Satu kalimat saja sudah membuat ketiga orang lainnya tertegun di tempat.Nayshila masih memegang saputangan di tangannya dan sorot matanya dipenuhi ketakutan. Dia melirik Kalingga, lalu mengalihkan pandangan ke Andini, khawatir kalau-kalau ada jawaban mengejutkan yang akan keluar dari mulut Andini.Untungnya, setelah terkejut sejenak, Andini segera kembali tenang. Dia mengalihkan pandangannya dan tidak lagi melihat ke arah Rangga. Suaranya terdengar datar, "Jenderal Rangga benar-benar pandai bercanda."Sambil berbicara, dia bersiap untuk melanjutkan memasukkan jarum akupunktur.Namun, di saat itu juga, pergelangan tangannya tiba-tiba digenggam erat oleh seseorang.Orang itu adalah Kalingga.Andini menatapnya dengan terkejut, hanya untuk menemukan bahwa ekspresinya yang tajam kini diliputi amarah. Dia menatap Rangga dengan tidak senang, "Sepertinya kamu sudah terlalu kesakitan sampai kehilangan akal sehat. Cukup untuk hari ini."Setelah berkata demikian, dia berbalik ke arah Andini. Nad
Setelah berkata demikian, Kalingga menoleh ke Andini dan memberi isyarat agar dia ikut pergi bersamanya. Andini mengumpulkan kembali semua jarumnya, lalu berbalik dan berjalan mengikuti Kalingga keluar.Meski demikian, di dalam hatinya masih tersimpan sedikit kekhawatiran. Rasa sakit yang tak tertahankan bagi orang lain setelah empat atau lima jarum, mampu ditahan Rangga hingga akhir. Seberapa kuat daya tahannya hingga bisa bertahan sejauh ini?Namun, sampai mereka benar-benar melangkah keluar dari ruangan, Andini tidak menoleh sedikit pun ke arah Rangga. Nayshila yang melihat kejadian itu, menyadari bahwa Andini sengaja menghindari pandangannya dari Rangga.Entah kenapa, Nayshila malah merasa bahwa Rangga tampak begitu menyedihkan. Bahkan, ketika dia memanggil Rangga, suaranya dipenuhi dengan rasa iba. "Kak Rangga ....""Keluar." Suaranya yang rendah, terdengar sangat serak.Jika didengar dengan saksama, bahkan akan terdengar sedikit isakan di dalamnya.Nayshila mengerutkan kening den
Dua hari kemudian.Setelah menyelesaikan latihannya dengan seratus batu pagi itu, Andini kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap melakukan terapi akupunktur untuk Rangga di sore hari.Sejauh ini, dia sudah mencoba tiga kali.Kemarin, perasaannya saat menusukkan jarum sangat baik. Andini merasa, mungkin dengan satu atau dua kali percobaan lagi, dia sudah bisa mulai melakukan terapi untuk Kalingga.Namun, saat itu juga, Laras tiba-tiba bergegas masuk ke dalam kamar dengan ekspresi serius. "Nona, ada seorang guru dari sekolah di luar mau ketemu Nona. Jangan-jangan, terjadi sesuatu sama Loli?"Loli adalah anak gelandangan yang dulu pernah ditolong oleh Andini. Setelah insiden waktu itu, Andini memberikan uang untuk membiayai kehidupannya dan menitipkannya kepada seorang guru sekolah swasta.Mendengar kata-kata Laras, Andini langsung merasa cemas.Uang yang dia berikan cukup banyak, cukup untuk membiayai kebutuhan Loli selama setahun penuh. Seharusnya, tidak ada alasan bagi guru itu untuk me
Memikirkan hal itu, Andini semakin mengerutkan keningnya. Lalu, seolah mendapat ide, dia segera beranjak keluar. "Aku akan cari Abimana!"Kali ini, Kalingga tidak lagi menghentikannya. Dia hanya menatap punggung Andini dengan sorot mata penuh kekhawatiran.....Di sisi lain, Abimana sama sekali tidak menyangka bahwa Andini akan datang mencarinya. Saat seorang pelayan datang memberi laporan, dia mengira dirinya salah dengar. "Siapa yang cari aku?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan."Putri Adipati, Nona Andini!" jawab pelayan itu dengan cepat. "Sepertinya dia sangat terburu-buru."Mendengar hal itu, Abimana mengernyit dengan kebingungan.Apa yang membuat Andini buru-buru mencarinya? Apakah Andini sedang membutuhkan bantuannya?Sambil memikirkan berbagai kemungkinan, Abimana berjalan ke luar. Namun, baru berjalan beberapa langkah, dia tiba-tiba berhenti.Sejak kunjungan perdananya ke rumah ini setelah menikah, Andini tidak pernah kembali ke kediaman Adipati Kresna. Hubungannya dengan
Di luar ibu kota, di depan sebuah kuil tua yang sudah reyot, Ratih menyerahkan Loli yang sudah diikat erat kepada beberapa pria bertubuh kekar.Mungkin karena tubuh mereka terlalu besar dan tampak mengintimidasi, Ratih tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Suaranya bergetar saat berbicara, "Orangnya sudah aku serahkan. Bawa dia pergi jauh dari ibu kota, makin jauh makin baik. Jangan sampai dia kembali ke sini seumur hidupnya, mengerti?"Pria yang berdiri di depan tersenyum licik dan berkata, "Terima kasih atas kerja kerasnya, Nona."Setelah itu, dia menarik Loli ke sisinya dengan kasar.Anak kecil itu tidak hanya diikat tangan dan kakinya, tetapi juga dibekap mulutnya dengan kain, sehingga tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun. Air matanya menggenang dan wajahnya tampak ketakutan.Loli menatap Ratih dengan penuh harapan, seolah sedang memohon belas kasihan untuk terakhir kalinya. Namun, Ratih hanya meliriknya dengan tatapan dingin sebelum kembali berbicara kepada para pria itu,
Tangannya terikat di belakang punggung, membuat gerakannya dalam memotong tali menjadi sangat sulit. Namun, Loli sama sekali tidak menyerah. Tangannya yang kecil terluka oleh pecahan genteng. Darah mulai mengalir, tetapi dia seolah tidak menyadarinya.Melihat langit di luar semakin gelap, Ratih berpikir bahwa Loli tidak akan bisa melarikan diri. Namun, siapa sangka di detik berikutnya, tali yang mengikat tubuh Loli akhirnya putus!Dia segera melemparkan pecahan genteng itu dan mulai membuka ikatan di kakinya. Setelah itu, dia berlari ke arah lubang di dinding dan berusaha menyelinap keluar."Mm! Mm!" Ratih bersuara, mencoba menarik perhatiannya.Suara itu membuat Loli menoleh. Dia melihat Ratih menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan penuh permohonan. Persis seperti tatapannya sendiri sebelumnya saat meminta tolong. Dahi Loli mengerut erat. Dia tidak ingin peduli dengan wanita jahat ini.Namun, baru setengah tubuhnya masuk ke lubang, dia tiba-tiba berhenti dan berbalik. Dengan wajah pe
Pada akhirnya, preman-preman yang dikenali oleh Abimana berhasil mendapatkan informasi. Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, Abimana segera menarik Andini bersamanya dan bergegas ke tempat kejadian.Namun, mereka tetap terlambat!Andini berlari ke arah Ratih dengan panik.Sementara itu, Abimana menggeram marah dan langsung menyerang lelaki yang menikam Ratih. Namun tak disangka, lelaki itu ternyata juga memiliki kemampuan bertarung. Menghadapi serangan Abimana, dia terus bertarung sambil mundur dan tidak memberi Abimana kesempatan sedikit pun.Andini tidak peduli dengan perkelahian itu. Dia menekan luka di dada Ratih dengan sekuat tenaga, tetapi darah segar terus mengalir dari sela-sela jarinya. Untuk sesaat, pikirannya terasa berputar dan membawanya kembali ke gua tempat dia dulu disandera.Saat itu, dia juga melakukan hal yang sama ... menekan luka di tubuh Pangeran Baskoro. Tapi akhirnya ...."Di ... dia ... palsu ...." Suara lemah Ratih tiba-tiba terdengar dan menarik An
Orang di hadapannya ini ... benar-benar kakaknya! Orang-orang di kediaman Adipati Kresna itu ... benar-benar ayah dan ibunya! Dia tidak merebut 15 tahun kehidupan siapa pun. Lima belas tahun itu memang miliknya!Semuanya ... memang adalah miliknya sejak awal! Lalu, bagaimana dengan tiga tahun itu? Bagaimana dengan semua penghinaan yang telah dia terima?Air matanya jatuh begitu deras, tanpa bisa dikendalikan. Abimana terkejut, mengira Andini menangis karena ketakutan setelah melihat kematian Ratih. Dia buru-buru menarik Andini berdiri. "Ratih dibunuh para penjahat, ini bukan salahmu!"Abimana takut pemandangan Ratih yang bersimbah darah akan menghantui mimpi Andini. Dia mencoba menenangkannya, melindunginya, seperti yang telah dia lakukan selama 15 tahun itu.Namun, semuanya berubah setelah Dianti muncul.Andini dulu mengira itu karena hubungan darah, sehingga membuat dirinya menjadi tidak lebih penting dari Dianti. Namun kenyataannya ... bukan itu alasannya.Bibir Andini mulai bergeta
Sekeliling ....Sudut mata Andini tanpa sadar melirik ke sekitarnya. Dalam sekejap, dia memahami maksud Rangga.Apa yang ada di sekeliling? Yang ada hanyalah orang-orang Rangga. Rangga sedang memberitahunya, hari ini dia tidak akan bisa pergi. Semua usaha kerasnya hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang lain.Surya bisa merasakan dengan jelas, berat tubuh yang sebelumnya bersandar erat di punggungnya kini perlahan menjauh. Tatapannya perlahan menjadi suram.Kemudian, suara Andini perlahan terdengar dari belakangnya. "Kak Arjuna adalah penyelamatku, aku yang memohon padanya untuk membawaku pergi. Jangan salahkan dia."Suaranya membawa sedikit getaran halus yang sulit dideteksi, tetapi Surya bisa mendengarnya. Saat berikutnya, kedua tangannya pun mengepal erat.Sebagai sesama pria, bagaimana mungkin Rangga tidak bisa membaca situasi Surya saat ini? Dia bisa melihat bahwa si pemburu di hadapannya ini tidak rela melepaskan Andini.Itu bukanlah hal yang aneh. Andini begitu menawan, waja
Kali ini, Surya mempercepat lajunya. Gang Sonta adalah tempat Andini tinggal kemarin. Rangga pasti akan menyadari bahwa Andini telah menghilang begitu tiba di sana.Meskipun tadi Rangga tidak menemukan keanehan apa pun, dia pasti akan memerintahkan anak buahnya untuk menyisir seluruh kota. Karena itu, mereka harus segera pergi.Tak butuh waktu lama, mereka pun berhasil keluar dari kota. Namun, kecepatan kereta kuda tidak berkurang sedikit pun.Selama mereka bisa bertemu kembali dengan Uraga, melakukan penyamaran ulang, maka mereka bisa mengelabui Rangga!Siapa sangka, belum lama mereka meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar teriakan terdengar dari belakang. "Berhenti!"Tatapan Surya meredup, tetapi dia sama sekali tidak berhenti. Tiba-tiba, suara angin yang tajam memecah keheningan di belakang mereka. Ada yang menyerangnya!Surya tidak menoleh. Dengan hanya mengandalkan naluri, dia memiringkan kepala. Sebuah anak panah melesat melewati telinganya.Andini membelalakkan matanya, menoleh
Surya mengangkat tangannya dan menunjuk. "Belok kanan di persimpangan ketiga di depan, lalu gang kedua di sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Rangga dengan dingin, lalu segera membawa anak buahnya bergegas menuju Gang Sonta.Pagi ini, dia baru menerima kabar. Kemarin, ternyata Kalingga sudah membawa Andini pergi. Wanita yang dilihatnya di Desa Teluk Horta hanyalah tipuan yang diatur oleh Kalingga! Licik sekali!Ekspresi Rangga semakin dingin, tetapi dalam hatinya justru mengalir kegembiraan yang luar biasa. Dia tahu, dia akan segera bertemu dengan Andini!Tak lama kemudian, dia tiba di Gang Sonta bersama orang-orangnya. Dia mendorong pintu sebuah rumah kecil dan melangkah masuk dengan langkah besar.Dia ingin memanggil, ingin meneriakkan nama Andini, tetapi khawatir akan mengejutkannya. Jadi, keinginan itu ditahan sekuat tenaga di dadanya.Namun, langkah kakinya semakin lama semakin cepat. Rangga melewati ruang tengah, taman, dan beberapa paviliun kosong.Hingga akhirnya, dia membuka p
Mendengar pujian dari belakang, Darya diam-diam tersenyum puas, tapi wajahnya tetap pura-pura tenang. "Ah, biasa saja, semua ini demi saudara-saudara."Sambil berbicara, dia membuka sebuah pintu dan mempersilakan Andini masuk. "Malam ini kamu istirahat di sini dulu. Besok pagi-pagi sekali, aku akan carikan kereta pengangkut barang untuk membawa kalian keluar kota."Meski tidak ada jam malam di kota kecil ini, perjalanan malam hari terlalu mencolok dan bisa saja menarik perhatian Rangga.Andini mengangguk pelan, dia sama sekali tidak berpikir untuk bertanya akan dibawa ke mana sebenarnya.Sampai kemudian, Surya berkata, "Aku tidur di kamar sebelah." Barulah Andini menjawab, "Baik. Terima kasih, Kak Surya, Kak Darya.""Ah, nggak usah sungkan. Sudah malam, cepat tidur ya!" kata Darya sambil tersenyum."Baik, kalian juga istirahat yang cukup," ucap Andini, lalu menutup pintu perlahan.Dia menatap sekeliling. Sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu tempat tidur, satu meja kecil, dan sebuah l
Malam pun tiba.Andini duduk di dekat jendela sambil menatap sinar bulan di luar sana. Hatinya terasa seolah-olah tidak punya tempat untuk berlabuh. Sudah cukup lama dia tidak merasakan kegelisahan seperti ini.Meski sebagian besar kesehariannya di Desa Teluk Horta hanya dihabiskan di dalam rumah dan kadang terasa bosan, tetapi hatinya saat itu terasa tenang.Tidak seperti sekarang ....Kalingga mengatakan, bila dia langsung membawa Andini pergi dari kota kecil ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari Rangga. Maka untuk sementara, dia menitipkan Andini di rumah kecil ini.Dia berjanji akan menyebarkan kabar palsu agar Rangga teralihkan dan saat waktu sudah tepat, dia akan mengutus orang untuk mengantar Andini pergi jauh. Rencana itu terdengar sempurna.Bahkan dia sudah mengatur seseorang untuk berpura-pura menjadi perempuan yang diselamatkan oleh Surya, lalu tinggal di Desa Teluk Horta, semata-mata untuk menjaga jejak Andini tetap tersembunyi.Namun entah mengapa, hati Andini tetap
Bahagia?Kalingga tampak seperti menyadari sesuatu. Dia memandang Andini, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Maksudmu, kebahagiaanmu itu adalah pemburu itu?"Mendengar ucapannya, mata Andini langsung membelalak terkejut. "Tentu saja bukan! Kak Arjuna cuma orang yang menyelamatkanku. Kenapa Kak Kalingga bisa berpikir begitu?"Melihat bahwa Andini benar-benar tidak berbohong, Kalingga akhirnya mengerutkan alis sedikit. "Aku kira ....""Aku hanya merasa, dibandingkan dengan ibu kota, hidup sebagai rakyat biasa seperti ini lebih cocok untukku," ucap Andini sambil menatap keluar rumah.Di sana, dia melihat Endah.Mungkin karena khawatir dirinya akan dibentak atau diusir, Endah tetap berdiri di halaman sambil membersihkan sayuran. Padahal ada tempat teduh di dekat sana, tapi dia tidak bergerak dan malah terus menoleh ke arah rumah dengan khawatir.Andini tersenyum tanpa sadar.Dia menyeka air matanya, lalu tersenyum ke arah luar rumah. "Orang-orang di sini sangat sederhana. Meski tetap ada yang
Situasi antara Kalingga dan dirinya benar-benar berbeda. Jika Andini adalah seseorang yang telah dibuang oleh semua orang, maka Kalingga justru adalah seseorang yang dicintai oleh semua orang.Meski sempat lumpuh selama lima tahun, Rendra tetap meneteskan air mata haru saat melihatnya kembali dan tetap bersedia memberikan penghormatan untuknya. Kaisar pun segera memanggilnya masuk istana begitu mendengar kabar kesembuhannya dan menunjukkan perhatiannya.Sebagai putra sulung Keluarga Maheswara, Lukman selalu menyayanginya dan Malika pun mencurahkannya dengan penuh kasih. Nayshila menghormatinya setulus hati.Bahkan saat merancang tipu muslihatnya, Rangga tetap tidak berani menyakiti Kalingga sedikit pun. Obat yang diberikan juga adalah untuk membantunya pulih.Cinta adalah kata terindah di dunia ini. Cinta bisa menjadi baju zirah yang terkuat dan pada saat bersamaan, juga bisa menjadi kelemahan paling rapuh.Andini menunduk sambil menatap kedua tangannya yang terletak di atas meja, lalu
Namun, dari tampilan rumah ini saja, Kalingga bisa menilai bahwa pemilik gubuk ini seharusnya seorang pria."Kak Arjuna sedang pergi berburu," ucap Andini akhirnya. Dia bisa melihat sorot mata penasaran dan penilaian dalam tatapan Kalingga.Barulah Kalingga menarik kembali pandangannya dan menoleh pada Andini, lalu berkata dengan lembut, "Orang yang menyelamatkanmu, seorang pemburu?"Andini mengangguk pelan, tanpa berkata lebih jauh."Arjuna? Nama yang unik."Mendengar hal itu, Andini mengerutkan keningnya karena tidak ingin Kalingga terlalu penasaran pada Surya. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan pembicaraan, "Kak Kalingga sudah lama mencariku ya?"Kalingga menarik napas dalam-dalam dan menundukkan pandangan, lalu tersenyum getir. "Sejak kamu jatuh ke Sungai Mentari, aku nggak pernah berhenti mencarimu."Meskipun dia menunduk, Andini tetap bisa melihat sekelebat rasa kehilangan dalam mata pria itu. Sejak dia jatuh ke Sungai Mentari hingga kini, kira-kira sudah satu bulan lebih. S
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs