“Bwahahahahahaha,” suara tawa Tyas langsung pecah setelah Asri menceritakan apa yang terjadi. Untungnya mereka berada di tempat sepi sehingga tak ada orang yang melihat.
“Aku malu, anjir!” Asri mengerucutkan bibirnya. “Aku lupa kalau ini bukan kosku yang lama. Kan kosku yang lama kos cewek. Kalau pun seharian mondar-mandir nggak pake bra juga nggak masalah, kan tamu cowok hanya diterima di depan, nggak sampai masuk kamar. Lha ini? Aduh, benar-benar memalukan.”
“Kalau aku jadi kau, aku nggak mau lagi ketemu ama dia,” ujar Tyas. “Gimana nggak ketemu coba. Itu kamu kan nyaris telenji!”
“Makanya, aku nggak mau ketemu lagi ama dia. Tapi mau nggak ketemu gimana? Dia yang punya tempat kos,” ucap Asri.
Ponsel Tyas berbunyi. Dia langsung mengangkat ponselnya. “Halo?” sapa Tyas. “Eh, astaga. Iya, aku lupa.”
“Ada apa?” tanya Asri.
“Sori, As. Aku lupa kalau ada praktikum pengganti hari ini karena kemarin ko-assnya berhalangan. Aku ditelpon temen-temen. Aku cabut dulu yah. Bye, mmuuuaahh,” ucap Tyas yang langsung mencium pipi Asri, sebelum pergi.
Asri bengong sendiri. Dia menghela napas sesaat sebelum matanya menangkap sosok yang mereka bicarakan barusan. Ya, tentu saja. Aryanaga ada dalam jarak pandangannya berjalan menyusuri koridor kampus. Tujuannya, mengarah ke perpustakaan.
Seharusnya, Asri menghindari Aryanaga terlebih karena kejadian memalukan tadi pagi. Namun, entah mengapa kakinya malah melangkah mengikuti pemuda itu. Sifat penasarannya mengalahkan rasa malunya. Dari kejauhan Asri melihat Aryanaga masuk ke dalam perpusatakaan. Asri juga mengikutinya masuk ke perpustakaan.
Pemuda itu langsung menuju salah satu rak buku. Jemari telunjuknya dengan lincah mencari-cari buku yang diinginkannya, setelah mendapatkannya ia langsung mencari tempat untuk membaca. Asri juga pura-pura mencari buku untuk dia baca, hanya saja ia tak melihat buku apa yang dia ambil, setelah itu dia mengambil tempat agak jauh hanya sekedar mengamati Aryanaga.
Aryanaga cukup serius dalam membaca buku. Matanya tertuju kepada huruf-huruf yang merangkai kata dan kalimat di buku tersebut, sambil iris matanya menari-nari mengikuti baris demi baris tulisan. Menurut Asri, seorang cowok membaca buku itu lebih dari sekedar tampan, tapi juga seksi. Terus terang dia sangat lemah kalau melihat cowok seperti itu. Mirip seperti mantannya dulu, juga sangat mencintai buku, suka membaca. Namun, itu hanya bertahan beberapa bulan saja, sebab ternyata suka membaca itu cuma kedoknya untuk mendekati Asri.
Cukup lama Asri mengamati Aryanaga, dia sendiri tak sadar sudah berapa jam menopang dagunya. Aryanaga selesai membaca buku, Asri langsung membebaskan dagunya. Pemuda itu berjalan ke rak buku untuk mengembalikan buku yang dia baca, kemudian dia menghilang di antara sela-sela rak buku. Asri kesulitan mengikutinya hingga ia pun segera membawa buku yang dia ambil tadi untuk dia jadikan sebagai tameng agar tak kelihatan kalau sedang membuntuti Aryanaga.
Dari sela-sela rak Asri berusaha mencari-cari si pemilik kos. Dia merasa keheranan, cepat sekali cowok itu menghilang. Dia berkeliling di antara rak-rak buku bahkan hingga ke ruangan yang lainnya, menuju ke rak buku-buku umum dan sosial. Saat itulah secara tak sengaja ia berpapasan langsung dengan cowok itu.
“Kau?” sapa Aryanaga.
“Eh, iya. Kau ada di sini?” tanya Asri sambil nyengir.
Aryanaga juga nyengir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku tak tahu kalau kau sangat tertarik dengan Fisika Quantum. Jurusanmu bukannya Ekonomi Makro?”
“Eh, Fisika Quantum? Nggak kok. Aku..kan...cuma....” Asri terbelalak melihat buku yang dia pegang. Ada judul Quantum Physics. Mampus!
Terdengar suara kambing congek. Asri lalu menutup wajahnya dengan buku yang dia bawa. Ingin rasanya dia menggali lubang di perpustakaan saat itu juga, setelah itu masuk ke dalamnya untuk mengubur dirinya hidup-hidup.
“Well, good luck then,” ucap Aryanaga sambil melenggang pergi. “Sampai ketemu di tempat kos.”
Asri tak tahu lagi wajahnya berwarna apa saat berada di perpustakaan itu. Saking malunya ia berniat untuk bisa cari tempat kos baru saat itu juga.
* * *
Padang Granit, Dunia Bawah
Aprilia mendengkus. Asap keluar dari kedua lubang hidungnya. Di hadapannya ada beberapa boneka hidup yang terbuat dari kayu. Meskipun begitu, boneka-boneka itu bisa sangat berbahaya dan mematikan. Ini adalah latihan Aprilia yang kesekian kali setelah kemarin dia terluka parah. Setiap selesai latihan dia selalu berendam di Danau Kebangkitan. Danau ini bisa mengobati luka-luka separah apapun, mau luka tertusuk, patah tulang, terbakar, pasti sembuh kalau berendam di danau tersebut. Beginilah Aprilia setiap hari, apabila selesai berlatih ia pasti berendam di Danau Kebangkitan.
“Kali ini goblin. Kau tahu bagaimana para goblin bertempur bukan? Mereka bukan lawan yang bisa kau anggap enteng,” ujar Belzagum.
Aprilia mengambil ancang-ancang. Dari tubuh manusia, kini Aprilia berubah menjadi hybrid. Kulitnya mulai ditumbuhi sisik-sisik berwarna merah, kemudian di dahinya muncul sepasang tanduk kecil, di punggungnya mulai muncul sepasang sayap kecil. Kedua sayap itu tak cukup kuat untuk mengangkatnya terbang.
“Konsentrasi, fokus! Konsentrasi, fokus! Konsentrasi, fokus!” Aprilia selalu membisikkan kata-kata itu.
“Walaupun itu adalah boneka-boneka kayu, tetapi mereka sangat tangguh, setangguh goblin,” kata Belzagum. Dia hanya menjadi penonton di tempat yang tidak begitu jauh.
Aprilia langsung berlari menerjang ke arah boneka-boneka kayu. Boneka-boneka kayu dengan bentuk menyerupai manusia itu bergerak juga dengan sangat lincah. Mereka juga hendak menyerang Aprilia. Mereka pun bertempur dengan sengit. Aprilia menggunakan cakar di kedua tangannya untuk menghantam salah satu boneka kayu hingga hancur. Namun, salah satu boneka kayu berhasil menangkap kakinya lalu menyeretnya. Aprilia meronta untuk bisa melepaskan diri. Dia menendang boneka kayu yang menangkapnya, sementara itu pukulan lain dia arahkan ke arah boneka kayu yang lain. Siapa sangka boneka-boneka kayu itu sangat cekatan.
Biarpun mereka bertarung di padang granit, tetapi tak jauh dari tempat mereka berdiri ada kawah yang bergejolak. Rupanya di dekat padang granit tersebut ada kolam magma. Apa yang bisa diharapkan di Dunia Bawah? Biarpun dunia ini sangat mirip dengan dunia di mana manusia bisa tidur nyenyak, di Dunia Bawah tak ada namanya tidur, semuanya terjaga dan hanya sedikit sekali waktu makhluk-makhluk penghuninya untuk tidur, itupun tidak bersama-sama.
Aprilia terdesak, dia nyaris saja jatuh ke dalam kolam magma. Terdengar suara gelembung pecah setiap kali Aprilia melirik ke tempat itu.
“Fokus!” teriak Belzagum.
Konsentrasi Aprilia goyah. Dia mendapatkan tendangan keras dari boneka kayu. Dengan cekatan Aprilia memutar tubuhnya untuk menghindari kerusakan yang besar. Meskipun boneka-boneka kayu itu bukan para goblin yang sesungguhnya, tetapi mereka tetap kuat.
“Kalau kau begitu terus kau akan mati! Apa kau memang benar-benar ingin mati?” tanya Belzagum.
Mendengar ucapan sang ayah, Aprilia kembali memasang kuda-kudanya. Posisi berdiri yang kokoh. Dia tak punya kemampuan untuk terbang. Maka dari itu ia lebih memilih untuk menggunakan kemampuan kakinya yang luar biasa.
Saat para boneka itu menyerangnya, Aprilia melompat ke udara. Boneka-boneka tadi kehilangan Aprilia. Mereka mendongak ke atas, tetapi Aprilia sudah mendarat di tempat lain. Kecepatan Aprilia berada di atas rata-rata. Ia mampu menggerakkan kakinya secara maksimal. Dia sudah memegang salah satu boneka kayu, lalu menariknya dengan kuat setelah itu melemparkannya ke boneka-boneka yang lain. Setelah itu dengan cekatan dia melompat, lalu mendaratkan kakinya ke atas kedua boneka yang lain hingga hancur. Setelah tak ada lagi boneka-boneka yang hidup, Aprilia menghela napas lega.
“Bagus. Perkembangan dari latihanmu sangat bagus,” ujar Belzagum.
Aprilia menoleh ke ayahnya. “Ayah, sudah berapa lama aku berada di tempat ini?”
Belzagum menjawab, “Sudah cukup lama. Lima belas tahun dalam hitungan umur manusia.”
“Selama itu ya,” gumam Aprilia.
“Kenapa? Kau teringat dengan Geostreamer lagi?”
Aprilia menggeleng. “Tidak, aku sudah tak ingin mendengarnya lagi. Dia sudah bukan urusanku lagi. Baginya, aku sudah sejak lama mati.”
“Kau sudah siap untuk kembali ke atas?”
“Apa aku siap?”
“Kau yang memutuskannya anakku.”
Aprilia menunduk. Dia memperhatikan kedua telapak tangannya, dari kedua telapak tangannya muncul api yang membakar. Sudah lama Aprilia tidak menggunakan kekuatannya tersebut. Dia mendapatkan anugrah yang sangat besar. Menjadi putri naga, juga mendapatkan kekuatan dari Agni, salah satu Kesadaran Bumi.
“Aku siap,” kata Aprilia sambil mengepalkan kedua tangannya. Api di tangannya pun padam.
* * *
“Wong edan, nyari di mana?” tanya Tyas saat Asri membujuknya untuk mencarikan tempat kos baru. “Tempat kosmu itu sudah cukup bagus loh, bahkan letaknya nggak mudah dilacak orang. Baru juga satu malam kamu nginep situ.”Asri sedari tadi menutupi wajah dengan kedua lengannya. Mereka sedang berada di salah satu gazebo yang ada di area kampus. “Aku kan cuma penasaran saja tadi. Soalnya aku itu paling gatel kalau lihat ada cowok mau baca buku, semacam seksi gitu,” ujar Asri jujur.“Sompret! Kadang aku nggak ngerti sih jalan pikiranmu,” ucap Tyas sambil memutar bola matanya.
Jam 00.00 Asri baru keluar dari kantor. Shift sore, pulang tengah malam. Ini adalah rutinitas dia sehari-hari. Mau bagaimana lagi, kalau dia tidak bekerja seperti ini ia tidak akan survive. Uang yang dia hasilkan dari pekerjaannya ini bisa dia gunakan untuk membayar perkuliahan, juga untuk makan dia sehari-hari. Asri sudah pantang meminta bantuan keluarganya meskipun harta keluarganya tidak akan habis hingga tujuh turunan maupun tujuh tanjakan. Dia ingin membuktikan kepada keluarganya kalau ia bisa mandiri tanpa bantuan mereka. Asri masih berada di teras kantornya, duduk di bangku menunggu jemputan taksi online. Dari layar ponselnya, posisi kendaraan tersebut terlihat merambat cukup pelan tapi pasti. Lima menit lagi mobil itu sampai di kantornya.
3 tahun yang laluKoper besar berisi pakaian sudah disiapkan Asri. Dia bertekad untuk pergi. Satu hal yang pasti ia akan merindukan kamar ini. Kamar yang menemaninya dari kecil sampai dewasa. Ia juga akan rindu dengan sobat kecilnya yang berada di dalam kotak kaca. Seekor tokek atau bunglon atau mungkin iguana, Asri tak bisa memastikannya. Namun, yang pasti hewan tersebut sudh jinak, karena dipelihara selama beberapa bulan. Setiap hari dia memberinya makan dan rasa sayang mulai tumbuh di hati Asri. Dia beri nama hewan kecil itu Damar.Perjuampaannya dengan Damar memang unik. Saat itu sedang ada kegiatan naik gunung di Lereng Gunung Lawu. Dia menemukan reptil ini nyaris terluka di sekujur tubuhnya. Asri menolong reptil itu tanpa takut, sedangkan teman-teman yang lainnya merasa jijik. Dia langsung tertarik dengan hewan itu, selain bentuknya yang unik, Asri juga memang penyayang bin
Malang, sekarangPonsel Asri berbunyi, ia terbangun. Matanya masih setengah terbuka sambil ia meraih-raih ponselnya yang ada di ranjang. Ada telepon dari nomor tak dikenal. Asri mengernyit. Dilihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Dia terlambat bangun.“Halo, siapa ya?” sapa Asri.“Aku Aryanaga,” jawab suara di teleponnya.Asri terkejut. Dia menatap layar ponselnya. Dari mana cowok itu tahu nomor teleponnya. “Kok kamu tahu nomor teleponku?”“Dari aplikasi taksi online,” jawab Aryanaga. “Aku kemarin belum minta nomor teleponmu. Jadinya kebetulan aku lihat di aplikasi ada nomormu.”“Ehm... begitu,” ucap Asri sambil menggeliat.“Mau sarapan gratis?” tawar Aryanaga.“Hah? Sa
Gunung Lawu, beberapa tahun yang laluMimpi itu kembali lagi. Aryanaga berubah dengan wujud hybrid-nya. Dia berlari dengan kecepatan luar biasa menembus rimba. Dari belakang terdengar suara gemerisik dedaunan dan patahan ranting. Suara geraman dan auman terdengar jelas. Mata naganya menembus kegelapan, memancarkan cahaya yang bisa membuatnya melihat dalam kegelapan.Kabut dari atas gunung mulai turun menghalangi jarak pandang, sementara itu suara yang mengikutinya sedari tadi terasa makin dekat. Dia tak tahu Bandi ada di mana sekarang. Di saat ia sangat membutuhkan bantuan pembantunya itu, yang terjadi malah sebaliknya. Dia sendirian menghadapi para goblin yang mengejarnya.Ada sesuatu yang tiba-tiba menghantam punggungnya. Hal itu membuatnya tersungkur dan berguling-guling beberapa kali sebelum tubuhnya menghantam sebuah pohon besar. Terlihat sesosok bayangan hitam gelap d
Kota Malang, sekarangAryanaga membuka mata. Dia terjaga saat matahari masih belum sempurna. Di luar embun masih menyelimuti daerah Tidar. Tidak ada ayam berkokok, karena tempat tinggalnya jauh dari perkampungan, apalagi di sekitar tempat itu tak ada yang memelihara ayam jantan. Aryanaga menggeliat di atas kasurnya yang empuk. Ia enggan untuk segera bangun. Berkali-kali Bandi selalu menasihatinya untuk tidak bermalas-malasan, latihan tiap hari dan jangan tidur terlalu nyenyak. Namun, apa yang dilakukan oleh Aryanaga ini lebih baik daripada dirinya dulu, sebelum peristiwa yang nyaris mencelakainya di Lereng Gunung Lawu.Pemuda itu beranjak dari tempat tidur menuju ke jendela. Dari atas, ia mengintip bangunan kos yang ada di samping rumah. Dia sangat merindukan Asri, lebih dari apa yang diketahui. Dia juga terkejut bertemu dengan gadis itu di kota ini. Ia sama sekali tak pernah men
“Mau sarapan?” ajak Aryanaga.“Kalau kau mengajakku makan pagi di rumah, nggak deh.”“Kenapa?”“Nggak enak.”“Jangan begitu. Aku dan kamu sudah sama-sama kenal. Kenapa tidak enak? Anggap saja rumahku adalah rumahmu sendiri.”“Meskipun kamu bilang begitu, tetap aja rasanya aneh. Masuk rumahmu saja ada perasaan merinding gitu.”Aryanaga bisa memahaminya. Memang di rumahnya terkadang makhluk-makhluk tak kasat mata mampir atas izinnya. Mereka diperbolehkan Aryanaga dan Bandi untuk masuk ke dalam rumah asalkan tidak berbuat onar. Aryanaga bisa melihat mereka. Asri bisa merasakan keberadaan makhluk-makhluk tersebut, tetapi tak bisa melihatnya. Biasanya keturunan bangsawan sudah ada bawaan sejak dari lahir memiliki panca indera yang lebih peka daripada manusia biasa p
Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu“Astaghfirullah! Mbak, bawa apa itu?” seru Rah Wito, adiknya Asri saat melihat kakaknya membawa kandang kecil berisi kadal besar.“Kadal. Kenapa?” tanya Asri yang baru datang dari acara naik gunung bersama pecinta alam. Dia menurunkan ransel besarnya lalu kadang kecil berisi kadal besar itu diletakkannya begitu saja di atas meja.“Mbak, geli, Mbak!” ucap Rah Wito. “Darimana dapetnya?”“Pas naik gunung kemarin nemu ini. Kok ya lulut sama aku, akhirnya aku bawa aja deh.”“Mbak nggak takut?”Asri menggeleng. “Ngapain takut? Nggak gigit kok. Aku malah seneng dia seneng banget makan kecoak.”“Ih, jijik mbak. Aku gilo ndelok e (aku geli melihatnya).”
Ternyata serangan tersebut tidak hanya dari satu sisi bumi saja. Daratan lain pun sudah mulai diserang. Para naga tersebut mulai memasuki pantai dari daratan yang lain, hingga setiap manusia yang mereka temui pun dimangsa. Mereka tidak melihat apakah itu orang dewasa atau anak-anak. Lelouch dan pasukan naganya tak mampu berbuat apa-apa selain menghalau apa yang mereka bisa. Hari itu mereka kalah, meskipun memenangkan pertempuran.Lelouch bertengger di atas bukit. Dari kejauhan dia melihat bangkai-bangkai naga bergelimpangan di tepi pantai. Sesaat dia mendongak ke atas, seolah-olah meminta bantuan kepada Sang Pencipta. Setelah itu dia menunduk, menutup sayapnya, berada dalam kebimbangan.“Yang Mulia,” panggil salah satu naga yang mengampirinya.“Aku sedang ingin sendiri,” ucap Lelouch.“Tidak, bukan begitu Yang Mulia. Lihat ke atas!” ucap naga tersebut.Lelouch mendongak. Tidak pernah disangka sebelumnya oleh Lelo
“Bagaimana awalnya kita, para naga bisa menempati bumi ini?” tanya sesosok naga bersirip hitam dan putih. Di depannya tampak naga-naga kecil sedang duduk mendengarkan petuah-petuahnya. Hari ini adalah hari rutin untuk anak-anak naga mendapatkan pelajaran dari naga Lelouch. “Kita adalah makhluk yang dikutuk, tetapi sebagian dari kita dimaafkan. Bapak kita, adalah naga yang membuat bumi ini jadi ditempati oleh manusia. Namanya Azrael, dia penguasa lautan, sedangkan kita penguasa daratan,” lanjut Lelouch. “Yang Mulia, apakah kita akan terus bertempur dengan mereka?” tanya salah seekor naga kecil. “Pertempuran ini akan terus berlanjut sampai akhir zaman. Kita hanya bisa mengusirnya agar tidak sampai menguasai daratan. Daratan adalah tempat para manusia dan makhluk-makhluk lainnya, lautan adalah tempat kekuasaannya. Sebab, di sana dia bersama Iblis dan menjadi kaki tangannya,” jawab Lelouch. “Apakah dia bisa dikalahkan?” tanya naga kecil yang lain.
“Penjara apa?” tanya Aryanaga. “Eee… sebentar yang Mulia, apa tidak bisa diringankan hukumannya? Itu Penjara yang mengerikan. Tidak ada satupun yang keluar dari penjara itu sampai sekarang!” ucap sang Pembela. “Penjara apa? Apa itu?” “Pangeran Aryanaga, Penjara Tujuh Pintu adalah Penjara yang berada di kegelapan bumi. Kau tak akan bisa menghirup udara bebas. Di dalamnya ada tujuh pintu yang mana semuanya mewakili tujuh dosa mematikan. Selama jiwamu ada dosa itu, kau tak akan bisa keluar.” Aryanaga terkekeh. “Masukkan aku ke penjara itu. Aku tak keberatan.” “Sudah diputuskan, bawa dia!” ucap seseorang anggota Dewan Kehormatan Naga. Palu pun diketok dan sang pembela tak bisa meringankan hukuman Pangeran Aryanaga. Arya
Aprilia berada di depan dua gundukan tanah. Air matanya terus berderai seperti tak akan pernah habis. Bandi menepuk pundaknya, berusaha menenangkan Aprilia, bagaimana pun Aprilia adalah wanita dan hatinya lembut. Kepergian Raja Primadigda dan Asri membuatnya sedih. Keduanya dikuburkan di tanah terbaik dan tempat terbaik, yaitu di pemakaman para raja. Di tempat ini juga ada makam para raja sebelum Raja Primadigda.Orang-orang banyak yang menghadiri pemakaman itu. Mulai dari para prajurit, menteri dan juga para pejabat kerajaan. Hari itu rakyat berkabung atas gugurnya Raja Primadigda. Rumor pun cepat menyebar kalau Raja Primadigda dikalahkan oleh anaknya sendiri. Orang-orang mulai bertanya-tanya tentang motif pembunuhan ini. Aprilia dan Bandi sengaja tidak memberitahu, karena saat ini Antabogolah yang berkuasa. Nyaris semua lini kekuatan militer sekarang di pegang oleh Antabogo, sehingga mustahil baginya membuat su
Aryanaga sama sekali tak bercanda. Dia kembali mengeluarkan tombak elemental dari telapak tangannya, kali ini warnanya kekuningan dengan percikan energi listrik di sekitar ujung tombaknya. Menyadari ada bahaya, Pangeran Bagar menjauh. Aryanaga tetap fokus kepadanya. Setiap pergerakan Pangeran Bagar, bisa dilihatnya. Dan ternyata, Aryanaga tak hanya mengeluarkan satu tombak, tapi lagi, lagi dan lagi hingga sepuluh tombak dengan energi listrik melayang di atasnya. Aryanaga mengambil satu per satu tombaknya, melemparkannya dengan kuat.Pangeran Bagar tak bisa kabur dari serangan itu. Sepuluh tombak beruntun menghantam di sekitarnya. Sepuluh kali petir menyambar-nyambar, jutaan volt menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan listrik yang menggelegar.Aprilia dan Bandi yang menyaksikan pertarungan itu dari jauh cukup ngeri dengan kekuatan yang dimiliki
Bandi masih menangis, tetapi ia juga harus membawa jenazah Raja Primadigda. Dengan tersedu-sedu dia menggendong jenazah tersebut. Aprilia juga melakukannya. Aprilia sekarang yang gantian bermandikan darah Asri. Dia dan Bandi pergi dari tempat tersebut, meninggalkan Aryanaga yang tak terkendali.Pangeran Bagar menjauh. Kini ratusan prajuritnya menghadapi Aryanaga. Mereka terdiri dari ras naga pilihan yang dilatih dengan ilmu perang yang cukup andal. Pangeran Bagar, tidak pernah salah dalam memilih anak buah. Mereka ahli pedang, tombak dan panah. Para prajurit membentuk formasi mengepung Aryanaga. Aryanaga mengamati mereka. Tombak-tombak terhunus ke arah Aryanaga, setiap tombak ini tentu saja ada bagian dari tubuh para naga, sebagian lagi adalah besi yang ditempa oleh para peri, sehingga bisa melukai para naga.Aryanaga sama sekali tak gentar. Ia mengeluarkan kekuatan yang san
“Pangeran Bagar, kenapa kau lakukan ini? Bukannya kau hanya menginginkan Aryanaga? Kenapa kau lukai Asri?” tanya Aprilia. Air matanya tak mampu lagi dibendung. Ia memeluk tubuh Asri yang terbujur kaku.Tangan Asri meremas lengan Aprilia. Suaranya terbata-bata lirih terdengar di telinga Aprilia yang sangat peka. Pangeran Bagar merasa tak bersalah. Dia telah menuntaskan rencananya agar Aryanaga kehilangan sesuatu yang ia cintai. Pangeran Bagar menganggap Asri adalah orang yang dicintai oleh Pangeran Aryanaga, maka dari itu misinya hanya satu yaitu membunuh Asri, tetapi tanpa mengotori tangannya. Sayang sekali rencananya meleset.“Omong kosong semua ini. Kenapa kalian mengacaukan semua rencanaku?” gerutu Pangeran Bagar, “aku adalah ahli strategi terbaik. Kalau begini caranya, ayahku tak akan mengakuiku.”
“Ayah mengamuk!” seru Aryanaga.“Aku bisa melihatnya. Yang Mulia Primadigda akan berubah ke wujud naganya, kesempatan kita cuma satu. Kamu bisa?” tanya Aprilia.Aryanaga menggeleng. “Aku tak bisa.”“Pangeran!” Aprilia memegang bahu Aryanaga. “Semuanya akan baik-baik saja, kau tidak bersalah atas hal ini. Ini yang diinginkan ayahmu.”“Tapi...”Aryanaga menatap mata Aprilia. Untuk beberapa detik mereka saling berpandangan satu sama lain. Aryanaga mencari sudut mata Aprilia, di sudut mata Aprilia ada rasa percaya kepadanya. Aprilia tahu, ini ujian terberat Aryanaga untuk saat ini. Kalau mereka kalah sekarang, semuanya akan sia-sia belaka.“Bantu ak
Primadigda memulai menerjang ke arah Asri. Aryanaga mencoba menghalangi, tubuhnya menghadang Raja Primadigda, sayangnya Primadigda memutar tubuhnya sehingga bisa mengecoh Aryanaga begitu saja. Namun, Aprilia dengan cepat menendang tubuh Primadigda sehingga sang Raja terempas ke belakang. Aryanaga tak tega melihat ayahnya diperlakukan seperti itu.Aprilia tiba-tiba melayangkan tamparannya dengan keras ke pipi Aryanaga. “BANGUN! Apa yang kau lakukan?”Aryanaga terkejut.“Kau mau Asri tewas? Bertarunglah dengan sungguh-sungguh! Aku tahu dia ayahmu, tapi saat ini kau tak punya pilihan. Kalahkan beliau, lalu kita sama-sama menghajar Bagar,” ucap Aprilia menyemangati Aryanaga, “kau tak perlu khawatir, ayahmu yang menginginkan ini. Nyawanya tidak akan sia-sia. Ia bangga melatih anaknya untuk terakhir kali. Ia juga