Rangga akhirnya pergi, langkahnya goyah seperti seorang prajurit yang kalah perang. Sementara itu, Andini duduk sendirian di dalam ruangan, menatap cahaya lilin yang berkedip. Hingga fajar menyingsing, dia sama sekali tidak mengantuk.Andini berpikir, setelah pertengkaran semalam, Rangga setidaknya akan sadar bahwa dirinya benar-benar tidak ingin terlibat dengannya lagi. Siapa sangka, ketika Gita dan Ningsih datang untuk melayaninya, mereka masih saja memanggilnya nyonya tanpa ragu sedikit pun.Bahkan pada hari kelima, Rangga malah langsung pindah ke kediaman ini. Saat melihat para pelayan membawa setumpuk buku masuk ke halaman, Andini mengerutkan keningnya.Dia mengikuti mereka ke dalam ruang kerja. Di sana, beberapa pelayan tampak sedang menyusun buku di rak, sementara seorang pelayan meletakkan beberapa dokumen di atas meja.Andini meliriknya sekilas, semuanya tentang urusan militer. Hatinya seketika mencelos. Apa Rangga tidak perlu kembali ke barak?Para pelayan yang menyadari keha
Surat itu sangat singkat, tanpa kalimat yang bertele-tele. Dalam pandangan Gita dan Ningsih, itu hanyalah surat biasa.Mereka pun menyerahkannya kepada Rangga. Rangga menerima dan melihatnya sekilas. Matanya yang suram tidak menunjukkan sedikit pun emosi, hanya berkata dengan tenang, "Antarkan.""Baik." Gita dan Ningsih segera pergi.Di sisi lain, tatapan Rangga berubah muram. Dia tahu Andini tidak ingin tinggal di sini. Namun, apa hanya dengan satu surat ini, Andini berpikir bisa meminta seseorang untuk menyelamatkannya? Kenapa dia masih belum mengerti?Rangga yakin, kini tidak ada seorang pun yang bisa membawa Andini pergi dari sisinya,Ketika Laras menerima surat itu, dia langsung terpaku. "Ini memang tulisan tangan Nona!" Suaranya bergetar, matanya memerah karena terharu. Beberapa hari ini, air matanya sudah hampir kering karena cemas.Rama yang membaca isi surat itu pun mengangguk pelan. "Aku nggak mengenali tulisan tangan Nona. Tapi, kalau Nona bilang dia baik-baik saja, berarti
Malam itu, Andini berbaring di ranjang, berbalik ke sana sini, tetapi tetap tidak bisa tidur. Dia tahu, mungkin Laras tidak bisa langsung memahami petunjuk tentang lokasi di luar ibu kota, tetapi Laras pasti bisa menyadari ada sesuatu yang janggal dalam pesan "jangan lupa menyiram pohon plum."Andini juga tahu jika Laras tidak mengerti, gadis itu pasti akan mencari Kalingga. Kalingga pasti bisa memahami petunjuk mengenai lokasi di luar ibu kota.Hanya saja, Andini sendiri pun tidak yakin apakah dia benar-benar berada di luar ibu kota. Sejak diculik, dia selalu dikurung di dalam rumah ini tanpa pernah diizinkan keluar.Para pelayan di dalam kediaman ini tidak pernah membicarakan lokasi tempat ini. Semua hanya spekulasi Andini semata.Namun, ada dua hal yang membuatnya merasa bahwa tempat ini cukup terpencil. Pertama, setiap kali melewati dinding tinggi rumah ini, dia tidak pernah mendengar suara dari luar, seolah-olah tempat ini sangat jauh dari keramaian.Kedua, saat Andini tidak bisa
Abimana ingin terus memaksa, tetapi dia juga tahu bahwa hari ini dia tidak mungkin bisa mendapatkan jawaban dari mulut Rangga tentang keberadaan Andini.Setelah berpikir berulang kali, akhirnya dia hanya bisa perlahan menyingkir dan memberi jalan. Rangga lantas naik kembali ke kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju istana.Namun, saat melewati Abimana, dia mendengar suara rendah. "Apa kamu pernah berpikir tindakanmu ini hanya akan membuat Andini semakin membencimu?"Tubuh Rangga seketika menegang, tetapi dia tidak menghentikan kudanya. Dia tentu pernah memikirkannya, tetapi dia tidak punya pilihan lain.Dia tidak bisa berdiam diri melihat Andini jatuh cinta pada pria lain.Luka di lengan kirinya hanya dibalut seadanya. Kemudian, Rangga pergi menghadiri sidang istana.Begitu tiba di istana, Kaisar langsung melihat cederanya. Ekspresi Kaisar seketika menjadi suram. Namun, di depan para pejabat lain, dia tidak berkata apa-apa. Setelah sidang selesai, Rangga baru ditahan olehnya.Di
Setelah memberi hormat dan mundur, Rangga keluar dari istana, lalu segera menunggangi kudanya dan pergi.Ketika kuda cepat itu sampai di luar ibu kota, Rangga tiba-tiba menghentikan langkahnya. Wajahnya tampak murung. Dia turun dari kuda, lalu menghadap jalan kecil yang sepi dan berkata, "Kakak, keluarlah."Dari balik bayangan, Kalingga pun muncul dengan wajah muram.Rangga melirik kaki Kalingga sekilas, lalu berkata, "Kakak belum lama sembuh, seharusnya banyak beristirahat."Kalingga langsung memahami maksud Rangga. Dia sudah terbaring selama lima tahun dan kemampuan bertarungnya jauh menurun dibanding lima tahun lalu, bahkan kemampuan membuntuti orang pun ikut melemah.Jabal sudah menyelidiki kemarin, mengatakan bahwa ada lebih dari 20 rumah yang besar dan kecil di luar ibu kota dan lebih dari 10 di antaranya berada di dekat air.Tempat di mana Andini dikurung masih belum diketahui, semuanya harus diperiksa satu per satu.Namun, Kalingga sudah tidak sabar lagi. Karena itulah dia memu
Andini jelas-jelas tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Meskipun saat itu dia tertukar dengan orang lain, tapi orang yang menukar juga bukan Andini.Mangkuk kaca itu dipecahkan oleh Dianti. Nyonya Ainun meninggal karena sakit. Pangeran Baskoro dibunuh oleh bandit gunung. Byakta gugur saat memberantas bandit.Tidak ada satu pun dari mereka yang dibunuh oleh Andini. Namun kenapa, semua kematian itu malah ditimpakan kepada Andini?Kalingga tidak bisa memahaminya. Sampai ketika dia menanyakan hal ini sekarang, sorot mata yang biasanya dingin dan tenang itu memerah tanpa sadar.Malika menggeleng terus-menerus. "Ibu sudah minta Master Hardan membuatkan tulisan ramalan, dan di tulisan itu dikatakan ....""Hanya karena satu tulisan, seseorang bisa divonis mati?" Kalingga terus bertanya. Mata yang dipenuhi air mata itu menatap lekat-lekat ke arah Malika. "Padahal dia, sama sekali nggak melakukan apa pun!"Malika tanpa sadar mundur selangkah. Meskipun Kalingga bukan anak kandungnya, saat in
Mendengar hal itu, Kaisar justru tersenyum. Dia mengangkat tangan dan mencubit hidung Haira, "Kamu ini! Kenapa masih keras kepala di depanku? Kalau kamu benar-benar yakin Baskoro dibunuh olehnya, menurutmu dia masih bisa hidup sampai sekarang?"Haira yang dibongkar isi hatinya oleh Kaisar tidak merasa marah, melainkan hanya menghela napas pelan dan berkata, "Tapi, kalau Kaisar turun tangan, apakah Rangga nggak akan dendam?"Rangga adalah jenderal utama di bawah Kaisar. Bagaimana nantinya jika muncul perselisihan karena masalah ini?Kaisar hanya tersenyum tipis dan tidak menjawab. Namun, Haira sudah mengerti. Kaisar justru khawatir Rangga akan mendendam, makanya dia menyuruh adik Selir Agung untuk menyelamatkan orang itu.Haira melihat segalanya tapi tidak mengungkapkannya. Dia hanya tersenyum tipis, lalu menghela napas dan berkata, "Bagaimanapun juga, dulu Baskoro memang sempat menyakiti gadis itu.""Kalau menyelamatkan Andini, berarti hamba sedang melakukan perbuatan baik untuk menebu
Kalau memang ada seseorang yang berani berhadapan langsung dengan Rangga, orang itu mungkin hanya Sandika. Hanya saja ....Di belakang Sandika masih ada seluruh Keluarga Rahardian. Apakah Keluarga Rahardian berani menyinggung Rangga atau tidak, itu masih belum bisa dipastikan.Melihat Kalingga masih belum juga bangkit, Kasim Harko buru-buru menjulurkan tangan untuk membantunya.Lutut Kalingga memang belum lama sembuh. Meskipun sebelumnya dia telah meminum obat pemberian Rangga dan sudah membaik, setelah berlutut hampir dua jam, tubuhnya tetap saja tidak kuat. Kedua lututnya terasa sangat kebas.Melihat hal itu, Kasim Harko segera mengeluarkan sebotol obat dan berkata, "Tuan Kalingga, ini adalah hadiah dari Kaisar. Anda pasti tahu, Kaisar sangat menyayangi Anda. Hanya saja, Kaisar juga punya kesulitannya sendiri. Mohon Tuan Kalingga bisa memahaminya."Tatapan mata Kalingga sedikit menggelap. Mana mungkin dia tidak paham? Itu adalah peringatan dari Kaisar. Urusan Keluarga Maheswari tidak
Arjuna tidak pernah menyangka, benda kecil yang dia ukir bertahun-tahun, kini muncul kembali di hadapannya.Liontin keselamatan itu seolah-olah adalah kunci yang membuka kembali ingatan yang telah lama dia kubur dalam-dalam.Darah, perang, dan mayat berserakan .... Semua kenangan itu kembali membanjiri pikirannya, membuat hatinya bergetar hebat."Terima kasih, Kak Arjuna." Suara lembut terdengar, menyadarkan Arjuna dari lamunannya.Dia mengalihkan pandangan dari liontin itu, menatap Andini sejenak, lalu mengangguk pelan sebelum berbalik pergi. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.Namun, wanita itu tampaknya sudah sangat terbiasa dengan sikapnya. Dia tersenyum ramah pada Andini. "Jangan takut. Dia memang begitu orangnya, nggak suka bicara. Tapi, hatinya baik sekali. Dulu waktu ada serangan serigala di hutan, dia yang menyelamatkan satu desa ini!"Saat berbicara, wanita itu hendak menceritakan semua yang terjadi di masa lalu. Namun, pikiran Andini masih dipenuhi oleh hal lain. Dia
"Baik!" Para pelayan buru-buru mengiakan dan segera menyeret Dianti keluar dari aula.Dianti masih terus memohon, "Ayah! Aku benar-benar anak kandung Ayah! Ayah jangan percaya kata-kata mereka!"Namun, Kresna bahkan tidak meliriknya lagi, seolah-olah tak sudi memberinya satu pandangan pun.....Setengah bulan kemudian, Andini perlahan membuka matanya. Yang pertama kali dia lihat adalah balok-balok kayu tua di langit-langit. Dia ... di mana?Kenangan perlahan-lahan membanjiri benaknya. Saat teringat dirinya jatuh ke Sungai Mentari, jantung Andini langsung berdebar kencang karena takut.Dia awalnya mengira, air sungai itu tenang dan arusnya tidak terlalu deras. Meskipun jatuh, dia seharusnya masih bisa berenang dan naik ke permukaan. Tak disangka, arus bawah sungai begitu kuat.Tubuhnya langsung terseret ke dasar sungai. Dia beberapa kali mencoba berenang naik, tetapi kekuatan air begitu besar hingga membuat dirinya seperti daun yang terombang-ambing tak berdaya. Kesadarannya pun lenyap.
"Apa katamu?" Kresna tercengang dan sontak berdiri dari kursinya. Kirana juga membelalakkan mata, menatap Abimana dengan ekspresi tidak percaya.Dianti pun sangat terkejut. Dia tiba-tiba mengerti kenapa Abimana bersikap begitu aneh tadi. Ternyata karena hal ini? Karena Andini telah meninggal?Namun, saat ini Dianti sama sekali tidak merasa bahagia. Yang ada hanya kepanikan.Andini sudah mati. Lalu, bagaimana dia bisa membersihkan diri dari pengakuan Utari? Kepada siapa lagi dia bisa melemparkan kesalahan? Apa yang harus dia lakukan? Kepanikan luar biasa melanda Dianti.Tanpa disangka, Abimana tiba-tiba menerjang ke arahnya, menarik kerah bajunya dan membentak, "Siapa kamu sebenarnya? Jawab!"Dianti ketakutan setengah mati. Dia belum pernah melihat Abimana segalak ini. Air matanya terus mengalir deras, tetapi dia tetap bersikeras. "Kak ... jangan begitu padaku. Aku adikmu! Aku adik kandungmu!""Bidan sendiri yang bilang! Aku ditukar waktu lahir! Dia sendiri yang mengaku! Lihat wajahku!
Tidak boleh dipikirkan lagi, jangan dipikirkan lagi .... Kirana hampir tak mampu menahan diri!Tepat saat itu, beberapa pelayan yang sebelumnya membawa Dianti pergi akhirnya kembali bersama Dianti."Lapor, Nyonya, kami sudah memeriksa. Nggak ada tanda lahir di pinggang Nona Dianti," ujar salah satu pelayan.Mendengar itu, Utari segera berkata, "Dia memang bukan anak kandung, tentu saja nggak punya tanda lahir!"Dianti pun langsung menangis dan berteriak, "Ibu! Bukan begitu! Jangan dengarkan omong kosong perempuan jahat ini!"Bagi Kirana, ini seperti palu besar yang menghantam langsung ke kepalanya. Dunia terasa berputar.Sebenarnya, dia pernah curiga pada Dianti. Namun, orang-orang yang dia kirim untuk menyelidiki, tidak membawa pulang satu pun petunjuk.Pernah suatu waktu, dia bahkan sempat berpikir bahwa Dianti dan Andini adalah anak kembar, bahwa salah satu dari mereka telah dicuri oleh bidan saat persalinan.Karena itu, Kirana menyayangi keduanya. Dia tak sanggup kehilangan salah s
Orang-orang di Negara Darsa percaya bahwa anak adalah anugerah dari langit. Para dewi di langit memilih keluarga mana yang layak, lalu mengirimkan anak-anak satu per satu ke dunia.Ada beberapa anak yang nakal, enggan turun ke dunia. Jika para dewi marah, mereka akan mencubit anak itu. Tanda lahir kecil sudah pasti karena dicolek para dewi. Kalau sedikit lebih besar, itu pasti karena dicubit.Jika lebih besar lagi, itu tandanya si anak terlalu nakal sampai para dewi tak tahan lagi dan langsung menendangnya turun ke dunia.Hati Kirana terasa sangat sakit saat mendengarnya. Dulu saat melihat pengasuh mengganti popok untuk Andini, dia juga sempat berkata bahwa Andini pasti sangat nakal sampai-sampai dicubit oleh dewi. Karena di pinggang Andini memang ada tanda lahir.Begitu mengingat ini, tatapan Kirana perlahan beralih ke arah Dianti. "Apa kamu punya tanda lahir?"Dianti panik. Dia terus-menerus menggeleng. "Ibu, jangan dengarkan omong kosong perempuan ini ...."Sebelum dia sempat menyel
Saat ini, Dianti yang diabaikan di luar Paviliun Persik tiba-tiba saja membelalakkan mata, dipenuhi ketidakpercayaan.Di sampingnya, seorang pelayan wanita berbisik, "Nona, kenapa Tuan Abimana seperti orang gila? Apa terjadi sesuatu?"Dahi Dianti sedikit berkerut, dia sendiri pun tidak tahu. Namun, kegilaan mendadak Abimana ini justru memberinya sebuah kesempatan.Kesempatan untuk berpura-pura menyedihkan di hadapan Kirana dan mendapatkan kembali rasa sayang darinya!Dianti tahu, meskipun Kresna dan Kirana telah menyelamatkan hidupnya, kasih sayang mereka tak lagi seperti dulu.Mungkin hari ini, dengan memanfaatkan kesempatan ini, dia bisa merebut kembali perhatian dan kasih sayang mereka.Dengan pikiran seperti itu, Dianti pun segera mencari Kirana. Namun, dia diberi tahu bahwa Kirana sedang menerima tamu di ruang depan.Untuk menunjukkan betapa menyedihkannya dirinya, saat tiba di ruang depan, Dianti sengaja tidak melihat ke arah tamu yang hadir.Dengan pipi berlinang air mata, dia l
Entah sudah berapa lama Abimana menampar dirinya sendiri. Tiba-tiba, dia seperti mengingat sesuatu. Dengan tergesa-gesa, dia membungkus kembali potongan-potongan kain itu, lalu menyelipkannya ke dalam sakunya.Kemudian, dia bangkit, membuka pintu, dan langsung berlari keluar. Dia harus mencari Andini.Begitu keluar, matanya langsung menangkap sebuah pohon pagoda besar. Saat kecil, Andini paling suka memanjat pohon itu. Tak jauh dari sana, juga ada kumpulan bebatuan buatan yang juga merupakan tempat favorit Andini bermain.Pernah suatu kali, dia jatuh dari bebatuan itu dan membuat Abimana hampir terkena serangan jantung. Namun, Andini malah tertawa tanpa rasa takut.Di gazebo itu, mereka pernah bermain catur bersama. Saat Andini baru belajar, dia paling suka bermain curang. Satu langkah bisa diulang belasan kali olehnya.Beberapa pohon persik di halaman itu punya buah yang besar dan manis. Setiap musim panen, Andini akan membawa para pelayan memetik buah, lalu membuat kudapan manis yang
Tubuh Abimana limbung. Dia seperti melihat kembali sosok Andini tiga tahun lalu, saat dibawa ke penatu istana. Gadis itu menangis dan menjerit.Dia tidak mau tunduk, tidak mau tinggal di sana. Makanya, pelayan senior di sana mencambuknya berkali-kali.Kemudian, dia terbaring lemah di dalam kamar bocor yang dingin dan lembap. Dia merobek pakaiannya yang sudah compang-camping, lalu dengan jari berlumuran darah, dia menulis dengan pelan.[ Kak, tolong aku. ]Hati Abimana terasa begitu nyeri, sampai-sampai dia sulit bernapas. Dengan tergesa-gesa, dia membalik satu per satu potongan kain itu. Hampir di setiap potongan tertulis dengan darah.[ Kak, tolong aku. ][ Kak, jemput aku pulang. ][ Kak, selamatkan aku. ]Tiga tahun. Selama itu, potongan-potongan kain berlumuran darah ini mencatat setiap teriakan minta tolongnya ... dan semuanya ditujukan pada Abimana.Saat ini, Abimana baru benar-benar sadar. Di hati Andini, dirinya begitu penting bagi Andini dulu. Dulu di hati Andini, hanya dia ya
Dia tidak berani membayangkan lebih jauh, hanya bisa memaksakan diri untuk mengenyahkan pikiran yang dipenuhi kecemasan.Rangga sudah berada di ambang kehancuran. Dia tidak boleh ikut-ikutan gila!Jadi, Kalingga menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Iya, dia akan baik-baik saja."Abimana seperti mendapatkan kembali sedikit tenaga. Dia mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi.Ya, semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya perlu kembali dan beristirahat sebentar, lalu lanjut mencari Andini ....Abimana menaiki kudanya untuk kembali. Namun, dalam pikirannya, terus terbayang momen saat Andini jatuh ke sungai.Andini terlalu jauh dari dirinya. Begitu jauh hingga dia tidak bisa melihat jelas wajahnya. Begitu jauh sampai bayangannya pun tidak bisa dia raih.Kenapa mereka bisa sejauh ini? Apakah selama ini dia yang perlahan mendorong Andini menjauh darinya?"Tuan Abimana!" Tiba-tiba, suara lembut seorang wanita menyadarkan Abimana dari lamunannya.Dia terkejut, mendongak, baru sadar diriny