…..Siang ini, Zelda dan kawan-kawannya berkunjung ke kediaman Keluarga Ronan. Selaku tuan acara, Madam Ronan sengaja mengkhususkan undangan minum teh ini untuk para bangsawan wanita yang bersahabat dengan menantunya, Lady Mysie. Bukan sekedar bersosialisasi, ia sengaja menggelar acara tersebut untuk mengenal lebih dekat orang-orang di lingkup pertemanan istri anaknya, agar bisa memastikan bahwa mereka tidak memberikan pengaruh buruk kepada menantunya.“Zelda, kau datang!” Mysie berlari memeluk tunangan Alden di ambang pintu depan rumah. Sulitnya mendapatkan izin keluar dari ibu mertuanya membuat Mysie kehilangan banyak kesempatan berbaur dengan teman sosialitanya. “Padahal kita sama-sama tinggal di Ibu Kota, tetapi sudah sebulan lebih aku tidak berjumpa denganmu.”Suara dehaman Madam Ronan menyadarkan Mysie. Penampilannya sama sekali tak mencerminkan keanggunan dan ketenangan seorang wanita. Mysie pun segera menyingkir, memperbaiki sikapnya sesuai etiket kebangsawan.“Selamat datang
.....Bunyi renyah terdengar setiap kali sepatu Cleo menginjak tumpukkan daun kering yang berserakan menutupi jalan setapak di sepanjang area taman. Musim gugur yang identik dengan kesejukkan seolah menyihir segala yang berwarna hijau menjadi kuning kecoklatan. Berbeda dengan kesan musim semi yang berseri-seri, musim gugur layaknya orang tua renta yang siap mati.“Ada apa, Yang Mulia? Kenapa Anda melihat saya seperti itu?”Rona merah perlahan menjalari tengkuk leher Alden ketika menyadari bahwa tatapannya pada Cleo terpaku terlalu lama. Pangeran berdeham pelan, berusaha menutupi kegugupan, sementara senyum manis Cleo semakin membuatnya gelisah. “Aku ketahuan.”Cleo tertawa kecil, menutupi bibirnya dengan tangan. Di tengah suasana hangat itu, angin tiba-tiba bertiup cukup kencang melewati mereka, menerbangkan dedaunan kering di sekitar. “Yang Mulia,” panggilnya pada Alden.“Ya, Milady?”“Apakah Anda mengundang kami ke acara pernikahan Anda nanti?”Rahang Alden mengatup rapat, terlihat
…..Sesuai janjinya kepada Cleo, Sander pulang ke rumah sebelum jam makan malam. Selepas bersih-bersih dan merapikan diri, ia pergi mengunjungi perpustakaan manor untuk membaca beberapa buku selagi menunggu kabar dari pelayan jika meja makan telah siap.“Lord Sander, maaf menganggu waktu bersantai Anda.”Duke muda melepaskan pandangannya dari lembar buku, menemukan sosok Phillip berdiri di seberang meja. “Oh, kau Phillip. Sudah waktunya makan malamnya ya?”Phillip menggeleng sopan. “Kedatangan saya kemari untuk melamporkan hal lain, Lord.”Sikap kepala pelayan manor yang tampak tegang dan lebih serius membuat Sander penasaran. Peristiwa mengerikan apa yang telah terjadi di rumahnya sepanjang hari ini? “Silakan.”“Elena, pelayan yang ditunjuk Anda untuk melayani Lady Austin, dia melaporkan bahwa Pangeran Alden telah bertindak di luar batas.” Phillip menyerahkan laporan tertulis yang diterimanya dari pelayan bersangkutan. “Mengesampingkan status Lady Austin yang merupakan tunangan Anda,
…..Berada di ujung selatan Benua Utama, Dorian Dukedom berdiri sebagai mercusuar pedagangan yang menghubungkan seluruh dunia. Pelabuhan-pelabuhannya yang luas dan sibuk menjadi titik temu kapal-kapal dari berbagai negara, membawa sutra dari timur, rempah dari kepulauan tropis, hingga logam berharga dari tanah-tanah jauh. Letaknya yang strategi menjadikan Dorian bukan hanya tempat perhentian bagi pedagang, tetapi juga pusat diplomasi ekonomi yang memengaruhi keseimbangan kekuatan dunia. Kejayaan yang telah berlangsung lama dari generasi ke generasi berhasil dipertahankan sampai detik ini berkat campur tangan emas Duke Adam Dorian—seorang pemimpin yang dihormatikan karena kecerdikannya dalam berdagang dan berpolitik.Sementara itu, berjalan ke bagian tengah Benua Utama, Kerajaan Elinor sedang terjebak di cengkeraman perang akibat ulahnya sendiri. Konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Nesrin telah menguras sumber daya dan menekan perekonomian mereka. Pasukan kerajaan masih mampu bertah
…..Kabut tipis menggantung di atas taman-taman dan halaman luas Dorian manor. Embun sisa dini hari membasahi rerumputan, memantulkan cahaya sang fajar yang mengintip dari balik pohon-pohon pinus. Jalan setapak yang terbuat dari batu alam masih sepi, sesekali dilalui para pelayan yang bergegas membawa sekeranjang linen atau kendi perak bersisi susu hangat pesanan juru masak manor.Disela-sela suara dentingan panci dan wajan, tercium semerbak roti panggang dan daging asap dari arah dapur manor. Setiap pagi, para pelayan berlalu-lalang di sepanjang koridor, membawa nampan sarapan untuk tuan dan nyonya mereka yang baru bangun. Semua orang menjalankan pekerjaannya dengan penuh perhatian dan dedikasi.“Huh…” Cleo menghela napas panjang saat menatap bayangannya di cermin besar.“Tidak biasanya Duke Dorian memanggil Anda sepagi ini,” ujar Elena heran sembari menarik pita di pinggang nonanya agar terikat rapi.Sekali lagi Cleo menatap bayangannya, jemarinya yang ramping mengetuk-ngetuk permuk
…..Cleo melangkah ragu ke kamar pribadi Sander, sesuatu yang tak pernah dibayangkan akan terjadi. Ruangan itu luas, dengan langit-langit tinggi dan jendela kerja besar yang menghadap taman. Namun, yang paling menarik perhatiannya bukanlah kemewahan tempat ini, melainkan atmosfernya—begitu maskulin dan fungsional.Mirip dengan ruang kerja Duke Adam, tatapannya segera tertuju pada rak-rak buku yang berdiri kokoh di salah satu sisi dinding. Dengan rasa ingin tahu yang besar, ia mendekat, berharap menemukan koleksi sastra klasik atau puisi yang bisa dikaji bersama teman-teman sosialitanya. Sayang sekali, harapan itu pupus begitu matanya menangkap deretan judul buku yang tersusun rapi di sana—strategi perang, ekonomi maritim, hukum dagang, dan jurnal pemerintahan.Dahi Cleo berkerut. Tentu, ia paham pentingnya buku-buku ini. Hanya saja, membayangkan dirinya membaca hal-hal berat ini membuatnya merasa lelah. Baginya, buku ideal adalah novel roman langka yang bisa diceritakan ulang ketika m
…..Alden berdiri di hadapan pintu masuk sayap manor, kedua tangannya bersedekap sementara tatapannya mengamati bangunan yang berdiri kokoh di depannya. Udara musim gugur yang dingin menusuk kulit, membuat napas pangeran berubah menjadi kabut tipis di udara. Langit di atasnya kelabu, dipenuhi awan mendung yang bergerak lamban, menunggu momen tepat untuk menurunkan hujan.Tidak ada gerbang yang menghalangi, tetapi pintu masuk dijaga ketat oleh pelayan-pelayan yang patuh pada satu perintah. Bukan perintah Cleo, tentu saja. Alden sudah mencoba berbagai cara—mengirimkan bunga yang mekar di penghujung musim, perhiasan bertatahkan permata indah, buku-buku langka yang pernah mereka bahas bersama. Dan malangnya, semua hadiah itu selalu dikembalikan dengan alasan yang sama."Maaf, Yang Mulia. Lady Cleo tidak dapat menerima ini."Bibir Alden melengkung samar, bukan ekspresi kekecewaan, melainkan ketertarikan. Jika ini hanya penolakan biasa dari Cleo, maka seharusnya akan muncul celah yang bisa
…..Ruang tamu istana memiliki langit-langitnya yang tinggi, dihiasi cetakan plesteran rumit dengan motif bunga dan dedaunan berlapis emas. Dindingnya berwarna putih gading, karpet lantainya tebal dan lembut, menambah kehangatan ruangan yang megah itu.Di tengah ruangan, sebuah meja marmer panjang tertutup taplak beludru biru tua. Di atasnya, berbagai kotak perhiasan terbuka, memperlihatkan kilauan batu mulia yang didatangkan langsung dari butik perhiasan terbaik. Kalung berlian, cincin emas, serta gelang dan anting-anting dengan desain unik tersusun rapi, menunggu untuk dipilih.Zelda duduk anggun di atas sofa berlapis kain damask berwarna krem dengan pola bordiran tradisional. Di sampingnya, Ratu Shopie mengangkat sebuah kalung safir ke lehernya sembari menatap pantulan di cermin.“Yang mana menurutmu lebih cocok, Zelda?” suara lembut Ratu Shopie memecah keheningan.Zelda mengamati dua pilihan kalung di tangan calon mertuanya. Yang pertama adalah untaian berlian dengan kilauan murni
…..Angin musim dingin menyusup melalui celah tirai renda yang tipis, menari lembut di atas permukaan selimut beludru yang masih rapi di sisi ranjang sebelah kiri—sisi yang seharusnya hangat oleh kehadiran seorang suami. Zelda membuka mata dengan malas, seolah mimpinya semalam tak mampu memberinya harapan yang layak untuk pagi hari yang sama membosankannya dengan hari kemarin.Ia duduk di tepian ranjang. Jubah satin perak yang membalut tubuhnya bergeser perlahan, memperlihatkan lekuk bahu yang pucat seperti pahatan marmer dingin. Ia tampak seperti patung dewi dalam lukisan tua—memukau, tetapi tidak bergairah. Bukan karena kekurangan tugas, yang pasti karena letih. Letih menghadapi kenyataan yang tak juga berubah: ranjang yang terlalu luas, kamar yang terlalu sunyi, dan suami yang terlalu sopan.Alden, Pangeran Elinor yang tampan dan memesona—atau dulu setidaknya demikian pikirnya—kini lebih setia pada setumpuk dokumen negara daripada pada istrinya sendiri. Ia pulang saat malam nyaris
…..Perenungan jiwa di balkon istana telah berjalan setengah jam lamanya. Angin malam menyapu helaian rambut cokelat Cleo, membawa serta wangi mawar putih yang menggantung di sepanjang teralis besi. Lilin-lilin dari area pesta terlihat berpedar samar di balik tirai ketika seseorang membuka pintu yang menjadi pembatas balkon dengan lantai dua aula. Cleo menoleh dan menemukan sosok yang dikenal tengah memandangnya lekat-lekat.“Anda meninggalkan saya lagi,” ujar Cleo di antara desir angin malam. “Apakah diskusi bisnisnya berjalan lancar?”Sander ikut bergabung dalam perenungan jiwa itu. Ia bersama Cleo berdiri di tepian balkon, menikmati pemandangan halaman depan aula yang dipenuhi tamu-tamu kerajaan. Beberapa dari mereka sengaja keluar dari aula untuk menghilangkan rasa mual dan pusing di kepala, atau mungkin hanya ingin mencari udara segar saja.“Itu sindiran untukku?”“Saya pikir Anda sudah pulang.”“Dan melewatkan kesempatan menolongmu dari serangan orang-orang gila?” Sander berbalik
…..Memutuskan untuk meninggalkan aula lebih awal karena tak tahan sudah dipermalukan, Zelda melarikan diri ke lorong istana yang sepi dari manusia. Persetan dengan Duke Simon yang marah kepadanya, Zelda merasa tidak sudi nasibnya dikasihani para tamu. Tak sendiri, Alden yang khawatir segera menyusul ke tempatnya.“Saya tidak mengulanginya dua kali, Yang Mulia.” Berhadapan langsung dengan Alden yang masih jengkel dengan tingkah gilanya, suara wanita itu terdengar parau usai menangis cukup lama. “Selama Anda di Dorian… apakah kalian berbuat sesuatu?”Tersinggung oleh tuduhan istrinya, kepala tangan dan rahang Alden kompak mengeras. Sejumlah pelayan yang ditugaskan menunggu di sekitar lorong tampak gugup dan panik. “Omong kosong apalagi yang ingin kau debatkan?”“Saya ingin tahu, apa yang terjadi di antara Anda dan Cleo selama di Dorian. Apakah… Anda menyentuhnya? Apakah dia membalas perasaan Anda?”Alden yang kelewat tercengang sampai mengambil langkah mundur sebelum akhirnya tertawa t
…..Barisan tamu kehornatan berderet rapi di sepanjang jalur tengah aula ketika rombongan Keluarga Kerajaan sedang bersiap-siap di posisi masing-masing. Di bagian paling depan, berdiri Cleo dan Sander. Ekspresi pasangan itu tampak tenang, kendati detak jatuh salah satunya sedikit berdebar menghadapi tatapan tajam para bangsawan yang menunggu di belakang mereka.“Duke Muda Sander,” sapa Raja Edward. Pria itu tampil penuh karisma dengan jubah beludru biru tua berhias lencana kerajaan di dada dan mahkota bertahtakan berlian dan safir. “Terima kasih telah datang ke pesta ini.”Sander membungkuk sopan dan diikuti oleh Cleo. “Kehormatan besar bagi saya untuk hadir di sini, Yang Mulia. Kami turut bersukacita atas pernikahan agung ini. Atas nama Keluarga Dorian, saya menyampaikan doa terbaik untuk Pangeran Alden dan Putri Zelda.”Tatapan Ratu Shopie beralih pada sosok Cleo. Menua dengan cara cantik, wajahnya yang dingin dan halus layaknya porselen tua yang mahal. Gaunnya menjutai elegan dalam
…..“Lady Austin,” sapa seorang pria paruh baya dengan tongkat kayu yang menghampiri tempat Cleo bersama istrinya. “Kita bertemu lagi.”Cleo mengangguk sopan. “Baron Abellard.”“Di pertemuan pertama kita, saya sedang terburu-buru. Maaf jika sikap saya kepada Anda terkesan dingin,” ujarnya ingin dimaklumi.“Oh, tidak sama sekali. Waktu Anda terlalu berharga untuk disia-siakan.”Istri Baron Abellard, seorang wanita anggun dengan gaun lavender dan rambut yang digelung sederhana—tersenyum malu-malu sembari memandangi Cleo. Kulitnya yang berkeriput halus siang ini tampak tertutupi lapisan bedak tipis dan perona pipi, membuat tampilannya lebih segar.“Lady Austin, izinkan saya memperkenalkan istri saya, Ariana,” ujar Baron Abellard. “Pesta ini adalah acara sosial pertamanya setelah sekian lama beristirahat.”Ariana mengangguk sopan. Suaranya halus saat berbicara, “Saya sempat menarik diri dari banyak kegiatan sosial setelah kelahiran anak bungsu kami. Senang bisa berjumpa dengan Anda, Lady
…..Hari baru saja berganti. Istana Elinor dipenuhi suara langkah tergesa dan teriakan pelayan yang bersahutan dari satu lorong ke lorong lain. Kain-kain mewah dibentangkan, karpet merah dibersihkan hingga bersinar, bunga segar dikirim dalam jumlah tak terhitung ke aula yang menjadi tempat resepsi. Di dapur, aroma manis dan gurih bercampur menjadi satu—puluhan juru masak sibuk mempersiapkan jamuan kenegaraan yang harus sempurna hingga gigitan terakhir.Sementara itu, para pejabat tinggi dan tamu undangan dari berbagai kerajaan mulai berdatangan. Mereka membawa rombongan masing-masing, menyulut percakapan hangat bercampur bisik-bisik politik di sela senyuman diplomatik. Di istana Dahlia, keributan mencapai puncaknya di kamar pengantin wanita. Zelda Adler, sang calon putri mahkota, berjalan mondar-mandir dengan gaun pengantin dan tudung tille menutupi kepala.“Tolong periksa lagi!” serunya panik, membuat dua pelayannya saling menatap ngeri. “Aku tidak akan membiarkan satu pun lipatan be
…..Di sisi barat Ibu Kota, jauh dari pusat perdagangan dan kawasan industri yang mulai padat, berdiri sebuah mansion bergaya klasik dalam kesunyian yang elegan. Dikelilingi pepohonan mapel dan taman kecil yang selalu terawat, bangunan bercat putih gading itu adalah kediaman resmi keluarga Dorian setiap kali mereka berkunjung ke Elinor. Lokasinya sengaja dipilih di daerah pinggiran—bukan karena kemewahan, melainkan demi udara bersih dan ketenangan yang sulit didapat di pusat kota.Rombongan kereta kuda berhenti di depan gerbang besi tempa yang dihiasi lambang keluarga. Cleo memandangi rumah besar itu dengan mata berbinar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali menginjakkan kakinya di Ibu Kota. Kini ia kembali sebagai bagian dari Keluarga Dorian—sebuah perubahan yang terasa seperti potongan mimpi yang entah dari kapan menjadi nyata.Sander berdiri di samping Cleo, tampak sedikit lelah setelah mengatur semua persiapan perjalanan dan kedatangan mereka. Ia telah memeriksa setiap sudut ruma
…..Untuk pertama kalinya, setelah bertahun-tahun membatasi diri karena kondisi kesehatan yang memburuk, Madam Victoria memutuskan untuk keluar dari kamar. Kejutan manis ini tentunya membahagiakan semua penghuni Dorian Manor. Tak seorang pun mengira, sesuatu yang gaib telah membisiki wanita itu. Sebuah bisikan gaib yang memberikan petunjuk bahwa mungkin waktunya di dunia sudah tidak lama lagi. Menyadari mungkin ini kesempatan terakhirnya menyenangkan hati semua orang, Madam Victoria ingin menghabiskan sisa waktunya bersama keluarga terkasih.“Pegang erat tanganku, jangan dilepaskan,” ujar Duke Adam yang tengah memapah istrinya menuruni anak tangga.Merasa tubuhnya sudah jauh lebih sehat dan kuat, Madam Victoria mengatakan jika ia sudah tidak membutuhkan kursi roda lagi. Madam juga berusaha keras meyakinkan para pelayan yang khawatir sepanjang waktu bahwa ia mampu berjalan-jalan tanpa perlu bantuan. Namun, Duke Adam menolak keras ide tersebut.“Sejak kapan Anda menjadi setua ini, Lord?
…..Semalaman Zelda panas dingin karena Abby. Bukannya tidak percaya James, wanita itu hanya khawatir kepala pelayannya akan melaporkan masalah asal-usul gadis lusuh yang dipungutnya dari jalan itu kepada Duke Simon. Meskipun James sudah bersumpah akan tutup mulut, pemilik Sky Hall tetaplah ayahnya.“Milady, kereta kerajaan menunggu di halaman depan,” lapor Lyn, pelayan pribadi Zelda. “Saya akan mengangkut barang-barang Anda keluar.”Tingga sisa sebulan saja. Zelda menunggu hari di mana ia akan melepas status lajangnya dan menikah dengan Pangeran Alden. Tradisi di hampir semua kerajaan di Benua Utama, calon pengantin wanita biasanya akan hidup seatap dengan keluarga calon suaminya—tentu saja di bawah pengawasan ketat. Tujuan dari tradisi ini adalah tak lain untuk mempermudah persiapan acara pernikahan mereka. Dan hari ini, tibahlah momen yang telah lama ditunggu-tunggu Zelda. Pangeran Alden dijadwalkan datang menjemputnya untuk membawanya ke istana.“Di mana Yang Mulia?” tanya Zelda p