Good Boy! Sepeninggal Dimitri dan keluarganya, mereka berembuk untuk memilih keputusan apa yang harus di ambil."Memberi saham dua puluh persen, sangat tidak tahu diri, dia hanya anak selingkuhan." Komentar salah satu sepupu Dimitri."Ya, apa lagi istrinya, berlagak seperti orang hebat, hanya pemilik butik saja sudah sombong." Nyatanya memang beginilah mereka menghujat di belakang Dimitri."Kehilangan dua puluh persen lebih baik dari pada kehilangan semuanya." Nyonya Winter mengutarakan pendapatnya."Itu artinya, ibu mengizinkan Dimitri memiliki dua puluh persen?" protes Dominic yang selalu iri dengan Dimitri."Hanya anak dari wanita selingkuhan, dia pikir dia siapa?" Mulut Ruby ikut menyahut.Nyonya Winter memijit pelipisnya. Dia tahu keluarganya tidak rela bila Dimitri ikut menikmati hasil dari perusahaan keluarga, tetapi dia bisa apa, karena, hanya Dimitrilah yang mampu memajukan perusahaan itu."Kakak, berikan pendapatmu!" Dia, bertanya pada kakak iparnya."Aku lebih mem
Akan Ku Rusak Istrimu! Hubungan yang semakin dekat dan saling membutuhkan membuat Patricia bahagia. Tidak salah ia memilih Dimitri sebagai ayah dari Felix.Patricia membantu Bi Minnie di dapur, semenjak melahirkan dia nyaris tidak pernah ke butik, hanya sesekali saja seraya melihat keadaan. Patricia masih aktif menggambar di rumah, meski tidak seperti biasanya.Dia harus membagi waktu dengan putranya.Hari ini Dimitri akan kembali ke perusahaan keluarganya. Saat pria itu keluar dari dalam kamar mandi stelan baju kemeja dan celana sudah tersedia di atas ranjang.Dimitri mulai mengenakannya, di liriknya Felix yang masih terlelap di dalam boxBayinya tidur dengan posisi telentang. Dia sangat menggemaskan.Dimitri keluar untuk sarapan. Bi Minnie segera mengatur hidangan di atas meja."Kau sudah selesai?"Hem"Tunggu sebentar, ini belum matang," ucap Patricia yang berdiri di dekat lemari pemanggang.Terdengar suara tangisan dari kamar, Patrcia tersentak."Biar aku saja," kata, Dimi
Tidak Apa-Apa Felix Punya Adik Sesuai permintaan, saham dua puluh persen sudah menjadi milik Dimitri dan di buat atas nama Patricia. Dia datang ke perusahaan untuk menandatanganinya."Setelah ini mau ke mana?" Dimitri bertanya pada istrinya. Kini tinggal mereka berdua di dalam ruangannya."Ke rumah besar, kakak dan kakak ipar akan tiba, mereka akan langsung ke rumah dan tinggal di sana."Dimitri melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia kemudian menekan tombol di meja.Tidak berapa lama, "Tuan memanggil saya!" Sekretarisnya datang bertanya."Undur rapat sampai sore, saya memiliki urusan yang sangat penting," kata Dimitri."Baik Tuan!" Sekretaris tersebut undur diri."Ayo, aku akan mengantarmu!" ajak Dimitri seraya berdiri.Patricia senang bukan main, Dimitri mulai memprioritaskan dirinya. Ia pun beranjak dan mengikuti langkah suaminya.Mereka meluncur menuju rumah lama Patricia dan Harry, ternyata hal itu di rekam oleh seseorang dan di kirim pada Dominic."Kita
Merasa Di Ikuti "Nyonya, Keluarga Wilson ingin bertemu secara langsung," ucap Evalina di telpon."Kenapa tidak mengabarinya dari kemarin? Felix sedang tidak enak badan bagaimana aku akan meninggalkannya?" jawab Patricia.Keluarga Wilson adalah langganan tetapnya, kali ini ia memesan baju untuk acara pertunangan putri keluarga itu."Nyonya, maafkan aku! Aku pikir karena ini Nyonya Wilson, anda tidak akan keberatan." Evalina merasa tidak enak jadinya.Dia pun sudah terlanjur mengatakan agar mereka datang hari ini."Apa kita harus membatalkannya?" tanya Eva ragu."Tidak perlu, aku akan datang!""Terimakasih, Nyonya!"Patricia meletakkan ponselnya, sesekali terdengar rengekan Felix di pangkuan Bi Minnie."Bi, aku harus pergi ke butik," kata Patricia."Bagaimana dengan susu Felix?""Aku akan memompanya," jawab Patricia sambil berlalu ke dapur.Bi Minnie mengikutinya, "Felix selalu menolak dengan botol," lanjutnya."Iya, aku tahu, tetapi ini penting. Semoga saja dia mau."Bi Minnie
Pemilik Kedua Hotel Ini Pagi-pagi sekali Nyonya Winter sudah menghubungi menantunya. Ruby dengan setia mengekor di belakangnya."Halo sayang!" sapa wanita paruh baya itu. Ruby yang mendengarnya langsung memiringkan bibirnya saat mendengar kata sayang."Ya, Bi!" Patricia masih enggan menyebut ibu karena ia tidak yakin kalau Winter tulus menyayangi suaminya."Kau jadi datang siang nanti?" tanyanya."Ya, Dimitri mengizinkanku datang.""Oh, syukurlah! Dimitri memang anak yang baik. Ibu tunggu kedatanganmu, sayang!"Ingin rasanya Patricia muntah mendengat kata sayang tersebut. Ia pun menutup panggilan."Bagaimana, Bu? Dia setuju?" Ruby berpindah posisi ke hadapan ibunya."Bodoh!" Nyonya Winter menoyor kepala putrinya, "Kau sudah dengar, kenapa masih bertanya?"Ruby cemberut diperlakukan seperti itu."Ibu tidak sabar seperti apa dirinya nanti saat mulut-mulut pedas sepupumu mengomentari dirinya." Nyonya Winter membayangkan Alana dulu yang hanya menunduk tidak melawan saat di siram deng
Wanita Luar Biasa Siang itu juga mereka menemui Dimitri di kantor untuk menyampaikan permohonan maaf."Dia yang salah, karena sudah merusak acara. Lagi pula aku tidak percaya kalau dia pemilik hotel itu." Setelah manager hotel mengatakan siapa Patricia masih ada yang tidak percaya."Katakan Dimitri, istrimu pasti berbohong," desak mereka. Penyakit hati telah menguasai hati mereka, intinya mereka tidak suka bila Dimitri menikah dengan orang yang mereka anggap tidak setara, namun juga tidak terima karena Patricia ternyata jauh di atas mereka."Yang aku tahu, Patricia itu kaya dan asetnya ada di mana-mana, tetapi namanya tidak terekspos selain hanya sebagai pemilik Butik Patricia. Kakaknyalah yang menghandle segalanya."Pengakuan Dimitri kembali membuat mereka syock dan malu tentunya, yang mereka hina ternyata lebih dari mereka."Aku harus mendengar pengakuan dari istriku sebelum membantu kalian. Aku jadi curiga kalau kalian pasti menghinanya." Dimitri menatap mereka datar."Dimitri
Mom, Queen Sangat JelekSiang itu langsung dilakukan operasi untuk menghentikan darah yang terus keluar dari perut Lerina. Wajahnya sudah seputih kapas, tampak tak berdarah.Ventilator sudah menempel di hidung mancungnya. Tidak hanya operasi dia juga membutuhkan dua kantong darah. Han, Antonio dan Rivera menunggu di luar dengan cemas. Bagaimana tidak, melihat Lerina tertembak dan langsung tidak sadarkan diri. Sungguh mereka takut kehilangannya.Cita-cita besar dalam hidupnya kini telah tercapai, mungkinkah ia akan berpulang?Ketiganya terlihat tidak baik-baik saja, terutama Han yang terus meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tangisnya memang tak bersuara, tapi sesungguhnya hatinya menjerit, kenapa harus selalu istrinya? "Sayang, sebaiknya Kau pulang ya, aku akan minta sopir menjemputmu!" Antonio tidak tega melihat kondisi istrinya yang tengah hamil besar saat ini, namun dia juga tidak mungkin meninggalkan Han sendirian yang tampak rapuh. Rivera mengangguk. Di samping memiki
Calvin Dann Zoku Sudah hari kedua Queen berada di yayasan, ia lebih sering menangis dari pada diam, bahkan di malam hari."Aku khawatir dengan anak ini," ucap salah satu pengurus yayasan. Mereka mengelola bagian panti asuhan."Apa kita bawa saja ke rumah sakit?" jawab salah satunya. Ia juga cemas dan takut kalau bayi itu tidak bisa bertahan."Tangisannya bahkan sudah tidak terdengar, tega sekali orang yang mengurusnya." Mereka sungguh kasihan melihat kondisi Queen yang tidak terurus selama ini."Ini berikan dia susu!"Wanita yang memangkunya mengarahkan mulut botol itu ke dalam mulut Queen, anak itu menghisapnya tapi hanya sebentar, ia kembali memuntahkannya."Mungkin pencernaannya sakit?" komentar yang satunya, ia yang ingin merapikan pakaian tadi kembali mendekat."Astaga! Badannya panas sekali. Beeikan obat penurun panas, aku akan menghubungi Nyonya Laura," titah wanita yang lebih tua itu. Ia mengambil ponselnya dan segera mencari nomor Nyonya Laura, untung kemarin Laura meni