….. Angin lembut yang sejuk menyusup masuk melalui jendela kamar, menerbangkan tirai berbahan satin yang kini menari-nari layaknya penari balet yang anggun. Pemandangan itu terasa begitu indah, apalagi saat cahaya matahari pagi yang berkilauan menyoroti setiap detail kamar Koa, mulai dari furnitur antik hingga ornamen kristal yang menggantung di langit-langit. “Bagaimana perasaan Anda hari ini, Milady?” tanya Olga ingin memastikan kondisi tuannya baik-baik saja secara keseluruhan. Ia bertimpuh di depan Koa, seorang lady terhormat yang merupakan tuannya. Sejak hari di mana Koa kembali ke Dorian, rutinitas pelayan itu setiap pagi adalah mengoleskan dengan penuh hati-hati krim racikan dokter pada bekas luka di kaki Koa. Koa yang sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri tersentak oleh pertanyaan Olga. Ia menatap sekilas pelayannya sebelum memberikan jawaban. “Terkadang aku merasa tubuhku ini seperti reruntuhan dari masa lalu yang gelap. Singkatnya, perasaanku tidak buruk, tapi juga tid
….. Pesta akhir musim dingin di kediaman Marchioness Ronan berlangsung dalam kemewahan yang luar biasa. Gemerlap cahaya lilin memantul di setiap dinding ruangan yang dihiasi ratusan bunga dan kain sutra warna-warni. Para tamu bergerak elegan, berkumpul dengan percaya diri, berharap menemukan hiburan yang sesuai dengan kelas mereka. Namun, kegembiraan itu dalam sekejap tergantikan oleh rasa keterkejutan ketika pintu besar aula pesta terbuka. Langkahnya begitu percaya diri, seolah tak peduli lagi pada pandangan orang-orang. Count Kimoni memasuki ruangan, hanya seorang diri. Wajah-wajah para tamu yang sebelummya riang gembira berubah kaku. Mereka tidak bisa menyembunyikan raut keheranan mereka saat melihat sosok kepala keluarga yang belakangan ini memang sengaja mereka jauhi karena reputasi keluarganya hancur. Kabar buruk tentang putri sulung Count Kimoni yang jadi selingkuhan Pangeran Nathaniel telah menjatuhkan nama Keluarga Kimoni ke jurang hina mata masyarakat. Para tamu mengira bah
….. Pergolakan hebat terjadi dalam diri Koa. Pilihan yang sulit harus dihadapinya, dan keberanian untuk melangkah maju tampaknya seperti cahaya yang meredup di kejauhan. Lebih dari sebulan telah berlalu sejak insiden penculikan. Namun semenjak saat itu, Koa lebih memilih menghindar dan mengabaikan kelas kepemimpinan yang seharusnya menjadi tempatnya mengasah bakat sebagai seorang ahli waris Keluarga Dorian. Setiap langkah Koa terasa berat, setiap tatapannya diisi oleh kecurigaan akan bahaya yang mengintai. Sembari memandangi rak-rak buku yang tertata rapi di ruang perpustakaan, Koa merenungi keputusannya untuk menarik diri dari dunia luar, menyelamatkan jiwanya dari segala sesuatu yang mungkin memburu ketenangannya. “Dasar pengecut,” gumam Koa yang mulai muak pada situasi hidupnya, sembari memandangi surat dari guru kelas kepemimpinannya. “Apa yang harus aku lakukan? Tanganku selalu gemetar setiap kali mimpi buruk itu datang,” ujarnya frustrasi, teringat pada insiden mengerikan yang
….. Embun-embun musim semi menyentuh puncak perbukitan yang menjulang tinggi di sekitar Dorian Manor. Mereka membawakan pesona kehidupan baru pada tanah mati yang perlahan mulai terbangun dari tidur panjangnya di musim dingin. Hangat cahaya matahari pagi menyentuh jubah kebesaran sang duke, membuat setiap pegawai di kediaman Keluarga Dorian terpesona oleh kehadirannya yang gemilang. Pahlawan perang yang dijuluki Singa Elinor itu melangkah mantap menuju kereta kudanya, diiringi tatapan penghormatan para pelayan dan para ksatria. Dari balkon kamar, Koa Dorian memandang dengan bangga manusia hebat yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pelukan terakhir mereka meninggalkan harum pinus hutan pada gaunnya. Ia bersyukur, keberangkatan sang duke ditaburi ribuan doa dan harapan semua orang. Semoga Tuhan melindungi jiwa dan raganya. Amen. ….. Beberapa hari belakangan ini, Nathaniel merasakan keanehan pada kondisi kesehatannya. Lemas dan lesu menjadi kawan setia, merayapi hari-hari yang
….. Kereta kuda beraksen perak dengan lambang singa meluncur gagah melewati gerbang Istana Dahlia. Kaki-kaki kudanya menghentak mantap di jalanan berbata, membuat ketegangan terasa teramat kuat di udara. Nampak di teras istana, sosok Zielle dan Aylin, sang tuan rumah, telah menunggu kedatangan Black dengan sambutan hangat. “Kau tiba lebih cepat daripada perkiraanku,” seru Zielle kepada Black. “Selamat datang di ibu kota, kawan.” Black melepaskan sarung tangan hitamnya, lalu mengajak Zielle berjabat tangan. “Sudah saya bilang, Anda tak perlu repot-repot menyambut saya.” Pria itu kemudian menoleh ke arah Aylin dan memberikan senyuman ala kadarnya. “Bagaimana kabar Anda, Lady Otsana?” Aylin menganggukkan kepala seraya membalas, “Kabar saya baik, Lord. Senang bisa bertemu dengan Anda lagi.” Lelah karena telah lama berdiri di luar, Zielle mengajak Black masuk ke dalam istana. Aylin mengira, Zielle akan mengantarkan Black ke kamar tamu, tetapi pria itu justru mengajak sang duke ke tempa
….. Diikuti Jeremy dan Taylor, Black keluar dari dalam tenda, lalu berjalan cepat menghampiri Zielle yang telah menunggunya di dekat panggung. Suasana lapangan seketika riuh begitu sang duke menampakkan batang hidungnya. Sorakan bernada memuja menggema di penjuru lapangan sampai membuat Raja Alden yang tengah duduk gelisah di kursi kebesarannya terlihat keheranan. “Sudah kuduga. Pria dingin, kaya dan tampan sepertimu pasti diidolakan banyak orang,” goda Zielle sambil menepuk-nepuk ramah bahu kiri sang duke. “Oh ya, kawan. Persiapanmu sudah beres?” Black mengencangkan sabuk pedangnya seraya memamerkan menyeringai miring. “Di mana lawan saya, Yang Mulia? Sopankah membuat saya menunggu seperti ini?” Zielle sontak tertawa, tetapi buru-buru membisukan diri kala teringat bahwa keluarga besarnya juga berada di panggung yang sama. Ia tak ingin terlihat bahagia di acara duel saudaranya dan memberikan bahan gosip baru pada mereka yang berhati picik. Lebih dari itu, Zielle sangat beruntung ka
….. “PARA HADIRIN YANG TERHORMAT.” “HARI INI, KITA DATANG UNTUK MENYAKSIKAN DUEL BERSEJARAH DUKE BLACK LEANDER DAN PANGERAN NATHANIEL LYSANDER ELINOR, SEBUAH PERTARUNGAN YANG DIUSULKAN OLEH DUKE LEANDER UNTUK MENYELESAIKAN PERSELISIHAN DI ANTARA MEREKA. SEBELUM KITA MULAI ACARA INI, ALANGKAH BAIKNYA MARI KITA BERSAMA-SAMA MEMOHON DOA KEPADA TUHAN, SEMOGA PERTARUNGAN MEREKA DILAKSANAKAN DENGAN KEBERANIAN DAN KEADILAN, SERTA MENDAPATKAN PANDUAN DARI LANGIT. KITA JUGA BERDOA, SEMOGA CAHAYA BIJAKSANA YANG MULIA RAJA ALDEN ELINOR MEMBERIKAN PETUNJUK DAN PERDAMAIAN DARI SAMPAI DAN SETELAH PERTARUNGAN INI SELESAI.” “TANPA BANYAK KATA, MARI KITA SAKSIKAN PERTARUNGAN MEREKA DENGAN PENUH PENGHORMATAN. TERIMA KASIH KEPADA SEMUA YANG HADIR, SEMOGA TUHAN MEMBERKATI KITA SEMUA.” Usai merampungkan pidato singkatnya, Joss Galahad menghadap ke panggung, menundukkan kepala, memberikan hormat kepada Keluarga Kerajaan dan tamu undangan yang lain. Baru kemudian ia kembali lagi ke tempat Black dan Natha
….. Nathaniel merasakan tarikan napasnya yang bertambah berat, seolah oksigen dari udara sekitar berubah menjadi racun mematikan, yang siap menggerogoti paru-parunya. Detik ke detik, rasa sesak itu kian menyiksa, dan bagian paling menyedihkan, ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkinkah ini masa-masa terakhirnya hidup di dunia ini? Di suatu sudut dalam pikiran Nathaniel, bayangan Koa muncul, membawakan ingatan manis akan hari-hari di mana cinta mereka masih tubuh dengan subur. Penghianatan yang telah ia lakukan terhadap wanita itu kini menjadi beban berat yang terus menghantui. Nathaniel sungguh merindukan kehangatan dan dukungan yang dulu tanpa usaha pun, bisa ia dapatkan dengan mudah. Semakin dekat dengan pintu kematian, wajah cantik Koa tampak begitu nyata di dalam khayalannya. Koa memenuhi hati Nathaniel dengan penyesalan tak terkira. Di tengah penderitaan yang tak berkesudahan itu, Nathaniel menyadari tubuhnya mulai mengigil hebat. Bukan hanya karena efek racun yang m