"Paduka tidak dapat menemui bangsa unicorn setiap saat, karena bangsa mereka memiliki ritual tertentu dan mereka hanya bisa ditemui bangsa lain dalam waktu tertentu." Patih Rouvin menginterupsi, membuat gerakan sang Raja yang sudah hendak bersiap pergi jadi terhenti.
"Benarkah apa yang kau katakan itu, Patih Rouvin?" Raja Arsen menatap menyelidik ke arah sang Patih."Hamba mengatakan yang sebenarnya, Paduka.""Lalu, kapan kita bisa menemui ratu bangsa unicorn itu, Patih Rouvin? Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Apa kau mau kabar tentang putriku ini menyebar ke seluruh negeri?" Ratu Cassandra yang menyahut.Sebagai seorang ibu tentu saja sang ratu sangat khawatir. Aludra adalah seorang putri raja, bagaimana dia bisa menjalani hidup yang bahagia jika nasibnya seperti sekarang? Terlebih, bagaimana ia bisa mendapat jodoh seorang pangeran nantinya? Adakah pangeran yang bersedia mendampingi putri yang beraroma tidak sedap seperti Aludra? Ya, bahkan pikiran sang ratu sudah begitu jauh sampai memikirkan tentang jodoh putri Aludra di masa depan."Ampun, Permaisuri, hamba tentu tidak ingin kabar itu menyebar luas, semua orang ingin yang terbaik untuk putri Aludra. Tapi hamba khawatir Permaisuri akan kecewa," tutur sang patih lagi."Apa maksudmu, Patih Rouvin? Katakan dengan jelas!""Bangsa unicorn hanya bisa ditemui ketika bulan purnama bulan merah, Permaisuri," tutur Patih Rouvin lugas."Apa? Kau bercanda, bukan?" Sang ratu histeris mendengar penuturan Patih Rouvin."Yang dikatakan Patih Rouvin benar, Permaisuri!" Penasehat Evander ikut angkat bicara, setelah sejak tadi hanya sebagai pendengar setia saja mengikuti alur terjadinya rapat."Jadi itu benar? Lalu bagaimana nasib putriku, Penasehat Evander? Bulan merah baru saja terjadi beberapa hari lalu, dan itu akan terjadi tujuh belas tahun kemudian. Apakah selama tujuh belas tahun ini putriku akan menjalani penderitaan yang ... Ya Dewa! Aku tidak bisa membayangkan itu terjadi pada putriku." Seketika sang ratu terduduk lemas tak berdaya, seakan tulang-tulangnya diloloskan dari raganya."Bangsa unicorn termasuk bangsa yang suci, tidak sembarang orang bisa bertemu dengan bangsa mereka, kecuali mereka yang memiliki hati lembut," kata Penasehat Evander lagi."Lalu bagaimana caranya aku bisa bertemu ratu mereka? Apakah tidak ada cara lain selain menunggu bulan purnama bulan merah?" Raja Arsen pun semakin tak tenang mendengar tutur demi tutur yang dilontarkan sang patih dan juga penasehat kerajaan."Hamba memikirkan sebuah cara, namun aku tidak yakin ini akan berhasil, Paduka.""Katakan! Sekecil apapun keberhasilan yang akan didapatkan, aku tetap akan berusaha dengan maksimal. Aku tidak akan diam saja melihat putriku menderita," pinta sang raja tegas."Paduka pernah dipertemukan dengan bangsa sebelumnya, itu artinya Paduka adalah orang terpilih. Menurut hamba, Paduka bisa melakukan komunikasi dengan ratu unicorn dengan cara meditasi. Dan itu harus dilakukan di lembah Ilusi, tempat pertemuan terakhir Paduka dengan ratu unicorn." Sang penasehat menuturkan pemikirannya."Apakah bisa seperti itu?" Sang raja menanyakan kepastiannya. Bukan meragukan, hanya saja ia telah mendengar pengakuan sang patih dan juga sang penasehat bahwa bangsa unicorn tidak akan mudah ditemui."Kita hanya bisa berusaha dan memohon pada Dewa Yang Agung agar rencana ini berhasil.""Baiklah, aku setuju pada rencanamu, Penasehat Evander. Panglima Felix, atur perjalanan. Aku akan pergi sebelum fajar tiba!" titah sang raja."Baik, Paduka raja!"Panglima Felix undur diri untuk melaksanakan perintah raja Arsen dan rapat pun diakhiri.Sang permaisuri kembali ke kamar putri Aludra yang dijaga oleh pengasuhnya.Mendekati sang putri yang telah tertidur, ratu Cassandra mengusap pipi bayi mungil itu dan menciumnya penuh kasih. Jika orang lain mungkin akan merasa jijik atau mual untuk sekedar mendekati putri Aludra yang berbau tidak sedap ketika malam hari, namun tidak bagi ratu Cassandra. Wanita yang dikenal sebagai ratu dengan hati yang lembut itu memperlakukan putri Aludra seperti seharusnya, menyayangi dengan sepantasnya."Kau boleh pergi, Miya, aku ingin tidur berdua saja dengan putriku. Aku akan mengurus putriku," titah sang ratu pada pengasuh putri Aludra."Baik, Permaisuri, hamba undur diri."Ratu Cassandra membelai pipi putrinya. Dengan perasaan terluka sang ratu menatap putri mungilnya itu, hingga tanpa sadar air mata menetes dari sudut mata wanita itu."Putriku, ibu dan ayah tidak akan tinggal diam. Kami akan berusaha sebaik mungkin agar kau bisa sembuh, agar kutukan itu runtuh." Ratu Cassandra berbicara sambil terus memandangi putrinya. Lalu tiba-tiba bibir putri mungilnya itu terangkat, membentuk sebuah senyum yang amat cantik. Ya, bayi itu tersenyum dengan mata yang terpejam.Ratu Cassandra ikut tersenyum, gemas melihat sang putri tersenyum. Hatinya terasa sejuk. Sesaat perasaan cemasnya terganti oleh perasaan hangat menyelimuti.Ratu Cassandra merasa, arti senyum sang putri adalah sebuah penerimaan."Jadilah gadis yang berhati baik, Putriku. Ibu yakin kau akan tumbuh menjadi wanita yang hebat." Usai mengucapkan kalimat itu, ratu Cassandra mengecup kening putri Aludra kemudian berbaring di sisi sang putri."Selamat malam, Putriku."***Dini hari Raja Arsen mendatangi kamar putrinya untuk memberitahu sang permaisuri bahwa dirinya harus segera pergi ke lembah Ilusi, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.Raja Arsen mendekati sang permaisuri yang tengah menimang putri mereka yang kebetulan tengah terjaga ketika Sang Raja masuk ke ruangan tersebut."Biarkan aku menggendongnya," pinta raja Arsen mengambil alih putrinya dari gendongan ratu Cassandra."Dia seperti tahu kau akan pergi, hingga dia tidak tenang saat tidur dan kemudian terbangun," ujar ratu Cassandra."Putriku ternyata sangat peka. Aku bisa merasakan bahwa dia adalah gadis berhati lembut seperti dirimu, Permaisuriku," puji raja Arsen yang juga merupakan sebuah doa untuk putrinya.Rau Cassandra tersenyum simpul, merasa tersanjung."Apa kau sudah akan pergi, Suamiku?""Benar, Panglima Felix dan pasukannya sudah menunggu. Tapi sebelum aku pergi aku ingin menemui putri kita dan menyampaikan bahwa aku sangat mencintainya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi—""Kau akan baik-baik saja, Suamiku. Kau tidak pergi berperang, kau hanya meminta keadilan, jadi kau harus kembali dengan selamat." Ratu Cassandra menyela ucapan sang raja.Raja Arsen membuang napas panjang. "Aku tidak pernah merasa takut sekali pun aku akan pergi ke medan perang yang sangat berbahaya, namun kali ini aku sangat merasa takut. Bagaimana jika aku gagal? Aku tidak sanggup jika aku harus menyaksikan putri kita menderita sepanjang hidupnya.""Kau tidak boleh bicara seperti itu, Suamiku. Lihatlah, putri kita tersenyum, dia sama sekali tidak merasa menderita. Dia gadis yang baik. Dia mampu menerima cobaan yang menimpanya, Dewa menyayangi putri kita."Melihat putri Aludra tersenyum, entah mengapa sang raja tak kuasa untuk tidak tersenyum."Putriku, ayah akan berusaha semampu ayah untuk mematahkan kutukan itu. Ayah akan berusaha yang terbaik untukmu. Kau harus dengarkan ayah, jadilah gadis penurut, kau tidak boleh merepotkan ibumu selagi ayah pergi. Ayah mencintaimu," tutur raja Arsen kemudian mengecup kening putri Aludra cukup lama seolah menyalurkan rasa sayangnya."Aku harus segera pergi," lanjut sang raja."Berikan padaku. Bergegaslah, jangan membuat mereka terlalu lama menunggu. Ayo, aku dan putri kita akan mengantar kepergianmu.""Kalian di dalam saja, di luar terlalu dingin.""Jangan halangi niatku, Suamiku.""Baiklah, ayo." Sang raja akhirnya mengalah, membiarkan saja ratu Cassandra membawa putri Aludra untuk melepas kepergiannya.Rombongan raja Arsen memacu kuda dengan kecepatan penuh. Lokasi lembah Ilusi yang jauh dari negeri Putih membuat rombongan membutuhkan waktu yang cukup panjang, dan raja Arsen ingin sampai di lembah Ilusi sebelum matahari kembali terbenam. Menurut patih Rouvin, waktu yang memungkinkan raja Arsen bisa bertemu dengan ratu Penelope adalah saat-saat terbenamnya matahari.Patih Rouvin bertanggung jawab penuh di kerajaan selama sang raja melakukan perjalanan bersama panglima Felix dan beberapa prajurit pilihan. Penasehat Evander bertugas mendampingi patih Rouvin dan diberikan tanggung jawab untuk memberikan keputusan jika terjadi sesuatu hal yang diluar dugaan. Dua orang kepercayaan raja Arsen itu tidak pernah mengecewakan."Panglima Felix, kau sudah memastikan perjalanan kita aman, bukan? Aku tidak mau terjadi hambatan yang berarti sehingga membuat perjalanan kita tertunda. Aku tidak bisa menunda sedetik pun untuk menyelamatkan putriku, kau paham!" seru sang raja di sela kegiatannya menungg
Panglima Felix terpaksa meninggalkan raja Arsen sendiri di lembah Ilusi, mematuhi perintah sang raja untuk membawa rombongan kembali pulang ke istana negeri Putih.Para kuda putih yang menjadi tunggangan warga kerajaan negeri Putih telah memasuki gerbang istana. Tergopoh ratu Casandra berlari menemui rombongan yang baru saja kembali, namun wajahnya seketika suram ketika menyadari tidak ada sang suami di antara rombongan tersebut."Panglima Felix, di mana paduka raja?" Pertanyaan itu langsung dilancarkan sang ratu pada panglima Felix selaku pimpinan rombongan."Ampun, Ratu, paduka raja telah bersumpah untuk tetap tinggal di lembah Ilusi sampai ratu bangsa unicorn bersedia mencabut kutukan yang diderita tuan putri Aludra." Panglima Felix menjelaskan."Apa maksudmu, Panglima Felix!" Ratu Cassandra nampak shock.Panglima Felix hendak menjelaskan lebih lanjut, namun Patih Rouvin buru-buru mencegah."Tahan! Sebaiknya kita bicarakan ini di ruang rapat saja," ujar sang Patih."Patih Rouvin ben
"Apa yang terjadi pada putriku, Miya!"Ratu Cassandra menghampiri sang putri yang berada di atas tempat tidur dengan mata terpejam.Tak lama kemudian patih Rouvin, penasehat Evander, dan panglima Felix sampai di kamar putri Aludra, ikut menyusul sang ratu untuk memastikan apa yang terjadi pada putri Aludra."Ampun, Paduka ratu. Hamba tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika hamba menidurkan tuan putri di atas tempat tidur tiba-tiba saja sebuah asap kehitaman menguap keluar dari tubuhnya dan tuan putri menangis hebat. Namun tak lama asap itu kembali masuk ke dalam tubuh tuan putri seiring matanya yang tertutup."Ratu Cassandra membekap mulut manahan suara tangisnya. Ia kini semakin terguncang."Apa yang terjadi pada putriku ...." Pertanyaan itu keluar dari mulut sang ratu begitu saja.Panglima Felix memburu tubuh putri Aludra dan meneliti kondisi bayi kecil itu."Denyut nadi tuan putri sangat lemah, kita harus segera melakukan pertolongan," ujar panglima Felix kemudian berjalan ke
"Aku hanya ingin membuat raja Arsen mengerti bahwa keberadaannya di lembah Ilusi tidak akan membuahkan hasil apapun, karena aku pun tidak bisa menghapus kutukan itu."Ratu Penelope terlihat tidak tenang ketika mengucapkan kalimatnya, sedangkan Raja Eros terlihat berpikir sangat serius untuk mengabulkan permintaan sang permaisuri. Snag raja merasa khawatir kemarahan sang istri kembali tersulut jika berhadapan dengan Raja Arsen, sebab sejak kehilangan sang putri tercinta ratu Penelope menjadi lebih emosional."Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi, Raja, izinkan aku menemui raja Arsen. Tidak akan ada kemarahan, aku hanya ingin bicara pada raja Arsen sebagai seorang ibu, itu saja."Melihat sang raja yang masih saja diam, ratu Penelope kembali melontarkan kalimatnya."Baiklah, aku mengizinkan. Aku yakin kau tidak akan melanggar janji, Permaisuriku.""Terima kasih, Raja."Raja Eros merentangkan tangannya kemudian Ratu Penelope menghambur memeluk sang suami lalu diusapnya rambut
"Aku memang merasa sangat kehilangan putriku, aku merasa terpukul, namun aku tidak ingin hidup dalam kebencian dan rasa dendam. Diluar itu, aku pun ingin memberimu pelajaran, jadi beri aku waktu sampai putrimu berusia tujuh belas tahun, agar aku bisa mensucikan hatiku dari perasaan marah. Setelah itu aku akan mencabut kutukan yang aku berikan pada putrimu." Ratu Penelope memberikan penjelasan yang cukup panjang.Raja Arsen tentu saja merasa terbantu dan merasa sedikit lebih lega, namun tujuh belas tahun? Apakah selama tujuh belas tahun putri Aludra harus menanggung kutukan itu dan menjalani hari dengan derita? Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang sebentar."Aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatimu, Ratu, namun tujuh belas tahun, apakah tidak terlalu lama? Maksudku, itu artinya putriku harus menghadapi harinya dengan penuh cemooh selama tujuh belas tahun? Aku tidak tega melihatnya, Ratu ...." Raja Arsen langsung berlutut begitu saja di hadapan ratu Penelope, berharap ratu dari
"Aku sudah melakukan banyak cara dan banyak penelitian, tapi tidak satupun usahaku yang membuahkan hasil. Aku tidak bisa menemukan apapun. Kekuatan itu sangat besar, dan aku tidak bisa menembusnya." Tabib Cakara menjelaskan demikian untuk menjawab pertanyaan yang diajukan padanya mengenai kemajuannya dalam upaya menyelamatkan sang putri raja."Kau tidak pernah gagal, Tabib Cakara, lalu kali ini?" Panglima Felix seolah tak percaya dengan penjelasan tabib."Aku tidak mengatakan aku gagal, hanya saja aku belum berhasil mendeteksi penyakit apa yang di derita tuan putri Aludra, dan aku pun tidak bisa mendeteksi kekuatan jahat yang menyerangnya berasal dari mana. Tapi aku pastikan itu bukan berasal dari bangsa unicorn," jelas tabib Cakara lagi."Jadi maksudmu ada pihak lain yang juga ingin mencelakakan tuan putri Aludra, begitu?" tanya penasehat Evander."Siapa? Raja orang yang baik, beliau bahkan sering mengulurkan tangan untuk membantu siapapun yang membutuhkan, memangnya siapa yang beran
Raja Arsen kembali melakukan meditasi setelah raja dan ratu bangsa unicorn pergi meninggalkannya.Kalimat ratu dan raja bangsa unicorn yang mengatakan bahwa tempat itu sudah tidak ramah lagi untuknya, kini terngiang di benaknya, namun raja Arsen tidak berniat untuk mundur ataupun menyerah.Hingga tiba-tiba sebuah angin besar bergelung dan mencoba mengacaukan meditasi yang dilakukan oleh raja Arsen. Raja dari negeri Putih itu ingin mengirimkan berita bahwa ratu Penelope telah memberikan keringanan untuk kutukan yang diderita putrinya, namun serangan angin itu semakin mata hingga meditasinya terganggu.Angin itu semakin brutal menyerang raja Arsen hingga mau tidak mau sang raja menghentikan meditasinya kemudian bergerak melawan gelungan angin yang sejak tadi menyerangnya.Kekuatan angin itu kian bercampur dengan kekuatan es hingga bisa serangan yang diluncurkan bisa menyebabkan kerusakan fatal pada bagian-bagian tubuh yang tepat terkena serangan.Raja Arsen dengan kemampuan bertarungnya
Tujuh belas tahun telah berlalu dan selama tujuh belas tahun pula putri Aludra harus hidup dengan kutukannya. Berat? Tentu saja, namun putri Aludra tidak menyalahkan siapapun atas apa yang menimpa dirinya.Tidak banyak orang yang mau berteman dengan putri Aludra, baik itu warga istana maupun rakyat biasa, semua terkesan mengucilkan sang putri raja dan juga mencibir sana-sini, apalagi semakin hari bau busuk yang berasal dari tubuh sang putri semakin menyengat, bagaikan bangkai yang kian membusuk, namun sekali lagi hati bersih putri Aludra tidak membenci satu orang pun.Hanya Adolf dan Miya yang selalu setia mendampingi putri Aludra. Mereka sama sekali tidak terusik dengan aroma busuk yang menyengat itu. Adolf sangat melindungi putri Aludra, sedangkan Miya pun sangat menjaga putri raja yang dirawatnya sejak bayi tersebut.Hari ini usianya genap tujuh belas tahun, dan malam ini raja Arsen mengadakan pesta ulang tahun sang putri semata wayangnya itu.Sejak kelahiran Aludra yang kurang ber
Setelah tiga hari kepergian Panglima Felix dan Tabib Cakara, akhirnya kini mereka kembali. Dan kembalinya mereka disambut meriah oleh seluruh warga negeri Putih karena mereka pulang bersama Putri Aludra.Kabar sembuhnya Putri Aludra dari kutukan seketika menyebar luas, dan semua berbahagia mendengar kabar tersebut.Ratu Cassandra menyambut kepulangan putrinya dengan penuh perasaan bahagia. Air mata bahagia tiada hentinya membanjiri pipi.“Terima kasih banyak atas kebaikan Anda. Aku berhutang nyawa kepada Anda, dan demi membalas kebaikan Anda, aku akan mengerahkan pasukanku untuk mencari keberadaan muridmu yang tidak diketahui keberadaannya. Aku juga akan meminta bantuan kenalanku dari beberapa negeri lain untuk ikut mencari muridmu sampai ia ditemukan,” tutur Raja Arsen panjang, berterima kasih serta berjanji untuk membantu Guru Arkatama menemukan Philip.“Alhamdulillah, aku sangat berterima kasih atas kesediaan Anda untuk membantu mencari keberadaan muridku yang hilang,” balas Guru
Negeri Putih digegerkan dengan ditemukannya seorang pria tak sadarkan diri di perbatasan dengan luka-luka yang tidak bisa dikatakan biasa saja.Atas perintah raja, pria yang ditemukan terluka parah itu dibawa ke istana untuk diberikan pengobatan terbaik. Tabib Cakara bertugas untuk mengobati pria yang terdampar itu.“Bagaimana keadaannya, Tabib?” Raja Arsen turun tangan langsung untuk menanyakan keadaan pria malang itu.“Kondisinya sangat parah, Paduka Raja, luka-lukanya serius. Sepertinya dia baru saja melakukan pertarungan yang hebat,” jelas Tabib Cakara.“Lakukan yang terbaik, Tabib Cakara, siapa pun dia, karena dia terdampar di negeri kita, maka aku menganggap dia adalah warga kita,” titah sang raja.“Baik, Paduka, sesuai perintah Anda.”Baru saja Raja Arsen ingin meninggalkan ruangan, Pamglima Felix masuk membawa berita penting.“Ada apa, Panglima Felix?”“Adolf mengirimkan surat, Paduka Raja,” jawab Panglima Felix sambil menyerahkan sebuah gulungan kecil pada sang saja.“Semoga
Philip panik, fokusnya terbagi antara harus menjaga kendi itu atau harus melakukan sesuatu agar racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama tidak mengenai obat penawar yang dicari.Kutukan Putri Aludra tidak bisa dipatahkan dengan kematian raja Aristama, melainkan hanya bisa dipatahkan dengan obat penawar. Lalu bagaimana jika obat penawar itu tercemar? Maka tidak ada lagi harapan bagi Putri Aludra.Guru Arkatama segera menghampiri Philip, berusaha membantu mengamankan mata air itu. Semakin lama racun itu semakin mendekat ke arah mata air itu, hendak mencemari. Guru Arkatama berusaha menghalau racun namun tidak banyak yang biasa ia lakukan karena racun itu menyatu dengan air, sedangkan air terus mengalir."Guru ... aku rela menukar nyawaku demi obat penawar itu bisa aku lakukan. Selamatkan Aludra, Guru ...."Philip tidak tahu harus bagaimana, ia merasa putus asa, bahkan saat ini dirinya pun mulai merasa lemah karena menghirup racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama terus-menerus. Ditamba
Raja Aristama langsung menyerang Philip tanpa ampun. Philip tidak bisa diam saja. Terpaksa Philip menjauh dari letak matabair itu agar tidak rusak terkena serangan dari sang raja iblis.Philip terus bergerak melakukan perlawanan, sambil terus berpikir keras bagaimana ia bisa menghindari pertemuan dengan Raja Aristama dan mengambil obat penawar itu jika seperti ini terus sedangkan satu raganya yang lain masih disibukkan dengan pertarungan melawan para prajurit pilihan sang raja iblis.Sepertinya Raja Aristama benar-benar ingin menggagalkan rencana Philip, bahkan mungkin ingin membunuh Philip."Kau seharusnya tidak ikut campur, anak muda! Kau menghalangi rencanaku maka kau akan aku habisi!" Ancaman Raja Aristama terdengar mematikan, bersamaan serangan telak yang mengenai Philip hingga pria itu terpental serta muntah darah.Philip memegangi dadanya yang terkena serangan telak, masih sambil terbatuk-batuk pria itu bangun, tidak mau menyerah."Rencanamu yang ingin menghancurkan perdamaian d
"Kau ingin menjadi muridku? Untuk apa? Dalam hal apa?" tanya Guru Arkatama berbondong."Aku ingin belajar tentang keyakinan yang Guru yakini, dan semua hal yang berhubungan dengan itu," balas Putri Aludra.Guru Arkatama terdiam sesaat. "Apa yang membuatmu ingin belajar tentang hal yang kami yakini? Apakah hanya karena Philip semata?" tanya Guru Arkatama dengan tatapan menyelidik.Kini giliran Putri Aludra yang terdiam mendengar pertanyaan Guru Arkatama.Sejujurnya Putri Aludra mulai goyah dan takut ketika Guru Arkatama mengatakan ia dan Philip tidak bisa bersatu karena berbeda keyakinan. Ini kali pertama Putri Aludra merasa jatuh cinta pada seorang pria. Tentu saja Putri Aludra berharap bisa memperjuangkan cintanya. Maka ketika mendengar pernyataan Guru Arkatama, Putri Aludra bertekad harus memperjuangkan Philip apalagi Philip bahkan rela melawan bahaya demi dirinya."Aludra, jangan terlalu terburu-buru, pikirkan dulu baik-baik sebelum kau mengambil keputusan. Karena setiap keputusan
Philip memikirkan baik-baik kemungkinan keberhasilan usaha yang bisa dia lakukan, memperhitungkan segalanya. Mulai dari jarak pendopo dengan laut Perak yang tidak bisa dikatakan dekat, kemudian kedalam laut yang mencapai lebih dari 15.000 meter serta rintangan yang harus dihadapi. Semua itu diperhitungkan oleh Philip hingga terdengar suara sang guru yang menegurnya."Semakin kau banyak berpikir maka waktumu semakin habis. Putuskan, Philip!" seru sang guru."Aku tetap akan maju, Guru!" jawab Philip cepat dan tegas.Guru Arkatama mengulas senyum tipis. "Baik. Gunakan kendi ini sebagai wadah obat yang aku jelaskan tadi. Kau sudah cukup mampu untuk membelah diri, Philip, tapi kau hanya memiliki kesempatan satu kali, jadi pergunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Jangan lupa selalu niatkan semua atas nama Allah. Pergilah, waktu terus berjalan, jangan membuang waktu!"Philip menerima kendi kecil itu, menyimpannya dan tanpa banyak kata ia segera bersiap untuk pergi karena waktu semakin berjal
"Itu merupakan salah satu ibadah di agama kami. Namanya shalat istikharah, di mana kita meminta petunjuk dari Tuhan, agar kita bisa yakin ketika kita dihadapkan pada dua pilihan sulit, maka Tuhan akan memberikan jawaban yang terbaik untuk kaumnya." Guru Arkatama menjelaskan tentang pertanyaan Putri Aludra yang tampak tidak mengerti."Apakah Tuhan akan langsung memberikan jawaban saat kita meminta petunjuk?" tanya Putri Aludra lagi."Tidak secara langsung, namun Tuhan memberikan isyarat. Kami menyebut Tuhan kami dengan Allah.""Apakah aku juga bisa meminta petunjuk pada Tuhan kalian?""Pada dasarnya Tuhan hanya ada satu, namun keyakinan orang berbeda. Dan kuncinya adalah yakin. Jika kau yakin Dewa yang kau sebut Tuhan bisa membantumu, maka mintalah pertolongan Dewa," tutur Guru Arkatama."Maaf, tadi aku mendengar kau menyebut agama, apa itu?" Adolf ikut mengajukan pertanyaan."Agama adalah kepercayaan, kepercayaan kepada Tuhan, seperti yang aku jelaskan tadi. Dan kami memeluk agama Isl
"Bukan Guru yang melakukannya tapi--"Ucapan Philip terhenti ketika satu tangan Guru Arkatama terangkat ke udara. Philip paham bahwa gurunya melarang ia melanjutkan kalimatnya.Bukan hanya Philip saja yang paham isyarat itu, semua orang di sana juga paham, jadi Putri Aludra menunggu saja apakah guru Arkatama akan menjelaskan sesuatu atau tidak."Sebelumnya aku ingin menceritakan sedikit tentang kisahku dengan saudaraku, kakak kandungku." Suara Guru Arkatama terdengar setelah hening beberapa saat."Aku Arkatama, dan kakakku Aristama, kami dididik oleh satu guru yang sama, yaitu ayah kami sendiri. Banyak kemampuan dan ilmu yang diturunkan oleh ayah kami kepada kami. Namun setelah ayah kami wafat, kakakku memilih jalan yang berbeda, dia menempuh aliran hitam. Aku sudah berusaha menyadarkannya untuk kembali jalan yang benar, namun dia sudah terlalu jauh melangkah hingga aku tidak bisa mengejarnya, dia pergi jauh," tutur Guru Arkatama mulai menjelaskan."Kemudian suatu hari dia menantang d
Adolf memperlambat pacuan kudanya ketika dirasa sudah cukup aman, kemudian berhenti diikuti oleh Philip yang juga berhenti."Kalian bisa mendengar suara ombak itu tapi aku tidak mendengar karena tempat itu tertutup ilusi. Namun saat tidak ada lagi kabut ilusi di sana, aku langsung merasakan ombak itu akan segera menghantam kita, itulah mengapa aku menghimbau untuk segera pergi dari sana." Tanpa diminta Adolf sudah langsung menjelaskan, dan ya, dari kejauhan mereka dapat melihat bagaimana air itu melahap daratan."Kita masih belum aman, sebaiknya kita segera pergi dari sini." Philip menginterupsi."Kami belum tahu akan pergi dan tinggal di mana setelah ini. Kami hanya ingin keberadaan kami tidak mengganggu makhluk lain, terutama keberadaanku dengan bau yang menyengat ini," sahut Putri Aludra."Tidak perlu dipikirkan, kalian ikut saja denganku. Guruku pasti akan menerima kedatangan kalian," kata Philip memberi solusi."Kau benar-benar tidak akan melanjutkan perjalanan tugasmu? Kau bisa