Meskipun Andini berpura-pura, semua orang tahu dia dan Nayshila sama-sama diangkat ke Kediaman Adipati. Andini dan Nayshila juga diobati oleh tabib kediaman.Namun, kenapa sekarang Abimana mengasihani Dianti dan mengkhawatirkan Nayshila yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengannya? Abimana sama sekali tidak memperhatikan Andini yang pernah dia anggap sebagai adik kandungnya.Bukannya dulu Abimana sangat menyayangi Andini? Abimana rela mencari barang paling bagus di dunia dan berkelahi dengan orang lain demi Andini. Kenapa sekarang Abimana memperhatikan semua orang dan mengabaikan Andini?Sementara itu, Abimana juga merasa bersalah setelah mendengar pertanyaan Andini. Bahkan, Abimana tidak berani bertatapan dengan Andini dan tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya.Akan tetapi, Dianti terus menangis tersedu-sedu sambil bersandar di tubuh kakaknya. Abimana tahu hari ini Dianti sangat sedih.Abimana teringat tadi Dianti dimarahi sahabatnya karena Andini. Perasaan bersalah Abimana k
Kasim langsung pergi. Andini menarik napas dalam-dalam. Kenapa Rangga menghalanginya? Apa karena Nayshila?Apa terjadi sesuatu pada Nayshila setelah dia pergi? Apa Rangga mencari Andini karena Dianti? Andini merasa kemungkinan besar Rangga mencarinya karena Dianti.Andini menunduk dan tidak berbicara. Dia ingin segera pergi setelah menunggu Rangga selesai bicara. Siapa sangka, Andini melihat sepatu Rangga.Andini mencium aroma yang familier. Dia terkejut. Andini mendongak dan melihat Rangga sudah mendekatinya. Jika orang lain melihat mereka, pasti mereka akan digunjing.Andini hendak menjaga jarak dengan Rangga. Dia segera mundur. Tiba-tiba, telinganya terasa sakit.Andini memegang telinganya. Dia baru menyadari sekarang dirinya memakai anting. Hari ini, dandanan Andini saat masuk ke istana sangat sederhana. Dia tidak memakai perhiasan apa pun.Jadi, tadi Rangga yang memakaikan anting pada Andini? Hal ini membuat Andini kaget. Dia memandang Rangga dan melihat dia masih memegang sebuah
Rangga langsung pergi setelah selesai bicara. Sepertinya dia tidak peduli Andini akan memakai anting atau tidak.Kemudian, Andini melihat kasim yang membawanya masuk ke istana masih menunggunya di depan. Kasim itu terus memperhatikan Andini.Andini baru paham kasim itu sudah mendapatkan perintah dari Rangga. Seharusnya tebakan Andini benar. Kasim yang diutus Haira sama sekali tidak menolak saat Rangga menghalanginya.Ketika bekerja di penatu istana, Andini sudah mendengar sekarang Rangga sangat berkuasa. Tidak disangka, dia juga bisa mengendalikan bawahan para selir.Andini menarik napas dalam-dalam, lalu memakai anting itu. Kasim baru menghampiri Andini. Dia memberi hormat kepada Andini dan lanjut membawanya ke istana Haira.Tampaknya, Haira sudah menunggu Andini dari tadi. Sebelum Andini sempat memberi hormat, Haira langsung menyambutnya dengan ramah, "Ke depannya kita akan jadi keluarga. Kamu nggak usah memberi hormat padaku lagi."Haira menarik Andini dan melanjutkan dengan ekspres
Haira bersikap seolah-olah anting itu tidak penting lagi. Andini mengernyit dan tidak berbicara.Baskoro menggandeng tangan Andini, lalu menghampiri Haira. Dia melihat-lihat kain di meja dan bertanya, "Semua ini kain yang paling bagus?""Bukan termasuk yang paling bagus, tapi sudah cukup bagus," timpal Haira. Dia mendesah dan melanjutkan, "Apa kamu nggak tahu kondisi kita sekarang? Beraninya kamu meminta kain yang paling bagus!"Baskoro adalah pangeran yang akan diasingkan dan tidak mempunyai kekuasaan penting. Dia sudah cukup beruntung bisa mendapatkan kain dengan kualitas seperti ini.Baskoro tidak menanggapi perkataan Haira, tetapi dia menggenggam tangan Andini lebih erat. Andini merasa kesakitan karena ruam di tangannya belum sembuh total. Namun, Andini hanya terdiam.Haira tidak menyadari ada yang tidak beres dengan Baskoro. Dia fokus memilih kain, lalu menunjukkannya kepada Andini dan Baskoro. Haira menceletuk, "Aku merasa 2 kain ini lumayan bagus. Bagaimana menurut kalian?"Bask
Meskipun Baskoro tersenyum, Andini bisa merasakan sebenarnya Baskoro tidak senang. Namun, wajar saja jika Baskoro marah. Bagaimanapun, anting itu berhubungan dengan Rangga.Kemarin, Andini sudah membuang anting itu di depan semua orang. Akan tetapi, hari ini Andini malah memakai anting itu. Sebagai tunangan Andini, Baskoro pasti marah.Jadi, Andini berbicara jujur, "Mungkin kemarin aku membuang anting ini di depan semua orang, jadi Jenderal Rangga merasa malu. Tadi Jenderal Rangga menyuruhku memakainya. Kalau aku menolak, takutnya dia akan mengadu kepada nenekku ...."Baskoro tahu Ainun kurang sehat, sekarang dia baru memahami situasinya. Baskoro menimpali, "Ternyata begitu. Aku kira kamu sangat menyukai anting itu, makanya kamu memungutnya kembali. Rupanya Jenderal Rangga yang memberikannya kepadamu."Ekspresi Baskoro makin muram. Andini membalas seraya mengernyit, "Pangeran tenang saja. Aku akan bicara dengan Jenderal Rangga setelah kembali. Aku juga nggak akan memakai anting ini lag
Melihat Andini tidak menjawab, Baskoro tersenyum dan berkata, "Aku cuma tanya. Kamu nggak usah menganggapnya serius."Kemudian, Baskoro bertanya lagi, "Andin, apa yang kamu sukai dari Jenderal Rangga?"Kali ini, Baskoro tidak menunggu jawaban Andini. Dia meneruskan, "Apa kamu menyukai ketampanannya atau kehebatannya? Apa kamu menyukai semuanya?""Rangga memang sangat berbakat. Jangankan kamu, bahkan Safira juga menyukai Rangga. Itulah sebabnya waktu kamu memecahkan mangkuk, dia sengaja membesar-besarkan masalah dan memasukkanmu ke penatu istana," lanjut Baskoro.Safira adalah nama putri pertama. Andini kaget. Dia tidak menyangka ada masalah ini pada kejadian 3 tahun yang lalu.Pantas saja, Safira bersikeras menghukum Andini masuk ke penatu istana. Bahkan, dia terus menyuruh para pelayan istana menindas Andini selama 3 tahun.Namun, sekarang Andini tidak memedulikan Safira. Dia memikirkan Baskoro. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya, "Kenapa Pangeran tiba-tiba menanyakan hal
Siapa yang tidak tahu bahwa selama tiga tahun ini, Ainun selalu mencari kesempatan untuk memohon Permaisuri melepaskan Andini? Di sisi lain, Andini juga paling peduli terhadap neneknya ini.Keluarga Biantara tahu bagaimana menggunakan Ainun untuk menekan Andini, sedangkan Rangga juga tahu bagaimana menggunakan Ainun untuk mengancam Andini. Tentunya, Baskoro tentu juga mengerti hal itu.Benar saja, Andini yang sebelumnya masih berusaha melawan, tiba-tiba berhenti bergerak setelah mendengar ucapan Baskoro. Mulutnya yang tadi ternganga lebar karena sulit bernapas pun langsung tertutup rapat. Hanya saja, kedua matanya masih terus menatap Baskoro dengan tajam.Baskoro tidak menyangka, hanya dengan satu kalimat itu saja Andini langsung menyerah untuk melawan. Setelah keterkejutan singkat itu, perasaan gembira yang belum pernah dia rasakan sebelumnya tiba-tiba menyelimuti hatinya.Baskoro tiba-tiba melepaskan Andini dan berteriak ke arah luar kereta kuda dengan tidak sabaran, "Sudah sampai be
Justru karena tidak bisa mengambil nyawanya, Baskoro baru menggunakan nenek Andini untuk mengancamnya agar tidak berbicara sembarangan!Andini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, "Kalau Pangeran nggak mau membunuhku, berarti aku nggak punya alasan untuk takut."Andini tidak melihat alat penyiksaan apa pun di ruangan ini. Satu-satunya "alat penyiksaan" hanyalah cambuk di tangan Baskoro. Selama tiga tahun di penatu istana, tidak terhitung lagi berapa kali dia menerima cambukan. Jika Andini bisa bertahan selama tiga tahun itu, berarti dia juga pasti bisa bertahan hari ini.Melihat keberaniannya yang seolah-olah tidak takut mati, rasa antusias Baskoro hampir tak bisa lagi disembunyikan. Dia berdiri perlahan, lalu berjalan mendekati Andini. "Aku sudah bilang sebelumnya, aku paling suka melihatmu seperti ini."Sambil berbicara, Baskoro mengulurkan tangan untuk menyibakkan rambut di dekat telinga Andini ke belakang, persis seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya di istana.
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Rangga hanya menghabiskan waktu sehari untuk membereskan masalah di Kabupaten Horta. Bandit yang ditangkap Rangga tidak bisa bertahan lama. Bandit langsung mengakui semuanya.Rangga juga mengancam Akbar sehingga Akbar yang ketakutan setengah mati tidak berani menutupi kebenarannya lagi. Masalah ini memang sangat rumit.Rangga menyuruh Cahya untuk menyelidiki masalah ini dengan teliti. Cahya sudah kehilangan lengan kirinya. Ke depannya dia tidak bisa berperang lagi. Jika Cahya bisa menyelesaikan masalah ini, dia bisa mendapatkan jabatan di pemerintahan.Biarpun hanya menjadi bupati di Kabupaten Horta, itu lebih baik daripada pulang dengan tubuh cacat dan menjadi petani.Rangga buru-buru pergi dengan menunggangi kudanya tanpa minum sedikit pun. Dia sangat panik. Sosok Andini yang pergi menjauh terus terlintas di benak Rangga. Jadi, Rangga tidak bisa menunggu lagi.Rangga terus mengejar Andini tanpa beristirahat. Begitu sampai, dia baru tahu semua orang yang diutusnya untuk melindungi And
Tenaga bandit sangat kuat. Andini merasa tangannya hampir patah. Dia berusaha menahan rasa sakit dan mencoba menggerakkan tangannya.Pedang di perut bandit juga mulai bergerak. Bandit berteriak kesakitan. Genggamannya di tangan Andini makin erat.Andini yang merasa kesakitan berteriak. Namun, teriakan Andini bukan hanya karena rasa sakit. Akhirnya, Andini berhasil memutar pedang itu.Sepertinya usus bandit itu putus, dia memuntahkan darah. Bandit itu tumbang. Andini tetap menggenggam pedang dengan erat.Wajah Andini ternodai darah sehingga dia kesulitan untuk membuka matanya. Kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara bandit lain lagi. "Madun! Harjo!"Andini sangat panik, tetapi dia masih bisa berpikir rasional. Andini tidak boleh terus berada di sini. Hanya saja, Andini sudah kehabisan tenaga dan tangannya terasa sakit. Bahkan, dia tidak mampu menyeka darah di wajahnya.Alhasil, Andini ditendang oleh bandit hingga terjatuh ke tanah. Bandit hendak menusuk Andini setelah melihat k
Andini terkejut saat melihat bandit yang wajahnya ternodai darah prajurit. Andini langsung mundur. Siapa sangka, dia tersandung ranting pohon dan terjatuh ke tanah.Bandit tertawa melihat kondisi Andini. Di dalam kegelapan malam, bau amis darah membuat Andini pusing.Andini yang tampak ketakutan bertanya sembari terisak, "Apa ... kamu nggak akan bunuh aku ... kalau aku ikut kamu?"Bandit makin bangga ketika melihat Andini sangat ketakutan. Dia menyahut, "Tentu saja. Yang penting kamu bersikap patuh."Andini mengangguk dan menimpali, "Aku sangat patuh. Tapi ... sepertinya aku terkilir."Bandit melihat pergelangan kaki Andini. Dia tidak curiga karena tadi Andini memang tersandung. Bandit mengamati Andini lagi. Melihat ekspresi Andini yang ketakutan, bandit menganggap Andini hanya wanita yang lemah. Andini sama sekali tidak membawa senjata, mana mungkin dia bisa membuat masalah?Bandit menghampiri Andini sambil mengangkat alis. Dia hendak memapah Andini. Sementara itu, Andini mengulurkan
Karena terkejut, prajurit itu mundur beberapa langkah ke belakang.Prajurit lain melangkah maju. Saat melihat apa yang terjadi, dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sekarang sudah masuk musim semi. Ular, serangga, dan binatang kecil lain mulai keluar mencari makan. Ini bukan masalah besar."Mendengar itu, yang lainnya pun mengangguk, lalu menyarungkan pedang mereka kembali.Andini juga menghela napas lega. Pandangannya tertuju pada kepala ular yang terpenggal di tepi jalan.Di bawah cahaya bulan, kepala ular yang kecil itu masih bergerak, seolah-olah berusaha bertahan. Entah kenapa, Andini merasa ini adalah pertanda buruk. Kegelisahan mulai merayap ke hatinya.Semoga saja semuanya akan berjalan lancar di perjalanan ini.Para prajurit sudah terbiasa dengan perjalanan panjang. Mereka hanya tidur 4 jam setiap malam, tetapi tetap memperhatikan Andini selama perjalanan.Namun, kegelisahan yang muncul malam itu terus membekas di hati Andini. Dia sama sekali tidak bisa tenang.Seakan-akan me