“Memang cinta itu gila, ketika mencintai orang sampai kita hampir gila dibuatnya. Gila karena sebagian hidup kita hilang bersama kepergiannya. Ketika cinta itu pergi, bersama semua kenangan yang telah dibangun bersama. Membawa semua kebahagiaan yang sekarang menjadi harapan semu belaka.”
----------
Alesha mengklik tombol darurat yang ada di sebelah ranjang, setelah gerakan pelan yang disangka dari sadarnya sang ayah. Namun, malah menjadi pertanda buruk, tubuh Dinnar kejang, “Mas bangunlah, aku merindukanmu. Kamu harus kuat, demi aku dan anak-anak.” Dengan suara bergetar, Kanaya tidak melepas genggaman pada tangan Dinnar.
“Nyonya Kanaya, saya mohon tunggu di depan. Kami akan memeriksa tuan Dinnar.” Dokter Wijayanto yang baru saja masuk dan bersiap memeriksa kondisi Dinnar.
Tapi Kanaya bersikukuh untuk tetap menemani Dinnar, “Tapi, saya ingin menemani
“Uang dapat membelikan barang-barang mewah, tetapi ketika ada sesuatu yang tidak ternilai harganya seperti kehidupan, cinta, dan kebahagiaan, bahkan uang pun tidak dapat membelinya.”----------Alesha tidak berhenti berdoa untuk keselamatan Kanaya dan calon kedua adiknya agar ketiganya selamat. Netranya terus memandang ruang Operatie Kamer atau yang biasa di sebut OK. Di dalam sana bundanya sedang menjalani operasi Caesar.Saat terkulai tidak sadarkan diri setengah jam yang lalu Kanaya langsung dilarikan kedalam ruang IGD dan dinyatakan harus segera menjalani operasi Caesar untuk menyelamatkan calon anaknya. Kondisi kandungan yang lemah ditambah stress yang menekan, membuat Kanaya mengalami pendarahan.Setengah jam yang lalu, Kanaya dan juga Alesha begitu hancur. Mereka sama-sama kehilangan orang yang mereka sayangi, petunjuk dan pegangan dalam keluarga mereka pergi. Namun, bersamaan deng
"Hidup ini selamanya indah kalau kita pandai bersyukur, dan ikhlas menerima sekenario Tuhan, apa pun bentuknya"----------Di balik kaca pembatas Dinnar, Sam, Marta, dan bunda Kayla melihat bayi yang suster maksud, “Kondisi putri bapak baik, bahkan sangat baik.” Kata suster yang baru saja mengecek kondisi bayi mungil itu.Dinnar tersenyum menatap putri kecilnya itu. Ia bersyukur, masih diberi kesempatan untuk melihat princess-nya.Atas permintaan Dinnar, Suster itu mengambil bayi mungil itu lalu memberikan ke pada pria tampan yang masih nampak pucat itu. Dinnar dengan rasa haru menerima putri kecilnya itu. Dengan suara bergetar, terdengar pria tampan itu melantunkan azan ditelinga sang putri. Dan, setelah melantunkah iqomah, Dinnar mengecup lama kening sang putri, “Doakan bunda, sayang. Semoga bunda bisa melewati operasinya, dan bisa berkumpul bersama kita.” Monolog Dinnar dalam hati.Setelah memberik
“Meskipun cinta tidak berjodoh pada masa kini, bisa jadi berjodoh dimasa depan. Atau mungkin, ada jodoh yang lebih baik yang sudah Tuhan persiapkan.”----------Merasakan hangat akan terpaan sinar matahari, bayi merah itu menggeliat menggerakan badanya. Yang melihat pun tersenyum, “Kalau lihat yang nggemesin kayak gini, jadi pengen punya sendiri deh.” Ujar pria menawan yang nampak kagum akan bayi mungil yang menggemaskan itu.Sementara gadis jelita yang menggendong bayi munggil itu pun tersenyum, “Sebentar lagi, papa pasti punya yang menggemaskan kayak princess gini.” Kata gadis jelita yang menangapi perkataan pria menawan, “Sebentar lagi kan papa nikah sama tante Karin. Anaknya pasti menggemaskan. Papa kan tampan, tante Karina juga can….” Ups! Sepertinya gadis jelita yang tidak lain adalah Alesha itu salah ngomong dan seketika menghentikan celotehannya.Dengan was-was ia men
“Ikhlas tidak melulu soal merelakan. Tapi ikhlas adalah kondisi dimana kita melepaskan tanpa adanya beban dalam hati. Memang merelakan bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan begitu saja. Namun, merelakan adalah keputusan dan keinginan yang kuat.” ---------- Hari akan cepat berlalu ketika kita menjalaninya dengan orang-orang yang kita sayangi. Begitu juga dengan hari-hari Alesha, tidak terasa dua minggu berlalu begitu saja. Dan hari ini adalah jadwal keberangkatannya ke Colombia. Pagi ini saat ia bangun, langit masih gelap gulita. Setelah itu Alesha meregangkan ototnya beberapa kali hingga kesadaranya terkumpul. Alesha beranjak menuju kamar mandi dengan malas. Ia ingat pagi ini ia harus pergi. “Queen.” Varo mengetuk pintu kamar Alesha pelan. Alesha yang baru saja selesai mandi sedikit terkejut. Ada rasa takut, jika papa Yonya menyadari kepergiannya. Memakai kerudung instannya, “Iya, bentar.” Sahutnya lantang. Beru
“Tidak peduli apa yang telah hilang, selama masih mampu bersyukur pada Tuhan, kita tidak kehilangan apapun sekalipun dia yang sudah pergi meninggalkan." ---------Dikantornya Varo tengah sibuk memeriksa tumpukan dokumen yang baru saja Aldo berikan padanya. Padahal jam sudah menunjukan jam makan siang, namun belum ada niatan Varo untuk istirahat sejenak dari lembaran-lembaran kertas itu.Saat Varo sedang fokus meneliti berkas-berkas itu, pintu ruangannya diketuk. Mengalihkan fokus dari kertas-kertas dimeja, “Masuk.” Kata Varo mempersilakan.Varo mengerutkan dahi, kala melihat Pramono asisten pribadi papanya. Orang kepercayaan papanya itu tersenyum dengan membawa paper bag besar ditangan kanannya, “Siang, mas Varo.” Sapa pria paruh baya itu.Alvaro membalas senyum itu dengan ramah, “Siang pak Pram. Tumben?” Tanya Alvaro, tidak biasanya asisten pribadi papanya datan
“Kehilangan mengajarkan bagaimana menghargai dan melepaskan. Sekeras apapun mencoba mempertahankannya, kalau memang sudah digariskan untuk lepas, maka akan begitu adanya.” ---------- Varo berjalan lemah memasuki kamar Alesha. Ia ingin memastikan, apa gadis jelitanya benar-benar meninggalkannya. Dan lebih parahnya tidak berpamitan dengannya. “Queen.” Panggil Alvaro begitu memasuki kamar Alesha yang gelap. Karena gelap, Varo menyalakan lampu kamar Alesha dan mata Varo membola mendapati kamar gadisnya yang terlihat sangat rapi. Bukan rapi habis dibersihkan, lebih tepatnya rapi karena sepertinya memang ditinggalkan. “Alesha.” Panggilnya lagi. Ia membuka lemari pakaian Alesha, Alvaro sangat hafal barang serta benda-benda yang berada di kamar Alesha. Termasuk pakaian-pakaian Alesha di dalam lemari, dan benda tersebut tidak berada pada tempatnya. Padahal tadi Pramono sudah me
“Terkadang memang harus merelakan sesuatu hal bukan karena menyerah, tapi mengerti bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan.”----------Alesha menempuh perjalanan panjang selama lebih dari tiga puluh Jam. Dengan dua kali transit di Narita Airport Jepang dan Dallas Fort Worth International, Texas akhirnya Alesha menapakan kaki di New York. Tubuhnya benar-benar lelah, berjalan menuju loket pengambilan bagasipun sempoyongan. Padahal ia naik pesawat kelas satu.Ada rasa tidak percaya dalam diri Alesha, jika sekarang ia berada di New York, Amerika Serikat. Salah satu bodyguard Alesha yang bernama Farrel mengambil mantel tebal dari dalam koper. Farrel menyerahkan mantel itu kepada Alesha. Saat ini, memang New York sedang memasuki musim dingin.Alesha tersenyum takjub melihat salju turun. Bahkan tadi ia sempat melihat landasan dan juga gedung bandara tertutup salju tipis.“Non
“Terkadang untuk melihat pelangi yang indah, kita perlu menunggu hujan usai, bukan? Sama halnya dengan kita, ketika kita menginginkan sesuatu yang kita inginkan, kita harus siap dengan luka yang akan menemani hal itu. Ingat! Ketika air mata jatuh, Tuhan sedang merangkai senyuman, lihat saja nanti.”----------Hari berganti, waktu berlalu bagaikan bom waktu yang berjalan sangat cepat. Besok, hari pernikahan Varo dan Karina akan berlangsung. Malam ini di balkon kamar, Varo tengah duduk termenung memikirkan pernikahannya besok.Ingin sekali, Varo memberi tahu orang tuanya mengenai Karina yang bukan perempuan baik-baik. Namun, melihat kebahagiaan serta atusias mereka, Varo jadi tidak tega. Terlebih mamanya, bahkan mamanya sendiri yang mendisain semua gaun yang akan digunakan selama acara.Suara seseorang yang baru saja masuk kamarnya membuat Varo terpaksa menyudahi lamunannya, “Ada ap