Sebenarnya Andini mengerti maksud Baskoro. Pernikahan mereka berdua ada hubungannya dengan Keluarga Adipati.Abimana adalah pewaris masa depan Keluarga Adipati. Jika Andini bertengkar hebat dengannya, itu juga bukan hal baik bagi Baskoro.Hanya saja, Andini benar-benar tidak bisa menunjukkan ekspresi yang baik saat melihat mereka. Jadi, dia hanya bisa berbalik dan kembali memandang permukaan danau.Sebenarnya, selain Abimana, Dianti, Rangga, dan Nayshila, masih ada beberapa putra dan putri keluarga terkemuka lainnya. Salah satunya Santika yang memiliki hubungan baik dengan Nayshila. Hari ini, mereka datang karena menghargai Baskoro.Jika dikatakan dengan indah, ini seperti tamasya musim semi. Namun sebenarnya, Baskoro hanya ingin memanfaatkan orang-orang ini untuk meredakan ketegangan hubungan Andini dan Abimana. Akan tetapi, Baskoro jelas-jelas sudah melukai Abimana demi Andini.Ketika memandang permukaan danau yang berkilauan, hati Andini terasa tak karuan.Para putra dan putri kelua
Melihat Andini masih tidak menghiraukannya, Nayshila makin marah. Rasanya seperti meninju setumpuk kapas dengan seluruh kekuatannya. Perasaan tidak berdaya seperti itu membuat amarahnya makin melonjak.Nayshila langsung bertanya dengan lantang, "Andini, aku mau tanya padamu. Sebenarnya apa niatmu pada kakakku? Jelas-jelas kamu sudah dijodohkan dengan Pangeran Baskoro. Kamu juga tahu kakakku akan menikahi Dianti. Kenapa kamu malah terus-menerus peluk kakakku?"Begitu pertanyaan ini dilontarkan, hampir semua orang tercengang. Orang-orang yang menunggu untuk menyaksikan kejadian heboh dari kejauhan juga tampak terkejut.Andini tiba-tiba menoleh ke arah Nayshila. Tatapannya menunjukkan peringatan tajam.Namun, Nayshila malah tetap bersikap angkuh. Dia menaikkan dagunya sambil meneruskan, "Andini, kamu nggak perlu terkejut. Semua ini disaksikan sendiri oleh Dian. Hari itu, kamu sengaja menjauhkan Dian. Begitu dia pergi, kamu malah peluk kakakku. Saat di Jalan Semira, kamu juga ....""Aduh.
Ucapan ini membuat Dianti langsung memucat. Dia bisa melihat jelas bahwa Rangga masih memiliki perasaan terhadap Andini. Jadi, yang dia lihat hari itu sebenarnya Rangga yang berinisiatif memeluk Andini?Ketika Dianti sedang memikirkan ini, seseorang tiba-tiba menyindir, "Siapa pun tahu dulu Andini terus mengejar Jenderal Rangga dan nggak bisa diusir. Sekarang, kenapa dia bisa bilang seperti itu?"Orang itu adalah Santika. Dia sudah lama tidak tahan menyaksikan keributan ini. Begitu dia melontarkan ucapannya, para putra dan putri keluarga terkemuka pun tertawa.Benar. Dulu Andini terus mengejar Rangga. Hanya ada Rangga di matanya. Cinta dan semangatnya begitu jelas! Itu sebabnya, seluruh orang di ibu kota tahu bahwa Andini menyukai Rangga. Tiga tahun kemudian, cintanya menjadi bahan tertawaan. Menyedihkan, bukan?Seandainya Andini tahu bahwa ketulusannya akan menjadi bahan tertawaan, dia pasti tidak akan memiliki hubungan apa pun dengan Rangga!Andini hanya tersenyum tipis sambil menimp
Hari ini, Dianti sengaja memakai dua penjepit rambut. Yang satu buatan Abimana. Satunya lagi hadiah ulang tahun dari Rangga. Kedua penjepit rambut ini adalah barang kesayangannya. Meskipun keduanya tidak begitu serasi, Dianti tetap memakainya bersama-sama.Entah apa yang sedang Dianti pikirkan. Setelah mendengar ucapan Nayshila, dia tanpa sadar menatap Andini sekilas. Andini sedang menghadap ke arah luar kapal seolah-olah tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Dianti merasa sedikit frustrasi.Kala ini, Nayshila meneruskan, "Dian, omong-omong ulang tahunmu sudah dekat. Entah hadiah apa yang akan kakakku berikan untukmu tahun ini."Setelah Nayshila selesai berbicara, Baskoro tiba-tiba bertutur, "Seingatku, ulang tahun Andin juga sama dengan Dianti. Kalau begitu, ulang tahun Andin juga sudah dekat. Andin, apa ada yang kamu inginkan?"Nada bicara Baskoro sangat lembut sehingga Andini tidak bisa mengabaikannya. Dia terpaksa menoleh dan tersenyum kepada Baskoro sebelum menjawab, "Aku nggak s
Benar. Itu adalah anting pemberian Rangga.Empat tahun lalu, Andini tidak sengaja menjatuhkan anting ini ke dalam danau saat naik kapal pesiar. Lantaran panik, dia juga melompat ke danau dan hampir tenggelam. Tidak disangka, anting yang seharusnya tenggelam ke dasar danau ternyata ditemukan oleh nahkoda ini.Raut wajah semua orang di dalam kapal tampak tidak baik. Akan tetapi, nahkoda itu sama sekali tidak menyadari perubahan suasana di sekitarnya.Nahkoda itu hanya menyanjung, "Hari itu, saya melihat Nona sangat peduli pada anting ini. Saya rasa pasti sangat berarti, jadi saya turun ke dasar danau untuk mencarinya beberapa hari. Untung saja ketemu.""Sayangnya, saya nggak pernah ketemu Nona lagi setelah hari itu. Akhirnya anting ini bisa kembali ke pemiliknya hari ini," sambung nahkoda itu.Andini merasa sangat tersentuh. Pertama, dia tidak menyangka bahwa nahkoda itu akan sangat peduli. Kedua, dia tidak menyangka masih bisa melihat anting ini lagi.Dulu, Andini tentu sangat menyukain
Nayshila tampak sedikit kecewa. Tiba-tiba, terlintas sesuatu di benaknya. Dia memanggil Andini, sebelum berkata, "Andini, lihat ini. Ada ikan besar!"Andini sedikit kaget. Tidak disangka Nayshila memanggil dia di saat seperti ini. Lantaran sudah dipanggil, Andini pun berdiri dan menghampiri Nayshila."Cepat lihat. Ikannya besar sekali!" seru Nayshila dengan antusias.Andini berdiri di samping Nayshila, lalu membungkuk untuk melihat ke danau. Dia bertanya, "Di mana ikannya?""Di sana, lho!" pekik Nayshila. Dia menunjuk ke arah danau sembari berjalan mundur sedikit demi sedikit. Setelah itu, dia bergumam, "Berani sekali kamu buang barang pemberian kakakku. Aku akan beri kamu pelajaran."Selesai berbicara, Nayshila mengulurkan tangan untuk mendorong Andini. Tidak disangka, Andini memiringkan tubuh dan menghindar.Sebaliknya, Nayshila yang seketika tidak bisa menjaga keseimbangannya malah terjatuh ke dalam danau. Sebelum jatuh, dia jelas melihat senyuman angkuh dan puas di wajah Andini.Me
Mendengar Andini mencela Dianti, Nayshila langsung menyanggah, "Jangan bicara sembarangan! Dian bukan orang seperti itu!"Andini menimpali sembari mengangkat alis, "Oh, ya? Sepertinya kamu sudah lupa semuanya."Ucapan Andini membuat Nayshila mulai memikirkan kejadian setelah dia jatuh ke dalam air. Kala itu, Nayshila hampir tenggelam. Dia ingat Rangga dan Abimana hendak menyelamatkannya.Namun, kenapa akhirnya mereka berhenti? Nayshila teringat sosok yang berjalan keluar dengan terhuyung-huyung. Jantungnya berdegup kencang. Apa Dianti yang menghentikan mereka?Melihat perubahan ekspresi Nayshila, Andini tersenyum dan berucap, "Dianti mengkhawatirkan reputasimu, jadi dia menghentikan Jenderal Rangga dan Tuan Abimana. Tapi, aku merasa nyawa seseorang lebih penting daripada reputasinya."Kemudian, Andini mengambil obat di meja dan menyodorkannya kepada Nayshila sambil menjelaskan, "Apalagi, Jenderal Rangga itu kakakmu. Memangnya ada yang berani berkomentar kalau dia mempertaruhkan nyawa u
Setelah mendengar perkataan Andini, Nayshila tidak memikirkan tentang Dianti lagi. Dia bertanya seraya mengernyit, "Kamu benar-benar mau menikah dengan Pangeran Baskoro?"Andini tidak menyangka Nayshila tiba-tiba menanyakan hal ini. Dia tertegun sejenak sebelum duduk tegak dan membalas, "Ini perintah Kaisar. Aku nggak mungkin melawannya."Nayshila mencebik, lalu turun dari tempat tidur dan menimpali, "Tapi, sebelumnya kakakku sudah pernah membujukmu. Kakakku bilang kamu yang bertekad untuk menikah dengan Pangeran Baskoro.""Jangan kira kamu sudah berhasil menggaet keluarga kekaisaran. Pangeran Baskoro bukan pria baik-baik! Dia memang melindungimu di depan orang lain, tapi kamu kira orang lain merasa iri padamu? Sebenarnya mereka diam-diam mentertawakan dan mengasihanimu," lanjut Nayshila.Saat berjalan melewati Andini, Nayshila berhenti dan menambahkan, "Kamu nggak berharap aku dipermainkan seperti orang bodoh. Tentu saja, aku juga nggak berharap kamu dibohongi. Andini, kalau suatu har
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Rangga hanya menghabiskan waktu sehari untuk membereskan masalah di Kabupaten Horta. Bandit yang ditangkap Rangga tidak bisa bertahan lama. Bandit langsung mengakui semuanya.Rangga juga mengancam Akbar sehingga Akbar yang ketakutan setengah mati tidak berani menutupi kebenarannya lagi. Masalah ini memang sangat rumit.Rangga menyuruh Cahya untuk menyelidiki masalah ini dengan teliti. Cahya sudah kehilangan lengan kirinya. Ke depannya dia tidak bisa berperang lagi. Jika Cahya bisa menyelesaikan masalah ini, dia bisa mendapatkan jabatan di pemerintahan.Biarpun hanya menjadi bupati di Kabupaten Horta, itu lebih baik daripada pulang dengan tubuh cacat dan menjadi petani.Rangga buru-buru pergi dengan menunggangi kudanya tanpa minum sedikit pun. Dia sangat panik. Sosok Andini yang pergi menjauh terus terlintas di benak Rangga. Jadi, Rangga tidak bisa menunggu lagi.Rangga terus mengejar Andini tanpa beristirahat. Begitu sampai, dia baru tahu semua orang yang diutusnya untuk melindungi And
Tenaga bandit sangat kuat. Andini merasa tangannya hampir patah. Dia berusaha menahan rasa sakit dan mencoba menggerakkan tangannya.Pedang di perut bandit juga mulai bergerak. Bandit berteriak kesakitan. Genggamannya di tangan Andini makin erat.Andini yang merasa kesakitan berteriak. Namun, teriakan Andini bukan hanya karena rasa sakit. Akhirnya, Andini berhasil memutar pedang itu.Sepertinya usus bandit itu putus, dia memuntahkan darah. Bandit itu tumbang. Andini tetap menggenggam pedang dengan erat.Wajah Andini ternodai darah sehingga dia kesulitan untuk membuka matanya. Kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara bandit lain lagi. "Madun! Harjo!"Andini sangat panik, tetapi dia masih bisa berpikir rasional. Andini tidak boleh terus berada di sini. Hanya saja, Andini sudah kehabisan tenaga dan tangannya terasa sakit. Bahkan, dia tidak mampu menyeka darah di wajahnya.Alhasil, Andini ditendang oleh bandit hingga terjatuh ke tanah. Bandit hendak menusuk Andini setelah melihat k
Andini terkejut saat melihat bandit yang wajahnya ternodai darah prajurit. Andini langsung mundur. Siapa sangka, dia tersandung ranting pohon dan terjatuh ke tanah.Bandit tertawa melihat kondisi Andini. Di dalam kegelapan malam, bau amis darah membuat Andini pusing.Andini yang tampak ketakutan bertanya sembari terisak, "Apa ... kamu nggak akan bunuh aku ... kalau aku ikut kamu?"Bandit makin bangga ketika melihat Andini sangat ketakutan. Dia menyahut, "Tentu saja. Yang penting kamu bersikap patuh."Andini mengangguk dan menimpali, "Aku sangat patuh. Tapi ... sepertinya aku terkilir."Bandit melihat pergelangan kaki Andini. Dia tidak curiga karena tadi Andini memang tersandung. Bandit mengamati Andini lagi. Melihat ekspresi Andini yang ketakutan, bandit menganggap Andini hanya wanita yang lemah. Andini sama sekali tidak membawa senjata, mana mungkin dia bisa membuat masalah?Bandit menghampiri Andini sambil mengangkat alis. Dia hendak memapah Andini. Sementara itu, Andini mengulurkan
Karena terkejut, prajurit itu mundur beberapa langkah ke belakang.Prajurit lain melangkah maju. Saat melihat apa yang terjadi, dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sekarang sudah masuk musim semi. Ular, serangga, dan binatang kecil lain mulai keluar mencari makan. Ini bukan masalah besar."Mendengar itu, yang lainnya pun mengangguk, lalu menyarungkan pedang mereka kembali.Andini juga menghela napas lega. Pandangannya tertuju pada kepala ular yang terpenggal di tepi jalan.Di bawah cahaya bulan, kepala ular yang kecil itu masih bergerak, seolah-olah berusaha bertahan. Entah kenapa, Andini merasa ini adalah pertanda buruk. Kegelisahan mulai merayap ke hatinya.Semoga saja semuanya akan berjalan lancar di perjalanan ini.Para prajurit sudah terbiasa dengan perjalanan panjang. Mereka hanya tidur 4 jam setiap malam, tetapi tetap memperhatikan Andini selama perjalanan.Namun, kegelisahan yang muncul malam itu terus membekas di hati Andini. Dia sama sekali tidak bisa tenang.Seakan-akan me