….. Dunia ini memang penuh kejutan, dan Tuhan memiliki ribuan cara untuk membalaskan setiap keburukan dan kebaikan manusia. Ingat, Tuhan itu maha adil. Pemakaman Nathaniel Lysander Elinor tercatat sebagai cerita kelam pada halaman buku sejarah Kerajaan Elinor. Meskipun terlahir menjadi anak raja, haknya akan tahta yang dijanjikan telah lenyap, tak bersisa. Nathaniel, seorang pria yang memanggul beban gelar keturunan mulia, dikenang bukan karena keindahan mahkota di kepala, tetapi dikenang sebagai seorang kriminal tak bermartabat. Kejahatan berat Nathaniel tidak hanya mencoreng reputasi Keluarga Kerajaan, kejahatan itu juga menjadi aib yang ingin segera mereka lupakan. Dimakamkan begitu sederhana, upacara perpisahannya dari dunia yang fana ini menyiratkan penolakan dan penentangan Parlemen Elinor demi menjaga nama baik mereka di mata rakyat. Upaya cermat untuk meredakan kobaran api protes yang mungkin meluas di wilayah sekutu mereka, Dorian dan Leander. Hening, duka dan segala kepil
….. “Saya sedang menjalani program terapi kejiwaan bersama Dokter Lucian.” Black mengangkat sebelah alisnya, merasa tidak asing dengan nama yang baru saja disebutkan Koa. “Dokter Lucian? Apakah Dokter Lucian yang kita bicarakan ini Lady Anne Lucian, putri bungsu Count Albert Lucian, rekan kerja Lord Sander?” Koa menganggukkan kepala. “Lady Anne Lucian, beliau lulusan terbaik Akademi Kerajaan dan dokter ahli jiwa perempuan pertama di Elinor. Kalau saya tidak salah ingat, Lady Lucian berada satu angkatan di bawah Anda.” “Dia pelajar yang hebat. Jarang sekali bisa melihat perempuan berkarir menjadi dokter. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menjadi perawat.” Insiden penculikan yang dialami Koa masih menyisakan luka menganga pada batin wanita itu. Pergulatan melawan depresi dan serangan panik telah mencapai titik termuak yang tak bisa ditoleransi lagi. Ketika Koa sibuk memikirkan cara untuk sembuh, bagaikan malaikat bersayap putih, Dokter Anne Lucian datang menawarkannya bantuan. “
….. Iring-iringan kereta kuda yang membawa dua wanita terhormat berhenti di halaman penjara menara. Begitu pintu salah satu kereta dibuka, teriakan Selir Camille menggelegar di udara. “Kalian tidak boleh memperlakukanku seperti ini! Aku adalah selir kesayangan raja kalian!” Menyaksikan langsung adegan memalukan itu, Ratu Zelda memilih untuk mengabaikannya saja, terus melangkah maju tanpa berkomentar. Ia memerintahkan para pengawal menyeret Selir Camille keluar dari kereta dan membawanya masuk ke penjara menara. Setibanya di kamar tahanan yang sudah dipersiapkan, Ratu Zelda menyuruh petugas penjaga membukakan pintu besi yang berat dan berkarat. Dengan cekatan, para pengawal melemparkan Selir Camille ke kamar barunya yang dingin dan lembap. Pintu besi kemudian ditutup, dan tanpa mengucapkan selamat tinggal, mereka pergi meninggalkan wanita itu di sana. Ratu Zelda kembali ke kereta. Bersama rombongannya, ia buru-buru meninggalkan menara penjara untuk pulang ke istana. Sesampainya di i
….. “Bagaimana menurutmu, Koa? Apakah kau menyukainya?” Madam Cleo bertanya sambil menunjuk anggun area aula besar yang sedang didekorasi oleh para pelayan. “Kau tak usah khawatir. Aku sudah mengonsultasikan langsung masalah ini kepada ahlinya.” Koa mengikuti Madam Cleo yang berlenggok elegan, mengintari aula besar di mansion Keluarga Dorian. Setiap sudut ruangan ini telah ditata dan dihias begitu apik. Jika diamati dengan teliti, para pelayan yang bertugas kelihatannya sudah tidak sabar lagi menyambut hari besar putri tuan mereka. Di tempat inilah nanti, pesta pertama resepsi pernikahan Koa dan Black akan digelar. “Semuanya tampak begitu luar biasa,” puji Koa jujur. Madam Cleo menyeringai bangga sambil berkacak pinggang. “Pernikahan kalian memang layak dirayakan dengan cara yang istimewa. Aku ingin semuanya sempurna untukmu dan Duke Leander.” Keduanya kemudian melanjutkan inspeksi, meneliti setiap jengkal meja dan ratusan rangkaian bunga-bunga segar. Para pelayan dengan penuh per
….. Tak ingin membuang waktu hanya untuk meminta bantuan pelayan, Dokter Anne Lucian berinisiatif menyeduh sendiri teh bunga kamomil yang dibawanya langsung dari rumah. “Silakan, Lady Dorian.” “Terima kasih, Dok.” Setelah menikmati secangkir teh bunga kamomil seduhan Anne, Koa mulai merasa tubuhnya menjadi rileks. Wangi teh kamomil yang manis dan segar nyatanya berhasil mengurangi kegelisahan pada diri Koa. Dokter Anne Lucian memandangi Koa penuh kehangatan. Tatapannya sangat teduh, seperti tatapan seorang ibu. Padahal umur mereka tidak terpaut terlalu jauh. “Bagaimana perasaan Anda, Lady Dorian?” “Saya merasa jauh lebih lega, Dok. Mungkin lebih tepatnya, sekarang saya lebih mampu mengendalikan isi pikiran saya dibanding hari-hari kemarin.” Dokter Anne mengangguk-anggukan kepala, mengisyaratkan bahwa ia memahami perasaan Koa. “Proses penyembuhan memang tidak selalu berjalan cepat, juga tidak selalu mudah. Tetapi Anda sudah menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang luar biasa. Sabar ad
….. “Jadi menurut Anda, penundaan pernikahan mereka bisa saja berujung pada pembatalan?” ulang Koa terkejut usai mendengarkan pendapat Black mengenai permasalahan rumit yang tengah terjadi di lingkungan istana. “Apakah Marquess Eric Otsana akan membiarkan pernikahan putrinya hancur, Lord? Bukankah beliau begitu terobsesi ingin berbesan dengan Keluarga Kerajaan?” Di tengah aroma manis ribuan buku tua yang tertata rapi pada rak-rak kayu, Black yang tampak menawan dengan setelan formal serba hitamnya berdiri sembari melipat kedua tangan di depan dada, menghadap ke arah jendela besar perpustakaan yang menampilkan langsung pemandangan taman. “Supaya pemerintahannya aman saat dirinya naik tahta menjadi raja, Pangeran Zielle membutuhkan songkongan politik dari bangsawan-bangsawan besar. Sayang sekali, pengaruh politik Marquess Otsana di Parlemen Elinor tergolong kecil. Kasarnya, meski Marquss Otsana anggota Fraksi Bangsawan Tinggi, dia hanyalah seorang bawahan.” Sementara Koa mencerna semu
….. Dua kata ini menggambarkan suasana Dorian Manor dengan sangat tepat; sibuk dan gembira. Para pelayan sibuk berlari ke sana kemari, memenuhi kebutuhan setiap tamu yang terkadang kelewat batas sembari memastikan semua masalah beres sehingga pesta resepsi pertama Duke Black Leander dan Lady Koa Dorian berjalan lancar. Oh tidak, haruskan kita memanggil Koa dengan sebutan Madam Koa, atau Duchess Leander? Menilik situasi di ruangan pribadi pengantin, tampak sosok Koa yang berlenggak-lenggok di depan cermin besar, ditemani penata rias dan Marchioness Ronan yang bertanggungjawab membantunya mempersiapkan diri. Setelah beristirahat satu malam, tubuh Koa kini telah siap menjalani hari panjang—menyapa dan berbasa-basi ala kadarnya dengan ratusan tamu yang sudah hadir di acara resepsi pernikahannya. “Hm..” gumam Koa, berdiri dikelilingi tumpukan hadiah yang menggunung sampai sudut-sudut ruangan. Paket mewah berhiaskan pita dan bunga mendekorasi kamar tidur pribadi wanita itu. Parfum dari bu
….. Musim semi telah merangkul Dorian seuntuhnya. Di antara dedauan yang tumbuh rimbun dan aroma bunga yang menguar, Duke Black Leander dan istrinya, Lady Koa Dorian, duduk bersama menghabiskan waktu sore mereka di taman indah milik Dorian Manor. Suasana kencan yang sangat tenang, ditemani puluhan buku tebal yang salah duanya terbuka lebar di pangkuan masing-masing. “Koa.” Mendengar panggilan Black, Koa menghentikan kegiatan membacanya, melihat ke depan, lalu mendapati suaminya berdiri tepat di hadapannya. Pada detik berikutnya, pria itu mengeluarkan hewan kecil berbulu tebal dari belakang punggung—seekor anak kucing berwarna abu-abu yang menggemaskan. “Setelah kuperhatikan baik-baik, aku pikir kau jauh lebih mirip dengan kucing dibandingkan anjing. Dan inilah hadiah kecilku untukmu.” “Astaga!” Koa langsung menutup buku seraya memandangi kucing itu dengan mata membola. Ia tidak pernah membayangkan Black akan memberikannya hadiah semacam ini. Tanpa sepatah kata pun, ekspresi kegembi