Usai berbicara, Abimana membuka tirai kereta dan melangkah keluar. Namun, sebelum melompat turun, dia kembali berkata dengan suara dingin, "Kalau dia mati, itu karena perbuatannya sendiri. Tapi Andini, salah apa dia?"Setelah mengatakan itu, Abimana melangkah pergi dengan terburu-buru. Dia tidak sanggup berlama-lama di dalam kereta itu.Jujur, dia juga tidak ingin melihat Dianti mati. Bagaimanapun, Dianti tetap adiknya!Saat Dianti berpura-pura hendak bunuh diri dengan menabrakkan dirinya ke pilar, Abimana tidak menghentikannya karena mengira itu hanya akting.Namun, hari ini saat melihat sorot mata Dianti yang benar-benar memancarkan tekad untuk mati, Abimana tak bisa tinggal diam dan membiarkannya begitu saja.Adik perempuannya yang dulu begitu lembut dan baik hati, mengapa setelah menjadi bagian dari Keluarga Maheswara, menjadi sekejam ini?Abimana tidak mengerti. Namun, yang lebih tidak bisa dia pahami adalah apa kesalahan Andini?Apa salahnya hingga harus diculik dan dilecehkan ol
Semua orang yang hadir tahu seperti apa hubungan antara Andini dan Rangga. Mereka mengerti bahwa kepergian Rangga kali ini pasti karena dia tidak sanggup melihat Andini dan Kalingga begitu mesra.Andini spontan mengerutkan keningnya. Ekspresi Kalingga pun menjadi suram. Suasana di dalam aula seketika menjadi canggung.Malika adalah orang pertama yang bereaksi. Dia mendorong Nayshila dengan lembut, memberi isyarat agar putrinya tidak membahas lagi. Kemudian, dia segera berkata, "Kurasa dia pergi karena ada urusan militer yang mendesak, nggak perlu dibahas!"Nayshila tersadar dan buru-buru mengiakan, "Benar, benar! Kak Rangga pasti sibuk dengan urusan militer, bukan karena Kak ...."Sebelum sempat menyelesaikan ucapannya, dia buru-buru menutup mulutnya sendiri. Dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri karena hampir mengucapkan sesuatu yang tak seharusnya.Wajah Andini dan Kalingga semakin muram.Lukman hanya bisa menatap Nayshila dengan kesal sebelum akhirnya mengalihkan perhatiannya ke
Lalu, bagaimana dengan Kalingga? Apakah hubungan saudaranya dengan Rangga akan retak hanya karena dirinya?Lebih baik Andini mengambil kesempatan ini untuk pergi, benar-benar melepaskan diri dari semua orang di ibu kota ini.Dia sudah lama menantikan ini. Pergi ke luar ibu kota, mencari dunia baru, menemukan dirinya yang baru.Andini merasa waktunya sudah tiba. Namun, menurut Laras, tetap tinggal di sini juga bukan pilihan yang buruk.Kalingga adalah orang yang baik, begitu juga dengan Jabal. Selama dia dan nonanya tinggal di sini, mereka tidak pernah diperlakukan buruk.Namun, karena nonanya sudah mengatakan bahwa inilah saatnya untuk pergi, pasti ada alasannya.Laras pun mengangguk dengan mantap. "Hamba akan mengikuti keputusan Nona."Malam itu.Saat Kalingga kembali, langit sudah benar-benar larut. Tubuhnya sedikit bau alkohol, tetapi bukan karena dirinya yang minum. Sebagian besar aroma itu berasal dari Lukman.Hari ini, Lukman benar-benar bahagia. Dia memerintahkan pelayan untuk m
Keesokan hari.Sejak pagi buta, Kalingga sudah menerima pesan dari istana. Kaisar ingin menemuinya. Sebenarnya, dia sudah menduga akan hal ini sejak kemarin.Pasti Rendra telah memberi tahu Kaisar tentang apa yang terjadi. Begitu mengetahuinya, Kaisar tentu akan memanggilnya.Hanya saja, Kalingga tidak menyangka panggilan itu akan datang secepat ini. Melihat waktu, mungkin sidang pagi pun belum selesai. Namun, Kaisar sudah mengutus orang ke kediaman Keluarga Maheswara.Jabal membantu Kalingga bersiap-siap. Tuannya akan masuk ke istana untuk pertama kalinya setelah 5 tahun, tentu saja harus berpakaian sebaik mungkin.Dengan demikian, semua orang bisa melihat bahwa Jenderal Kalingga yang dulu gagah berani, kini tetap berwibawa seperti sedia kala!Namun, tampaknya pikiran tuannya berada di tempat lain. Jabal mengikuti arah pandang Kalingga ke luar jendela, lalu tersenyum. "Nyonya Andini belum bangun. Masih harus ditunggu."Kurang lebih sejam lagi, Andini pasti akan keluar dari kamarnya.K
Namun, kini jelas sekali bahwa semua ini adalah perbuatan yang disengaja.Kaisar merendahkan suaranya dan bertanya, "Apa kamu tahu siapa yang meracunimu?"Di benak Kalingga, seketika muncul bayangan sosok yang anggun. Menurut apa yang Andini katakan sebelumnya, kemungkinan besar orang ini yang telah meracuninya.Kenangan lama membanjiri pikirannya. Kalingga mengepalkan tangannya sesaat, tetapi akhirnya memilih untuk tidak menyebutkan nama itu.Dia hanya menggeleng dan menyahut, "Setelah kaki saya cedera, saya bertemu banyak orang. Saya nggak tahu siapa yang sebenarnya meracuniku ...."Mendengar ini, Kaisar mengangguk ringan. Dulu saat Kalingga dibawa kembali ke ibu kota dari medan perang, entah berapa banyak orang yang merawatnya sepanjang perjalanan. Setibanya di ibu kota, masih ada banyak tabib istana yang memeriksanya.Di antara begitu banyak orang, bagaimana mungkin bisa dilacak siapa yang telah meracuninya?Memikirkan hal ini, Kaisar menghela napas panjang. "Untungnya, kini keadaa
Kalingga sebenarnya ingin terlihat ramah sebisa mungkin. Namun, dia tidak menyangka, di balik aura dinginnya yang suram itu, senyuman seperti apa pun justru akan menakuti anak-anak. Anak itu langsung terpaku dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Anak-anak lainnya juga berkumpul dalam satu kelompok dan memandang Kalingga dengan wajah penuh ketakutan.Untungnya, Jabal di sana sudah membeli permen, lalu segera maju ke depan dan membagikan beberapa butir kepada anak-anak sambil berkata, "Jangan takut, jangan takut, Paman cuma mau nanya saja."Permen itu sangat harum dan manis. Anak-anak yang menerima permen akhirnya tidak terlalu takut lagi."Aku dengar dari Tirta!"Tirta menyahut, "Aku diajarin sama Via!"Via menyahut lagi, "Aku diajari nyanyiannya sama Kurnia di ujung jalan!"....Dari satu ke yang lain seperti ini, memang tidak mudah untuk segera menyelidiki semuanya.Jabal melangkah ke depan dan berkata sambil menurunkan suaranya, "Tuan, sebaiknya Anda kembali dulu ke rumah. Hamba ak
Saat itu juga Malika mengernyit dalam-dalam, lalu menghela napas sambil berkata, "Ibu nggak menyalahkan Andin, semua itu cuma omongan orang luar .... Sudahlah, gosip seperti itu kalau nggak diladeni, lama-lama juga akan hilang dengan sendirinya.""Benar, nggak perlu dihiraukan," ujar Kalingga akhirnya menoleh pada ibunya dan tersenyum tipis."Kalau begitu, Ibu ... aku kembali dulu ke kamar untuk istirahat.""Baik, baik, kamu istirahatlah dulu!" Malika menjawab cepat sambil mengangguk.Namun, setelah melihat Kalingga memberi hormat dan berjalan pergi, raut wajah Malika malah semakin muram.Begitu anaknya pergi cukup jauh, dia langsung menoleh ke pelayan senior di belakangnya. "Ambilkan perjanjian pernikahan antara Andini dan Kalingga sebelumnya. Salin tanggal lahir Andini, lalu kirim ke Master Hardan dari Kuil Amnan untuk diperiksa."Dulu, saat pernikahan itu dijalankan, tanggal lahir keduanya memang tidak pernah dicocokkan. Bagaimanapun, saat itu ada titah pernikahan langsung dari Kais
"Besok saja kita bicarakan," Kalingga memotong ucapan Andini, lalu berdiri perlahan dan berkata, "Aku baru saja pulang dari istana menghadap Kaisar, agak lelah."Andini juga ikut berdiri. Melihat wajah Kalingga yang tampak letih, dia sadar bahwa sejak pagi pria itu sudah pergi dan baru kembali sekarang. Entah apa yang dibicarakan dengan Kaisar, mungkin memang ada sesuatu yang membuatnya jenuh atau tertekan.Sepertinya memang bukan waktu yang tepat untuk bicara. Oleh karena itu, dia pun mengangguk pelan. "Kalau begitu, Kak Kalingga istirahat saja dulu."Kalingga mengangguk singkat, lalu berbalik menuju kamarnya.Begitu masuk ke ruang dalam, barulah dia sadar bahwa di telapak tangannya masih tergenggam biji persik tadi.Jabal membawa masuk air untuk mencuci tangan Kalingga dan bertanya dengan khawatir, "Tuan sedang mikirin gosip yang beredar di luar sana? Jangan khawatir, Nyonya Andini jarang keluar rumah, seharusnya nggak akan mendengar apa pun dalam waktu dekat. Hamba akan segera mengu
Arjuna tidak pernah menyangka, benda kecil yang dia ukir bertahun-tahun, kini muncul kembali di hadapannya.Liontin keselamatan itu seolah-olah adalah kunci yang membuka kembali ingatan yang telah lama dia kubur dalam-dalam.Darah, perang, dan mayat berserakan .... Semua kenangan itu kembali membanjiri pikirannya, membuat hatinya bergetar hebat."Terima kasih, Kak Arjuna." Suara lembut terdengar, menyadarkan Arjuna dari lamunannya.Dia mengalihkan pandangan dari liontin itu, menatap Andini sejenak, lalu mengangguk pelan sebelum berbalik pergi. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.Namun, wanita itu tampaknya sudah sangat terbiasa dengan sikapnya. Dia tersenyum ramah pada Andini. "Jangan takut. Dia memang begitu orangnya, nggak suka bicara. Tapi, hatinya baik sekali. Dulu waktu ada serangan serigala di hutan, dia yang menyelamatkan satu desa ini!"Saat berbicara, wanita itu hendak menceritakan semua yang terjadi di masa lalu. Namun, pikiran Andini masih dipenuhi oleh hal lain. Dia
"Baik!" Para pelayan buru-buru mengiakan dan segera menyeret Dianti keluar dari aula.Dianti masih terus memohon, "Ayah! Aku benar-benar anak kandung Ayah! Ayah jangan percaya kata-kata mereka!"Namun, Kresna bahkan tidak meliriknya lagi, seolah-olah tak sudi memberinya satu pandangan pun.....Setengah bulan kemudian, Andini perlahan membuka matanya. Yang pertama kali dia lihat adalah balok-balok kayu tua di langit-langit. Dia ... di mana?Kenangan perlahan-lahan membanjiri benaknya. Saat teringat dirinya jatuh ke Sungai Mentari, jantung Andini langsung berdebar kencang karena takut.Dia awalnya mengira, air sungai itu tenang dan arusnya tidak terlalu deras. Meskipun jatuh, dia seharusnya masih bisa berenang dan naik ke permukaan. Tak disangka, arus bawah sungai begitu kuat.Tubuhnya langsung terseret ke dasar sungai. Dia beberapa kali mencoba berenang naik, tetapi kekuatan air begitu besar hingga membuat dirinya seperti daun yang terombang-ambing tak berdaya. Kesadarannya pun lenyap.
"Apa katamu?" Kresna tercengang dan sontak berdiri dari kursinya. Kirana juga membelalakkan mata, menatap Abimana dengan ekspresi tidak percaya.Dianti pun sangat terkejut. Dia tiba-tiba mengerti kenapa Abimana bersikap begitu aneh tadi. Ternyata karena hal ini? Karena Andini telah meninggal?Namun, saat ini Dianti sama sekali tidak merasa bahagia. Yang ada hanya kepanikan.Andini sudah mati. Lalu, bagaimana dia bisa membersihkan diri dari pengakuan Utari? Kepada siapa lagi dia bisa melemparkan kesalahan? Apa yang harus dia lakukan? Kepanikan luar biasa melanda Dianti.Tanpa disangka, Abimana tiba-tiba menerjang ke arahnya, menarik kerah bajunya dan membentak, "Siapa kamu sebenarnya? Jawab!"Dianti ketakutan setengah mati. Dia belum pernah melihat Abimana segalak ini. Air matanya terus mengalir deras, tetapi dia tetap bersikeras. "Kak ... jangan begitu padaku. Aku adikmu! Aku adik kandungmu!""Bidan sendiri yang bilang! Aku ditukar waktu lahir! Dia sendiri yang mengaku! Lihat wajahku!
Tidak boleh dipikirkan lagi, jangan dipikirkan lagi .... Kirana hampir tak mampu menahan diri!Tepat saat itu, beberapa pelayan yang sebelumnya membawa Dianti pergi akhirnya kembali bersama Dianti."Lapor, Nyonya, kami sudah memeriksa. Nggak ada tanda lahir di pinggang Nona Dianti," ujar salah satu pelayan.Mendengar itu, Utari segera berkata, "Dia memang bukan anak kandung, tentu saja nggak punya tanda lahir!"Dianti pun langsung menangis dan berteriak, "Ibu! Bukan begitu! Jangan dengarkan omong kosong perempuan jahat ini!"Bagi Kirana, ini seperti palu besar yang menghantam langsung ke kepalanya. Dunia terasa berputar.Sebenarnya, dia pernah curiga pada Dianti. Namun, orang-orang yang dia kirim untuk menyelidiki, tidak membawa pulang satu pun petunjuk.Pernah suatu waktu, dia bahkan sempat berpikir bahwa Dianti dan Andini adalah anak kembar, bahwa salah satu dari mereka telah dicuri oleh bidan saat persalinan.Karena itu, Kirana menyayangi keduanya. Dia tak sanggup kehilangan salah s
Orang-orang di Negara Darsa percaya bahwa anak adalah anugerah dari langit. Para dewi di langit memilih keluarga mana yang layak, lalu mengirimkan anak-anak satu per satu ke dunia.Ada beberapa anak yang nakal, enggan turun ke dunia. Jika para dewi marah, mereka akan mencubit anak itu. Tanda lahir kecil sudah pasti karena dicolek para dewi. Kalau sedikit lebih besar, itu pasti karena dicubit.Jika lebih besar lagi, itu tandanya si anak terlalu nakal sampai para dewi tak tahan lagi dan langsung menendangnya turun ke dunia.Hati Kirana terasa sangat sakit saat mendengarnya. Dulu saat melihat pengasuh mengganti popok untuk Andini, dia juga sempat berkata bahwa Andini pasti sangat nakal sampai-sampai dicubit oleh dewi. Karena di pinggang Andini memang ada tanda lahir.Begitu mengingat ini, tatapan Kirana perlahan beralih ke arah Dianti. "Apa kamu punya tanda lahir?"Dianti panik. Dia terus-menerus menggeleng. "Ibu, jangan dengarkan omong kosong perempuan ini ...."Sebelum dia sempat menyel
Saat ini, Dianti yang diabaikan di luar Paviliun Persik tiba-tiba saja membelalakkan mata, dipenuhi ketidakpercayaan.Di sampingnya, seorang pelayan wanita berbisik, "Nona, kenapa Tuan Abimana seperti orang gila? Apa terjadi sesuatu?"Dahi Dianti sedikit berkerut, dia sendiri pun tidak tahu. Namun, kegilaan mendadak Abimana ini justru memberinya sebuah kesempatan.Kesempatan untuk berpura-pura menyedihkan di hadapan Kirana dan mendapatkan kembali rasa sayang darinya!Dianti tahu, meskipun Kresna dan Kirana telah menyelamatkan hidupnya, kasih sayang mereka tak lagi seperti dulu.Mungkin hari ini, dengan memanfaatkan kesempatan ini, dia bisa merebut kembali perhatian dan kasih sayang mereka.Dengan pikiran seperti itu, Dianti pun segera mencari Kirana. Namun, dia diberi tahu bahwa Kirana sedang menerima tamu di ruang depan.Untuk menunjukkan betapa menyedihkannya dirinya, saat tiba di ruang depan, Dianti sengaja tidak melihat ke arah tamu yang hadir.Dengan pipi berlinang air mata, dia l
Entah sudah berapa lama Abimana menampar dirinya sendiri. Tiba-tiba, dia seperti mengingat sesuatu. Dengan tergesa-gesa, dia membungkus kembali potongan-potongan kain itu, lalu menyelipkannya ke dalam sakunya.Kemudian, dia bangkit, membuka pintu, dan langsung berlari keluar. Dia harus mencari Andini.Begitu keluar, matanya langsung menangkap sebuah pohon pagoda besar. Saat kecil, Andini paling suka memanjat pohon itu. Tak jauh dari sana, juga ada kumpulan bebatuan buatan yang juga merupakan tempat favorit Andini bermain.Pernah suatu kali, dia jatuh dari bebatuan itu dan membuat Abimana hampir terkena serangan jantung. Namun, Andini malah tertawa tanpa rasa takut.Di gazebo itu, mereka pernah bermain catur bersama. Saat Andini baru belajar, dia paling suka bermain curang. Satu langkah bisa diulang belasan kali olehnya.Beberapa pohon persik di halaman itu punya buah yang besar dan manis. Setiap musim panen, Andini akan membawa para pelayan memetik buah, lalu membuat kudapan manis yang
Tubuh Abimana limbung. Dia seperti melihat kembali sosok Andini tiga tahun lalu, saat dibawa ke penatu istana. Gadis itu menangis dan menjerit.Dia tidak mau tunduk, tidak mau tinggal di sana. Makanya, pelayan senior di sana mencambuknya berkali-kali.Kemudian, dia terbaring lemah di dalam kamar bocor yang dingin dan lembap. Dia merobek pakaiannya yang sudah compang-camping, lalu dengan jari berlumuran darah, dia menulis dengan pelan.[ Kak, tolong aku. ]Hati Abimana terasa begitu nyeri, sampai-sampai dia sulit bernapas. Dengan tergesa-gesa, dia membalik satu per satu potongan kain itu. Hampir di setiap potongan tertulis dengan darah.[ Kak, tolong aku. ][ Kak, jemput aku pulang. ][ Kak, selamatkan aku. ]Tiga tahun. Selama itu, potongan-potongan kain berlumuran darah ini mencatat setiap teriakan minta tolongnya ... dan semuanya ditujukan pada Abimana.Saat ini, Abimana baru benar-benar sadar. Di hati Andini, dirinya begitu penting bagi Andini dulu. Dulu di hati Andini, hanya dia ya
Dia tidak berani membayangkan lebih jauh, hanya bisa memaksakan diri untuk mengenyahkan pikiran yang dipenuhi kecemasan.Rangga sudah berada di ambang kehancuran. Dia tidak boleh ikut-ikutan gila!Jadi, Kalingga menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Iya, dia akan baik-baik saja."Abimana seperti mendapatkan kembali sedikit tenaga. Dia mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi.Ya, semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya perlu kembali dan beristirahat sebentar, lalu lanjut mencari Andini ....Abimana menaiki kudanya untuk kembali. Namun, dalam pikirannya, terus terbayang momen saat Andini jatuh ke sungai.Andini terlalu jauh dari dirinya. Begitu jauh hingga dia tidak bisa melihat jelas wajahnya. Begitu jauh sampai bayangannya pun tidak bisa dia raih.Kenapa mereka bisa sejauh ini? Apakah selama ini dia yang perlahan mendorong Andini menjauh darinya?"Tuan Abimana!" Tiba-tiba, suara lembut seorang wanita menyadarkan Abimana dari lamunannya.Dia terkejut, mendongak, baru sadar diriny