Enam belas tahun kemudian.Dua tahun setelah kejadian Hani, Adelia melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan, yang diberi nama Azani Baskara Samudra, dan Azahra Salsabila Samudra, yang merupakan buah cinta antara Syafiq dengan Adelia.Azim dan Azzam menjadi kakak yang posesif terhadap adik-adiknya. Tidak ada orang yang boleh membuat adeknya menangis, apalagi menyakitinya. "Mami, princess mana?" tanya Azzam, yang sekarang sudah berusia sembilan belas tahun."Tadi sama Kak Azim dan Adek Zani, mungkin di kamar Kak Zani." jawab Adelia "Azzam ke Princess dulu ya Mi.""Iya Sayang."Azzam pun pergi mencari Azzahra, satu-satunya anak perempuan dalam rumah itu, yang sekarang sudah berumur empat belas tahun. Di kedua tangannya menenteng paper bag, seperti biasa kalau membelikan sesuatu untuk Zahra, maka Zani juga akan ikut dibelikan."Tok tok tok!""Masuk!" Suara sahutan dari dalam, mempersilahkan Azzam untuk masuk."Kak prince sama prince ada di sini ya?" Azzam melongok kepala di pin
"Kamu mau beli apa?" tanya gadis itu lagi, karena Azim tidak merespon sapaannya."Sayang, udah beli bukunya?" belum sempat Azim menjawab, tiba-tiba Zahra datang, dan langsung bergelayut manja di tangan Azim."Siapa kamu?" tanya gadis itu kepada Zahra. Teman-teman kampus Azzam dan Azim jarang yang tau kalau Zahra adalah adik mereka."Sayang, aku siapanya kamu?" bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, Zahra malah bertanya kepada Azim, sambil mengedipkan mata tanpa dosa."Kamu itu kesayangan Kakak dong." jawab Azim, santai sambil tersenyum kepada Zahra.Gadis yang menyapa tadi langsung cemberut, dan pergi meninggalkan toko buku itu sambil menghentak-hentakkan kakinya. Zahra tersenyum puas melihat hal itu. Sementara Azim hanya tersenyum sambil mengacak rambut adiknya itu, "Dasar gadis nakal.""Biarin! Siapa suruh kegenitan.""Ya sudah, kamu pilih apa yang mau dibeli dek, kakak sudah dapat bukunya nih.""Gak mau beli apa-apa, cuma mau ikut jalan-jalan saja.""Dasar nakal."Azim merengkuh
"Kamu ikut ke rumah kami saja Git, tinggal bersama kami untuk sementara waktu. Terlalu bahaya kalau kamu pulang sekarang!" ucap Azim dengan tegas, saat mereka keluar dari rumah sakit."Tapi Kak,""Tidak ada tapi-tapian Git, kalau kamu mau selamat!" Belum selesai Gita berbucara, Azim sudah terlebih dulu memoting ucapannya."Kak Azim benar kak Gita, akan lebih aman kalau kakak ikut kami pulang," sahut Zahra, yang dari tadi diam, menyimak obrolan antara Azim dan Gita.Gita terdiam, dia bingung harus bagaimana. Dia tidak ingin merepotkan Azim dan Zahra, akan tetapi fia bingung harus pulang kemana, karena tidak mungkin untuk pulang ke rumahnya."Gimana Git?" tanya Azim, mematahkan kebingungan Gita."Iya Kak, aku takut menyusahkan kalian." Ucap Gita, ragu."Tidak kok Git, keselamatan kamu yang utama." ucap Azim.Zahra yang mendengar ucapan kakaknya jadi tersenyum , dia merasa kalau kakanya itu suka dengan gadis bernama Gita itu. Dan Zahra senang kalau Azim bisa jatuh cinta kepada gadis yan
Setelah mandi, Gita merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Dia sangat bersyukur karena telah dipertemukan dengan orang-orang yang baik dari keluarga Azim yang kaya raya. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya, untuk bisa tinggal di rumah besar nan megah, seperti rumah keluarga Samudra itu.“terima kasih Tuhan, Engkau telah mempertemukan aku dengan keluarga Samudra, yang sangat baik ini.” gumam gadis itu dengan mata yang berkaca-kaca.Karena kelelahan, akhirnya Gita pun tertidur, “Tidak Pak, tolong jangan paksa aku untuk menikah dengan juragan Darman. Jangan Pak, tolong lepaskan! Tolong.”“Nak Gita, bangun Nak, kamu mimpi apa?” Adelia berusaha membangunkan Gita, akan tetapi gadis itu terus teriak-teriak minta tolong dengan wajah yang pucat. Tampak jelas raut wajah ketakutan darinya.Setelah beberapa kali Adelia mencoba membangunkan, akhirnya Gita terbangun dengan napas yang memburu, seperti habis lari maraton puluhan kilometer. Adelia segera merengkuh tubuh gadis itu dan memel
Ini adalah hari pertama Gita pindah sekolah baru, sebenarnya tidak di ijinkan pindah mengingat gadis itu sudah kelas Tiga, akan tetapi dengan alasan keselamatan, dan juga pengaruh dari Syafiq, sebagai donatur utama di sekolah tersebut, akhirnya Gita di ijinkan pindah.Sekarang dia berada satu sekolah dengan Zahra dan Zani, cuma bedanya Gita kelas tiga SLTA, sedangkan si kembar kelas tiga SLTP. Hari pertama masuk sekolah baru, Azim yang mengantarkan Gita dan kedua adik kembarnya. Karena Azzam, lebih suka naik motor, hanya sesekali saja naik mobil, kalau si princess sedang merajuk minta di antarkan oleh Azzam.Mobil berhenti di depan sekolah, Zahra dan Zani yang duduk di kursi belakang kemudi turun, dan langsung mencium tangan Azim, "Kalian harus sekolah yang bener, jangan nakal. Jagain kakak kalian ya, dia masih baru di sini, belum tau situasinya." "Siap kakak bos!" ucap keduanya sambil mengangkat tangannya dengan sikap Hormat."Terima kasih Kak, udah di anterin." ucap Gita, dengan
Pesanan datang, mereka pun mulai menikmati makanan mereka. Tiba-tiba saja ada seseorang yang duduk di sebelah Azzam, sehingga membuat lelaki itu tersedak karena terkejut."Kak Azim, bikin kaget saja." gerutu Azzam."Kalau makan tuh pelan-pelan dek, biar gak tersedak." ucap Azim tanpa menghiraukan gerutuan Azzam.Azzam hanya mendengus kesal, sementara tiga orang lainnya tersenyum jahil, melihat interaksi kedua saudara kembar itu.Tanpa menunggu waktu lagi, Azim langsung memesan makanan. Karena dia juga sudah kelaparan karena tadi tidak sempat pergi ke kantin saat istirahat.Sambil menunggu makanan datang, Azim diam-diam memperhatikan Gita yang sedang makan. Dalam hati dia memuji 'Cantik' tetapi dia tidak berani mengucapkan secara langsung."Kak, jangan diliatin terus ntar berkurang cantiknya." bisik Azzam yang sadar akan pandangan kakak kembarannya itu mengarah ke Gita terus."Anak kecil diam." sungut Azim.Azzam membelalakkan mata, dengan kesal dia berkata, "Kalau aku anak kecil, ka
Makan malam telah usai, kini semua orang telah masuk ke kamar masing-masing. Tapi Gita masih belum bisa memejamkan mata, akhirnya dia putuskan untuk bangkit dan berjalan ke arah balkon. Gita berdiri pada tepian balkon, sedang pandangannya menatap ke langit. Banyak hal yang sedang Ia pikirkan, "Ayah, Bunda, semoga kalian tenang di sana. Lihatlah, aku sekarang sudah berada di tempat yang aman. Tempat yang penuh dengan kasih sayang dan kehangatan. Doakan aku ayah, Bunda, semoga aku tidak mengecewakan keluarga Samudra. Keluarga yang telah memungut aku dari jalanan, dan dijadikan keluarga di sini." gumam gadis itu, dengan perlahan dia mengusap air matanya yang mulai menetes, jika mengingat kedua orang tuanya."Maafkan aku Bunda, karena meninggalkan Bapak seorang diri. Aku takut, jika harus terus-terusan tinggal bersama bapak." Lanjutnya lagi. Tanpa Gita sadari kalau di bawah sana, tepatnya di sebuah kursi tepi kolam, seseorang sedang memperhatikannya intens, senyum manis tersungging di
Gita terbangun di pagi hari, pandangannya menelisik sekitar ruangan, dia pun terkejut karena tiba-tiba sudah berada di kamarnya."Kenapa aku sudah berada di kamarku? Bukannya semalam lagi duduk bareng kak Azim di tepi kolam ya?" "Oh astaga, rupanya aku ketiduran. Kenapa kak Azim gak bangunin aku? Apa dia yang gendong aku sampai ke kamar?" Gita bergumam dalam kebingungan, "Aku jadi malu sama kak Azim. Bagaimana bisa aku sampai gaj berasa saat di pindahkan ke kamar?" lanjutnya lagi, masih dengan gumaman kecil."Tok tok tok!" Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Gita, dengan segera dia berjalan ke pintu dan membukanya. "Zahra, ada apa dek?""Kak Gita gak sekolah hari ini?" tanya Zahra heran, melihat penampilan Gita yang masih acak-acakan baru bangun tidur."Oh astaga, udah jam berapa sekarang dek?" Gita celingukan melihat jam, tapi di jam itu baru pukul lima, dan Gita pun kebingungan kenapa Zahra memanggilnya sepagi ini."Ini udah jam enam kak, buruan mandi. Kami tunggu di depan." Gi