Semua mata langsung tertuju pada pangeran Damon ketika pria itu berkata bersedia meminang sang putri dari kerajaan negeri Putih tersebut."Damon ...." Ratu Penelope berkata lirih."Pangeran Damon, kau tidak perlu sok menjadi pahlawan di sini. Aku hanya menginginkan putriku terbebas dari kutukan. Lagipula aku tidak ingin memaksa seseorang untuk menerima putriku ataupun menerima putriku atas dasar kasihan, jadi lupakan saja!" ratu Cassandra menanggapi maiah dengan nada tidak suka."Ratu Cassandra, maaf, Anda salah paham. Aku tidak bermaksud mengasihani putri Aludra, aku benar-benar menyukainya. Banyak rumor yang aku dengar tentang sisi buruk putri Aludra dari banyak kalangan, namun malam ini aku bisa melihat bahwa putri Aludra adalah gadis yang baik," jelas pangeran Damon."Ya, putriku gadis yang sangat baik, tapi ibumu tega memberinya kutukan yang tidak manusiawi!""Maaf, Ratu Cassandra, ibuku tidak akan sembarangan memberi kutukan pada seseorang. Apakah Anda lupa, raja Arsen melakukan
"Tentu saja tidak, Putri Aludra, hanya saja aku merasa penasaran. Ayah dan ibumu tidak kau beritahu masalah ini, namun kau memberitahuku dengan begitu mudahnya," ucap pangeran Damon dengan diiringi ada desiran aneh di hatinya. Sepertinya pangeran dari Ies Dream ini benar-benar jatuh cinta pada seorang putri yang dijuluki putri bunga bangkai dari kerajaan negeri Putih tersebut."Karena kau berbeda, Pangeran Damon," balas putri Aludra membuat pangeran Damon mengernyit."Berbeda? Apa maksudmu?""Kau tulus, aku bisa merasakan itu," balas putri Aludra sambil mengulas senyum.Menerima senyuman itu, hati pangeran Damon semakin berdesir aneh. Tanpa sadar pria itu menatap putri Aludra begitu intens dan tak berkedip untuk beberapa saat lamanya."Jangan menatapku seperti itu, Pangeran Damon, aku merasa sebentar lagi kau akan menelanku mentah-mentah." Putri Aludra menyadarkan pangeran Damon dari lamunannya, dengan sedikit gurauan agar tidak terjadi kecanggungan di antara mereka."Maaf, aku tidak s
"Aku sama sekali tidak menyangka kutukan itu akan sangat berat kau jalani, Putri Aludra. Aku menyesal untuk itu," ucap pangeran Damon dengan gurat wajah yang penuh suram—penuh sesal."Tidak ada yang perlu disesali, aku sudah terbiasa menjalani ini dan aku tidak merasa keberatan," balas putri Aludra dengan senyum menghiasi bibirnya."Apa kau bahagia, putri Aludra?"Pangeran Damon menatap putri Aludra intens, menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh gadis itu."Mengapa aku harus tidak bahagia? Ayah dan ibuku mau menerimaku dan sangat menyayangiku. Ibu Miya dan Adolf juga selalu ada di sisiku. Dan semua yang ada di istana ini juga mereka sangat menyayangiku, lalu apa alasanku untuk tidak bahagia?"Putri Aludra memberikan jawabannya dengan sangat tenang serta memperlihatkan wajah bahagianya, namun pangeran Damon tahu ada sesuatu yang sesak yang dirasakan putri Aludra."Kita sudah berbicara sejauh ini, kau tidak perlu menutupinya. Jika kau mau berbagi, berbagilah denganku, mungkin itu bi
"Ibu, kumohon ... jangan terus menyalahkan Ratu Penelope karena ini sama sekali bukan kesalahannya.""Apa maksudmu, Aludra?" Sang ayah langsung melempar pertanyaan demikian karena terkejut putrinya sangat membela ratu Penelope. Apa yang dikatakan pangeran Damon di luar tadi? Begitu pikir raja Arsen."Ayah, Ibu, dan semuanya... maaf, ada sesuatu yang ingin aku beritahukan pada kalian, tapi aku aku tidak bisa mengatakannya di sini. Aku butuh tempat tertutup." penyataan putri Aludra mengundang banyak pertanyaan di benak mereka yang mendengarnya, membuat mereka saling tatap."Kalau begitu, ayo kita ke ruang rapat, kita bicarakan di sana.""Tunggu, Yang Mulia! Tolong Yang Mulia jangan mengulur waktu. Ini sudah saatnya Putri Aludra angkat kaki dari istana ini, atau bahkan negeri ini!"Seorang warga menyela, mewakili yang lain melancarkan aksi protes. Mereka tidak mau sang raja sampai ingkar janji.Mendengar seruan dari salah satu warga, Aludra melangkah menuju ke tengah aula. Semua orang di
"Seperti yang dikatakan Tabib Cakara, tidak ada terdeteksi energi dari bangsa unicorn pada kekuatan yang menggerogotiku," jelas putri Aludra."Menggerogoti? Apa maksudmu, Aludra?" Sang ibu langsung cemas seketika."Ibu, Ayah, maafkan aku selama ini menyembunyikan rasa sakitku dari kalian, itu kulakukan karena aku tidak ingin kalian semakin sedih. Tapi sekarang akan aku ungkapkan semuanya sebelum aku pergi ....""Aludra, apa yang kau pikirkan, sayang? Jadi kau selama ini kesakitan dan kami tidak tahu?" ratu Cassandra seketika memeluk putrinya amat erat. Air matanya tak dapat terbendung lagi.Melihat ibunya menangis, putri Aludra tak kuasa membendung air matanya."Ibu ... dadaku terasa sakit, terasa panas, dan pada waktu-waktu tertentu akan terasa sangat nyeri seakan ada yang menggerogoti. Aku ... hanya bisa mengurung diri ketika rasa sakit itu menyerangku.""Jadi itu alasanmu mengurung diri tanpa mau diganggu oleh siapapun? Ternyata kau sedang menanggung rasa sakit? Sendirian? Ya Dewa!
"Jodoh?" Raja Arsen kembali bertanya, menanggapi pertanyaan ratu Penelope."Ya! Aku cukup akrab dengan hal-hal seperti ini. Jodoh, cinta sejati, sebagian besar dapat mematahkan kutukan seseorang. Aku rasa putri Aludra juga membutuhkan seorang jodoh atau cinta sejati untuk mematahkan kutukan itu." Ratu Penelope menjelaskan."Cinta sejati? Bagaimana putriku bisa mendapatkan jodoh yang memberinya cinta sejati disaat tak ada seorangpun pria yang mau mendekatinya?" Ratu Penelope merespons."Aku--""Kau tidak bisa, Putraku. Bukankah putri Aludra sudah mengatakan tadi, bahwa kau hanya memberikan rasa sejuk itu sesaat saja?" Ratu Penelope yang tahu apa yang ingin dikatakan putranya, menyela pembicaraan."Bagaimana menurut yang lain? Apakah kalian sependapat dengan ratu Penelope?" Raja Arsen meminta pendapat semua orang."Menurut penjabaran Putri Aludra dan argumen Ratu Penelope yang masuk akal, hamba sependapat, Yang Mulia." Patih Rouvin berpendapat, dan disetujui oleh penasehat Evander serta
Putri Aludra yang sudah pergi dari kerajaan, kini ia dan dua orang yang ikut bersamanya menghentikan perjalanan di tepi sungai. Karena merasa dahaga, putri Aludra hendak mengambil air tersebut untuk meredakan rasa dahaganya, namun Adolf cepat-cepat mencegah."Berhenti, Putri! Air sungai ini beracun! Ini adalah sungai hitam yang airnya mematikan." Adolf yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi bahasa yang ada di sekitar, mengatakan hal itu dan putri Aludra mengurungkan niatnya untuk mengambil air sungai menggunakan telapak tangannya.Putri Aludra kemudian berdiri lalu menyapu pandangan melihat sekitar."Adolf, kita akan tinggal di tempat ini mulai sekarang." Tiba-tiba putri Aludra bicara demikian, membuat Adolf dan Miya terkejut.Bukankah tadi Adolf mengatakan sungai itu beracun? Lalu mengapa putri Aludra ingin tinggal di sana? Bagaimana ia bisa minum air yang beracun?Berbagai pertanyaan muncul di benak Adolf dan ibunya."Maaf, Putri, tapi kita bisa mati kehausan jika tinggal di tempa
"Ya, aku berbicara dalam hati tapi kau meresponnya, jadi kau bisa mendengar kata hati?" Adolf mengulang pertanyaan."Aku tidak tahu. Sebelumnya aku tidak bisa mendengar perkataan seseorang yang diucapkan dalam hati," balas putri Aludra yang juga kebingungan.Miya memperhatikan Adolf dan putri Aludra bergantian sambil berbicara di dalam hati. Apa yang terjadi?"Aku pun tidak tahu apa yang terjadi, Ibu Miya," sahut putri Aludra spontan."Ibuku tidak bicara apapun, kau merespon kata hatinya?" tanya Adolf semakin penasaran.Putri Aludra menatap Miya dengan seksama, seolah meminta jawaban apakah benar tapi ia berbicara di dalam hati atau lisan?Miya mengangguk, pertanda mengiyakan ucapan Adolf.Putri Aludra yang masih bingung, tiba-tiba saja ia memekik sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat kemudian terhuyung karena kehilangan keseimbangan.Adolf segera memburu tubuh putri Aludra dan menangkapnya sebelum tubuh itu jatuh ke tanah."Apa yang terjadi, Aludra?" tanya Adolf dengan amat cem
Setelah tiga hari kepergian Panglima Felix dan Tabib Cakara, akhirnya kini mereka kembali. Dan kembalinya mereka disambut meriah oleh seluruh warga negeri Putih karena mereka pulang bersama Putri Aludra.Kabar sembuhnya Putri Aludra dari kutukan seketika menyebar luas, dan semua berbahagia mendengar kabar tersebut.Ratu Cassandra menyambut kepulangan putrinya dengan penuh perasaan bahagia. Air mata bahagia tiada hentinya membanjiri pipi.“Terima kasih banyak atas kebaikan Anda. Aku berhutang nyawa kepada Anda, dan demi membalas kebaikan Anda, aku akan mengerahkan pasukanku untuk mencari keberadaan muridmu yang tidak diketahui keberadaannya. Aku juga akan meminta bantuan kenalanku dari beberapa negeri lain untuk ikut mencari muridmu sampai ia ditemukan,” tutur Raja Arsen panjang, berterima kasih serta berjanji untuk membantu Guru Arkatama menemukan Philip.“Alhamdulillah, aku sangat berterima kasih atas kesediaan Anda untuk membantu mencari keberadaan muridku yang hilang,” balas Guru
Negeri Putih digegerkan dengan ditemukannya seorang pria tak sadarkan diri di perbatasan dengan luka-luka yang tidak bisa dikatakan biasa saja.Atas perintah raja, pria yang ditemukan terluka parah itu dibawa ke istana untuk diberikan pengobatan terbaik. Tabib Cakara bertugas untuk mengobati pria yang terdampar itu.“Bagaimana keadaannya, Tabib?” Raja Arsen turun tangan langsung untuk menanyakan keadaan pria malang itu.“Kondisinya sangat parah, Paduka Raja, luka-lukanya serius. Sepertinya dia baru saja melakukan pertarungan yang hebat,” jelas Tabib Cakara.“Lakukan yang terbaik, Tabib Cakara, siapa pun dia, karena dia terdampar di negeri kita, maka aku menganggap dia adalah warga kita,” titah sang raja.“Baik, Paduka, sesuai perintah Anda.”Baru saja Raja Arsen ingin meninggalkan ruangan, Pamglima Felix masuk membawa berita penting.“Ada apa, Panglima Felix?”“Adolf mengirimkan surat, Paduka Raja,” jawab Panglima Felix sambil menyerahkan sebuah gulungan kecil pada sang saja.“Semoga
Philip panik, fokusnya terbagi antara harus menjaga kendi itu atau harus melakukan sesuatu agar racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama tidak mengenai obat penawar yang dicari.Kutukan Putri Aludra tidak bisa dipatahkan dengan kematian raja Aristama, melainkan hanya bisa dipatahkan dengan obat penawar. Lalu bagaimana jika obat penawar itu tercemar? Maka tidak ada lagi harapan bagi Putri Aludra.Guru Arkatama segera menghampiri Philip, berusaha membantu mengamankan mata air itu. Semakin lama racun itu semakin mendekat ke arah mata air itu, hendak mencemari. Guru Arkatama berusaha menghalau racun namun tidak banyak yang biasa ia lakukan karena racun itu menyatu dengan air, sedangkan air terus mengalir."Guru ... aku rela menukar nyawaku demi obat penawar itu bisa aku lakukan. Selamatkan Aludra, Guru ...."Philip tidak tahu harus bagaimana, ia merasa putus asa, bahkan saat ini dirinya pun mulai merasa lemah karena menghirup racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama terus-menerus. Ditamba
Raja Aristama langsung menyerang Philip tanpa ampun. Philip tidak bisa diam saja. Terpaksa Philip menjauh dari letak matabair itu agar tidak rusak terkena serangan dari sang raja iblis.Philip terus bergerak melakukan perlawanan, sambil terus berpikir keras bagaimana ia bisa menghindari pertemuan dengan Raja Aristama dan mengambil obat penawar itu jika seperti ini terus sedangkan satu raganya yang lain masih disibukkan dengan pertarungan melawan para prajurit pilihan sang raja iblis.Sepertinya Raja Aristama benar-benar ingin menggagalkan rencana Philip, bahkan mungkin ingin membunuh Philip."Kau seharusnya tidak ikut campur, anak muda! Kau menghalangi rencanaku maka kau akan aku habisi!" Ancaman Raja Aristama terdengar mematikan, bersamaan serangan telak yang mengenai Philip hingga pria itu terpental serta muntah darah.Philip memegangi dadanya yang terkena serangan telak, masih sambil terbatuk-batuk pria itu bangun, tidak mau menyerah."Rencanamu yang ingin menghancurkan perdamaian d
"Kau ingin menjadi muridku? Untuk apa? Dalam hal apa?" tanya Guru Arkatama berbondong."Aku ingin belajar tentang keyakinan yang Guru yakini, dan semua hal yang berhubungan dengan itu," balas Putri Aludra.Guru Arkatama terdiam sesaat. "Apa yang membuatmu ingin belajar tentang hal yang kami yakini? Apakah hanya karena Philip semata?" tanya Guru Arkatama dengan tatapan menyelidik.Kini giliran Putri Aludra yang terdiam mendengar pertanyaan Guru Arkatama.Sejujurnya Putri Aludra mulai goyah dan takut ketika Guru Arkatama mengatakan ia dan Philip tidak bisa bersatu karena berbeda keyakinan. Ini kali pertama Putri Aludra merasa jatuh cinta pada seorang pria. Tentu saja Putri Aludra berharap bisa memperjuangkan cintanya. Maka ketika mendengar pernyataan Guru Arkatama, Putri Aludra bertekad harus memperjuangkan Philip apalagi Philip bahkan rela melawan bahaya demi dirinya."Aludra, jangan terlalu terburu-buru, pikirkan dulu baik-baik sebelum kau mengambil keputusan. Karena setiap keputusan
Philip memikirkan baik-baik kemungkinan keberhasilan usaha yang bisa dia lakukan, memperhitungkan segalanya. Mulai dari jarak pendopo dengan laut Perak yang tidak bisa dikatakan dekat, kemudian kedalam laut yang mencapai lebih dari 15.000 meter serta rintangan yang harus dihadapi. Semua itu diperhitungkan oleh Philip hingga terdengar suara sang guru yang menegurnya."Semakin kau banyak berpikir maka waktumu semakin habis. Putuskan, Philip!" seru sang guru."Aku tetap akan maju, Guru!" jawab Philip cepat dan tegas.Guru Arkatama mengulas senyum tipis. "Baik. Gunakan kendi ini sebagai wadah obat yang aku jelaskan tadi. Kau sudah cukup mampu untuk membelah diri, Philip, tapi kau hanya memiliki kesempatan satu kali, jadi pergunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Jangan lupa selalu niatkan semua atas nama Allah. Pergilah, waktu terus berjalan, jangan membuang waktu!"Philip menerima kendi kecil itu, menyimpannya dan tanpa banyak kata ia segera bersiap untuk pergi karena waktu semakin berjal
"Itu merupakan salah satu ibadah di agama kami. Namanya shalat istikharah, di mana kita meminta petunjuk dari Tuhan, agar kita bisa yakin ketika kita dihadapkan pada dua pilihan sulit, maka Tuhan akan memberikan jawaban yang terbaik untuk kaumnya." Guru Arkatama menjelaskan tentang pertanyaan Putri Aludra yang tampak tidak mengerti."Apakah Tuhan akan langsung memberikan jawaban saat kita meminta petunjuk?" tanya Putri Aludra lagi."Tidak secara langsung, namun Tuhan memberikan isyarat. Kami menyebut Tuhan kami dengan Allah.""Apakah aku juga bisa meminta petunjuk pada Tuhan kalian?""Pada dasarnya Tuhan hanya ada satu, namun keyakinan orang berbeda. Dan kuncinya adalah yakin. Jika kau yakin Dewa yang kau sebut Tuhan bisa membantumu, maka mintalah pertolongan Dewa," tutur Guru Arkatama."Maaf, tadi aku mendengar kau menyebut agama, apa itu?" Adolf ikut mengajukan pertanyaan."Agama adalah kepercayaan, kepercayaan kepada Tuhan, seperti yang aku jelaskan tadi. Dan kami memeluk agama Isl
"Bukan Guru yang melakukannya tapi--"Ucapan Philip terhenti ketika satu tangan Guru Arkatama terangkat ke udara. Philip paham bahwa gurunya melarang ia melanjutkan kalimatnya.Bukan hanya Philip saja yang paham isyarat itu, semua orang di sana juga paham, jadi Putri Aludra menunggu saja apakah guru Arkatama akan menjelaskan sesuatu atau tidak."Sebelumnya aku ingin menceritakan sedikit tentang kisahku dengan saudaraku, kakak kandungku." Suara Guru Arkatama terdengar setelah hening beberapa saat."Aku Arkatama, dan kakakku Aristama, kami dididik oleh satu guru yang sama, yaitu ayah kami sendiri. Banyak kemampuan dan ilmu yang diturunkan oleh ayah kami kepada kami. Namun setelah ayah kami wafat, kakakku memilih jalan yang berbeda, dia menempuh aliran hitam. Aku sudah berusaha menyadarkannya untuk kembali jalan yang benar, namun dia sudah terlalu jauh melangkah hingga aku tidak bisa mengejarnya, dia pergi jauh," tutur Guru Arkatama mulai menjelaskan."Kemudian suatu hari dia menantang d
Adolf memperlambat pacuan kudanya ketika dirasa sudah cukup aman, kemudian berhenti diikuti oleh Philip yang juga berhenti."Kalian bisa mendengar suara ombak itu tapi aku tidak mendengar karena tempat itu tertutup ilusi. Namun saat tidak ada lagi kabut ilusi di sana, aku langsung merasakan ombak itu akan segera menghantam kita, itulah mengapa aku menghimbau untuk segera pergi dari sana." Tanpa diminta Adolf sudah langsung menjelaskan, dan ya, dari kejauhan mereka dapat melihat bagaimana air itu melahap daratan."Kita masih belum aman, sebaiknya kita segera pergi dari sini." Philip menginterupsi."Kami belum tahu akan pergi dan tinggal di mana setelah ini. Kami hanya ingin keberadaan kami tidak mengganggu makhluk lain, terutama keberadaanku dengan bau yang menyengat ini," sahut Putri Aludra."Tidak perlu dipikirkan, kalian ikut saja denganku. Guruku pasti akan menerima kedatangan kalian," kata Philip memberi solusi."Kau benar-benar tidak akan melanjutkan perjalanan tugasmu? Kau bisa