Share

BAB 6

last update Last Updated: 2023-04-12 22:48:09

Pov Author

Melati membaringkan tubuhnya di sebelah Aruna.

Netranya memandang langit-langit kamar.

Masih segar dalam ingatan, saat Agung melepas kepergiannya tadi.

"Apa sudah tidak ada cinta di hatimu, Mas?" gumamnya.

Lamat-lamat, sinar lampu mulai meredup dan semakin mengecil.

Tak lama, perempuan bertubuh mungil itu terlelap dalam tidur.

"Oa ... oe...." suara tangis Aruna memecah keheningan pagi.

Melati membuka matanya yang terasa berat, rasanya baru beberapa jam lalu dia tertidur, eh sudah pagi saja.

"Kenapa anak Ibu? Lapar ya? Sini sayang!" Melati mengangkat tubuh bayi itu dengan hati-hati.

Lalu bersiap mengASInya.

Dari luar, terdengar jerit tawa anak-anak yang sedang bermain.

Melati menepuk pelan punggung Aruna hingga bersendawa.

"Kita keluar ya, Nak! Lihat kakak-kakak lagi main, kamu pasti seneng!"

Melati membongkar pakaian Aruna di dalam tas, mengambil satu baju dan celana lalu membawanya keluar.

"Eh, kamu sudah bangun, Mel?" sapa Ratmi yang baru saja selesai memasak.

" Iya, Bu. Kalau Aruna tidak menangis, aku pasti masih tidur." jawab Melati sambil menyengir kuda.

"Kamu ini, masih belum berubah. Sini, Ibu ajak Aruna keluar, kamu jerang air dulu buat dia mandi ya!" Ratmi mengambil bayi itu dari pangkuan Melati.

Melati menatap punggung ibunya yang menghilang di balik pintu.

Lalu, ia menyalakan kompor untuk menjerang air.

Sambil menunggu air itu panas, Melati membuka gawai, berharap ada pesan atau panggilan dari Agung, tapi nihil.

Gawainya sepi, seperti yang sudah-sudah.

"Lebih baik, aku mandi dulu!" 

Melati mematikan kompor lalu beranjak ke kamar mandi. Tubuhnya terasa lengket, dia baru sadar kalau dirinya tidak membersihkan badan setelah perjalanan jauh tadi malam.

"Mel, sarapan dulu! Ini Aruna sudah mandi," panggil Ratmo dari ruang makan.

Dengan atasan kemeja motif bunga dipadu rok panjang, Melati nampak segar. Dibubuhkannya bedak bayi milik Aruna ke wajah.

Terakhir, Melati mengoleskan lipstik warna natural ke bibirnya.

Melihat bayangannya di cermin, Melati tersenyum miris.

"Kasihan kamu, Mel! Masih muda, sudah jadi janda!" bisiknya dalam hati.

Suara piring beradu dengan sendok memenuhi ruang makan, Melati menatap satu persatu adik asuhnya.

Sekarang, panti itu semakin sepi. Hanya ada tiga anak yang tinggal disana.

Rendi, Lisa, dan Rima, mereka duduk berhadapan di meja berbentuk persegi panjang.

Sementara Ratmi, duduk di tengah sambil memangku Aruna.

"Wah, pada sarapan apa nih?" Melati menarik kursi yang masih kosong.

"Ini, Mbak. Ibu masak nasi goreng," jawab Rima sambil mengunyah kerupuk di mulutnya.

"Kalau ngomong tu di telan dulu nasinya!" tegur Rendi.

"Iya ... iya Kak!" Gantian Lisa yang menjawab.

Melati menutupi senyumnya dengan tangan sebelum Rendi menegurnya juga.

Mereka makan dengan lahap walau dengan lauk seadanya. Ratmi memang mendidik anak-anak itu dengan tegas tapi juga penuh kasih sayang.

Melati bersyukur bisa tumbuh di bawah asuhannya.

" Jadi gimana, Bu? Melati sama Aruna boleh tinggal di sini?" tanya perempuan berhidung mancung itu dengan takut-takut.

Anak-anak sudah pindah ke ruang tengah untuk belajar, sementara Aruna kembali tidur setelah minum susu.

Ratmi menatap dalam ke arah Melati.

Pikirannya berkecamuk, bingung harus darimana ia memulai?

Wanita paruh baya itu terkejut dengan kedatangan Melati yang tiba-tiba.

Semalaman, ia tidak bisa tidur memikirkan jawaban apa yang akan ia utarakan pada Melati.

Tidak mungkin, Ratmi menolak kedatangannya tadi malam.

Kemana lagi anak asuhnya itu akan pergi?

Dilain tempat, Agung membuka matanya dengan susah payah. Hari menjelang pagi saat ia mulai terlelap.

Kepalanya terasa sakit, saat mengingat kejadian tadi malam.

Tangannya meraba ke sebelah tempat tidurnya.

Bantal dan guling di sampingnya masih tertata rapi.

"Melati...." lirih Agung memanggil nama itu.

Sepi, tiada jawaban apalagi suara tangisan bayi, yang biasa membangunkannya.

Perlahan, dipejamkan lagi matanya. Agung dapat merasakan bulir-bulir membasahi pipinya.

"Gung, bangun! Sudah siang!" tiba-tiba terdengar ketukan pintu.

Dengan malas, Agung menyeret langkah lalu membukanya.

Nampak, wajah Eka -kakak perempuannya- di balik pintu.

"Iya, Mbak!" jawabnya dengan suara parau.

"Kamu baik-baik saja, kan?" wanita yang tiga tahun lebih tua dari Agung itu menatap sang adik dengan khawatir.

"Kakak lihat sendiri!" Agung berbalik masuk ke dalam kamar lalu diikuti Eka di belakangnya.

Kakak beradik itu duduk berdampingan di tepi ranjang.

Mereka terdiam lama, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Iya, Kakak lihat sendiri, kamu kacau begitu, Gung!" 

Eka menatap adik satu-satunya itu dengan kasihan.

"Aku nggak bisa tidur semalaman, Kak! Kepikiran Melati dan Aruna. Kemana mereka pergi? Sudah malam, hujan pula!" 

Agung mengacak rambutnya kasar.

Eka menghela napas panjang, tidak tahu harus berkata apa.

Diusapnya punggung Agung, "Apa kamu sudah memikirkan baik-baik keputusanmu semalam?"

Laki-laki berbadan tegap itu menggeleng pelan seakan tidak bertenaga.

"Aku bingung! Mbak lihat sendiri bagaimana sikap Ibu? Aku seperti makan buah simalakama, satu sisi ada ibuku, di sisi lain ada anak dan istriku."

"Iya, Mbak tahu, ini pasti berat buat kamu! Coba kamu tenangin diri dulu! Habis itu kita pikirkan jalan selanjutnya!" 

Eka berdiri lalu mengambil gawai di atas nakas.

Disodorkannya gawai itu kepada Agung.

"Ada pesan atau telepon dari toko ya, Mbak? Bilang saja aku akan datang nanti sore!" Agung menepis gawai itu.

Dia sedang tidak bisa memikirkan hal lain kecuali Melati dan Aruna.

Bayang keduanya melekat di pelupuk mata.

"Bukan, apa kamu sudah coba menghubungi Melati? Tanya dia ada dimana sekarang?" Eka menyorongkan gawai itu kembali.

Agung menerima dengan gamang, dilihatnya wajah Eka seakan bertanya "Apa Melati masih mau berhubungan denganku? Sementara tadi malam, aku sudah sangat menyakitinya?"

"Coba saja, daripada tidak sama sekali." Kata Eka seolah menjawab pertanyaan Agung.

"Kenapa aku tidak kepikiran dari tadi malam ya, Kak?" Jarinya mengusap layar gawai itu lalu mencari kontak bernama 'istriku'.

Tut ... tut ... tut....

'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan'

Berkali-kali Agung mencoba menghubungi nomor Melati, tapi nihil. Sampai panggilan ke sepuluh, hanya operator yang menjawab.

"Arrggghh, kenapa gawainya tidak aktif? Kemana kamu, Mel?" Agung mengusap kasar wajahnya.

Pikiran buruk tiba-tiba melintas di pikirannya.

Bagaimana? Seandainya Melati berbuat nekat?

Agung berdiri lalu memukul dinding kamarnya.

"Sudah, Gung. Tenang dulu! Kamu jangan begini!" Eka berusaha menenangkan.

"Aku memang laki-laki lemah, Kak! Tidak bisa melindungi anak dan istriku sendiri." Suara Agung bergetar menahan sesak.

"Tenang dulu! Ambil napas, buang perlahan!" perintah Eka.

Dibimbingnya Agung untuk duduk kembali.

Agung memang lebih banyak mendengar nasehat kakaknya itu daripada ibunya sendiri.

Namun, sayang Eka juga tidak terlalu berani menentang kata-kata sang ibu.

Dari kecil, mereka hidup di bawah tekanan wanita paruh baya itu.

Hanya, saat akan menikah dengan Melati saja, Agung berani mengambil sikap.

Benar kata orang, cinta memberikan kekuatan sekaligus kelemahan.

"Bagaimana kalau kamu cari Melati dan Aruna, ke panti tempat Melati tinggal dulu?" Eka menepuk pelan pundak Agung.

Belum sempat menjawab, tiba-tiba....

"Tidak...." tiba-tiba terdengar suara teriakan dari depan pintu kamar Agung.

"Jadi kamu berani menentang Ibu, Ka?" seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri Eka.

"Ii ... ibu...."

"Dasar anak tidak tahu diuntung!"

Yedhika Tonago

Assalamualaikum, Kak, terima kasih bagi yang masih berkenan mengikuti cerita ini. Insya allah kita mulai update bab secara rutin ya, Kak. 🙏

| 1

Related chapters

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 7

    Pov Author "Ibu.... jangan sakiti Mbak Eka, ini bukan kesalahannya!" Seketika laki-laki bertubuh jangkung itu menjauhkan tangan ibunya dari wajah Eka. Sudah terlihat bekas gambar lima jari di wajahnya, tapi perempuan itu tetap saja diam dan menundukkan kepalanya. "Jangan berani-beraninya kau mempengaruhi Agung! Selama kau masih mau tinggal di sini!" ucap Sri dengan berang. Susah payah ia mengusir Melati, eh begitu berhasil, anak perempuannya sendiri yang menggagalkannya. "Maaf, Bu! Aku tidak bermaksud-" "Ah, sudah tutup mulutmu! Jangan sampai aku melihatmu mempengaruhi Agung lagi! Atau kau tanggung sendiri akibatnya!" Sri meninggalkan dua bersaudara itu begitu saja. Agung menghampiri kakaknya. "Maafkan aku ya, Mbak! Gara-gara aku, mbak sampai dipukul ibu." Agung meminta maaf seperti saat mereka masih kecil. Eka yang berumur lima tahun lebih tua, selalu melindunginya dari amarah Sri. Begitu erat persaudaraan mereka, walau Sri kerap membedakan keduanya. "Mbak nggak apa-apa, k

    Last Updated : 2023-04-13
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 8

    Bab 8 "Kamu.... beraninya kamu melindungi laki-laki ini?" ucap Agung dengan napas yang memburu. Aku berusaha meraih tubuh Anwar yang berlindung di sebaliknya, hingga mereka tersungkur. "Ayo bangun kamu!" Kuraih krah kemeja yang dipakai Anwar lalu mencengkeramnya dengan kuat. "Jangan beraninya berlindung di belakang wanita!" Kudekatkan wajahku padanya, lalubeberapa kali kulayangkan bogem di wajahnya yang terbilang tampan itu. "Ayo jangan diam saja! Lawan aku!" teriakku melihat Anwar tidak membalas pukulanku. Dia benar-benar memancing emosiku.Apa dia sedang berusaha menarik perhatian Melati dengan pasrah begitu saja? "Dasar laki-laki licik! Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan istriku? Jawab!" Kutarik tubuhnya agar bangun. Spontan Melati mencegahnya.Pukulan yang sejatinya akan aku layangkan pada Anwar, ternyata malah mengenai Melati. Istriku itu meringis kesakitan. "Terus, Mas! Terus saja pukul aku sepuas hatimu, tapi jangan pukul Anwar!" Kepala itu mendongak, dapa

    Last Updated : 2023-04-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 9

    Pov MelatiApa pendengaranku tidak salah? Berulang kali aku mengingat perkataan Mas Agung sebelum pergi.Namun, tidak ada yang berubah.Laki-laki yang menikahiku tiga tahun itu sudah menjatuhkan talak. Tanpa sadar, sesuatu menggenang di pelupuk mata. Aku terkejut mendapatinya muncul dari balik teras.Rindu yang membuncah di dada, seakan sirna saat melihatnya berdiri di depanku. Namun, mengapa tatapannya begitu dingin? "Mas...." Kucoba meraih jemarinya tapi Mas Agung menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Netranya menatapku dengan jijik. Tangan kotor? Aku masih mencerna kata-katanya dengan lambat lalu menoleh pada Anwar. Teman kerjaku dulu, sekaligus orang kepercayaan Mas Agung itu memang datang berkunjung ke panti. Rupanya, berita sudah menyebar dengan cepat di kota kecil ini. Kabar jika ada satu keluarga terpandang mengusir menantu dan cucunya. Kebetulan aku sedang bersiap pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan saat Anwar datang. "Suda

    Last Updated : 2023-04-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 10

    Pov author Mereka terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing, setelah gagal mendapatkan donor darah yang sesuai untuk Agung. Stok PMI yang sedang kosong semakin menyulitkan. "Ka, coba tanya di grup keluarga besar Kusumo apa ada yang bisa membantu?" titah Sri pada Eka. Grup aplikasi berwarna hijau itu memang menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan keluarga mendiang suaminya. Golongan darah Agung sendiri menurun dari sang ayah, AB dengan rhesus negatif yang tergolong langka. Eka hanya menggeleng pelan. "Sudah, Bu! Tapi ndak ada yang cocok katanya!" Sri mengusap kasar wajahnya, "Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang mau menolong?" "Kau sudah hubungi para pegawai? Tetangga rumah?" "Sudah, Bu! Belum ada kabar!" "Bagaimana ini? Kelamaan kalau harus menunggu!" Sri masih mondar mandir di depan ICU. Melati hanya bisa melihat dari kejauhan, meski ibu mertua sudah mengusirnya. "Mela, apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu? Kasihan Aruna, dia pasti capek!" Anwar memegang p

    Last Updated : 2023-04-23
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 11

    pov author"Tapi Bu-" sahut Melati cepat.Biar bagaimana panti ini milik Ratmi, tidak sedikitpun ada haknya maupun Lastri disini.Ratmi tersenyum."Kalian siapkan saja apa syaratnya!" Netra tuanya berkabut."Tapi ingat! Kalian harus pergi ke rumah saki sekarang juga!"Melati mengenggam tangan ibunya yang gemetar."Ibu tidak perlu melakukan ini! Melati pasti bisa dapat donor darah yang lain!""Jangan, Mel. Jangan buat Agung menunggu terlalu lama." Diusapnya tangan Melati.Lasti dan Diki saling melirik, dengan menahan senyum.Sebentar lagi, mereka akan jadi orang kaya.Terbayang berapa banyak uang yang akan mereka terima dari Affandi, bos besar pengusaha properti itu."Ibu, tinggal tanda tangan saja di sini!" Diki menyodorkan surat berisi persetujuan penjualan tanah beserta pant

    Last Updated : 2023-04-23
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 12

    Bab 12Aku harus bisa meyakinkan Mas Agung. Beruntung Anwar masih dengan sabar menemaniku di rumah sakit.Kami bisa menjelaskan kesalahpahaman ini langsung di depan suamiku."Baik! Ayo, kita buktikan sekarang!" Ibu mertuaku melangkah dengan tergesa ke dalam ruangan.Sementara aku dan Anwar mengikutinya dari belakang."Tolong jelaskan pada Mas Agung, ya War!" pintaku sesaat sebelum masuk ke ruang tempat Mas Agung di rawat.Laki-laki yang berjalan beriringan denganku itu, hanya tersenyum simpul."Gung, kamu sudah sadar?"Ibu menghampiri Mas Agung yang sudah membuka mata.Lelaki halalku itu tersenyum lemah, netranya menyipit saat melihatku."Mas, kamu sudah sadar?" Kuusap airmata yang jatuh lalu bergerak untuk mendekatinya.Mas Agung diam saja ketika aku menyentuh tangannya membantunya.Kutata bantal di belakangnya agar lebih nyaman untuk bersandar."Gimana, Mas? Sudah enakan?" tanyaku kemudian.Laki-laki itu hanya mengangguk lalu menoleh pada Anwar.Ibu mertua seakan tidak mau memberi

    Last Updated : 2024-02-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 13

    Bab 13pov authorMelati terbelalak mendapati tumpukan tas di lantai."Mbak Mel, kita mau pergi kemana?Hu...hu...hu!" tangis Lisa dan Rima bersamaan.Kedua anak perempuan itu menarik-narik baju yang dipakainya."Gimana donornya, Nduk? Sudah selesai? Agung sudah sadar?" Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Ratmi yang bergetar."Nanti Mbak pikirin dulu, ya! Sekarang kalian diem dulu, ya! Tuh, Aruna aja nggak nangis!"Melati mengusap kepala adik asuhnya itu lalu berjalan mendekati Ratmi yang duduk memangku Aruna."Aruna sayang, anak ibu. Pinter nggak nangis ya!" diangkatnya bayi itu dari pangkuan Ratmi.Lalu menciumi pipi gembulnya dengan gemas.Aruna sampai tertawa kegelian."Mas Agung sudah sadar, Bu! Keadaannya sudah jauh lebih baik."Ratmi mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Alhamdulillah, terima kasih ya Allah!"Melati tertegun, ia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah sakit tadi pada ibunya.'Maafkan Melati, Bu! Bukannya aku mau berbohong, tapi aku tidak mau menambah be

    Last Updated : 2024-02-17
  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 14 Rumahku rata dengan tanah

    "Berhenti!" teriak Melati lantang, suaranya berusaha mengalahkan kebisingan alat berat yang menggerus halaman rumahnya.Di hadapannya, sebagian halaman sudah rata dengan tanah, sementara tanaman dan pot bunga yang selalu dirawat ibunya kini lenyap tanpa jejak."Apa-apaan ini?" Melati bertanya pada Diki, suami Lastri, namun pertanyaannya seolah tidak didengar. Diki lebih tertarik berbicara dengan seorang laki-laki bertopi safety, yang di topinya terpampang logo perusahaan properti terkenal di kota."Aku bilang berhenti!"Melati berlari, merentangkan tangan di depan alat berat yang bergerak maju."Woi ... minggir, Mbak!" teriak operator alat berat, melongok dari dalam kabin sambil mengibaskan tangannya."Tidak akan, sebelum kalian menghentikan alat ini!" Melati bersikeras, meskipun dia tahu alat itu bisa saja melindaskannya.Diki, yang sejak tadi berpura-pura sibuk, tiba-tiba menoleh ke arah keributan itu. Dia melongo sejenak sebelum berlari ke arah Melati."Apa-apaan kau ini?" Dia menc

    Last Updated : 2024-10-04

Latest chapter

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   bab 16

    Apa itu Aruna? Aruna Kinanti?Agung memarkirkan mobil di depan toko yang nampak ramai itu.Jam makan siang baru saja berakhir, tapi masih nampak beberapa orang asyik memilih kue yang dipajang di etalase.Salah seorang pegawai menghampirinya."Mari, Pak. Silahkan mau beli kue apa?" sapanya ramah.Aku tersenyum lalu menerima nampan yang ia berikan.Toko kue berkonsep minimalis ini menyajikan beragam kue yang cukup lengkap.Ada juga kue tradisional yang bersanding manis dengan cake dari luar negeri.Barisan toples berisi kue kering juga berjajar rapi.Sesaat ingatan Agung melayang, istrinya itu juga gemar membuat kue dengan seperti itu."Ini, Mas! Cobain deh nastar yang aku buat!" Wanita yang masih memakai celemek itu menyodorkan sepotong kue nastar ke mulutnya."Gimana enak, nggak?" matanya mengerjap penuh harap."Rencananya aku mau buat kue itu untuk dibawa ke rumah ibu pas lebaran nanti!" Agung masih tekun mengunyah, dicomotnya lagi beberapa biji dari loyang yang masih panas."Iihhh

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 15

    "Ahhh...." Kurasakan nyeri di tangan kiri bekas kecelakaan dulu saat aku menggunakannya untuk bertumpu di meja.Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawaku itu, aku masih bergidik saat membayangkan detik-detik truk itu nyaris menabrak mobilku."Siapa ya, orang yang sudah mendonorkan darahnya padaku?" batinku sambil melihat keadaan toko dari dalam kantorku.Sampai sekarang, aku masih belum tahu orang baik hati itu.Ibu selalu saja menghindar setiap kali kutanya."Sudah! Masalah siapa yang mendonorkan darahmu itu, tidak perlu kau pikirkan! Dia juga tidak ingin namanya identitasnya di ungkap!" Kata ibu tempo hari.Tetap saja aku penasaran, siapa orang yang sudah menyelamatkanku di hari naas itu.Hari yang tidak akan pernah kulupakan.Bagaimana aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, perselingkuhan Melati.Tadinya aku ingin mempercayai kata-katanya saat di rumah sakit.Namun, fakta yang diungkap Anwar membuat darahku mendidih seketika.Wanita yang selama ini kuperjuangkan, tak lebih da

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 14 Rumahku rata dengan tanah

    "Berhenti!" teriak Melati lantang, suaranya berusaha mengalahkan kebisingan alat berat yang menggerus halaman rumahnya.Di hadapannya, sebagian halaman sudah rata dengan tanah, sementara tanaman dan pot bunga yang selalu dirawat ibunya kini lenyap tanpa jejak."Apa-apaan ini?" Melati bertanya pada Diki, suami Lastri, namun pertanyaannya seolah tidak didengar. Diki lebih tertarik berbicara dengan seorang laki-laki bertopi safety, yang di topinya terpampang logo perusahaan properti terkenal di kota."Aku bilang berhenti!"Melati berlari, merentangkan tangan di depan alat berat yang bergerak maju."Woi ... minggir, Mbak!" teriak operator alat berat, melongok dari dalam kabin sambil mengibaskan tangannya."Tidak akan, sebelum kalian menghentikan alat ini!" Melati bersikeras, meskipun dia tahu alat itu bisa saja melindaskannya.Diki, yang sejak tadi berpura-pura sibuk, tiba-tiba menoleh ke arah keributan itu. Dia melongo sejenak sebelum berlari ke arah Melati."Apa-apaan kau ini?" Dia menc

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 13

    Bab 13pov authorMelati terbelalak mendapati tumpukan tas di lantai."Mbak Mel, kita mau pergi kemana?Hu...hu...hu!" tangis Lisa dan Rima bersamaan.Kedua anak perempuan itu menarik-narik baju yang dipakainya."Gimana donornya, Nduk? Sudah selesai? Agung sudah sadar?" Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Ratmi yang bergetar."Nanti Mbak pikirin dulu, ya! Sekarang kalian diem dulu, ya! Tuh, Aruna aja nggak nangis!"Melati mengusap kepala adik asuhnya itu lalu berjalan mendekati Ratmi yang duduk memangku Aruna."Aruna sayang, anak ibu. Pinter nggak nangis ya!" diangkatnya bayi itu dari pangkuan Ratmi.Lalu menciumi pipi gembulnya dengan gemas.Aruna sampai tertawa kegelian."Mas Agung sudah sadar, Bu! Keadaannya sudah jauh lebih baik."Ratmi mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Alhamdulillah, terima kasih ya Allah!"Melati tertegun, ia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah sakit tadi pada ibunya.'Maafkan Melati, Bu! Bukannya aku mau berbohong, tapi aku tidak mau menambah be

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 12

    Bab 12Aku harus bisa meyakinkan Mas Agung. Beruntung Anwar masih dengan sabar menemaniku di rumah sakit.Kami bisa menjelaskan kesalahpahaman ini langsung di depan suamiku."Baik! Ayo, kita buktikan sekarang!" Ibu mertuaku melangkah dengan tergesa ke dalam ruangan.Sementara aku dan Anwar mengikutinya dari belakang."Tolong jelaskan pada Mas Agung, ya War!" pintaku sesaat sebelum masuk ke ruang tempat Mas Agung di rawat.Laki-laki yang berjalan beriringan denganku itu, hanya tersenyum simpul."Gung, kamu sudah sadar?"Ibu menghampiri Mas Agung yang sudah membuka mata.Lelaki halalku itu tersenyum lemah, netranya menyipit saat melihatku."Mas, kamu sudah sadar?" Kuusap airmata yang jatuh lalu bergerak untuk mendekatinya.Mas Agung diam saja ketika aku menyentuh tangannya membantunya.Kutata bantal di belakangnya agar lebih nyaman untuk bersandar."Gimana, Mas? Sudah enakan?" tanyaku kemudian.Laki-laki itu hanya mengangguk lalu menoleh pada Anwar.Ibu mertua seakan tidak mau memberi

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 11

    pov author"Tapi Bu-" sahut Melati cepat.Biar bagaimana panti ini milik Ratmi, tidak sedikitpun ada haknya maupun Lastri disini.Ratmi tersenyum."Kalian siapkan saja apa syaratnya!" Netra tuanya berkabut."Tapi ingat! Kalian harus pergi ke rumah saki sekarang juga!"Melati mengenggam tangan ibunya yang gemetar."Ibu tidak perlu melakukan ini! Melati pasti bisa dapat donor darah yang lain!""Jangan, Mel. Jangan buat Agung menunggu terlalu lama." Diusapnya tangan Melati.Lasti dan Diki saling melirik, dengan menahan senyum.Sebentar lagi, mereka akan jadi orang kaya.Terbayang berapa banyak uang yang akan mereka terima dari Affandi, bos besar pengusaha properti itu."Ibu, tinggal tanda tangan saja di sini!" Diki menyodorkan surat berisi persetujuan penjualan tanah beserta pant

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 10

    Pov author Mereka terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing, setelah gagal mendapatkan donor darah yang sesuai untuk Agung. Stok PMI yang sedang kosong semakin menyulitkan. "Ka, coba tanya di grup keluarga besar Kusumo apa ada yang bisa membantu?" titah Sri pada Eka. Grup aplikasi berwarna hijau itu memang menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan keluarga mendiang suaminya. Golongan darah Agung sendiri menurun dari sang ayah, AB dengan rhesus negatif yang tergolong langka. Eka hanya menggeleng pelan. "Sudah, Bu! Tapi ndak ada yang cocok katanya!" Sri mengusap kasar wajahnya, "Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang mau menolong?" "Kau sudah hubungi para pegawai? Tetangga rumah?" "Sudah, Bu! Belum ada kabar!" "Bagaimana ini? Kelamaan kalau harus menunggu!" Sri masih mondar mandir di depan ICU. Melati hanya bisa melihat dari kejauhan, meski ibu mertua sudah mengusirnya. "Mela, apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu? Kasihan Aruna, dia pasti capek!" Anwar memegang p

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 9

    Pov MelatiApa pendengaranku tidak salah? Berulang kali aku mengingat perkataan Mas Agung sebelum pergi.Namun, tidak ada yang berubah.Laki-laki yang menikahiku tiga tahun itu sudah menjatuhkan talak. Tanpa sadar, sesuatu menggenang di pelupuk mata. Aku terkejut mendapatinya muncul dari balik teras.Rindu yang membuncah di dada, seakan sirna saat melihatnya berdiri di depanku. Namun, mengapa tatapannya begitu dingin? "Mas...." Kucoba meraih jemarinya tapi Mas Agung menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Netranya menatapku dengan jijik. Tangan kotor? Aku masih mencerna kata-katanya dengan lambat lalu menoleh pada Anwar. Teman kerjaku dulu, sekaligus orang kepercayaan Mas Agung itu memang datang berkunjung ke panti. Rupanya, berita sudah menyebar dengan cepat di kota kecil ini. Kabar jika ada satu keluarga terpandang mengusir menantu dan cucunya. Kebetulan aku sedang bersiap pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan saat Anwar datang. "Suda

  • Putrimu Membalaskan Dendamku   Bab 8

    Bab 8 "Kamu.... beraninya kamu melindungi laki-laki ini?" ucap Agung dengan napas yang memburu. Aku berusaha meraih tubuh Anwar yang berlindung di sebaliknya, hingga mereka tersungkur. "Ayo bangun kamu!" Kuraih krah kemeja yang dipakai Anwar lalu mencengkeramnya dengan kuat. "Jangan beraninya berlindung di belakang wanita!" Kudekatkan wajahku padanya, lalubeberapa kali kulayangkan bogem di wajahnya yang terbilang tampan itu. "Ayo jangan diam saja! Lawan aku!" teriakku melihat Anwar tidak membalas pukulanku. Dia benar-benar memancing emosiku.Apa dia sedang berusaha menarik perhatian Melati dengan pasrah begitu saja? "Dasar laki-laki licik! Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan istriku? Jawab!" Kutarik tubuhnya agar bangun. Spontan Melati mencegahnya.Pukulan yang sejatinya akan aku layangkan pada Anwar, ternyata malah mengenai Melati. Istriku itu meringis kesakitan. "Terus, Mas! Terus saja pukul aku sepuas hatimu, tapi jangan pukul Anwar!" Kepala itu mendongak, dapa

DMCA.com Protection Status