Romantisme Lerina Dan HanAaa... Han mengeluarkan sendawanya karena kenyang, Lerina menatapnya tersenyimlalu mereka tertawa bersama, seolah itu hal yang lucu.Han sangat bersemangat hingga menghabiskan banyak daging, mereka juga memesan bir sebagai teman minumnya.Tapi, bukan Han namanya kalau membiarkan istrinya meminum bir itu. "Eittt, kamu tidak boleh meminumnya." Han menarik gelas dari tangan Lerina."Oh, Han, ayolah! Sedikit saja." Lerina memelas.Han menggerakkan telunjuknya pertanda tidak mengizinkan Lerina meminumnya, "Kau masih menyusui," katanya. Han tidak akan mengambil resiko dengan mengizinkan istrinya ikut meminum bir."Itu tidak berpengaruh. Ayolah, sedikit saja!" Lerina memelas sangat ingin merasakan minuman itu."Tetap tidak boleh, Sayang," tekan Han.Lerina mencebik kesal."Dasar pelit!" rutuknya. Han tidak peduli, dia malah tertawa dan kembali menikmati hidangan daging panggang di hadapannya. Diam-diam Lerina memperhatikannya dengan senyuman, dia begitu lahap me
Jangan Pura-Pura Tidak Tahu Jinli baru saja kembali dari apotik, Han menyuruhnya membeli obat yang di resepkan oleh Dokter Ferihana tadi. Lerina segera memberikannya pada Rain.Setelah beberapa saat bayi itu akhirnya tertidur kembali. Ia bernapas lega, baru saja sehari bekerja kini ia harus kembali berada di rumah menjaga bayinya."Sayang, dia itu ...," ucap Han menggantung."Kekasihmu saat di sekolah?" Lerina memotong ucapan Han.Setelah kepulangan Dokter Ferihana, Lerina enggan menatap Han, dia teramat kesal dengan suaminya itu."Tidak, kami, kami hanya berteman," sangkal Han, namun karena ia terlihat gugup. Lerina jadi curiga. "Berteman, tapi menyimpan perasaan?" tandas Lerina. "Apa maksudmu? Aku tidak pernah menyukai perempuan manapun selain dirimu, Sayang." Han menghampiri Lerina yang tetap fokus memisah-misahkan baju Rain di tempatnya. "Kenapa Kau tidak menjawab pertanyaannya tadi?" sengit Lerina yang terlihat masih kesal."Bukankah Kau sudah menjawabnya?" Han balik bertany
Lepaskan Daddyku! Dokter Ferihana bertanya pada pelayan di rumah itu, kemana Han pergi. Pelayan itu menunjuk ke arah taman."Han!"Han cukup terkejut mendengar namanya di sebut. Ia menoleh sekilas. "Setelah sekian lama, akhirnya kita bertemu lagi," ucapnya setelah berdiri tepat di samping Han.Han tidak menanggapi, tatapannya fokus ke depan dengan kedua tangan berada di dalam saku celana."Han, aku benar-benar bahagia saat ini," katanya lagi. Ia tidak menyerah untuk mengajak Han bicara."Dokter Ferihana, Bisa Kau tinggalkan aku?" Suara Han terdengar dingin. Ferihana merasa kalau Han tidak merindukannya, seketika ia menjadi sedih. Padahal mereka tidak pernah bertemu setelah Han pergi keluar negeri. "A-aku hanya ingin menanyakan sesuatu, Han." Ia enggan untuk beranjak.Han membalik tubuhnya dan menatap Ferihana dengan tajam, "Jangan membuat istriku salah paham," jelas Han agar Ferihana mengerti dan pergi dari sini. Ferihana tersenyum masam, " aku sudah meminta izin padanya," jawabny
Kenyataan Yang Di Sembunyikan Rivera Begitu sampai di rumah, Antonio langsung turun dan masuk ke dalam, tanpa menunggu Rivera yang sedikit kesulitan untuk turun.Jangankan membantu untuk turun, melirik Rivera pun ia tidak sudi. HufffttIa menahan napas setelah berhasil turun melangkah perlahan ke dalam, pelan-pelan menaiki anak tangga, sampai di kamar ia melihat Antonio sudah berbaring di atas tempat tidur. Rivera mengambil baju tidurnya dan mengganti baju yang terasa kurang nyaman di pakainya. Ia mencuci kaki dan menggosok gigi sebelum tidur.Rivera menyandarkan bobotnya di headboard ranjang karena belum mengantuk. Ia mengambil novel yang ada di nakas. Rivera kembali turun dan pindah ke sofa membaca novel yang belum selesai. Antonio berbalik gelisah, sedari tadi ia hanya memejamkan mata tanpa tidur. Ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, ia memutuskan untuk bangkit, mengambil jaketnya lalu menyambar kunci mobil di atas nakas. Rivera menghentikan bacaannya,
Penyesalan AntonioTak ada yang bisa di lakukan oleh Antonio selain menyesali sikap buruknya selama ini terhadap Rivera.Ia dengan setia menungguinya hingga tersadar dari tidur lelapnya. Ia menatap nanar wajah Rivera yang masih terpejam. Antonio meraih tangan itu lalu mengecupnya.Rivera mengerjapkan matanya pelan, menyesuaikan cahaya putih yang cukup menyilaukan mata. Setelah matanya terbuka, ia mencoba mengingat semua, ia cukup sadar sedang terbaring di brankar rumah sakit saat ini. Rivera sudah menduga hal ini akan terjadi cepat atau lambat."Kau sudah bangun?" Rivera sungguh tidak salah dengar? Ia menoleh kesamping, terlihat Antonio sedang menatapnya sambil tersenyum.Dengan cepat Rivera menarik tangannya, "Sedang apa Kau disini?"Antonio tidak terkejut, dia sudah menduga pertanyaan itu, "Tentu saja menjaga istriku," jawabnya enteng.HahRivera terperangah. Mungkin Antonio salah memakan sesuatu hingga otaknya bergeser ke kanan."Kata dokter Kau harus makan sebelum meminum obat.
Bertemu LerinaPasangan suami istri yang sedang berada di negeri singa itu, begitu senang mendengar laporan dari pelayan yang baru saja mengatakan tentang hubungan Rivera dan Antonio yang terlihat bahagia."Tuan muda selalu menghabiskan waktu di rumah, jarang sekali ke kantor, Nyonya," lapor pelayan itu di telepon. "Benarkah?" Esme rasanya masih tidak percaya, secepat ini Antonio luluh? "Tapi ada yang aneh dengan Tuan, Nyonya," tambahnya lagi."Apa yang aneh?" Esme mengerutkan keningnya."Tentang makanan Nyonya muda, Tuan yang mengatur menu makanan Nyonya Rivera," lapor pelayan itu lagi."Aaahh, memang aneh, tapi menurutku itu bagus. Baiklah, terus laporkan padaku apa yang terjadi disana, okey?""Baik, Nyonya," jawab pelayan itu.Nyonya Esme menutup panggilan dan meletakkan benda berbentuk pipih persegi itu di atas meja."Apa Kau akan kembali kesana?" Tommy tiba-tiba memeluknya dari belakang. Entah sejak kapan suaminya berada di sana. Esme tersenyum dan menyentuh tangan yang meling
Akulah Istrinya! Rivera melepas seatbelt dari tubuhnya setelah mobil range rover milik Dimitri tiba di depan gerbang pagar rumah Antonio."Terimakasih Tuan Dimitri atas kebaikan hati Anda." Rivera mengucapkan terimakasih seraya tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya. Dimitri dapat melihat dengan jelas bahwa Rivera masih terlihat pucat dan tidak sehat meski suasana mobil tidak terlalu terang.Dimitri mengangguk. Rivera membuka pintu mobil dan keluar dari dalam, dia berdiri untuk melihat Dimitri pergi, tapi pria itu malah membuka kaca mobilnya."Jaga kesehatan!" ucapnya sebelum berlalu. Rivera mengangguk lalu melambaikan tangan sampai mobil itu berlalu."Nyonya muda!" Security datang menghampiri Rivera, ia mengambil alih barang belanjaan dari tangan Rivera.Antonio berjalan menuruni tangga, dia berada di atas tadi saat Rivera turun dari mobil, hanya dia tak melihat siapa yang mengantar istrinya tersebut dan Antonio tidak peduli. "Kau dari mana saja? Kenapa tak menghubungiku.
Perhatian DimitriDimitri cukup terkejut mendengar cerita dari Rivera tentang kehidupan mereka dengan Antonio yang mencintai istri dari sepupunya sendiri.Rivera yang terbawa perasaan mengusap air matanya perlahan, "Harusnya aku tidak bercerita dengan orang asing, maaf!" ucapnya sedikit serak.Dimitri menghela napas dalam, "Pasti sangat sulit untukmu saat ini." Ia cukup cepat memahami inti dari kisah Rivera tersebut.Rivera tidak menyangkalnya, "Semua sudah terjadi, aku bersedia menikah dengannya karena anak yang kukandung ini, setidaknya setelah aku pergi keluarga Antonio menerimanya." Rivera mengusap perutnya yang sudah berusia delapan bulan.Dimitri begitu kasihan."Apa alasanmu tidak mau menjalani pengobatan? Sebagai seorang dokter tentu Kau lebih tahu, kecuali Kau sudah putus asa karena Antonio."Rivera sontak mengangkat kepalanya, Dimitri tahu perasaannya."Aku tidak ingin mengambil resiko, anakku harus lahir sempurna, untuk itulah aku tidak menjalanai pengobatan, hanya mengk