Didepan kelas, Safira memghela nafas panjang, sebelum memutuskan memasuki kelas. Semua mata menatap dirinya, kini dirinya menjadi sorotan satu kelas. Perlahan melangkah memasuki kelas, dan matanya tak berpaling menatap siswa-siswi dikelas itu, dan berakhir pada Davina, beserta kawan-kawannya. Dia mengepalkan kedua tangannya, dengan geram. “Permisi bu.” Safira berujar perlahan sambil membungkuk tubuhnya, kearah bu guru sedang menjelaskan pelajaran. Bu Adelicia Calista tersenyum, menatap gadis itu prihatin. Prihatin dengan apa, yang telah terjadi pada Safira. Safira mempercepat langkahnya, menuju kursinya. Dia melihat ada tatapan benci, dan bahagia dari teman-teman sekelasnya, karena dirinya telah dihukum dan dikeluarkan dari sekolah Sma N Bangko. Segera Safira meraih tasnya, dan melangkah kedepan kelas. “Maaf ibu tidak bisa membantumu,” ujar bu Adelicia perlahan, mengusap-usap kepala Safira. Safira membalas senyum itu, namun hatinya mendidih ingin merobek tubuh Davina dan kawan-kawa
Safira berdiri dihalaman sekolah, menatapnya lama, berat langkahnya untuk meninggalkan sekolah. Dia sangat-sangat berharap impiannya, akan tercapai. Namun semuanya hanya mimpi belaka. Mimpi, yang tak akan pernah menjadi nyata. Safira melangkah tanpa tujuan, rasanya malas sekali pulang kerumah. Terus berjalan, hingga sesuatu membuatnya berteriak kesakitan. Safira terjerembab di aspal, seseorang menabraknya. Safira meringis menatap para laki-laki, tersenyum sinis padanya. Mereka adalah orang suruhan Abraham Adhitama. Beberapa laki-laki itu, menarik tangannya kuat. “Lepaskan.” Safira meronta melepaskan diri. Namun, tidak lama kemudian, dirinya tidak sadarkan diri, mereka meyuntikkan obat bius kelengannya. Beberapa laki-laki itu, membawanya kedalam mobil. Saat sadar, telah mendapati dirinya dalam sebuah kamar, yang luas. Safira sempat kebingungan, bingung dimana sekarang berada, sebelum akhirnya satu persatu anak tangga dia turuni. Terlihat banyak orang dibawah sana, meliuk-liukkan bad
Safira duduk dikantin bersama para bodyguardnya, sedangkan Fikri dan sahabatnya juga duduk tidak jauh dari mereka. Saat hendak menyuap nasi goreng, tiba-tiba dia memikirkan sebuah ide. Safira cepat meraih handphonenya, dan menelpon seseorang. Sebelum itu Safira menjauh, dari para bodyguardnya.“Kalian makan saja dulu, saya hanya menelpon seseorang sebentar!” perintah Safira membuat para bodyguard, yang sudah berdiri, kembali duduk. Namun mereka tidak sepenuhnya makan, melainkan tetap mengawasi Safira, dari kejauhan.“Bagaimana kabarmu?”“Baik.....”“Aku punya rencana untuk menjebak pak Barra!” ucap Safira langsung menjelaskan idenya. Candra hanya bisa mengerutkan keningnya, tatkala mendengarkan ide gila dari rekannya itu."Itu terlalu bahaya Ra. Mana mungkin kita bisa melakukannya, mereka itu kejam. Jika mereka membunuhku, dan tidak memberiku ampun, bagaimana?""Apa kau mau kasus ini tidak pernah terungkap? Berkorban lah sedikit demi mengungkapkan kebenaran ini. Aku yakin, mereka akan
Saat Safira hendak keluar kelas, tepat berada didepan pintu, Fikri tiba-tiba menyenggolnya. Safira tidak terima dengan perlakuan Fikri, segera mengejar Fikri berjalan menjauhi kelas. Safira menarik bajunya dengan kasar. Fikri menatapnya dingin, “Ada apa?” tanyanya datar. Seolah-olah tidak melakukan apa-apa. “Kau ini, benar-benar pria menyebalkan,” ucap Safira menahan marah. “Kau menyenggolku, dan kau pergi tanpa meminta maaf! Dasar manusia astral,” “Kau tadi menyenggolku, dan pergi tanpa meminta maaf..... Dasar manusia astral,” ucap Safira dengan nada ketus. Fikri menatap Safira dengan senyum sinis. “Kenapa? Kau tidak suka? Tapi, aku suka melakukannya! Sampai akhirnya kau menyerah dan keluar dari rumahku. Akan kubuat dirimu, tidak betah menjadi sopirku! Akan kubuat kau menyesal telah menerima pekerjaan ini! Lihat saja nanti, akan kubongkar semua kebusukanmu!” jelasnya melepaskan tangan Safira, dari bajunya dengan kasar. Juga mendorong tubuh Safira, menjauh dari nya. “Kau terlalu
Safira membuntuti truk berisikan persenjataan dan bahan-bahan peledak. Safira memakai jaket kulit hitam, dipadu dengan celana jeans kulit hitam, juga tidak lupa memakai kacamata hitam. Truk tersebut melaju dengan kecepatan tinggi. Tepat dibelakangnya, ada tiga iringan mobil sedan, mengawasi truk tersebut. Safira sengaja menjaga jarak motornya dengan iringan tersebut, agar tidak dicurigai. Safira terus saja menguntit dari jalan demi jalan, berlanjut gang demi gang, hingga truk dan tiga mobil tersebut berhenti, seorang pria membuka pagar dari seng, tiga mobil tersebut masuk bersama dengan truk tersebut. Safira memarkirkan motornya dipinggir jalan, dan mendekati tempat tersebut. Dari luar, ada tulisan dispanduk ada pembangunan didalam. Safira menyelinap masuk, saat dua mobil sedan keluar. Safira segera masuk dan memukul leher pria, yang membuka pagar hingga pingsan. Safira menyeret tubuh pria tersebut menjauhi pagar. Safira memindai keberadaan targetnya, melalui kacamatanya. Safira berj
“Aw…..” teriak Safira meringis kesakitan membuat satu kelas menatap dirinya. Safira tiba-tiba merintih seperti orang kesakitan. Bu Adelicia, sedang menerangkan pelajaran langsung mendekati Safira. Para bodyguard Safira, yang duduk didekatnya juga terkejut dan langsung panik melihat nonanya kesakitan. “Ada apa Fir?” tanya bu Adelicia nampak panik. “Sakit bu…..” ucap Safira lirih, dan tiba-tiba matanya melotot menatap langit-langit atap sekolah, dan tidak lama kemudian, Safira sudah tidak sadarkan diri. “Bawa dia ke uks…..” pekik bu Adelicia semakin panik. Semua para bodyguard Safira, bergerak mengikuti Feri mengendong Safira ke uks. Saat bu Adelicia hendak ikut, “Ibu lanjutkan saja pelajarannya, biar kami urus nona kami….” jelas Thoriq. Hanya bodyguard Safira yang keluar dari kelas. Bu Adelicia pun melanjutkan menjelasan pelajaran. “Bu…..” panggil Fikri tiba-tiba. “Ya Fikri, ada apa?” tanya Adelicia menghentikan menerangkan pelajaran. “Permisi mau ke wc bu, sakit perut…..” jela
Breaking news “Telah terjadinya pengeboman bus pariwisata pagi tadi pukul 08:00 wib. Tidak ada korban jiwa. Semua penumpang selamat, berkat seorang pria yang memberitahu akan adanya pengeboman di bus tersebut. Tidak beberapa lama setelah semua penumpang diselematkan, bus tersebut pun meledak.” Seorang pria diruang kerjanya mematikan tv. Seorang pria bersetelan hitam memasuki ruangan. “Maaf bos, pak Devano ingin menemui anda.” sang bos langsung memberikan kode mempersilahkan sang tamu masuk. “Kenapa kamu melakukannya?” tanya Barra saat sang tamu duduk disampingnya. “Kedatangan aku kesini ingin mempertanyakan itu? Sepertinya ada pengkhianat yang berusaha menghancurkan nama baik kita.” jawab Devano. “Siapa pengkhianat itu? Bahan peledak itu terindenfikasi sebagai Semtex milikmu!” “Semua senjata dan bahan peledak milikku sebelumnya aman dan aku sudah memeriksanya.” “Lalu kenapa peledakmu terdeteksi saat pengeboman tersebut?” “Aku yakin ada pengkhianat? Jika tidak seorang pengkhian
Safira mendekati kamar Fikri, namun pintu kamarnya terkunci. Safira berbalik badan hendak mengambil kunci cadangan. Dia terperanjat, saat melihat Fikri berdiri di depannya dengan wajah datar. “Saya, mau ambil pakaian untuk di cuci.” jawab Safira jujur mencoba bersikap tenang. “Siapa yang suruh?” tanya Fikri datar menyandarkan tubuhnya di dinding. “Kan memang tugasku untuk mencuci semua pakaian keluarga pak Hartawan. Tapi, kamarmu terkunci. Kenapa sih kamarmu terus di kunci, kayak menyembunyikan sesuatu?” “Bukan urusanmu.” jawabnya cuek. “Jika kau kunci terus, bagaimana aku mengambil pakaianmu, untuk di cuci?” “Kau ini mengerti bahasa orang nggak sih hah? Sudah berapa kali ku bilang, jangan pernah menyentuh pakaianku, termasuk mencucinya, berdiri di depan kamarku. Itu semua adalah larangan dan tidak boleh kau lakukan. Pergi dari hadapanku, aku bisa mencuci sendiri pakaianku, tidak usah sok baik.” Fikri mendorong Safira dengan kasar. “Dasar nyebelin. Mati aja kau... ku bunuh kau y
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be