanjutkan pekerjaanmu! Kamu ingat dengan apa yang saya katakan kemarin, 'kan?""Iya, saya paham, Pak!"Tidak lama kemudian, terdengar suara derap langkah yang semakin menjauh. Diam-diam aku mendongak, menatap bosku yang sudah pergi itu.Aku menghela napas panjang, merasa telah melakukan kelalaian di hari pertama bekerja. Aneh juga, kenapa aku harus bertemu dengan Ayana, padahal kami sudah lama tak saling menyapa.Benar-benar s*al!"Ada apa?"Aku yang masih menunduk, seketika mendongak, kala mendengar seseorang melontarkan sebuah pertanyaan. "Kamu bertanya pada saya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status