Setelah mendengar perkataan Andini, Nayshila tidak memikirkan tentang Dianti lagi. Dia bertanya seraya mengernyit, "Kamu benar-benar mau menikah dengan Pangeran Baskoro?"Andini tidak menyangka Nayshila tiba-tiba menanyakan hal ini. Dia tertegun sejenak sebelum duduk tegak dan membalas, "Ini perintah Kaisar. Aku nggak mungkin melawannya."Nayshila mencebik, lalu turun dari tempat tidur dan menimpali, "Tapi, sebelumnya kakakku sudah pernah membujukmu. Kakakku bilang kamu yang bertekad untuk menikah dengan Pangeran Baskoro.""Jangan kira kamu sudah berhasil menggaet keluarga kekaisaran. Pangeran Baskoro bukan pria baik-baik! Dia memang melindungimu di depan orang lain, tapi kamu kira orang lain merasa iri padamu? Sebenarnya mereka diam-diam mentertawakan dan mengasihanimu," lanjut Nayshila.Saat berjalan melewati Andini, Nayshila berhenti dan menambahkan, "Kamu nggak berharap aku dipermainkan seperti orang bodoh. Tentu saja, aku juga nggak berharap kamu dibohongi. Andini, kalau suatu har
Tentu saja Nayshila tidak salah dengar. Waktu itu, Dianti belum sempat bicara. Namun, Andini sudah melompat ke danau.Andini diam-diam tersenyum sinis saat melihat ekspresi Dianti yang canggung. Sepertinya tebakan Andini benar.Awalnya, Andini tidak ingin menyelamatkan Nayshila. Bagaimanapun, Nayshila yang mencelakai Andini terlebih dahulu. Jadi, Nayshila pantas merasakan akibatnya.Akan tetapi, Andini merasa ada yang tidak beres setelah mendengar perkataan Dianti. Semua pria di tempat bisa berenang, apalagi tukang perahu. Hanya saja, Dianti melarang mereka menyelamatkan Nayshila karena takut reputasi Nayshila rusak.Selain para pria, hanya tersisa Dianti dan Andini. Tentu saja, Andini yang bisa berenang harus menyelamatkan Nayshila.Jika Andini menunggu Dianti memintanya untuk menyelamatkan Nayshila, nantinya Andini yang akan kelelahan dan Dianti yang akan dipuji.Untung saja, sekarang Dianti tidak bisa membantah lagi. Dia hanya bisa menangis. Ekspresinya benar-benar kasihan.Abimana
Selesai bicara, Nayshila langsung berlari keluar. Dianti memanggil, "Shila!"Namun, Nayshila mengabaikan Dianti. Jadi, Dianti menarik Rangga dan memohon, "Kak Rangga, cepat kejar Shila!""Nggak usah pedulikan Nayshila. Dia harus diberi pelajaran!" timpal Rangga. Dia merasa cepat atau lambat Nayshila akan membuat masalah karena ucapannya. Jadi, Rangga harus memberi Nayshila pelajaran.Dianti berucap dengan ekspresi cemas, "Tapi, Shila baru sadar. Aku nggak tenang biarkan dia pergi begitu saja. Kak Rangga, aku mohon cepat kejar Shila."Melihat Dianti yang berlinang air mata, hati Rangga luluh. Rangga mengernyit. Dia melihat Andini sekilas, lalu mengejar Nayshila.Setelah Rangga pergi, Dianti masih belum berhenti menangis. Sementara itu, Abimana menyalahkan Andini, "Lihat masalah yang kamu buat!"Andini memandang Abimana dan bertanya sembari mengangkat alis, "Memangnya aku buat masalah apa?"Abimana menunjuk Andini seraya menegur, "Kalau kamu nggak hasut Nayshila, mana mungkin Nayshila me
Meskipun Andini berpura-pura, semua orang tahu dia dan Nayshila sama-sama diangkat ke Kediaman Adipati. Andini dan Nayshila juga diobati oleh tabib kediaman.Namun, kenapa sekarang Abimana mengasihani Dianti dan mengkhawatirkan Nayshila yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengannya? Abimana sama sekali tidak memperhatikan Andini yang pernah dia anggap sebagai adik kandungnya.Bukannya dulu Abimana sangat menyayangi Andini? Abimana rela mencari barang paling bagus di dunia dan berkelahi dengan orang lain demi Andini. Kenapa sekarang Abimana memperhatikan semua orang dan mengabaikan Andini?Sementara itu, Abimana juga merasa bersalah setelah mendengar pertanyaan Andini. Bahkan, Abimana tidak berani bertatapan dengan Andini dan tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya.Akan tetapi, Dianti terus menangis tersedu-sedu sambil bersandar di tubuh kakaknya. Abimana tahu hari ini Dianti sangat sedih.Abimana teringat tadi Dianti dimarahi sahabatnya karena Andini. Perasaan bersalah Abimana k
Kasim langsung pergi. Andini menarik napas dalam-dalam. Kenapa Rangga menghalanginya? Apa karena Nayshila?Apa terjadi sesuatu pada Nayshila setelah dia pergi? Apa Rangga mencari Andini karena Dianti? Andini merasa kemungkinan besar Rangga mencarinya karena Dianti.Andini menunduk dan tidak berbicara. Dia ingin segera pergi setelah menunggu Rangga selesai bicara. Siapa sangka, Andini melihat sepatu Rangga.Andini mencium aroma yang familier. Dia terkejut. Andini mendongak dan melihat Rangga sudah mendekatinya. Jika orang lain melihat mereka, pasti mereka akan digunjing.Andini hendak menjaga jarak dengan Rangga. Dia segera mundur. Tiba-tiba, telinganya terasa sakit.Andini memegang telinganya. Dia baru menyadari sekarang dirinya memakai anting. Hari ini, dandanan Andini saat masuk ke istana sangat sederhana. Dia tidak memakai perhiasan apa pun.Jadi, tadi Rangga yang memakaikan anting pada Andini? Hal ini membuat Andini kaget. Dia memandang Rangga dan melihat dia masih memegang sebuah
Rangga langsung pergi setelah selesai bicara. Sepertinya dia tidak peduli Andini akan memakai anting atau tidak.Kemudian, Andini melihat kasim yang membawanya masuk ke istana masih menunggunya di depan. Kasim itu terus memperhatikan Andini.Andini baru paham kasim itu sudah mendapatkan perintah dari Rangga. Seharusnya tebakan Andini benar. Kasim yang diutus Haira sama sekali tidak menolak saat Rangga menghalanginya.Ketika bekerja di penatu istana, Andini sudah mendengar sekarang Rangga sangat berkuasa. Tidak disangka, dia juga bisa mengendalikan bawahan para selir.Andini menarik napas dalam-dalam, lalu memakai anting itu. Kasim baru menghampiri Andini. Dia memberi hormat kepada Andini dan lanjut membawanya ke istana Haira.Tampaknya, Haira sudah menunggu Andini dari tadi. Sebelum Andini sempat memberi hormat, Haira langsung menyambutnya dengan ramah, "Ke depannya kita akan jadi keluarga. Kamu nggak usah memberi hormat padaku lagi."Haira menarik Andini dan melanjutkan dengan ekspres
Haira bersikap seolah-olah anting itu tidak penting lagi. Andini mengernyit dan tidak berbicara.Baskoro menggandeng tangan Andini, lalu menghampiri Haira. Dia melihat-lihat kain di meja dan bertanya, "Semua ini kain yang paling bagus?""Bukan termasuk yang paling bagus, tapi sudah cukup bagus," timpal Haira. Dia mendesah dan melanjutkan, "Apa kamu nggak tahu kondisi kita sekarang? Beraninya kamu meminta kain yang paling bagus!"Baskoro adalah pangeran yang akan diasingkan dan tidak mempunyai kekuasaan penting. Dia sudah cukup beruntung bisa mendapatkan kain dengan kualitas seperti ini.Baskoro tidak menanggapi perkataan Haira, tetapi dia menggenggam tangan Andini lebih erat. Andini merasa kesakitan karena ruam di tangannya belum sembuh total. Namun, Andini hanya terdiam.Haira tidak menyadari ada yang tidak beres dengan Baskoro. Dia fokus memilih kain, lalu menunjukkannya kepada Andini dan Baskoro. Haira menceletuk, "Aku merasa 2 kain ini lumayan bagus. Bagaimana menurut kalian?"Bask
Meskipun Baskoro tersenyum, Andini bisa merasakan sebenarnya Baskoro tidak senang. Namun, wajar saja jika Baskoro marah. Bagaimanapun, anting itu berhubungan dengan Rangga.Kemarin, Andini sudah membuang anting itu di depan semua orang. Akan tetapi, hari ini Andini malah memakai anting itu. Sebagai tunangan Andini, Baskoro pasti marah.Jadi, Andini berbicara jujur, "Mungkin kemarin aku membuang anting ini di depan semua orang, jadi Jenderal Rangga merasa malu. Tadi Jenderal Rangga menyuruhku memakainya. Kalau aku menolak, takutnya dia akan mengadu kepada nenekku ...."Baskoro tahu Ainun kurang sehat, sekarang dia baru memahami situasinya. Baskoro menimpali, "Ternyata begitu. Aku kira kamu sangat menyukai anting itu, makanya kamu memungutnya kembali. Rupanya Jenderal Rangga yang memberikannya kepadamu."Ekspresi Baskoro makin muram. Andini membalas seraya mengernyit, "Pangeran tenang saja. Aku akan bicara dengan Jenderal Rangga setelah kembali. Aku juga nggak akan memakai anting ini lag
Keesokan hari saat Andini bangun, sosok Surya sudah tak terlihat. Sementara itu, Endah tengah sibuk di dapur.Dengan kaki yang masih pincang, Andini berjalan ke ambang pintu, menatap Endah dengan heran, "Bibi Endah, kok hari ini bangunnya pagi sekali?"Matahari bahkan belum sepenuhnya terbit!Endah menyiapkan air untuk Andini mencuci muka, lalu menjawab, "Arjuna sudah pergi ke gunung sejak fajar bersama Anom. Aku hari ini nggak ada pekerjaan di ladang, jadi mampir ke sini untuk bantu-bantu sebentar."Saat berbicara, sudut bibir Endah menyiratkan senyuman kecil.Mengingat kejadian kemarin, Andini pun merasa perlu meminta maaf. "Maaf ya, Bi Endah. Kemarin aku asal bicara cuma untuk menakut-nakuti Anom."Endah buru-buru mengangguk. "Iya, aku tahu. Anak bandel itu memang perlu ditakut-takuti! Setelah pulang kemarin, dia nangis-nangis sambil janji nggak akan berjudi lagi.""Pagi ini juga semangat banget bangunnya. Kalau dia bisa meninggalkan kebiasaan buruk itu, lalu ikut Arjuna berburu, it
Rangga pernah menculik Andini dan akhirnya membuat Andini terjatuh ke Sungai Mentari. Dendam itu masih terus disimpan Laras di dalam hati sampai sekarang.Meskipun statusnya hanyalah seorang pelayan biasa dan tak bisa berbuat apa-apa pada Rangga, jangan harap dia bersedia mengikuti Rangga!Selesai bicara, Laras pun membalikkan badan dan melangkah ke arah Kalingga. Kalingga masih tidak mengatakan apa-apa. Setelah mendengar kata-kata Laras barusan, seulas senyuman tipis tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.Senyuman ringan itu, sekalipun sangat tipis, tetap menyakitkan mata Rangga. Dia tidak mengerti. Kenapa Andini tidak mau bersamanya, bahkan pelayannya pun menolaknya?Rangga sontak melangkah maju, hendak menarik tangan Laras. Namun, baru satu langkah diambil, terdengar suara Kalingga yang datar. "Rangga."Hanya satu panggilan pelan, tetapi makna ancamannya sangat jelas. Apabila Rangga benar-benar menahan Laras, Kalingga pasti akan bertindak.Rangga pun berhenti. Aura yang dipancarkan
Jabal mencari tiga kuda terbaik dari kediaman dan berangkat malam itu juga menuju lokasi yang berjarak lebih dari 50 kilometer.Perjalanan tidak sepenuhnya mulus. Mayat perempuan itu ditemukan di sebuah desa kecil. Ketika mereka tiba, matahari sudah bersinar terik.Di luar desa, anak buah mereka sudah menunggu. Begitu turun dari kuda, Kalingga segera masuk ke desa. "Di mana?""Masih di tepi sungai," kata anak buah itu sambil menurunkan suaranya. "Jenderal Rangga juga ada di sana."Mendengar itu, Kalingga sempat tercengang sejenak. Dia mengikuti arah yang ditunjuk. Benar saja, di tepi sungai tak jauh dari sana, terlihat Rangga sedang membuka kain putih penutup mayat. Wajahnya memperlihatkan ekspresi jijik.Melihat itu, Kalingga merasa lega. Dari ekspresi Rangga, seharusnya itu bukan Andini. Namun, detik berikutnya, hatinya kembali diliputi amarah. Informasi itu datang dari bawahannya sendiri, kenapa Rangga bisa lebih dulu sampai di sini?Di belakang, Laras yang melihat mayat tertutup ka
Tingkah mereka yang berpura-pura mabuk tadi memang tak terlihat mencurigakan. Namun, akting setelah mereka "sadar" barusan sungguh buruk. Beberapa dari mereka bahkan langsung terbangun, padahal tidak disiram.Andini mengernyit pelan saat memikirkan hal ini, lalu secara refleks menoleh ke arah jendela. Di sana, dia melihat sosok tinggi besar itu berjalan ke arah barat, menuju ke bawah atap.Dia tak ingin berpikiran buruk tentang orang lain, tetapi saat itu di halaman hanya ada dia seorang yang bukan dari kalangan mereka. Mereka semua pura-pura mabuk, jelas-jelas untuk diperlihatkan kepadanya.Kenapa? Sedang mengujinya? Apakah karena sebelumnya dia secara tidak sengaja menunjukkan sedikit kemampuan bela dirinya?Namun, jika Surya hanya pemburu biasa, bagaimana mungkin dia bisa terpikir menggunakan cara semacam ini? Jangan-jangan identitasnya pun tidak sesederhana itu?Begitu benih kecurigaan tertanam, hal itu mulai tumbuh liar dalam hati. Andini berusaha keras mengingat semua kejadian se
Andini sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi di belakangnya. Begitu keluar dari pagar bambu, kaki kirinya terasa sakit lagi. Langkahnya semakin pincang. Sebelum berjalan jauh, dia sudah mulai memanggil, "Bi Endah! Bi Endah!"Dia sama sekali tidak tahu, sebelum dia membuka mulut, sebilah belati nyaris menyentuh leher putihnya dari belakang, hanya sedikit lagi sudah akan menggorok tenggorokannya.Namun, saat dia memanggil nama Endah, belati itu tiba-tiba ditarik mundur, lalu pemiliknya buru-buru kembali ke dalam halaman.Tak lama kemudian, lampu di rumah Endah kembali menyala. Wanita itu bertanya, "Ada apa? Ada apa ini?"Andini memandang Endah dengan wajah penuh rasa bersalah. "Kak Arjuna dan teman-temannya mabuk semua, mereka tidur di luar. Aku khawatir mereka masuk angin kalau tidur di luar. Bisa Bibi bantu aku?"Di dalam pagar, para pria yang mendengarnya saling melirik, masing-masing mulai merasa bersalah."Aduh, ya sudah, aku ke sana sekarang!" sahut Endah cepat-cepat. Tak la
Kata "orang kasar" benar-benar mewujud saat ini. Andini sempat terpaku menatap mereka.Surya membelakangi Andini, tentu saja tidak menyadarinya. Namun, pria yang duduk di depannya melihat tatapan Andini, lalu melirik ke arah Surya dan mengangkat dagunya sedikit.Surya pun menoleh. Ketika melihat Andini sedang tersenyum sendiri ke arah mereka, Surya seperti baru menyadari sesuatu. Dia mendorong pria di sampingnya. "Tenang sedikit."Baru saat itu, rombongan pria itu menyadari bahwa masih ada seorang perempuan di sini. Mereka buru-buru minta maaf."Maaf ya, Nona. Kami ini orang-orang kasar, mulut kami kadang suka seenaknya!""Iya, Nona. Kalau tadi ada kata-kata yang nggak enak didengar, anggap saja kami cuma kentut!""Kamu yang kentutnya paling bau, hahahaha!""Sialan kamu!"Suasana kembali ceria, penuh tawa dan canda. Andini memandangi para pria itu. Meskipun kasar dan berisik, kehangatan dan keharmonisan ini adalah sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya.Andini pun tersenyum lem
Surya pertama kali turun ke medan perang saat usianya baru enam belas tahun.Sebagai seorang pangeran, ibunya tidak memiliki latar belakang yang kuat. Dia tahu dalam perebutan takhta, dirinya tak mungkin bisa menyaingi para kakaknya. Jika terus tinggal di ibu kota, mungkin suatu hari nanti dia akan menjadi mangsa di tangan orang lain.Karena itu, dia mengajukan diri untuk menjadi prajurit garis depan di bawah komando jenderal besar saat itu.Tahun itu, suku Tru sering mengganggu perbatasan. Rakyat Negara Darsa sangat menderita karena kekacauan itu.Dia memacu kuda di barisan paling depan, menyerbu ke medan perang. Pedang besarnya berayun liar. Saat bilah tajam itu menebas tubuh musuh, dia bahkan bisa mendengar jelas suara tulang yang terbelah.Darah hangat memercik ke wajahnya, dunia seolah-olah berubah merah seketika. Dia mendengar detak jantungnya sendiri begitu keras, tetapi tak bisa membedakan apakah itu karena takut atau justru karena gairah.Di medan perang yang kejam, di mana hi
Sambil bicara, Surya menoleh ke arah para pria kekar di belakang Anom, lalu berkata, "Kalian lakukan sendiri. Di sana ada kapak dan parang."Setelah itu, dia pun berbalik dan berjalan ke samping. Beberapa pria itu langsung maju dan menangkap Anom.Anom ketakutan setengah mati, berteriak dan menangis sambil terus memohon ampun. Namun, kekuatan para pria itu terlalu besar. Tangan Anom ditarik dan ditekan ke tanah.Kapak pun diangkat tinggi-tinggi, memantulkan kilatan dingin cahaya, lalu dihantamkan dengan keras."Argh!" Anom menjerit. Bagian selangkangannya langsung terasa hangat, seluruh tubuhnya jatuh lemas ke tanah. Namun ... ternyata tangannya masih utuh.Salah satu pria berkata dengan dingin, "Kalau masih berani ulangi lagi, kami nggak akan biarkan begitu mudah!"Pria lain mengeluarkan kantong uang dari balik bajunya dan menyerahkannya kepada Surya. "Ini, Kak.""Terima kasih. Kalian makan saja dulu sebelum pergi," ucap Surya."Siap! Nanti teman kita akan bawa daging dan arak ke sini
Endah masih terus menangis. Surya tidak tahu harus bagaimana menenangkannya. Meskipun sosoknya besar dan kekar, dia justru tampak kewalahan saat berdiri di samping Endah.Akhirnya, Andini yang menenangkan Endah untuk beberapa saat. Suasana hati Endah pun membaik. Melihat waktu sudah tidak pagi lagi dan dia masih harus turun ke ladang, Endah pun tidak berlama-lama di situ.Setelah mengantar Endah pergi, Surya menuju ke sisi barat halaman dan mulai sibuk bekerja. Dia berencana membangun atap untuk berteduh. Soalnya kalau hujan turun, dia tidak punya tempat untuk tidur.Melihat Surya sesibuk seperti itu, Andini akhirnya tak tahan untuk bertanya, "Kak Arjuna, kamu benar-benar percaya kalau Anom ambil uang itu buat bayar utang?"Uang itu bukan hasil kerja Andini, jadi dia merasa tidak berhak ikut campur. Namun, dia juga tidak tega melihat penyelamatnya ditipu.Tangan Surya tak berhenti bekerja, suaranya terdengar dalam dan tenang. "Dia pergi judi."Mendengar itu, Andini terkejut. "Kalau beg