"Aku hanya ingin membuat raja Arsen mengerti bahwa keberadaannya di lembah Ilusi tidak akan membuahkan hasil apapun, karena aku pun tidak bisa menghapus kutukan itu."
Ratu Penelope terlihat tidak tenang ketika mengucapkan kalimatnya, sedangkan Raja Eros terlihat berpikir sangat serius untuk mengabulkan permintaan sang permaisuri. Snag raja merasa khawatir kemarahan sang istri kembali tersulut jika berhadapan dengan Raja Arsen, sebab sejak kehilangan sang putri tercinta ratu Penelope menjadi lebih emosional."Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi, Raja, izinkan aku menemui raja Arsen. Tidak akan ada kemarahan, aku hanya ingin bicara pada raja Arsen sebagai seorang ibu, itu saja."Melihat sang raja yang masih saja diam, ratu Penelope kembali melontarkan kalimatnya."Baiklah, aku mengizinkan. Aku yakin kau tidak akan melanggar janji, Permaisuriku.""Terima kasih, Raja."Raja Eros merentangkan tangannya kemudian Ratu Penelope menghambur memeluk sang suami lalu diusapnya rambut sang istri penuh kasih."Sekarang istirahatlah, malam semakin larut.""Baiklah." Ratu Penelope segera melakukan perintah sang raja.Di sisi lain ratu Cassandra sedang panik karena tabib kerajaan masih belum juga berhasil membuat sang putri terbangun. Sejak kejadian kepulan asap hitam itu putri Aludra belum juga membuka matanya."Ratu, minumlah dulu." Miya memberikan segelas air untuk sang ratu yang langsung diterima tanpa banyak kata karena memang ia membutuhkan untuk sekedar menetralisir kegelisahan yang menyerangnya.Tak lama setelah itu pintu kamar Putri Aludra terbuka, tabib Cakara muncul dari balik pintu."Tabib, bagaimana keadaan putriku?" Ratu Cassandra sudah sangat tidak sabar mengetahui keadaan putrinya. Patih Rouvin, panglima Felix, dan penasehat Evander yang setia berada di dekat sang ratu, ikut menanti jawaban dari tabib kerajaan."Jantung putri Aludra terbakar, ada sebuah kekuatan asing yang menyerang organ dalamnya.""Ya Dewa! Bagaimana itu bisa terjadi? Siapa yang tega menyerang putriku, putri kecilku ...."Ratu Cassandra menangis seketika, ia sangat terpukul mendengar berita yang disampaikan oleh sang tabib."Hamba sudah mengobatinya, Ratu, Anda tidak perlu cemas. Mungkin sebentar lagi tuan putri Aludra akan siuman."Mendengar ucapan tabib, ratu Cassandra langsung menerobos masuk ke dalam kamar sang putri diikuti Miya di belakangnya.Panglima Felix mengamati gerak-gerik tabib Cakara yang terlihat mencurigakan di matanya."Ada yang kau sembunyikan dari ratu, Tabib Cakara?"Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut panglima Felix, sang penasehat dan juga sang patih ikut mengamati gerak-gerik tabib kerajaan tersebut.Ditatap ketiga anggota kerajaan yang memiliki jabatan penting, membuat tabib Cakara tidak bisa berkutik."Aku tidak berniat menyembunyikan apapun dari ratu, tapi aku tidak tega untuk mengatakannya," ujar tabib Cakara.Ketiga orang yang mendengar jawaban tabib Cakara saling pandang."Kita bicara di rumah rapat." Penasehat Evander memutuskan. Ketiga lawan bicaranya mengangguk kemudian mengikuti langkah pria itu."Sekarang katakan, apa yang sebenarnya terjadi?"Penasehat Evander memulai pertanyaan pertamanya setelah keempat pria itu masuk ke dalam ruang rapat."Putri Aludra mengalami penyakit yang aneh, aku tidak bisa mendeteksi dengan jelas. Aku melihat ada kekuatan yang bersarang di organ dalamnya dan aku tidak bisa memusnahkannya. Kekuatan itu asing bagiku. Jika itu bentuk kutukan dari ratu unicorn aku pasti bisa mendeteksi kekuatan itu dari bangsa unicorn, namun ini berbeda, tidak ada terdeteksi kekuatan dari bangsa unicorn sedikitpun." Tabib Cakara menjelaskan."Apa maksudmu? Kau mau mengatakan bahwa bukan bangsa unicorn yang menyebabkan putri Aludra beraroma tidak sedap?" Patih Rouvin bertanya."Tidak mungkin! Aku mendengar dengan jelas kutukan yang diberikan ratu unicorn pada keturunan raja!" Panglima Felix menambahi, merasa tidak percaya dengan apa yang dijelaskan sang tabib."Aku belum bisa memastikan itu, aku masih memerlukan penyelidikan. Untuk itulah aku tidak mengatakan hal ini pasa ratu, karena aku khawatir ratu akan semakin terpuruk," jelas tabib Cakara."Baiklah! Sebagai orang yang diamanatkan untuk menjaga ketentraman kerajaan dan melindungi ratu selama raja pergi, aku memutuskan untuk menyembunyikan ini dari ratu sampai semuanya jelas. Setelah ini kita harus bekerja keras melakukan penyelidikan untuk menemukan jawaban yang pasti." Patih Rouvin memberikan perintah yang kemudian dipanggil oleh ketiga orang di sana.***Pagi buta, sebelum sang surya menampakkan diri menghangatkan bumi, Ratu Penelope telah bergegas menemui raja Arsen yang tengah bermeditasi di lembah Ilusi.Menyadari kehadiran ratu unicorn, raja Arsen berlutut dan menjura hormat. "Terimalah hormatku, Ratu.""Bangunlah, Raja Arsen, kau tidak perlu berlutut di hadapanku," kata ratu Penelope yang kemudian dituruti raja Arsen."Kau tidak perlu berdiam diri di sini, apa yang kau lakukan di sini akan sia-sia. Pulanglah! Rakyatmu membutuhkan dirimu sebagai seorang raja.""Aku tidak akan bisa menjadi raja ketika aku tidak bisa menjadi ayah yang bisa diandalkan. Putriku menanggung derita atas perbuatanku, aku tidak bisa menyaksikan penderitaan putriku, Ratu." Wajah raja Arsen terlihat begitu suram ketika mengucapkan kalimat tersebut."Setidaknya kau harus mendampingi putrimu saat menjalani derita itu, bukan?" Nada bicara ratu unicorn datar, namun terdengar begitu menusuk indera pendengaran raja dari negeri Putih itu.Raja Arsen menunduk dalam, perasaannya berkecamuk."Apa yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu, Ratu?" tanya raja Arsen masih dengan menunduk."Aku sudah memaafkanmu."Spontan raja Arsen mendongak mendengar ucapan ratu Penelope. "Lalu bisakah kau cabut kutukan untuk putriku, Ratu?""Tidak bisa!" balas ratu Penelope cepat dan tegas.Raja Arsen merasa dadanya sangat sakit mendengar ucapan tegas sang ratu dari bangsa unicorn tersebut.Bukan hanya raja Arsen saja yang yang terluka, bahkan ratu Penelope pun mencelos akibat ucapannya sendiri. Pasalnya ia telah mencoba menghapus kutukan tersebut namun ia gagal, namun sang ratu tidak berniat memberitahu raja Arsen perihal itu."Aku tidak bisa menghapus kutukan itu begitu saja, karena aku ingin memberimu sebuah pelajaran, Raja Arsen. Tapi aku bisa memberikan keringanan, untuk itulah aku datang menemui dirimu sekarang."Seketika raja Arsen berbinar menatap ratu Penelope. Meskipun belum tahu apa yang dimaksud oleh ratu wanita di hadapannya itu, namun mendengar kata keringanan membuat raja Arsen sedikit merasa lega. Ia merasa ada secerca harapan."Keringanan apa yang kau maksud, Ratu?""Aku memang merasa sangat kehilangan putriku, aku merasa terpukul, namun aku tidak ingin hidup dalam kebencian dan rasa dendam. Diluar itu, aku pun ingin memberimu pelajaran, jadi beri aku waktu sampai putrimu berusia tujuh belas tahun, agar aku bisa mensucikan hatiku dari perasaan marah. Setelah itu aku akan mencabut kutukan yang aku berikan pada putrimu." Ratu Penelope memberikan penjelasan yang cukup panjang.Raja Arsen tentu saja merasa terbantu dan merasa sedikit lebih lega, namun tujuh belas tahun? Apakah selama tujuh belas tahun putri Aludra harus menanggung kutukan itu dan menjalani hari dengan derita? Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang sebentar."Aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatimu, Ratu, namun tujuh belas tahun, apakah tidak terlalu lama? Maksudku, itu artinya putriku harus menghadapi harinya dengan penuh cemooh selama tujuh belas tahun? Aku tidak tega melihatnya, Ratu ...." Raja Arsen langsung berlutut begitu saja di hadapan ratu Penelope, berharap ratu dari
"Aku sudah melakukan banyak cara dan banyak penelitian, tapi tidak satupun usahaku yang membuahkan hasil. Aku tidak bisa menemukan apapun. Kekuatan itu sangat besar, dan aku tidak bisa menembusnya." Tabib Cakara menjelaskan demikian untuk menjawab pertanyaan yang diajukan padanya mengenai kemajuannya dalam upaya menyelamatkan sang putri raja."Kau tidak pernah gagal, Tabib Cakara, lalu kali ini?" Panglima Felix seolah tak percaya dengan penjelasan tabib."Aku tidak mengatakan aku gagal, hanya saja aku belum berhasil mendeteksi penyakit apa yang di derita tuan putri Aludra, dan aku pun tidak bisa mendeteksi kekuatan jahat yang menyerangnya berasal dari mana. Tapi aku pastikan itu bukan berasal dari bangsa unicorn," jelas tabib Cakara lagi."Jadi maksudmu ada pihak lain yang juga ingin mencelakakan tuan putri Aludra, begitu?" tanya penasehat Evander."Siapa? Raja orang yang baik, beliau bahkan sering mengulurkan tangan untuk membantu siapapun yang membutuhkan, memangnya siapa yang beran
Raja Arsen kembali melakukan meditasi setelah raja dan ratu bangsa unicorn pergi meninggalkannya.Kalimat ratu dan raja bangsa unicorn yang mengatakan bahwa tempat itu sudah tidak ramah lagi untuknya, kini terngiang di benaknya, namun raja Arsen tidak berniat untuk mundur ataupun menyerah.Hingga tiba-tiba sebuah angin besar bergelung dan mencoba mengacaukan meditasi yang dilakukan oleh raja Arsen. Raja dari negeri Putih itu ingin mengirimkan berita bahwa ratu Penelope telah memberikan keringanan untuk kutukan yang diderita putrinya, namun serangan angin itu semakin mata hingga meditasinya terganggu.Angin itu semakin brutal menyerang raja Arsen hingga mau tidak mau sang raja menghentikan meditasinya kemudian bergerak melawan gelungan angin yang sejak tadi menyerangnya.Kekuatan angin itu kian bercampur dengan kekuatan es hingga bisa serangan yang diluncurkan bisa menyebabkan kerusakan fatal pada bagian-bagian tubuh yang tepat terkena serangan.Raja Arsen dengan kemampuan bertarungnya
Tujuh belas tahun telah berlalu dan selama tujuh belas tahun pula putri Aludra harus hidup dengan kutukannya. Berat? Tentu saja, namun putri Aludra tidak menyalahkan siapapun atas apa yang menimpa dirinya.Tidak banyak orang yang mau berteman dengan putri Aludra, baik itu warga istana maupun rakyat biasa, semua terkesan mengucilkan sang putri raja dan juga mencibir sana-sini, apalagi semakin hari bau busuk yang berasal dari tubuh sang putri semakin menyengat, bagaikan bangkai yang kian membusuk, namun sekali lagi hati bersih putri Aludra tidak membenci satu orang pun.Hanya Adolf dan Miya yang selalu setia mendampingi putri Aludra. Mereka sama sekali tidak terusik dengan aroma busuk yang menyengat itu. Adolf sangat melindungi putri Aludra, sedangkan Miya pun sangat menjaga putri raja yang dirawatnya sejak bayi tersebut.Hari ini usianya genap tujuh belas tahun, dan malam ini raja Arsen mengadakan pesta ulang tahun sang putri semata wayangnya itu.Sejak kelahiran Aludra yang kurang ber
Ratu Penelope sudah berada di posisinya, siap melakukan ritualnya. Hari ini ia akan memenuhi janjinya untuk mencabut kutukan yang ia lancarkan pada keturunan raja Arsen.Jauh sebelum hari ini, sang ratu dari bangsa unicorn itu telah benar-benar membersihkan hati, tidak ada sedikitpun kemarahan di hati ratu Penelope, apalagi dendam, semua telah lenyap. Hingga hari ini ia begitu yakin akan berhasil mencabut kutukan tersebut."Maafkan aku telah membuat dirimu menderita selama tujuh belas tahun ini, Putri Aludra." Ratu Penelope berbisik."Ini bukan kesalahanmu, Ratu, aku tidak menyalahkan siapapun, tidak ada yang perlu minta maaf." Putri Aludra membalas.Ratu Penelope tersenyum mendengar jawaban putri Aludra, kemudian ia mengambil posisi untuk segera melepaskan kutukan yang selama ini menjerat putri Aludra.Ratu Penelope mengerahkan segenap kekuatan, namun ada sebuah kekuatan yang seolah menghalangi niatnya tersebut. Ratu Penelope berusaha sekuat tenaga melawan kekuatan yang menghalanginy
Semua mata langsung tertuju pada pangeran Damon ketika pria itu berkata bersedia meminang sang putri dari kerajaan negeri Putih tersebut."Damon ...." Ratu Penelope berkata lirih."Pangeran Damon, kau tidak perlu sok menjadi pahlawan di sini. Aku hanya menginginkan putriku terbebas dari kutukan. Lagipula aku tidak ingin memaksa seseorang untuk menerima putriku ataupun menerima putriku atas dasar kasihan, jadi lupakan saja!" ratu Cassandra menanggapi maiah dengan nada tidak suka."Ratu Cassandra, maaf, Anda salah paham. Aku tidak bermaksud mengasihani putri Aludra, aku benar-benar menyukainya. Banyak rumor yang aku dengar tentang sisi buruk putri Aludra dari banyak kalangan, namun malam ini aku bisa melihat bahwa putri Aludra adalah gadis yang baik," jelas pangeran Damon."Ya, putriku gadis yang sangat baik, tapi ibumu tega memberinya kutukan yang tidak manusiawi!""Maaf, Ratu Cassandra, ibuku tidak akan sembarangan memberi kutukan pada seseorang. Apakah Anda lupa, raja Arsen melakukan
"Tentu saja tidak, Putri Aludra, hanya saja aku merasa penasaran. Ayah dan ibumu tidak kau beritahu masalah ini, namun kau memberitahuku dengan begitu mudahnya," ucap pangeran Damon dengan diiringi ada desiran aneh di hatinya. Sepertinya pangeran dari Ies Dream ini benar-benar jatuh cinta pada seorang putri yang dijuluki putri bunga bangkai dari kerajaan negeri Putih tersebut."Karena kau berbeda, Pangeran Damon," balas putri Aludra membuat pangeran Damon mengernyit."Berbeda? Apa maksudmu?""Kau tulus, aku bisa merasakan itu," balas putri Aludra sambil mengulas senyum.Menerima senyuman itu, hati pangeran Damon semakin berdesir aneh. Tanpa sadar pria itu menatap putri Aludra begitu intens dan tak berkedip untuk beberapa saat lamanya."Jangan menatapku seperti itu, Pangeran Damon, aku merasa sebentar lagi kau akan menelanku mentah-mentah." Putri Aludra menyadarkan pangeran Damon dari lamunannya, dengan sedikit gurauan agar tidak terjadi kecanggungan di antara mereka."Maaf, aku tidak s
"Aku sama sekali tidak menyangka kutukan itu akan sangat berat kau jalani, Putri Aludra. Aku menyesal untuk itu," ucap pangeran Damon dengan gurat wajah yang penuh suram—penuh sesal."Tidak ada yang perlu disesali, aku sudah terbiasa menjalani ini dan aku tidak merasa keberatan," balas putri Aludra dengan senyum menghiasi bibirnya."Apa kau bahagia, putri Aludra?"Pangeran Damon menatap putri Aludra intens, menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh gadis itu."Mengapa aku harus tidak bahagia? Ayah dan ibuku mau menerimaku dan sangat menyayangiku. Ibu Miya dan Adolf juga selalu ada di sisiku. Dan semua yang ada di istana ini juga mereka sangat menyayangiku, lalu apa alasanku untuk tidak bahagia?"Putri Aludra memberikan jawabannya dengan sangat tenang serta memperlihatkan wajah bahagianya, namun pangeran Damon tahu ada sesuatu yang sesak yang dirasakan putri Aludra."Kita sudah berbicara sejauh ini, kau tidak perlu menutupinya. Jika kau mau berbagi, berbagilah denganku, mungkin itu bi