Andini bertanya balik, "Memangnya hal apa yang Tuan Abimana lakukan? Menyuruh bandit menculikku atau memberiku obat perangsang dan menyerahkanku pada pria lain?"Andini mengira 2 hal yang keterlaluan ini bisa membuat Abimana terdiam. Siapa sangka, Abimana malah membantah dengan ekspresi geram, "Masalah obat perangsang itu nggak disengaja. Aku kira itu cuma obat bius biasa ...."Andini menatap Abimana lekat-lekat sambil menyergah, "Apa bedanya? Bahkan Tuan Abimana juga mencelakai tunanganku. Kamu sudah melakukan banyak hal yang keterlaluan, tapi sekarang kamu malah bilang aku berniat jahat. Apa kamu nggak merasa konyol?"Abimana memang mengakui kesalahannya, jadi sekarang dia tidak bisa membantah lagi. Abimana menarik napas dalam-dalam, lalu dan berbicara dengan lembut, "Aku tahu kamu membenciku, tapi semua itu nggak ada hubungannya dengan Dian. Kamu langsung balas aku saja."Andini mencibir, lalu menegaskan, "Tapi, Dianti yang menyebabkan aku berakhir seperti sekarang ini."Abimana ber
Hari ini, pesta musim semi diadakan di istana. Di taman imperial, Dianti yang memakai gaun sutra berwarna kuning dan perhiasan yang dibelikan Abimana menarik perhatian banyak orang.Putri pejabat yang mengenal Dianti langsung menghampirinya. Dia terus memuji penampilan Dianti. Dibandingkan Dianti, penampilan Andini sangat biasa.Selain itu, semua keturunan bangsawan yang menghadiri pesta tahu Andini hanya putri angkat di Keluarga Adipati. Bahkan, Baskoro yang menjadi satu-satunya penyokong Andini juga sudah mati. Tentu saja, tidak ada yang menyapa Andini.Justru Andini merasa sangat santai. Dia berjalan ke sudut. Tidak disangka, seseorang menyapanya, "Andini."Orang itu adalah Nayshila. Andini tidak menyangka Nayshila datang menyapanya. Biarpun sebelumnya Andini sudah membantu Nayshila melihat jelas sifat asli Dianti, mereka tetap musuh yang bersaing sejak kecil.Jadi, Andini bertanya seraya mengangkat alisnya, "Ada apa?"Nayshila melihat Dianti, lalu menyahut, "Kak Rangga membelikan g
Dianti yang terkejut memandang Rangga. Dia bertanya dengan mata memerah, "Bukannya ... Kak Rangga yang memberiku gaun ini?"Ekspresi Rangga menjadi muram. Dia langsung melihat Andini dengan dingin. Andini tertegun sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin terlibat dalam masalah mereka.Siapa sangka, seseorang merasakan ada yang tidak beres. Dia bertanya, "Eh, apa orang di samping Nayshila itu Andini?"Tatapan semua orang tertuju pada Andini. Sementara itu, Andini tidak suka menjadi pusat perhatian. Dia mengernyit.Seseorang berkomentar, "Apa maksud Jenderal Rangga seharusnya gaun ini diberikan kepada Andini? Tadi aku merasa aneh kenapa gaun secantik ini dibuat begitu panjang?"Andini lebih tinggi dari Dianti. Tentu saja lengannya juga lebih panjang. Ditambah lagi, Rangga berpesan kepada penjahit untuk membuat lengan gaunnya lebih panjang agar bisa menutupi bekas luka di pergelangan tangan Andini.Jadi, Dianti yang memakai gaun ini terlihat sangat aneh. Orang lain tidak ta
Kemudian, seorang kasim muda segera menarik Dianti. Namun, semuanya sudah terlambat.Bunga bakawali hancur karena ditekan Dianti. Bahkan, beberapa kuntum bunga telah masuk ke tanah. Bunga-bunga itu tidak terlihat indah lagi.Kasim yang ketakutan terduduk di tanah dan bergumam, "Gawat ...."Kasim tiba-tiba teringat sesuatu. Dia menarik ujung gaun Dianti dan berseru, "Kamu yang menghancurkan bunga-bunga ini! Putri menyuruh orang untuk membeli bunga ini dari Ifra dengan harga mahal! Aku dan guruku baru berhasil menanam 2 kuntum bunga ini setelah berusaha keras!"Kasim menambahkan, "Beberapa bulan lagi, bunga ini akan mekar. Tapi, kamu malah menghancurkannya! Kamu harus ganti rugi!"Sesudah itu, kasim menangis histeris sehingga semua orang mengerumuninya. Gaun Dianti juga ternodai tanah. Dia makin panik karena ditertawakan lagi. Dianti menarik gaunnya dan membentak, "Lepaskan!""Aku nggak mau! Ganti rugi dulu!" tegas kasim. Dia bertekad untuk meminta Dianti bertanggung jawab. Jadi, dia tid
Rangga paham hari ini Safira tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja. Apalagi kasim muda itu berlutut di depan Safira dan mengadu sambil menangis, "Putri, dia merusak bungamu!"Safira melihat ke arah yang ditunjuk kasim. Dia memarahi, "Lancang sekali! Beraninya kamu merusak bunga bakawali kesukaanku! Dianti! Apa kamu tahu bunga bakawali ini sangat mahal?"Dianti yang dimarahi gemetaran di pelukan Rangga. Sebelum Dianti sempat bicara, Abimana memberi hormat dan menjelaskan, "Putri, kejadian ini nggak disengaja. Dian nggak berniat merusak bunga kesukaan Putri. Orang yang nggak tahu apa-apa nggak salah, mohon Putri selidiki dulu."Pelayan di samping Safira menegur, "Lancang! Tentu saja dia salah karena merusak bunga kesukaan Putri! Dia harus dihukum! Apa Tuan Abimana bermaksud mengkritik Putri nggak bijaksana?"Abimana memberi hormat lagi, lalu menimpali, "Saya nggak berani. Tapi, Dian memang jatuh. Semua orang bisa menjadi saksi."Safira mendengus dan menanggapi, "Memangnya kenapa
Nayshila yang berdiri di samping melihat ekspresi Andini yang getir. Dia tiba-tiba merasa tidak nyaman.Namun, begitu teringat Andini yang menyebabkan Dianti mengalami semua ini, dia menasihati, "Kita memang bertengkar sejak kecil, tapi aku tahu kamu nggak jahat. Bagaimanapun, 3 tahun yang lalu Dianti nggak salah. Kalau kamu mencelakainya, hati-hati nanti kamu yang celaka."Selesai bicara, Nayshila berjalan ke samping dan berbincang dengan putri bangsawan lain. Hanya saja, dia terus memperhatikan Andini.Nayshila melihat Andini berjalan ke sudut dengan ekspresi kecewa. Dia memandangi bunga yang tidak terlalu indah. Tatapannya kosong.Pesta musim semi hari ini berakhir karena Safira pergi dengan marah. Saat Nayshila kembali ke kediaman Keluarga Maheswara, hari masih terang.Rangga sudah kembali ke kediaman. Dia sedang berlatih pedang di halaman ketika Nayshila mencarinya.Jadi, Nayshila hanya berdiri di samping dan mengamati Rangga. Dia tidak mengganggu kakaknya. Setelah Rangga selesai
Nayshila menyeka air matanya yang hampir menetes dan bertanya, "Apa waktu itu Andini memang berniat mencelakai Dianti?"Rangga mengangguk. Saat dia sampai, mangkuk itu sudah pecah. Andini sedang berlutut di lantai dan menuduh Dianti yang memecahkan mangkuk sambil berlinang air mata.Namun, semua anggota Keluarga Biantara melihat kejadiannya. Mana mungkin mereka memfitnah Andini?Andini yang berniat mencelakai Dianti terlebih dahulu. Sudah seharusnya dia dihukum. Hanya saja, Rangga tidak menyangka Andini akan dihukum selama 3 tahun.Nayshila menghela napas dan berucap, "Hari ini dia juga mencelakai Dianti."Kemudian, Nayshila menyalahkan Rangga, "Tapi, kamu juga salah. Kenapa kamu tiba-tiba memberikan gaun kepada Andini? Jangan lupa, sekarang kamu itu tunangan Dianti."Rangga tidak pernah ditegur Nayshila. Dia mengangkat alisnya dan menegur dengan aura mengintimidasi, "Kamu nggak usah peringatkan aku."Nayshila mundur beberapa langkah dan menimpali, "Aku takut kamu gegabah. Kamu juga ta
Mendengar perkataan Abimana, Andini mendengus dan menanggapi, "Kalau ini dianggap salah, itu berarti 3 tahun yang lalu kalian juga salah."Semua orang di aula tertegun. Kirana yang terpukul tidak bisa berdiri dengan stabil. Dia mundur beberapa langkah dan berucap, "Kamu ...."Andini melirik Kirana sekilas dan tidak bersuara. Kirana menyeka air matanya, lalu berujar, "Aku tahu kamu masih menyalahkan kami! Tapi Andin, masalahnya berbeda. Dulu kejadiannya mendadak dan nggak disengaja!"Kirana melanjutkan, "Tapi, hari ini kamu berencana mencelakai Dian! Kedua masalah ini nggak bisa disamakan!"Andini tertawa dan menimpali, "Aku berencana mencelakai Dianti? Bagus!"Abimana bertanya, "Apa itu salah? Apa kamu berani bilang kamu nggak mendapatkan perintah dari Putri untuk menghasut Dian masuk ke istana?""Aku memang mendapatkan perintah dari Putri untuk membawa Dianti masuk ke istana," sahut Andini dengan lantang. Dia tidak merasa bersalah sedikit pun.Andini tidak melihat orang-orang di aula
Dianti terkejut. Untungnya, ini pintu belakang, jadi tidak banyak orang yang melihat.Dianti segera sadar dan menarik Ratih ke sebuah gang di sebelah. Dia menegur dengan pelan, "Bukannya sudah kubilang jangan datang cari aku lagi?""Memangnya aku bisa nggak datang?" Ratih menangis sambil mengeluh, "Kalau kamu nggak mau bantu aku, untuk apa pura-pura peduli? Kamu beri aku harapan, lalu buat aku kecewa. Apa ini menyenangkan?"Dianti tertegun. Dia buru-buru memegang lengan Ratih dengan erat. Dia bertanya dengan ekspresi tidak percaya, "Ratih, gimana bisa kamu berpikir seperti itu tentangku?"Ketika berbicara, Dianti sudah berlinang air mata.Tidak disangka, Ratih menghempaskan tangan Dianti dan membantah, "Aku nggak bodoh seperti orang-orang di Keluarga Biantara. Jangan coba-coba menipuku. Katakan, apa kamu ambil kembali kantong yang kamu berikan padaku?""Bukan aku yang ambil!" Dianti buru-buru menjelaskan, "Kak Andini mengirim orang ke sisimu untuk mengawasimu. Nggak lama setelah aku be
Dianti tertegun usai mendengar perkataan Laras. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa masalah ini bisa berdampak serius terhadap nama baik Keluarga Adipati.Laras melanjutkan, "Nona Andini juga bilang, ke depannya Nona Dianti akan jadi Nyonya Keluarga Maheswara. Nona seharusnya paham apa yang pantas dan nggak pantas dilakukan. Perhiasan di dalam kantong ini banyak yang terlihat jelas milik Nona.""Kalau hal ini sampai terdengar oleh Keluarga Maheswara, gimana pandangan mereka terhadap Nona? Semoga Nona bisa memahami niat baik Nona Andini," pungkas Laras.Setelah itu, Laras memberi hormat kepada Dianti. Sebelum Dianti sempat berbicara, Laras langsung berbalik pergi meninggalkan Dianti terdiam di tempat.Begitu kembali ke Paviliun Ayana, Laras segera menemui Andini dengan sangat gembira. Dia melaporkan, "Nona, Nona, hamba sudah katakan semuanya sesuai perintah Nona. Nona nggak lihat gimana ekspresi Nona Dianti saat itu. Lucu sekali!"Mendengar ini, Andini tanpa sadar tersenyum sesaat seb
Ketika Laras pergi menemui Dianti, Dianti sedang berada di taman kediaman. Bunga-bunga berguguran di Paviliun Persik. Dianti datang untuk melihat apakah ada tanaman lain yang bisa ditanam di Paviliun Persik agar suasananya tidak begitu suram.Tidak disangka, Dianti melihat Laras datang sambil melompat-lompat dari kejauhan. Di tangan Laras ada kantong yang bergoyang-goyang. Dianti langsung mengenalinya. Itu adalah kantong yang dia berikan sendiri kepada Ratih! Wajahnya seketika memucat.Dianti menatap Laras yang berjalan ke arahnya dengan riang. Laras memberi hormat, lalu menyerahkan kantong itu seraya menyampaikan, "Nona Dianti, Nona Andini bilang barangmu ketinggalan. Dia khusus meminta hamba untuk membawanya kemari. Silakan periksa. Apa ada yang kurang?"Laras tersenyum santai, tetapi hal ini justru membuat Dianti merinding. Dianti hanya menatap kantong itu, bahkan tidak berani menerimanya. Dia bertanya dengan suara bergetar, "I ... ini didapatkan dari mana?"Laras merasa lucu dan me
Namun, perasaan bukan hal yang bisa dikendalikan. Begitu melihat Andini, Byakta akan merasa kasihan dan tidak bisa mengendalikan diri untuk bersikap baik padanya. Dia juga tidak berdaya.Byakta tidak tahu harus berkata apa, jadi dia memberi hormat sambil berkata, "Aku keluar dulu."Selesai berbicara, tidak ada respons dari Rangga. Byakta menunggu untuk beberapa saat. Lantaran Rangga tetap tidak berbicara, dia berbalik dan keluar.Ketika pintu ditutup, rasa hampa yang luar biasa seketika menyeruak. Rangga mengepalkan tangan dengan perlahan. Dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang digali dari dadanya.Semua hal yang Rangga pahami tentang Andini seketika menjadi lelucon di hadapan Byakta hari ini. Rangga tidak tahu apakah Andini yang berubah atau dirinya yang tidak pernah memahami Andini.Sejak hari itu, selalu ada satu hidangan tambahan yang diantar ke Paviliun Ayana. Setelah beberapa hari berturut-turut, Laras melihat selalu ada usus sapi. Dia mengernyit sambil mengeluh, "Nona, lagi-lag
Perkataan Byakta membuat Abimana tertegun. Kemudian, dia menyergah, "Orang sepertimu juga mendambakan Andin? Kamu pikir jadi wakil jenderal itu hebat? Asal kamu tahu, kamu bahkan nggak pantas jadi pelayannya!"Abimana awalnya mengira penghinaannya bisa memancing kemarahan Byakta. Tidak disangka, Byakta hanya membalas dengan pelan, "Aku tahu."Ekspresi Byakta tampak datar. Nada bicaranya terdengar tenang. Tidak terlihat malu atau marah.Abimana dan Rangga tertegun. Sementara itu, Byakta justru berbicara panjang lebar. Tatapannya tertuju ke tanah seakan-akan sedang memikirkan masa lalu.Byakta berujar, "Dulu, Andini seperti rembulan di langit. Kalian semua memanjakan dan melindunginya. Aku tahu status kami berdua terlalu jauh. Jadi, aku cuma berani memperhatikannya dari jauh dan nggak berani punya perasaan padanya."Byakta menambahkan, "Tapi kemudian, semuanya berubah. Dia jatuh dan terpuruk. Kalian semua malah meninggalkannya!"Abimana mengernyit dan mendengus dingin sebelum menyindir,
Byakta menunduk dan memijat tangan kanannya yang melayangkan tinju tadi. Dia berkata, "Mungkin Andini cuma suka Jenderal Rangga menyuapnya makan. Kalau benar-benar menyukai kue itu, mana mungkin dia suka membagikan kuenya?"Dulu, Byakta juga pernah makan kue yang dibagikan Andini. Abimana tidak bisa berkata-kata. Setelah dipikir-pikir, dulu Andini memang suka membagikan kue kepada orang lain. Abimana mengira Andini suka berbagi.Hanya saja, seperti perkataan Byakta, mana mungkin Andini rela membagikannya kuenya kepada orang lain jika benar-benar menyukainya?Seketika Rangga kewalahan. Bahkan, dia tidak menahan Byakta lagi. Selama ini, Rangga menganggap Andini suka makan kue dari Argani.Dulu Andini tampak sangat senang saat Rangga memberinya kue, seolah-olah dia mendapatkan barang yang paling berharga di dunia.Namun, kemarin Andini tidak menyentuh kue yang disiapkan Rangga di kereta kuda. Bahkan, Andini langsung memberikan kue pemberian Rangga kepada Dianti.Rangga mengira Andini masi
Ketika Abimana sampai di markas militer, Byakta sedang melaporkan urusan kemiliteran kepada Rangga di ruang kerja.Pintu ruang kerja ditendang dan Abimana berjalan masuk. Dia langsung meninju wajah Byakta. Untung saja, respons Byakta cepat. Dia mundur dan berhasil menghindari tinjuan Abimana.Namun, Abimana tidak menyerah. Dia menendang Byakta. Sementara itu, Byakta tetap berhasil menghindar. Hanya saja, Abimana lanjut menyerang Byakta.Rangga mengernyit. Dia melompati meja, lalu menghalangi Abimana yang hendak meninju wajah Byakta. Rangga menegur, "Kamu gila, ya?"Abimana menepis tangan Rangga. Dia menatap Byakta seraya memarahi, "Kamu tanya dia apa yang sudah dia lakukan!"Rangga memandang Byakta dengan ekspresi bingung. Byakta berkata dengan tenang, "Aku nggak paham maksud Tuan Abimana."Byakta hanya mengantar makanan untuk Andini, kenapa Abimana mengamuk? Melihat ekspresi Byakta, Abimana ingin meninjunya lagi. Dia berujar, "Pagi ini kamu melompat dari tembok paviliun Andin, penjaga
Setelah memikirkan hal ini, amarah Abimana makin memuncak. Dia berpesan, "Bagaimanapun, sebagai seorang wanita, kamu harus memperhatikan reputasimu. Kamu dan Dian masih belum menikah. Kalau ada rumor tersebar, nggak bagus untukmu dan Dian."Jika orang lain tahu Andini bertemu seorang pria di kamarnya saat malam, mereka pasti akan menganggap Andini dan putri Keluarga Adipati bukan wanita baik-baik. Nantinya, reputasi Dianti juga akan rusak karena Andini.Akhirnya, Andini memahami maksud Abimana. Dia mencibir, lalu menimpali, "Sudah kuduga, Tuan Abimana menyuruh orang untuk menculikku dan memberiku obat. Kenapa Tuan Abimana tiba-tiba memperhatikan reputasiku? Ternyata demi Dianti."Abimana terdiam, dia teringat perbuatannya yang keterlaluan. Abimana membalas, "Hari ini aku datang bukan untuk bertengkar denganmu. Pokoknya Nenek menghukum kamu introspeksi diri, bukan membiarkanmu bertemu pria lain di kediaman. Jaga sikapmu."Itu berarti Abimana yakin Andini memang bersalah. Selesai bicara,
Andini kaget, ternyata Byakta tertangkap basah! Laras memberikan kotak makanan kepada Andini dan berujar, "Nona, jangan khawatir. Hamba lihat kondisinya dulu."Selesai bicara, Laras bergegas keluar. Setelah beberapa saat, Laras baru kembali dan melapor, "Nona, para penjaga memang melihat Wakil Jenderal Byakta! Tapi, Nona nggak usah khawatir. Wakil Jenderal Byakta berlari dengan cepat sehingga dia nggak tertangkap."Andini baru merasa lega sesudah mendengar laporan Laras. Dia pasti bersalah jika reputasi Byakta rusak karenanya. Siapa sangka, pintu masuk Paviliun Ayana dibuka dalam waktu kurang dari 1 jam.Abimana yang datang. Kebetulan, Andini baru selesai sarapan. Ekspresi Andini langsung menjadi masam begitu melihat Abimana.Andini mengingatkan, "Nenek menghukumku introspeksi diri di Paviliun Ayana. Itu berarti dia berharap nggak ada yang menggangguku. Untuk apa Tuan Abimana datang ke paviliunku pagi-pagi begini?"Andini mengisyaratkan dirinya tidak menyambut kedatangan Abimana. Semen