Share

Bab 3

Penulis: Yedhika Tonago
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-05 22:31:58

Bab 3

Kuseret langkah kaki yang terasa berat lalu mengetuk pintu pelan.

Malam sudah semakin larut, ditambah suasana hujan menambah kenyamanan untuk tidur.

Mungkin orang-orang di dalam juga, sampai aku mengetuk berkali-kali, pintu itu belum

terbuka.

" Mungkin sudah nasib kita, Nduk! Tidur di luar begini."

Aku terkekeh menertawakan nasibku sendiri.

Tapi takdir tidak selamanya buruk, lewat beberapa menit, terdengar suara langkah kaki mendekat.

Krek....

"Waalaikumsalam."

Kini satu wajah muncul dari balik pintu sambil menjawab salam.

Kulihat anak laki-laki berusia kurang lebih sepuluh tahun menatapku dengan aneh.

Mungkin dia bingung bagaimana ada seorang perempuan datang malam-malam, sudah hujan membawa tas pula.

"Cari siapa, ya?" tanyanya kemudian.

Sepertinya dia penghuni baru di panti, saat aku meninggalkan tempat ini tiga tahun lalu, dia belum ada.

Aku mengusap pelan rambutnya.

"Namamu siapa? Kamu anak baru ya, di sini?"

Dia tersenyum, pandangannya beralih pada Aruna yang menggeliat di gendongan.

"Adek bayi? Lucu sekali."

Bukannya menjawab, bocah kecil itu berjinjit melongokkan kepalanya.

" Iya, namanya Aruna. Kalau namaku Melati, Ibu Ratmi mana?"

Aku menyebut nama ibu panti yang mengurus kami selama ini.

" Mawar, melati semuanya indah."

Bibirnya bersenandung lagu kanak-kanak yang sudah ada dari jaman aku kecil.

Aku tersenyum lalu melangkah ke dalam tanpa mengharap jawaban lagi.

Rumah panti ini tidak banyak berubah, masih sama seperti waktu aku meninggalkannya tiga tahun silam. Saat Mas Agung menikahiku dan memboyongku ke rumah Ibu mertua.

Ah, baru juga berapa jam? aku sudah memikirkannya lagi.

Tinggal bertahun-tahun di sini, membuatku hapal setiap sudutnya hanya dengan menutup mata.

Dari pintu depan kita akan menemui ruangan dengan meja dan empat kursi yang di tata rapi. Ruang ini biasa digunakan untuk menerima donatur atau tamu yang datang.

Kursi dari anyaman rotan yang keras masih menghiasinya. Kadang Mas Agung menunggu di sana sambil mengobrol dengan ibu panti.

Mas Agung lagi....

Melewati ruang tamu, akan ada sebuah lorong yang menghubungkan ruang tamu dengan kamar anak-anak di sebelah kiri dan kanan.

Tak terdengar riuh ramai anak-anak saat aku menyusuri lorong itu. Mungkin saja mereka sudah tidur.

Dulu aku sering berlarian berkejaran dengan teman-teman melewati lorong ini. Lalu Bu Ratmi akan mulai mengomel melihat kami berlarian di dalam rumah.

Sebenarnya, bangunan ini adalah sebuah rumah biasa. Tidak ada plang bertuliskan panti di halaman depan.

Ibu Ratmi lebih suka menyebutnya rumah singgah.

Wanita paruh baya itu menggunakan lebih dari separuh umurnya untuk mengasuh kami.

Anak-anak yang tidak diharapkan, begitu kata orang.

Ada yang terang-terangan menitipkan anaknya di sini dengan dalih tidak ada biaya.

Ada pula yang hanya ditaruh begitu saja, aku contohnya.

Bu Ratmi menemukanku menangis di depan rumah waktu subuh, berbalut kain tipis dan selembar foto laki-laki. Mungkin dia ayahku, entahlah.

Yang pasti foto itu tidak pernah lupa kubawa kemanapun aku pergi.

Persis saat ini, aku datang tengah malam dengan membawa Aruna, tapi aku tidak seperti orangtuaku yang tega meninggalkan anaknya di depan sana.

Aku tidak sampai hati.

Dari lorong, kaki ini berbelok ke kiri, dimana ada  sebuah kamar cukup luas dengan tiga tempat tidur susun.

Dapat kuhirup udara beraromakan masa lalu di sini.

Tempat aku menghabiskan sebagian besar waktu  di salah satu sudutnya.

Kamar anak perempuan yang dulu ramai dengan celotehku dan teman-teman.

Saat kami diam-diam menghias wajah dengan tepung, atau berebut boneka yang sudah dekil. Semua berputar kembali dalam kepalaku.

Tapi sekarang, kamar ini sunyi, sesunyi hati Bu Ratmi yang duduk di tepi tempat tidur. Sebelah tangannya mengelus dua anak perempuan yang tidur bersisihan.

" Siapa yang datang, Ren?"

Mungkin dia memanggil nama anak laki-laki yang membukakan pintu tadi.

Letak tempat tidur itu di sebelah kanan pintu dan Bu Ratmi duduk membelakanginya.

Wanita bermata teduh itu tidak melihat kedatanganku.

Tahu-tahu, anak laki-laki tadi sudah melewatiku yang berdiri mematung.

Ia lalu duduk di samping Bu Ratmi.

" Tu, Bu! Nggak tahu siapa, dateng-dateng langsung masuk."

Telunjuknya mengarah padaku.

Aku tersenyum sambil pura-pura melotot.

Bu Ratmi mengikuti arah telunjuk itu sampai mata bersitatap.

Tangan yang sudah tua itu mengusap-usap matanya, mungkin tidak percaya dengan pandangannya.

" Ibu ... aku pulang!" Rasanya tangis ini tak terbendung lagi.

Segera aku duduk bersimpuh di hadapannya.

Wanita yang sudah merawatku sejak kecil, mencurahkan kasih sayangnya sepenuh hati.

Tak pernah kudapati ia marah selain untuk kebaikanku.

Darinya aku merasakan kehadiran Ibu, sosok yang tidak pernah kuketahui rupanya.

Walau  Bu Ratmi bukan wanita yang menghadirkanku ke dunia ini tapi dialah ibuku yang sesungguhnya.

Bu Ratmi membelai kepalaku yang kini sudah kuletakkan di pangkuannya.

" Ya Allah, Nduk. Benar ini kamu? Melati anakku?"

Aku tergugu dan mengangguk. Bu Ratmi yang selalu menyebut dengan panggilan anakku.

Mendengarku menangis, Aruna dalam gendongan juga ikut menangis.

" Cup ... cup... sini ikut Kakak!"

Anak laki-laki itu mengambil Aruna dari gendonganku.

Tangannya menepuk-nepuk pelan pantat bayi itu.

Sebagai anak-anak, dia cukup pintar menggendong.

Aku mencium tangan itu dengan takzim.

"Aku pulang, Bu. Maaf aku dulu tidak menuruti nasehatmu. Benar kata Ibu, laki-laki itu tidak baik, Bu."

Setelah tiga menikah, baru kali ini aku datang. Ibu mertua selalu melarangku untuk berkunjung sementara Mas Agung selalu beralasan sibuk.

Tangan itu, tangan yang menyentuhku pertama kali dengan penuh cinta, kini keriput di makan usia. Dibingkainya wajah ini dengan lembut.

Kelembutan yang tidak pernah kudapat di keluarga itu. Ibu mertua yang kuharapkan bisa menjadi penyambung ibu, ternyata tidak lebih dari seorang monster.

Jangankan kelembutan, kata-kata manispun tidak pernah terucap dari bibirnya.

" Nduk, kamu tidak perlu minta maaf! Kamu tidak salah, ini semua sudah takdir Gusti Allah."

Airmata ini semakin mengalir deras saat pandangan kami bertemu. Netranya berkabut sama seperti ketika melepas aku pergi.

" Yang penting kamu sehat, bisa kembali ke rumah ini, ib sudah senang. Kamu tidak pernah datang setelah menikah. Ibu sampai merindukanmu. Siang malam ibu berdoa agar bisa bertemu denganmu lagi sebelum ibu pulang."

Kata-katanya membuat hatiku tersayat. Aku bersyukur masih ada yang menyayangiku dengan tulus.

Inilah tempatku, di mana aku merasa berharga.

" Maaf, Bu! Dulu Mas Agung tidak pernah mengijinkanku pergi, tapi sekarang dia malah mengusirku, Bu."

Bu Ratmi nampak terkejut, dibawanya tubuh ini ke dalam pelukannya.

" Jangan khawatir, ini rumahmu! Pulanglah Nduk, ini tetap menjadi rumahmu!"

Aku menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ibu yang selalu kurindukan. Dekap hangat itu menenangkanku.

Meluruhkan sakit yang bersemayam dalam hati.

" Terima kasih, Bu."

Bab terkait

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 4

    Bab 4Bu Ratmi melepaskan pelukannya, lalu menghapus airmata di pipi ini. " Sudah! Jangan menangis, kamu pasti lelah! Dimana cucu ibu tadi? Rendi adiknya dibawa ke sini," panggilnya pada anak laki-laki tadi. Entah kemana dia menggendong Aruna, yang pasti sudah tak terdengar lagi tangisannya. Tak lama, suara bayi yang sedang tertawa semakin terdengar. " Apa ya, Dik? Ibu ini panggil-panggil, kita kan lagi asyik mainan." Wajah lucu itu membuat Aruna tertawa lagi. Anak itu segera menyerahkan Aruna kepada Ibu. " Ini ya, cucu Nenek yang cantik? Apa sayang? Kamu pasti kedinginan ya, jalan-jalan ke sini." Ibu seakan bisa berbicara dengan Aruna sehingga bayi berumur sembilan bulan itu tergelak. " Lucunya cucu Nenek. Siapa namanya Mel?" Ibu menoleh kepadaku. " Namanya Aruna, Bu." Belum sempat aku menjawab, sudah di dahului anak yang tadi. " Kamu sendiri namanya siapa? Dari tadi Mbak tanya kok nggak dijawab?" Aku berdiri lalu duduk di sampingnya. " Namanya Rendi, Nduk. Baru setah

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 5

    Aku menautkan jari jemari, mencari kata yang sesuai, saat Ibu menanyakan kabar suamiku itu. Bagaimanapun beliau pernah melarang secara halus hubunganku dengan laki-laki yang lima tahun lebih tua dariku itu. Ibu pernah menasehatiku. "Nduk, pikirkan kembali apa kamu sudah mantap menerima pinangan Agung, Ibu lihat kalian terlalu terburu-buru." Aku yang baru berusia sembilan belas tahun kala itu, baru mekar-mekarnya jika diumpamakan. " Tidak, Bu. Mas Agung sudah mantap melamarku, ibunya juga akan datang kemari. Lebih baik menikah to, Bu? Daripada kami pacaran?" " Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, Ibu ikut saja. Apa keluarganya sudah tahu tentang keadaanmu ini?" tanya Ibu lagi dengan nada khawatir. Siapa yang tidak mengenal keluarga Mas Agung di kota ini? Salah satu kalangan ningrat yang konon katanya masih keturunan keraton? Kekayaan mereka tidak perlu diragukan lagi. Swalayan yang tersebar di berbagai sudut kota, sudah menunjukkan derajat mereka. Dibandingkan dengan d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   BAB 6

    Pov Author Melati membaringkan tubuhnya di sebelah Aruna. Netranya memandang langit-langit kamar. Masih segar dalam ingatan, saat Agung melepas kepergiannya tadi. "Apa sudah tidak ada cinta di hatimu, Mas?" gumamnya. Lamat-lamat, sinar lampu mulai meredup dan semakin mengecil. Tak lama, perempuan bertubuh mungil itu terlelap dalam tidur. "Oa ... oe...." suara tangis Aruna memecah keheningan pagi. Melati membuka matanya yang terasa berat, rasanya baru beberapa jam lalu dia tertidur, eh sudah pagi saja. "Kenapa anak Ibu? Lapar ya? Sini sayang!" Melati mengangkat tubuh bayi itu dengan hati-hati. Lalu bersiap mengASInya. Dari luar, terdengar jerit tawa anak-anak yang sedang bermain. Melati menepuk pelan punggung Aruna hingga bersendawa. "Kita keluar ya, Nak! Lihat kakak-kakak lagi main, kamu pasti seneng!" Melati membongkar pakaian Aruna di dalam tas, mengambil satu baju dan celana lalu membawanya keluar. "Eh, kamu sudah bangun, Mel?" sapa Ratmi yang baru saja selesai memasa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 7

    Pov Author "Ibu.... jangan sakiti Mbak Eka, ini bukan kesalahannya!" Seketika laki-laki bertubuh jangkung itu menjauhkan tangan ibunya dari wajah Eka. Sudah terlihat bekas gambar lima jari di wajahnya, tapi perempuan itu tetap saja diam dan menundukkan kepalanya. "Jangan berani-beraninya kau mempengaruhi Agung! Selama kau masih mau tinggal di sini!" ucap Sri dengan berang. Susah payah ia mengusir Melati, eh begitu berhasil, anak perempuannya sendiri yang menggagalkannya. "Maaf, Bu! Aku tidak bermaksud-" "Ah, sudah tutup mulutmu! Jangan sampai aku melihatmu mempengaruhi Agung lagi! Atau kau tanggung sendiri akibatnya!" Sri meninggalkan dua bersaudara itu begitu saja. Agung menghampiri kakaknya. "Maafkan aku ya, Mbak! Gara-gara aku, mbak sampai dipukul ibu." Agung meminta maaf seperti saat mereka masih kecil. Eka yang berumur lima tahun lebih tua, selalu melindunginya dari amarah Sri. Begitu erat persaudaraan mereka, walau Sri kerap membedakan keduanya. "Mbak nggak apa-apa, k

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 8

    Bab 8 "Kamu.... beraninya kamu melindungi laki-laki ini?" ucap Agung dengan napas yang memburu. Aku berusaha meraih tubuh Anwar yang berlindung di sebaliknya, hingga mereka tersungkur. "Ayo bangun kamu!" Kuraih krah kemeja yang dipakai Anwar lalu mencengkeramnya dengan kuat. "Jangan beraninya berlindung di belakang wanita!" Kudekatkan wajahku padanya, lalubeberapa kali kulayangkan bogem di wajahnya yang terbilang tampan itu. "Ayo jangan diam saja! Lawan aku!" teriakku melihat Anwar tidak membalas pukulanku. Dia benar-benar memancing emosiku.Apa dia sedang berusaha menarik perhatian Melati dengan pasrah begitu saja? "Dasar laki-laki licik! Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan istriku? Jawab!" Kutarik tubuhnya agar bangun. Spontan Melati mencegahnya.Pukulan yang sejatinya akan aku layangkan pada Anwar, ternyata malah mengenai Melati. Istriku itu meringis kesakitan. "Terus, Mas! Terus saja pukul aku sepuas hatimu, tapi jangan pukul Anwar!" Kepala itu mendongak, dapa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 9

    Pov MelatiApa pendengaranku tidak salah? Berulang kali aku mengingat perkataan Mas Agung sebelum pergi.Namun, tidak ada yang berubah.Laki-laki yang menikahiku tiga tahun itu sudah menjatuhkan talak. Tanpa sadar, sesuatu menggenang di pelupuk mata. Aku terkejut mendapatinya muncul dari balik teras.Rindu yang membuncah di dada, seakan sirna saat melihatnya berdiri di depanku. Namun, mengapa tatapannya begitu dingin? "Mas...." Kucoba meraih jemarinya tapi Mas Agung menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Netranya menatapku dengan jijik. Tangan kotor? Aku masih mencerna kata-katanya dengan lambat lalu menoleh pada Anwar. Teman kerjaku dulu, sekaligus orang kepercayaan Mas Agung itu memang datang berkunjung ke panti. Rupanya, berita sudah menyebar dengan cepat di kota kecil ini. Kabar jika ada satu keluarga terpandang mengusir menantu dan cucunya. Kebetulan aku sedang bersiap pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan saat Anwar datang. "Suda

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 10

    Pov author Mereka terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing, setelah gagal mendapatkan donor darah yang sesuai untuk Agung. Stok PMI yang sedang kosong semakin menyulitkan. "Ka, coba tanya di grup keluarga besar Kusumo apa ada yang bisa membantu?" titah Sri pada Eka. Grup aplikasi berwarna hijau itu memang menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan keluarga mendiang suaminya. Golongan darah Agung sendiri menurun dari sang ayah, AB dengan rhesus negatif yang tergolong langka. Eka hanya menggeleng pelan. "Sudah, Bu! Tapi ndak ada yang cocok katanya!" Sri mengusap kasar wajahnya, "Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang mau menolong?" "Kau sudah hubungi para pegawai? Tetangga rumah?" "Sudah, Bu! Belum ada kabar!" "Bagaimana ini? Kelamaan kalau harus menunggu!" Sri masih mondar mandir di depan ICU. Melati hanya bisa melihat dari kejauhan, meski ibu mertua sudah mengusirnya. "Mela, apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu? Kasihan Aruna, dia pasti capek!" Anwar memegang p

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-23
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 11

    pov author"Tapi Bu-" sahut Melati cepat.Biar bagaimana panti ini milik Ratmi, tidak sedikitpun ada haknya maupun Lastri disini.Ratmi tersenyum."Kalian siapkan saja apa syaratnya!" Netra tuanya berkabut."Tapi ingat! Kalian harus pergi ke rumah saki sekarang juga!"Melati mengenggam tangan ibunya yang gemetar."Ibu tidak perlu melakukan ini! Melati pasti bisa dapat donor darah yang lain!""Jangan, Mel. Jangan buat Agung menunggu terlalu lama." Diusapnya tangan Melati.Lasti dan Diki saling melirik, dengan menahan senyum.Sebentar lagi, mereka akan jadi orang kaya.Terbayang berapa banyak uang yang akan mereka terima dari Affandi, bos besar pengusaha properti itu."Ibu, tinggal tanda tangan saja di sini!" Diki menyodorkan surat berisi persetujuan penjualan tanah beserta pant

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-23

Bab terbaru

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   bab 16

    Apa itu Aruna? Aruna Kinanti?Agung memarkirkan mobil di depan toko yang nampak ramai itu.Jam makan siang baru saja berakhir, tapi masih nampak beberapa orang asyik memilih kue yang dipajang di etalase.Salah seorang pegawai menghampirinya."Mari, Pak. Silahkan mau beli kue apa?" sapanya ramah.Aku tersenyum lalu menerima nampan yang ia berikan.Toko kue berkonsep minimalis ini menyajikan beragam kue yang cukup lengkap.Ada juga kue tradisional yang bersanding manis dengan cake dari luar negeri.Barisan toples berisi kue kering juga berjajar rapi.Sesaat ingatan Agung melayang, istrinya itu juga gemar membuat kue dengan seperti itu."Ini, Mas! Cobain deh nastar yang aku buat!" Wanita yang masih memakai celemek itu menyodorkan sepotong kue nastar ke mulutnya."Gimana enak, nggak?" matanya mengerjap penuh harap."Rencananya aku mau buat kue itu untuk dibawa ke rumah ibu pas lebaran nanti!" Agung masih tekun mengunyah, dicomotnya lagi beberapa biji dari loyang yang masih panas."Iihhh

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 15

    "Ahhh...." Kurasakan nyeri di tangan kiri bekas kecelakaan dulu saat aku menggunakannya untuk bertumpu di meja.Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawaku itu, aku masih bergidik saat membayangkan detik-detik truk itu nyaris menabrak mobilku."Siapa ya, orang yang sudah mendonorkan darahnya padaku?" batinku sambil melihat keadaan toko dari dalam kantorku.Sampai sekarang, aku masih belum tahu orang baik hati itu.Ibu selalu saja menghindar setiap kali kutanya."Sudah! Masalah siapa yang mendonorkan darahmu itu, tidak perlu kau pikirkan! Dia juga tidak ingin namanya identitasnya di ungkap!" Kata ibu tempo hari.Tetap saja aku penasaran, siapa orang yang sudah menyelamatkanku di hari naas itu.Hari yang tidak akan pernah kulupakan.Bagaimana aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, perselingkuhan Melati.Tadinya aku ingin mempercayai kata-katanya saat di rumah sakit.Namun, fakta yang diungkap Anwar membuat darahku mendidih seketika.Wanita yang selama ini kuperjuangkan, tak lebih da

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 14 Rumahku rata dengan tanah

    "Berhenti!" teriak Melati lantang, suaranya berusaha mengalahkan kebisingan alat berat yang menggerus halaman rumahnya.Di hadapannya, sebagian halaman sudah rata dengan tanah, sementara tanaman dan pot bunga yang selalu dirawat ibunya kini lenyap tanpa jejak."Apa-apaan ini?" Melati bertanya pada Diki, suami Lastri, namun pertanyaannya seolah tidak didengar. Diki lebih tertarik berbicara dengan seorang laki-laki bertopi safety, yang di topinya terpampang logo perusahaan properti terkenal di kota."Aku bilang berhenti!"Melati berlari, merentangkan tangan di depan alat berat yang bergerak maju."Woi ... minggir, Mbak!" teriak operator alat berat, melongok dari dalam kabin sambil mengibaskan tangannya."Tidak akan, sebelum kalian menghentikan alat ini!" Melati bersikeras, meskipun dia tahu alat itu bisa saja melindaskannya.Diki, yang sejak tadi berpura-pura sibuk, tiba-tiba menoleh ke arah keributan itu. Dia melongo sejenak sebelum berlari ke arah Melati."Apa-apaan kau ini?" Dia menc

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 13

    Bab 13pov authorMelati terbelalak mendapati tumpukan tas di lantai."Mbak Mel, kita mau pergi kemana?Hu...hu...hu!" tangis Lisa dan Rima bersamaan.Kedua anak perempuan itu menarik-narik baju yang dipakainya."Gimana donornya, Nduk? Sudah selesai? Agung sudah sadar?" Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Ratmi yang bergetar."Nanti Mbak pikirin dulu, ya! Sekarang kalian diem dulu, ya! Tuh, Aruna aja nggak nangis!"Melati mengusap kepala adik asuhnya itu lalu berjalan mendekati Ratmi yang duduk memangku Aruna."Aruna sayang, anak ibu. Pinter nggak nangis ya!" diangkatnya bayi itu dari pangkuan Ratmi.Lalu menciumi pipi gembulnya dengan gemas.Aruna sampai tertawa kegelian."Mas Agung sudah sadar, Bu! Keadaannya sudah jauh lebih baik."Ratmi mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Alhamdulillah, terima kasih ya Allah!"Melati tertegun, ia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah sakit tadi pada ibunya.'Maafkan Melati, Bu! Bukannya aku mau berbohong, tapi aku tidak mau menambah be

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 12

    Bab 12Aku harus bisa meyakinkan Mas Agung. Beruntung Anwar masih dengan sabar menemaniku di rumah sakit.Kami bisa menjelaskan kesalahpahaman ini langsung di depan suamiku."Baik! Ayo, kita buktikan sekarang!" Ibu mertuaku melangkah dengan tergesa ke dalam ruangan.Sementara aku dan Anwar mengikutinya dari belakang."Tolong jelaskan pada Mas Agung, ya War!" pintaku sesaat sebelum masuk ke ruang tempat Mas Agung di rawat.Laki-laki yang berjalan beriringan denganku itu, hanya tersenyum simpul."Gung, kamu sudah sadar?"Ibu menghampiri Mas Agung yang sudah membuka mata.Lelaki halalku itu tersenyum lemah, netranya menyipit saat melihatku."Mas, kamu sudah sadar?" Kuusap airmata yang jatuh lalu bergerak untuk mendekatinya.Mas Agung diam saja ketika aku menyentuh tangannya membantunya.Kutata bantal di belakangnya agar lebih nyaman untuk bersandar."Gimana, Mas? Sudah enakan?" tanyaku kemudian.Laki-laki itu hanya mengangguk lalu menoleh pada Anwar.Ibu mertua seakan tidak mau memberi

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 11

    pov author"Tapi Bu-" sahut Melati cepat.Biar bagaimana panti ini milik Ratmi, tidak sedikitpun ada haknya maupun Lastri disini.Ratmi tersenyum."Kalian siapkan saja apa syaratnya!" Netra tuanya berkabut."Tapi ingat! Kalian harus pergi ke rumah saki sekarang juga!"Melati mengenggam tangan ibunya yang gemetar."Ibu tidak perlu melakukan ini! Melati pasti bisa dapat donor darah yang lain!""Jangan, Mel. Jangan buat Agung menunggu terlalu lama." Diusapnya tangan Melati.Lasti dan Diki saling melirik, dengan menahan senyum.Sebentar lagi, mereka akan jadi orang kaya.Terbayang berapa banyak uang yang akan mereka terima dari Affandi, bos besar pengusaha properti itu."Ibu, tinggal tanda tangan saja di sini!" Diki menyodorkan surat berisi persetujuan penjualan tanah beserta pant

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 10

    Pov author Mereka terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing, setelah gagal mendapatkan donor darah yang sesuai untuk Agung. Stok PMI yang sedang kosong semakin menyulitkan. "Ka, coba tanya di grup keluarga besar Kusumo apa ada yang bisa membantu?" titah Sri pada Eka. Grup aplikasi berwarna hijau itu memang menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan keluarga mendiang suaminya. Golongan darah Agung sendiri menurun dari sang ayah, AB dengan rhesus negatif yang tergolong langka. Eka hanya menggeleng pelan. "Sudah, Bu! Tapi ndak ada yang cocok katanya!" Sri mengusap kasar wajahnya, "Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang mau menolong?" "Kau sudah hubungi para pegawai? Tetangga rumah?" "Sudah, Bu! Belum ada kabar!" "Bagaimana ini? Kelamaan kalau harus menunggu!" Sri masih mondar mandir di depan ICU. Melati hanya bisa melihat dari kejauhan, meski ibu mertua sudah mengusirnya. "Mela, apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu? Kasihan Aruna, dia pasti capek!" Anwar memegang p

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 9

    Pov MelatiApa pendengaranku tidak salah? Berulang kali aku mengingat perkataan Mas Agung sebelum pergi.Namun, tidak ada yang berubah.Laki-laki yang menikahiku tiga tahun itu sudah menjatuhkan talak. Tanpa sadar, sesuatu menggenang di pelupuk mata. Aku terkejut mendapatinya muncul dari balik teras.Rindu yang membuncah di dada, seakan sirna saat melihatnya berdiri di depanku. Namun, mengapa tatapannya begitu dingin? "Mas...." Kucoba meraih jemarinya tapi Mas Agung menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Netranya menatapku dengan jijik. Tangan kotor? Aku masih mencerna kata-katanya dengan lambat lalu menoleh pada Anwar. Teman kerjaku dulu, sekaligus orang kepercayaan Mas Agung itu memang datang berkunjung ke panti. Rupanya, berita sudah menyebar dengan cepat di kota kecil ini. Kabar jika ada satu keluarga terpandang mengusir menantu dan cucunya. Kebetulan aku sedang bersiap pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan saat Anwar datang. "Suda

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 8

    Bab 8 "Kamu.... beraninya kamu melindungi laki-laki ini?" ucap Agung dengan napas yang memburu. Aku berusaha meraih tubuh Anwar yang berlindung di sebaliknya, hingga mereka tersungkur. "Ayo bangun kamu!" Kuraih krah kemeja yang dipakai Anwar lalu mencengkeramnya dengan kuat. "Jangan beraninya berlindung di belakang wanita!" Kudekatkan wajahku padanya, lalubeberapa kali kulayangkan bogem di wajahnya yang terbilang tampan itu. "Ayo jangan diam saja! Lawan aku!" teriakku melihat Anwar tidak membalas pukulanku. Dia benar-benar memancing emosiku.Apa dia sedang berusaha menarik perhatian Melati dengan pasrah begitu saja? "Dasar laki-laki licik! Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan istriku? Jawab!" Kutarik tubuhnya agar bangun. Spontan Melati mencegahnya.Pukulan yang sejatinya akan aku layangkan pada Anwar, ternyata malah mengenai Melati. Istriku itu meringis kesakitan. "Terus, Mas! Terus saja pukul aku sepuas hatimu, tapi jangan pukul Anwar!" Kepala itu mendongak, dapa

DMCA.com Protection Status