Namun, begitu melesat, batu itu segera jatuh ke tanah tanpa menyentuh batang pohon payung, apalagi sampai tertanam di dalamnya.Andini mencebik. Dalam hati, dia berpikir, 'Ternyata memang nggak semudah itu.'Saat berikutnya, terdengar suara dalam Kalingga. "Berjongkok."Andini terkejut, tetapi tetap menurut dan berjongkok. Kali ini, Kalingga yang meletakkan batu itu ke tangannya.Ujung jarinya terasa sedikit dingin. Sambil mengatur posisinya, dia berbicara dengan suara tenang, "Apa pun jenis senjata rahasia, kuncinya ada pada kekuatan dorongan yang tepat. Sebagai pemula, fokus pada dua jari ini. Jangan pikirkan soal membidik dulu, cukup latih jarak jangkauan."Kemudian, jari Kalingga perlahan-lahan bergerak dari punggung tangan Andini, ke pergelangan, lalu ke siku, hingga akhirnya sampai ke bahunya. Setelah memastikan seluruh postur sudah benar, dia baru berkata, "Sekarang, coba lagi."Andini menarik napas dalam-dalam, mengikuti arahan Kalingga dengan berkonsentrasi penuh pada kedua ja
Keesokan harinya, Lukman dan Malika mengirim seseorang untuk menyampaikan pesan bahwa Andini diminta datang ke aula utama.Andini berpikir, mungkin ini ada hubungannya dengan kegagalannya dalam percobaan akupunktur kemarin.Namun, yang tak dia sangka, ternyata orang-orang yang hadir hari ini begitu lengkap. Selain Lukman dan Malika, Rangga dan Dianti juga ada di sana. Bahkan, beberapa pelayan yang menjadi objek percobaan akupunktur kemarin juga hadir.Sebelum melangkah ke dalam aula, Andini sudah merasa seperti akan menghadapi sidang keluarga. Hatinya pun terasa sedikit berat.Di kursi roda di depannya, Kalingga sepertinya menyadari perubahan emosinya. Dia sedikit menoleh dan berkata dengan tenang, "Biar aku yang menghadapinya."Dengan Kalingga di sisinya, Lukman dan Malika tentu tidak akan terlalu keras padanya. Andini mengangguk pelan, lalu mendorong Kalingga masuk ke aula.Sejak awal, tatapan Rangga sudah tertuju pada Andini. Meskipun dia sudah memaksa dirinya untuk tidak menatap te
Mendengar itu, Andini sedikit mengerutkan kening. Identitas tabib kediaman yang mengajarinya memang tidak boleh terungkap.Saat dia masih berpikir bagaimana cara menolak permintaan tersebut, tiba-tiba Kalingga membuka suara, "Tabib itu mengasingkan diri dan hanya memilih pasien berdasarkan takdir.""Hanya karena Andini memiliki hubungan baik dengannya, maka beliau bersedia mengajarinya untuk mengobatiku. Kalau Tabib Riza yang pergi, belum tentu dia akan diterima."Mendengar itu, alis Lukman semakin berkerut. "Terus, dia bisa apa kalau sudah diajari? Nggak ada yang mau menjadi objek percobaan, dia nggak bisa belajar mengobatimu. Bukankah itu hanya membuang waktu?""Kalau begitu, nggak perlu diobati." Kalingga berbicara dengan datar. Matanya menatap lurus ke depan tanpa benar-benar melihat siapa pun."Lima tahun lalu, aku sudah divonis nggak akan bisa berjalan lagi. Andin yang memberiku secercah harapan. Tapi, kini karena harapan itu sulit diraih, kalian malah menyalahkannya ...."Saat m
"Nggak boleh!""Nggak boleh!"Dua suara itu terdengar hampir bersamaan. Kalingga menoleh ke arah Rangga, mendapati pria itu juga sedang menatapnya.Di dalam aula, tatapan semua orang pun tanpa sadar berpindah dari satu wajah ke wajah lainnya.Para pelayan yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa berpikir, apakah Tuan Muda Pertama dan Tuan Muda Kedua akan berkelahi demi Nyonya Muda Pertama?Ekspresi Lukman dan Malika tampak semakin buruk. Dahi Lukman bahkan berkerut, lalu dia diam-diam memelototi Rangga. Benar-benar keterlaluan!Dianti menunduk, tetapi kebencian dalam hatinya semakin membara. Dia sudah menghentikan Rangga sekali, tetapi pria ini masih saja bertindak tanpa peduli apa pun! Bagaimana dengan posisinya sebagai istri sah?Andini sendiri merasa canggung, alisnya sedikit berkerut. Dalam hati, dia sudah memaki Rangga berkali-kali. Dia mencoba jarum akupunktur demi Kalingga. Apa hubungannya dengan Rangga?Saat ini, Rangga baru menyadari sikapnya yang berlebihan. Dia segera mencar
Nayshila merasa heran. Selama ini, dia tahu bahwa Dianti selalu tahu batasannya. Jika bukan karena masalah yang benar-benar keterlaluan, Dianti tidak mungkin menentangnya.Malika melambaikan tangan memanggil Nayshila. "Ini tentang pengobatan untuk kakakmu. Para pelayan di rumah ini nggak tahan dengan rasa sakit dari uji coba jarum. Lalu, Rangga bilang dia bersedia mencobanya."Mendengar itu, Nayshila akhirnya mengerti apa yang sedang terjadi. Jika ini tentang uji coba jarum, pasti akan melibatkan kontak fisik seperti menggulung celana untuk menusukkan jarum ke kulit.Jika itu dilakukan pada para pelayan, mungkin tidak masalah. Namun, jika itu Rangga yang memiliki masa lalu dengan Andini, kedekatan seperti ini pasti akan mengundang gosip.Terlebih lagi, siapa di kediaman ini yang tidak tahu perasaan Rangga terhadap Andini? Sebagai istri Rangga, bagaimana mungkin Dianti bisa menerima mereka berdua bertemu setiap hari? Tak heran jika Dianti menolak.Namun ... kaki kakaknya akhirnya punya
Di sisi lain, Lukman akhirnya membuat keputusan. "Kalau begitu, kita coba saja dulu."Dalam benaknya, dia berpikir, 'Teknik akupunktur itu terlalu menyakitkan, mungkin Rangga sendiri pun nggak bisa menahannya? Kalau Rangga nggak mampu bertahan di percobaan pertama, dia nggak perlu lagi pergi ke paviliun Shila.'Tak ada yang menentang keputusan ini.Mumpung semua orang berkumpul hari ini, mereka juga ingin melihat bagaimana sebenarnya cara Andini melakukan uji coba jarum. Jadi, rombongan itu bergerak menuju paviliun Nayshila.Di kamar paling timur yang terbesar, Lukman dan Malika duduk di samping, terlihat agak tegang. Nayshila menemani Malika, sesekali menghiburnya agar tidak terlalu khawatir.Kalingga juga tiba dengan kursi rodanya. Seperti takut Andini merasa gugup, dia pun memberikan tatapan penuh keyakinan saat mata mereka bertemu. Dia percaya, Andini pasti bisa melakukannya.Namun, Andini sama sekali tidak merasa gugup. Yang ada di pikirannya hanyalah jika Rangga tidak sanggup men
Rasa nyeri yang samar terasa di dadanya. Rangga menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu berucap dengan nada datar, "Silakan."Andini mengangguk, lalu mengeluarkan satu jarum perak dan menusukkannya ke titik akupunktur pertama.Dia bisa melihat dengan jelas otot kaki Rangga menegang seketika setelah jarum ditancapkan. Ini adalah reaksi alami tubuh terhadap rasa sakit.Tanpa sadar, Andini mengangkat pandangan untuk melihat ekspresinya. Namun, ekspresi Rangga tetap datar, seolah-olah sama sekali tidak merasakan apa pun. Dia jauh lebih kuat dibanding para pelayan pria itu.Andini merasa puas dengan hasil ini, jadi dia melanjutkan tusukan kedua. Rangga tetap berekspresi datar. Hal ini membuat Lukman dan Malika mulai berpikir bahwa para pelayan telah melebih-lebihkan cerita mereka.Hingga jarum kelima. Ini adalah jarum yang bahkan Jabal pun tidak sanggup menahan. Dia sampai pingsan karena kesakitan.Namun, Rangga tetap diam. Satu-satunya bukti bahwa dia merasakan sakit adalah lapisan keringat d
Satu kalimat saja sudah membuat ketiga orang lainnya tertegun di tempat.Nayshila masih memegang saputangan di tangannya dan sorot matanya dipenuhi ketakutan. Dia melirik Kalingga, lalu mengalihkan pandangan ke Andini, khawatir kalau-kalau ada jawaban mengejutkan yang akan keluar dari mulut Andini.Untungnya, setelah terkejut sejenak, Andini segera kembali tenang. Dia mengalihkan pandangannya dan tidak lagi melihat ke arah Rangga. Suaranya terdengar datar, "Jenderal Rangga benar-benar pandai bercanda."Sambil berbicara, dia bersiap untuk melanjutkan memasukkan jarum akupunktur.Namun, di saat itu juga, pergelangan tangannya tiba-tiba digenggam erat oleh seseorang.Orang itu adalah Kalingga.Andini menatapnya dengan terkejut, hanya untuk menemukan bahwa ekspresinya yang tajam kini diliputi amarah. Dia menatap Rangga dengan tidak senang, "Sepertinya kamu sudah terlalu kesakitan sampai kehilangan akal sehat. Cukup untuk hari ini."Setelah berkata demikian, dia berbalik ke arah Andini. Nad
Sekeliling ....Sudut mata Andini tanpa sadar melirik ke sekitarnya. Dalam sekejap, dia memahami maksud Rangga.Apa yang ada di sekeliling? Yang ada hanyalah orang-orang Rangga. Rangga sedang memberitahunya, hari ini dia tidak akan bisa pergi. Semua usaha kerasnya hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang lain.Surya bisa merasakan dengan jelas, berat tubuh yang sebelumnya bersandar erat di punggungnya kini perlahan menjauh. Tatapannya perlahan menjadi suram.Kemudian, suara Andini perlahan terdengar dari belakangnya. "Kak Arjuna adalah penyelamatku, aku yang memohon padanya untuk membawaku pergi. Jangan salahkan dia."Suaranya membawa sedikit getaran halus yang sulit dideteksi, tetapi Surya bisa mendengarnya. Saat berikutnya, kedua tangannya pun mengepal erat.Sebagai sesama pria, bagaimana mungkin Rangga tidak bisa membaca situasi Surya saat ini? Dia bisa melihat bahwa si pemburu di hadapannya ini tidak rela melepaskan Andini.Itu bukanlah hal yang aneh. Andini begitu menawan, waja
Kali ini, Surya mempercepat lajunya. Gang Sonta adalah tempat Andini tinggal kemarin. Rangga pasti akan menyadari bahwa Andini telah menghilang begitu tiba di sana.Meskipun tadi Rangga tidak menemukan keanehan apa pun, dia pasti akan memerintahkan anak buahnya untuk menyisir seluruh kota. Karena itu, mereka harus segera pergi.Tak butuh waktu lama, mereka pun berhasil keluar dari kota. Namun, kecepatan kereta kuda tidak berkurang sedikit pun.Selama mereka bisa bertemu kembali dengan Uraga, melakukan penyamaran ulang, maka mereka bisa mengelabui Rangga!Siapa sangka, belum lama mereka meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar teriakan terdengar dari belakang. "Berhenti!"Tatapan Surya meredup, tetapi dia sama sekali tidak berhenti. Tiba-tiba, suara angin yang tajam memecah keheningan di belakang mereka. Ada yang menyerangnya!Surya tidak menoleh. Dengan hanya mengandalkan naluri, dia memiringkan kepala. Sebuah anak panah melesat melewati telinganya.Andini membelalakkan matanya, menoleh
Surya mengangkat tangannya dan menunjuk. "Belok kanan di persimpangan ketiga di depan, lalu gang kedua di sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Rangga dengan dingin, lalu segera membawa anak buahnya bergegas menuju Gang Sonta.Pagi ini, dia baru menerima kabar. Kemarin, ternyata Kalingga sudah membawa Andini pergi. Wanita yang dilihatnya di Desa Teluk Horta hanyalah tipuan yang diatur oleh Kalingga! Licik sekali!Ekspresi Rangga semakin dingin, tetapi dalam hatinya justru mengalir kegembiraan yang luar biasa. Dia tahu, dia akan segera bertemu dengan Andini!Tak lama kemudian, dia tiba di Gang Sonta bersama orang-orangnya. Dia mendorong pintu sebuah rumah kecil dan melangkah masuk dengan langkah besar.Dia ingin memanggil, ingin meneriakkan nama Andini, tetapi khawatir akan mengejutkannya. Jadi, keinginan itu ditahan sekuat tenaga di dadanya.Namun, langkah kakinya semakin lama semakin cepat. Rangga melewati ruang tengah, taman, dan beberapa paviliun kosong.Hingga akhirnya, dia membuka p
Mendengar pujian dari belakang, Darya diam-diam tersenyum puas, tapi wajahnya tetap pura-pura tenang. "Ah, biasa saja, semua ini demi saudara-saudara."Sambil berbicara, dia membuka sebuah pintu dan mempersilakan Andini masuk. "Malam ini kamu istirahat di sini dulu. Besok pagi-pagi sekali, aku akan carikan kereta pengangkut barang untuk membawa kalian keluar kota."Meski tidak ada jam malam di kota kecil ini, perjalanan malam hari terlalu mencolok dan bisa saja menarik perhatian Rangga.Andini mengangguk pelan, dia sama sekali tidak berpikir untuk bertanya akan dibawa ke mana sebenarnya.Sampai kemudian, Surya berkata, "Aku tidur di kamar sebelah." Barulah Andini menjawab, "Baik. Terima kasih, Kak Surya, Kak Darya.""Ah, nggak usah sungkan. Sudah malam, cepat tidur ya!" kata Darya sambil tersenyum."Baik, kalian juga istirahat yang cukup," ucap Andini, lalu menutup pintu perlahan.Dia menatap sekeliling. Sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu tempat tidur, satu meja kecil, dan sebuah l
Malam pun tiba.Andini duduk di dekat jendela sambil menatap sinar bulan di luar sana. Hatinya terasa seolah-olah tidak punya tempat untuk berlabuh. Sudah cukup lama dia tidak merasakan kegelisahan seperti ini.Meski sebagian besar kesehariannya di Desa Teluk Horta hanya dihabiskan di dalam rumah dan kadang terasa bosan, tetapi hatinya saat itu terasa tenang.Tidak seperti sekarang ....Kalingga mengatakan, bila dia langsung membawa Andini pergi dari kota kecil ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari Rangga. Maka untuk sementara, dia menitipkan Andini di rumah kecil ini.Dia berjanji akan menyebarkan kabar palsu agar Rangga teralihkan dan saat waktu sudah tepat, dia akan mengutus orang untuk mengantar Andini pergi jauh. Rencana itu terdengar sempurna.Bahkan dia sudah mengatur seseorang untuk berpura-pura menjadi perempuan yang diselamatkan oleh Surya, lalu tinggal di Desa Teluk Horta, semata-mata untuk menjaga jejak Andini tetap tersembunyi.Namun entah mengapa, hati Andini tetap
Bahagia?Kalingga tampak seperti menyadari sesuatu. Dia memandang Andini, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Maksudmu, kebahagiaanmu itu adalah pemburu itu?"Mendengar ucapannya, mata Andini langsung membelalak terkejut. "Tentu saja bukan! Kak Arjuna cuma orang yang menyelamatkanku. Kenapa Kak Kalingga bisa berpikir begitu?"Melihat bahwa Andini benar-benar tidak berbohong, Kalingga akhirnya mengerutkan alis sedikit. "Aku kira ....""Aku hanya merasa, dibandingkan dengan ibu kota, hidup sebagai rakyat biasa seperti ini lebih cocok untukku," ucap Andini sambil menatap keluar rumah.Di sana, dia melihat Endah.Mungkin karena khawatir dirinya akan dibentak atau diusir, Endah tetap berdiri di halaman sambil membersihkan sayuran. Padahal ada tempat teduh di dekat sana, tapi dia tidak bergerak dan malah terus menoleh ke arah rumah dengan khawatir.Andini tersenyum tanpa sadar.Dia menyeka air matanya, lalu tersenyum ke arah luar rumah. "Orang-orang di sini sangat sederhana. Meski tetap ada yang
Situasi antara Kalingga dan dirinya benar-benar berbeda. Jika Andini adalah seseorang yang telah dibuang oleh semua orang, maka Kalingga justru adalah seseorang yang dicintai oleh semua orang.Meski sempat lumpuh selama lima tahun, Rendra tetap meneteskan air mata haru saat melihatnya kembali dan tetap bersedia memberikan penghormatan untuknya. Kaisar pun segera memanggilnya masuk istana begitu mendengar kabar kesembuhannya dan menunjukkan perhatiannya.Sebagai putra sulung Keluarga Maheswara, Lukman selalu menyayanginya dan Malika pun mencurahkannya dengan penuh kasih. Nayshila menghormatinya setulus hati.Bahkan saat merancang tipu muslihatnya, Rangga tetap tidak berani menyakiti Kalingga sedikit pun. Obat yang diberikan juga adalah untuk membantunya pulih.Cinta adalah kata terindah di dunia ini. Cinta bisa menjadi baju zirah yang terkuat dan pada saat bersamaan, juga bisa menjadi kelemahan paling rapuh.Andini menunduk sambil menatap kedua tangannya yang terletak di atas meja, lalu
Namun, dari tampilan rumah ini saja, Kalingga bisa menilai bahwa pemilik gubuk ini seharusnya seorang pria."Kak Arjuna sedang pergi berburu," ucap Andini akhirnya. Dia bisa melihat sorot mata penasaran dan penilaian dalam tatapan Kalingga.Barulah Kalingga menarik kembali pandangannya dan menoleh pada Andini, lalu berkata dengan lembut, "Orang yang menyelamatkanmu, seorang pemburu?"Andini mengangguk pelan, tanpa berkata lebih jauh."Arjuna? Nama yang unik."Mendengar hal itu, Andini mengerutkan keningnya karena tidak ingin Kalingga terlalu penasaran pada Surya. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan pembicaraan, "Kak Kalingga sudah lama mencariku ya?"Kalingga menarik napas dalam-dalam dan menundukkan pandangan, lalu tersenyum getir. "Sejak kamu jatuh ke Sungai Mentari, aku nggak pernah berhenti mencarimu."Meskipun dia menunduk, Andini tetap bisa melihat sekelebat rasa kehilangan dalam mata pria itu. Sejak dia jatuh ke Sungai Mentari hingga kini, kira-kira sudah satu bulan lebih. S
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs