Share

Bab 5

Penulis: ERIA YURIKA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 11:31:43

“Dek, kamu serius mau viralin?” tanyaku.

“Iya, kenapa memangnya? Abang enggak berani, enggak apa-apa. Abang diam aja enggak usah ngapa-ngapain biar aku yang gerak. Kayak biasanya aja!” ucap Dara.

Ia sepertinya sengaja menyinggungku.

“Tapi, nanti masalah ini jadi ke mana-mana Dek, kamu tahu ‘kan nitizen kita?”

“Tahu, mau sampai ke mana memang pembahasan mereka? Abang takut kebawa-bawa, karena nyerahin anak kita gitu aja ke anggota dewan yang terhormat itu?”

“Enggak takut kena hujat juga Dek, cuma Abang enggak mau aja masalah kita jadi omongan banyak orang. Abang juga ‘kan ada kerjaan, bagaimana kalau nanti orang pada bahas masalah ini. Tolonglah berpikir dulu sebelum bertindak!”

“Ya mau ngapain lagi, emang Abang berani laporin mbak sendiri ke polisi. ‘Kan enggak? Abang mana tega sama kakak sendiri, beda sama aku yang cuma orang lain.”

“Ya, enggak begitu juga. Masih mending lapor polisi dari pada diviralkan di sosial media. Sanksi sosial itu akan terus ada sampai nanti. Kebayang ‘kan mereka nanti bagaimana?”

“Kamu bisa ya, aku itu istri kamu. Anak kamu hilang Bang, kenapa masih mikirin perasaan orang lain apa lagi masa depan orang lain. Itu anak pertama kita loh, kalau tahu kayak gini harusnya kamu tuh enggak pernah punya anak Bang! Kamu enggak pantas jadi Bapak.”

Saat itu aku tidak menyangka kalau Dara akan mengatakan hal sekejam itu. Hanya saja aku juga tahu saat ini ia sedang dilanda emosi. Namun, yang membuatku tak habis pikir petugas keamanan yang sejak tadi berdiri menghalangiku masuk malah pergi ke dalam. Entah mau ke mana, tetapi yang jelas dari gelagatnya yang panik membuatku semakin curiga kalau sebenarnya ada yang dia sembunyikan dariku.

“Kamu mending pulang aja Bang, enggak usah di sini. Enggak bantu apa pun. Tidur sekalian di rumah. Heran jadi laki-laki kok enggak tegas banget sih Bang.”

Dara mulai terlihat frustrasi. Ah, andai kamu tahu Dara aku sudah melawan perasaan tidak enak hati ini sekeras tenaga. Namun, hasilnya tetap saja aku seakan kalah sebelum berperang.

“Kamu itu laki-laki Bang, ayolah. Sampai kapan kamu terus kalah seperti ini, harus berapa banyak hal yang hilang lagi, sampai kamu berani melawan orang yang udah zalim sama keluarga kamu!”

Saat itu tiba-tiba saja seseorang yang entah siapa datang menghampiri dulu.

“Dara duduk dulu! Tenangkan diri, kalau kamu ikut emosi. Rencana kita bakal sia-sia!” ucap pria itu.

“Dara dia siapa?”

“Yang jelas dia orang yang mau memperjuangkan biar anak kita bisa balik,” ucap Dara.

“Kenapa kamu enggak ngomong dulu mau melibatkan orang lain?”

“Kamu pernah ngomong enggak Bang, mau pinjamin anak ke orang?” tanya Dara yang sontak saja membungkam mulutku.

“Sudah Mas, saya di sini cuma bantu. Kebetulan saya temannya Dara waktu sekolah, kami juga dulu tetanggaan. Saya enggak ada niat macam-macam,” ucap pria itu.

“Yang nanya punya niat macam-macam juga siapa?” ucapku.

Sebenarnya aku hanya tidak suka Dara meminta tolong orang lain, terlebih dia seorang pria yang aku sendiri bahkan tidak kenal.

“Dara sejak kapan kamu punya teman pria?” bisikku kala kami menunggu di lobi.

“Abang bisa enggak sih fokus sama pencarian Mita. Aku juga enggak pernah punya teman cowok, kami itu tetanggaan dulu, cuma karena enggak sengaja ketemu. Kamu mau fitnah aku macam-macam? Ayo aja, terserah kamu mau nuduh apa. Dari awal aja kamu tegas, aku juga enggak mungkin nawarin tawaran dia buat datang ke sini dan ngancem petugas keamanan itu biar mau bawa Mas Jerome ke depan kita. Kamu mana? Enggak bisa ‘kan kamu nemuin Mas Jerome, padahal mobilnya juga ada kok. Aku lihat di parkiran.”

Aku bahkan tidak memperhatikan ada atau tidaknya mobil milik Mas Jerom, karena pikiranku sedang benar-benar kacau.

“Aku minta maaf, Dara. Mungkin usahaku memang belum terlihat, tapi kamu lihat sendiri aku sudah berusaha.”

“Aku tahu, tapi usahamu kurang keras. Bisa enggak aku egois, usaha sebanyak apa pun kalau anak kita enggak ketemu bukankah jadi sia-sia? Untuk beberapa hal aku maafin kamu, tapi ini tentang nyawa. Aku tahu Mbak Eca sangat mengharapkan anak, tapi pada dasarnya ada enggak jaminan kalau dia bisa menjaga anak kita dengan baik? Maaf kamu enggak menyelesaikan masalah kali ini Bang, ada beberapa hal yang butuh tindakan tegas biar semuanya selesai.”

“Dara, sory saya ke sana dulu. Saya bakal coba ngomong ke satpamnya lagi. Saya lihat tadi orangnya baru keluar!” ucap pria asing itu.

Ah aku bahkan tidak tahu namanya.

“Makasih ya,” sahut istriku.

“Namanya siapa sih?” tanyaku yang entah kenapa mendadak kesal sekali.

“Namanya Rey.”

“Apa pun itu, aku enggak suka kamu terlalu dekat sama pria lain.”

“Kamu yang enggak bisa diandelin Bang, makanya aku minta bantuan orang, kalau kamu bisa apa-apa sendiri aku juga enggak akan nerima bantuan orang.”

“Aku itu bukannya enggak bisa, aku masih berpikir kalau mereka keluarga kita.”

“Keluarga? Yang mencuri anak keluarganya sendiri? Orang kayak gitu layakkah disebut keluarga? Menurut aku enggak.”

Saat itu Dara malah menyusul Rey ke arah petugas keamanan yang tengah diintegorasi. Saat itu aku memutuskan untuk ikut menyusul ke sana juga. Rey sedang menekan pertugas keamanan itu denga cukup keras, belum lagi ia juga ikut mengacungkan kamera pada wajahnya.

“Saya ini orang kecil Mas, saya cuma disuruh aja. Saya juga punya anak istri yang perlu dinafkahi. Kalau atasan minta tolong saya buat enggak nerima tamu saya mau apa.”

“Ya makanya, sampaikan kalau saya enggak segan buat memviralkan atasan bapak kalau tetap diam di ruangannya. Malah pura-pura dinas keluar kota, itu jelas-jelas mobilnya ada kok. Saya udah ambil video mobilnya terparkir di depan, jadi kalau Pak Jerom yang terhormat itu enggak mau keluar, jangan salahkan saya kalau memposting videonya ke sosial media,” ucap Rey dengan sangat berapi-api.

Ia bahkan lebih emosional dariku. Petugas keamanan itu bahkan seperti kehilangan taringnya ia langsung berjalan dengan langkah cepat menuju ke dalam. Hingga beberapa menit kemudian seseorang dengan kemeja hitam datang menghampiri kami. Ialah orang yang sejak tadi ditunggu-tunggu kehadirannya.

“Oh ini Dewan yang ngaku lagi dinas keluar tahunya diam di ruangan, kok bisa begitu ya Pak. Ngambil anak orang diam-diam aja, ngorbanin bawahan yang enggak tahu apa-apa,” ucap Rey dengan wajah yang tampak merendahkan.

Aku sendiri bahkan tidak seberani itu, entah kenapa ia malah lebih bersemangat dan marah pada Mas Jerom. Aku jadi curiga kalau mungkin saja ia punya hubungan yang lebih dari sekedar teman dengan Dara.

“Kamu siapa sih? Lancang banget?” tanya Mas Jerom dengan sorot mata tak suka.

“Saya Rey, cuma sopir taxy sih, tapi saya cukup diri enggak akan bawa kabur anak dari adik iparnya sendiri.”

“Sopir taxy aja belagu.”

“Ya memang harus belagu, kalau miskin enggak belagu yang ada diinjak-injak,” ucap Rey.

Sungguh jawabannya ini kadang-kadang diluar nalar, entah dari mana pemikiran nyelenehnya itu.

Bab terkait

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 6

    “Mas Jerom udahlah enggak usah buang-buang waktu, di mana anak saya. Saya enggak terima anak saya dibawa-bawa.”“Kamu sendiri yang minjemin kok, kenapa jadi marah-marah begini. Kamu juga main viral-viralkan aja, saya bisa tuntut kamu loh Dara atas pencemaran nama baik sama ITE.”“Ya tuntut aja Pak Dewan, Dara juga bisa nuntut Anda atas tindakan pencurian bayi. Saya rasa tuntutannya akan jauh lebih berat pencurian bayi ya, aduh enggak kebayang sih kalau tiba-tiba gara-gara kasus ini jabatannya dicopot. Mantap kayaknya. Bisa mungkin jadi sopir taxy online kayak saya. Nanti kita bisa nongkrong bareng.”“KURANG NGAJAR! PAK SATPAM USIR MEREKA DARI SINI.”Mas Jerom mulai emosi. Beberapa petugas keamanan juga mulai memegangiku dan Rey. Namun, pria itu masih tetap santai.“Dara udah direkam ‘kan semuanya?” tanya Rey sambil tersenyum licik ke arah Mas Jerom.Sedangkan Dara hanya mengacungkan jempol dari jauh. Entah kapan istriku menjauh sepertinya semua ini sudah bagian dari rencananya.“Siala

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 1

    "Abang bilang abak kita dibawa ibu? Terus mana anak kita? Kenapa rumahnya kosong?"“Sayang, Abang bisa jelasin! Ja-jadi Ibu bawa anak kita itu ada alasannya. Anak kita cuma jadi pancingan aja kok. Nanti dibalikkin.""PANCINGAN APA? KENAPA GK IZIN AKU? ITU AMANYA MENCURI!""Sabar dulu, ibu bilang sementara.""Aku gk bisa sabar, sekarang di bawa ke mana anakku?” tanya Dara dengan mata yang memerah.“Sayang, kamu tahu ‘kan kalau Mbak Eca itu enggak punya anak udah 15 tahun.”“Terus apa hubunganya sama Mita?”“Ya, jadi Ibu bawa Mita ke sana.”“Abang tahu enggak sih, aku hampir kehilangan nyawa waktu lahiran Mita. Kenapa Abang kasihkan begitu aja sama mereka?”Saat aku tidak tahu harus berkata apa pada Dara wanita itu malah pergi keluar rumah dengan langkah yang tertatih-tatih. Maklum saja ia baru saja keluar dari rumah sakit setelah melahirkan beberapa hari yang lalu.“Abang enggak tahu juga kalau anaknya bakal diambil begitu aja. Apa lagi sampai dibawa ke rumah Mbak Eca.”“Bohong kalau A

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 2

    “Kamu mau ngelakuin apa Dara, ini bukan soal kaya atau miskin. Abang yakin kok Mbak Eca pasti balik lagi. Rumah dia di sini, mungkin mereka cuma jalan-jalan aja.”“Anak sekecil itu diajak jalan? Mereka tuh ada enggak sih rasa khawatir sama anak orang lain yang bisa aja kenapa-kenapa di jalan. Selama hamil aku menjaganya dengan sangat hati-hati, terus bisa-bisanya orang lain memperlakukan anakku dengan sembarangan seperti itu,” ucap Dara.Saat itu Dara langsung berjalan sambil memegangi dinding, sesekali aku melihatnya meringis kesakitan. Belum lagi wajahnya yang terlihat pucat pasi, bersamaan dengan keringat dingin yang mengucur di wajahnya, sudah pasti ia sedang menahan rasa sakit. Sayangnya, setiap kali aku menawarkan bantuan Dara malah menolaknya, ia lebih memilih untuk menanggung rasa sakit itu sendirian. Mau tidak mau aku jadi harus mengikuti Dara jalan kaki, sementara mobil kuparkir di depan rumah Mbak Eca.“Sakit yang aku rasain sekarang itu enggak ada apa-apanya dibandingkan a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 3

    Bagaimana kalau Pak Toro ikut emosi karena masalah ini, bukan tidak mungkin aku akan kena hantam juga. Ah, kenapa aku tidak berpikir sampai ke sana.[Yah, bisa enggak sih kita selesaikan masalah ini sendiri dulu. Enggak perlu kasih tahu Pak Toro, aku yakin ini cuma masalah kecil. Ayah tahu ‘kan Mbak Eca udah menikah lama tapi enggak punya anak?][Ya, tahu. Cuma mau bagaimana pun cara Mbakmu itu enggak bisa dibenarkan. Mengambil anak orang tanpa persetujuan ibunya itu bukan masalah kecil Saka. Kamu kok bisa-bisanya masih santai banget, itu anak kamu sendiri. Darah daging kamu.][Karena aku juga yakin ibu sama Mbak Eca juga enggak akan ngapa-ngapain anakku. Bagaimana pun mereka juga pasti sayang sama Mita Yah, jadi aku pikir Pak Toro enggak perlu tahu dulu. Aku janji setelah masalah ini selesai aku akan langsung kasih kabar keluarganya Dara.”][Kamu takut sama Pak Toro?] tanya Ayah.Sudah pasti aku takut jika masalah ini akan melebar ke mana-mana. Bukan hanya sekedar takut dipukul, teta

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 4

    [Bunda yakin kalau Dara enggak ada di rumah, mungkin aja dia lagi ke warung? Lagian Dara ‘kan baru aja melahirkan mungkin aja dia masih belum kuat buat bersih-bersih halaman juga. Bunda emang sudah cek ke dalam, mungkin istriku ada di dalam lagi istirahat.]Meskipun ini sedikit tidak mungkin, tetapi aku masih berharap Dara masih ada di rumah dan memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku.[Enggak ada Saka, Ayah sama Bunda udah cek semuanya. Enggak ada tanda-tanda istrimu datang, ini juga kami jadinya enggak bisa masuk. Orang rumahnya kekunci.]Sekarang ayah pun ikut angkat bicara. Aku tidak tahu anakku di mana, sekarang Dara malah ikut hilang. Kenapa rasanya kepalaku ingin pecah, memikirkan semuanya. [Ya sudah aku pulang dulu, anterin kunci.][Emang kamu di mana?] tanya ayah.[Aku masih nungguin Mbak Eca, tapi enggak ada mereka enggak pulang sampai sekarang. Emang keterlaluan banget.][Kamu ini kadang memang terlalu gampang percaya sama ibumu. Dia itu dari dulu sukanya gak ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01

Bab terbaru

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 6

    “Mas Jerom udahlah enggak usah buang-buang waktu, di mana anak saya. Saya enggak terima anak saya dibawa-bawa.”“Kamu sendiri yang minjemin kok, kenapa jadi marah-marah begini. Kamu juga main viral-viralkan aja, saya bisa tuntut kamu loh Dara atas pencemaran nama baik sama ITE.”“Ya tuntut aja Pak Dewan, Dara juga bisa nuntut Anda atas tindakan pencurian bayi. Saya rasa tuntutannya akan jauh lebih berat pencurian bayi ya, aduh enggak kebayang sih kalau tiba-tiba gara-gara kasus ini jabatannya dicopot. Mantap kayaknya. Bisa mungkin jadi sopir taxy online kayak saya. Nanti kita bisa nongkrong bareng.”“KURANG NGAJAR! PAK SATPAM USIR MEREKA DARI SINI.”Mas Jerom mulai emosi. Beberapa petugas keamanan juga mulai memegangiku dan Rey. Namun, pria itu masih tetap santai.“Dara udah direkam ‘kan semuanya?” tanya Rey sambil tersenyum licik ke arah Mas Jerom.Sedangkan Dara hanya mengacungkan jempol dari jauh. Entah kapan istriku menjauh sepertinya semua ini sudah bagian dari rencananya.“Siala

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 5

    “Dek, kamu serius mau viralin?” tanyaku.“Iya, kenapa memangnya? Abang enggak berani, enggak apa-apa. Abang diam aja enggak usah ngapa-ngapain biar aku yang gerak. Kayak biasanya aja!” ucap Dara.Ia sepertinya sengaja menyinggungku.“Tapi, nanti masalah ini jadi ke mana-mana Dek, kamu tahu ‘kan nitizen kita?”“Tahu, mau sampai ke mana memang pembahasan mereka? Abang takut kebawa-bawa, karena nyerahin anak kita gitu aja ke anggota dewan yang terhormat itu?”“Enggak takut kena hujat juga Dek, cuma Abang enggak mau aja masalah kita jadi omongan banyak orang. Abang juga ‘kan ada kerjaan, bagaimana kalau nanti orang pada bahas masalah ini. Tolonglah berpikir dulu sebelum bertindak!”“Ya mau ngapain lagi, emang Abang berani laporin mbak sendiri ke polisi. ‘Kan enggak? Abang mana tega sama kakak sendiri, beda sama aku yang cuma orang lain.”“Ya, enggak begitu juga. Masih mending lapor polisi dari pada diviralkan di sosial media. Sanksi sosial itu akan terus ada sampai nanti. Kebayang ‘kan me

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 4

    [Bunda yakin kalau Dara enggak ada di rumah, mungkin aja dia lagi ke warung? Lagian Dara ‘kan baru aja melahirkan mungkin aja dia masih belum kuat buat bersih-bersih halaman juga. Bunda emang sudah cek ke dalam, mungkin istriku ada di dalam lagi istirahat.]Meskipun ini sedikit tidak mungkin, tetapi aku masih berharap Dara masih ada di rumah dan memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku.[Enggak ada Saka, Ayah sama Bunda udah cek semuanya. Enggak ada tanda-tanda istrimu datang, ini juga kami jadinya enggak bisa masuk. Orang rumahnya kekunci.]Sekarang ayah pun ikut angkat bicara. Aku tidak tahu anakku di mana, sekarang Dara malah ikut hilang. Kenapa rasanya kepalaku ingin pecah, memikirkan semuanya. [Ya sudah aku pulang dulu, anterin kunci.][Emang kamu di mana?] tanya ayah.[Aku masih nungguin Mbak Eca, tapi enggak ada mereka enggak pulang sampai sekarang. Emang keterlaluan banget.][Kamu ini kadang memang terlalu gampang percaya sama ibumu. Dia itu dari dulu sukanya gak ad

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 3

    Bagaimana kalau Pak Toro ikut emosi karena masalah ini, bukan tidak mungkin aku akan kena hantam juga. Ah, kenapa aku tidak berpikir sampai ke sana.[Yah, bisa enggak sih kita selesaikan masalah ini sendiri dulu. Enggak perlu kasih tahu Pak Toro, aku yakin ini cuma masalah kecil. Ayah tahu ‘kan Mbak Eca udah menikah lama tapi enggak punya anak?][Ya, tahu. Cuma mau bagaimana pun cara Mbakmu itu enggak bisa dibenarkan. Mengambil anak orang tanpa persetujuan ibunya itu bukan masalah kecil Saka. Kamu kok bisa-bisanya masih santai banget, itu anak kamu sendiri. Darah daging kamu.][Karena aku juga yakin ibu sama Mbak Eca juga enggak akan ngapa-ngapain anakku. Bagaimana pun mereka juga pasti sayang sama Mita Yah, jadi aku pikir Pak Toro enggak perlu tahu dulu. Aku janji setelah masalah ini selesai aku akan langsung kasih kabar keluarganya Dara.”][Kamu takut sama Pak Toro?] tanya Ayah.Sudah pasti aku takut jika masalah ini akan melebar ke mana-mana. Bukan hanya sekedar takut dipukul, teta

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 2

    “Kamu mau ngelakuin apa Dara, ini bukan soal kaya atau miskin. Abang yakin kok Mbak Eca pasti balik lagi. Rumah dia di sini, mungkin mereka cuma jalan-jalan aja.”“Anak sekecil itu diajak jalan? Mereka tuh ada enggak sih rasa khawatir sama anak orang lain yang bisa aja kenapa-kenapa di jalan. Selama hamil aku menjaganya dengan sangat hati-hati, terus bisa-bisanya orang lain memperlakukan anakku dengan sembarangan seperti itu,” ucap Dara.Saat itu Dara langsung berjalan sambil memegangi dinding, sesekali aku melihatnya meringis kesakitan. Belum lagi wajahnya yang terlihat pucat pasi, bersamaan dengan keringat dingin yang mengucur di wajahnya, sudah pasti ia sedang menahan rasa sakit. Sayangnya, setiap kali aku menawarkan bantuan Dara malah menolaknya, ia lebih memilih untuk menanggung rasa sakit itu sendirian. Mau tidak mau aku jadi harus mengikuti Dara jalan kaki, sementara mobil kuparkir di depan rumah Mbak Eca.“Sakit yang aku rasain sekarang itu enggak ada apa-apanya dibandingkan a

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 1

    "Abang bilang abak kita dibawa ibu? Terus mana anak kita? Kenapa rumahnya kosong?"“Sayang, Abang bisa jelasin! Ja-jadi Ibu bawa anak kita itu ada alasannya. Anak kita cuma jadi pancingan aja kok. Nanti dibalikkin.""PANCINGAN APA? KENAPA GK IZIN AKU? ITU AMANYA MENCURI!""Sabar dulu, ibu bilang sementara.""Aku gk bisa sabar, sekarang di bawa ke mana anakku?” tanya Dara dengan mata yang memerah.“Sayang, kamu tahu ‘kan kalau Mbak Eca itu enggak punya anak udah 15 tahun.”“Terus apa hubunganya sama Mita?”“Ya, jadi Ibu bawa Mita ke sana.”“Abang tahu enggak sih, aku hampir kehilangan nyawa waktu lahiran Mita. Kenapa Abang kasihkan begitu aja sama mereka?”Saat aku tidak tahu harus berkata apa pada Dara wanita itu malah pergi keluar rumah dengan langkah yang tertatih-tatih. Maklum saja ia baru saja keluar dari rumah sakit setelah melahirkan beberapa hari yang lalu.“Abang enggak tahu juga kalau anaknya bakal diambil begitu aja. Apa lagi sampai dibawa ke rumah Mbak Eca.”“Bohong kalau A

DMCA.com Protection Status