Gail melempar kedua buku yang tepat mengenai kaki Al, membuatnya harus merunduk saat mengambilnya. "Aima dulu adalah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja. Namun, Raja melakukan kesalahan besar, dia mengkhianati perasaan Ratu yang sangat mencintainya,” jelas Gail.
“Dia berselingkuh dengan wanita lain dan membuat sisi gelap Ratu bangkit—“ tiba-tiba Gail mengerang kesakitan, "Urgh...!"
Al menggunakan buku yang ia pegang dan mendorongnya kuat-kuat ke leher Gail. "Jangan menceritakan hal yang aku tahu, atau aku akan menggunakan buku ini untuk menghabisi nyawamu!"
"Buku nomor empat… dengan judul Ratu Aima… bercerita tentang para Ratu Aima... termasuk Ratu Malka… ratu yang berkuasa… sebelum Aima runtuh…" jelas Gail susah payah seraya mendorong mundur buku tersebut menjauhi lehernya dengan telunjuk.
Gail terbatuk-batuk lalu mengatur napasnya sebelum melanjutkan kembal
"Maksudmu Kevin?" tanya Al mengingat Gail mengatakan Kevin yang menyuruhnya datang ke Haltz."Bukan! Bukan dia!"Namun, Al tidak peduli. Dia malah memanggil seorang pelayan yang lewat tidak jauh dari sana. "Oi, kau! Kemarilah!"***Di dalam kastel, Ika yang sedari tadi berada di kamar Diana akhirnya tergelitik untuk melihat ke luar jendela. Alasannya sederhana, karena Diana selalu melakukannya, menatap kosong ke arah luar jendela, seakan-akan ada sebuah film yang terputar di sana.Ika menjadi penasaran dan mencobanya, tapi dia malah mendapati Al sedang bersama dengan pria asing di halaman belakang. Dia langsung saja berteriak memanggil Iki yang sedang berada di kamar mereka."IKI!!! CEPAT KEMARI!!!" teriaknya cukup kencang hingga Iki harus datang dengan muka masam."Jangan berteriak. Jika Al mendengarnya, maka dia akan mengamuk," jelas Iki yang memasuki kamar."Aku ada pertanyaan,&rd
“Tapi bukankah ini menarik,” ujar Iki.“Apa maksudmu?”“Dua pemimpin klan jatuh hati pada manusia. Ini benar-benar di luar dugaan bukan?”Ika mengangguk, “Tapi aku merasakan salah satu pemimpin ini tidak jatuh hati dengan manusia.”Iki mengerutkan keningnya, “Tidak jatuh hati dengan manusia? Apa maksud perkataanmu?”Ika menggeleng, “Lupakan. Aku hanya mengucapkan kata yang tidak penting.”“Benarkah?” Iki meragu.“Ya, lebih baik kita pergi dari sini, sebelum aku menghancurkan jendela dan meloncat keluar untuk memakan manusia di bawah sana.”***Gail terus melanjutkan cerita mengenai buku kedelapan. "Pangeran Aima, itulah judulnya. Bercerita tentang Pangeran Aima, tentu saja.”"Pangeran? Haahhh... Mungkin kau harus mengganti judulnya dengan Putri Aima," komentar Al.
Dalam langkah berlarinya, Diana sesekali memegang kepalanya. Pandangannya terkadang memburam, namun dia segera menggelengkan kepala dan kembali kepada realitas yang ada, berusaha melupakan bahwa ada sesuatu yang salah pada tubuhnya.Namun, bagaimanapun ia berusaha tidak memikirkannya, Rai yang sejak tadi melihat gerak-gerik wanita ini akhirnya berhenti, membuat Diana yang tidak tahu apa-apa menjadi terheran-heran."Ada apa?" Rai bertanya tapi Diana tidak menjawab."Aku bertanya ada apa?" tanya Rai sekali lagi."Ada apa apanya?" Diana mengembalikan pertanyaan karena ia tidak mengerti.Telunjuk Rai terangkat dan mengarah ke kepala Diana. "Kepalamu... ada apa dengan kepalamu?""Huh?" Diana refleks memegang kepalanya, memikirkan maksud pertanyaan Rai, "Kepalaku tidak ada apa-apa.”Rai memperhatikan Diana dengan intens. Vampir ini pun tidak mengatakan apapun lagi dan langsung menarik tangan Diana, membuat wanita ini
Pria ini menadahkan tangannya, dan seorang prajurit maju untuk memberinya sebuah gulungan kertas. Gail memperhatikan dengan saksama dan menyadari itu adalah gulungan resmi kerajaan."Bacalah," pria ini lalu melempar gulung ini ke Al, "Aku lelah berbicara dengan makhluk setengah-setengah.”"Huh...? Stempel Phoenix warna merah?" ucap Gail ketika Al membuka gulungan tersebut.***Phoenix de Haltz-Berdasarkan perintah resmi klan yang dikeluarkan olehYang Mulia Raizel Harrison de Haltz.-Phoenix de Haltz, mengumumkan bahwa:-V E R O D E H A L T--Merupakan pemimpin dari Divisi Pengamanan Eksternal Wilayah Klan Haltz, akan mulai mengambil alih seluruh kekuasaan, tan
BAM!Rena menghantamkan tubuh Dominic ke pohon yang berada di sana, membuat salju-salju yang berada di dahan-dahan tidak berdaun jatuh menimpa mereka. Rena menatap Dominic penuh amarah.“Sekarang kau malah membuat pakaianku basah,” Dominic langsung menyingkirkan tubuh Rena ke samping dengan kasarnya. Tidak memedulikan emosi Rena yang siap memakan dirinya.Rena menggeram, ia mengambil segenggam salju dan melemparkannya tepat mengenai kepala bagian belakang Dominic. “Sampai kapan...!? Sampai kapan kau terus tidak melihatku!?”“Aku melihatmu. Kau yang buta.”“Tidak, Dominic. Kau tidak pernah melihatku.”“Aku tidak punya waktu untuk berdrama,” Dominic melangkah pergi.Rena mengepalkan tangannya erat, “Aku sudah berjuang melebihi kemampuanku. Aku bahkan rela mengandung anakmu tanpa pernikahan. Bukankah ini saatnya kau melihatku dan membuang wanita s
Sebuah kafe dengan nuansa hangat menyambut Diana. Manusia ini langsung saja mengedarkan pandangannya ke sekeliling bangunan dan menebak-nebak alasan mereka berdua ada di sini."Kafe...? Untuk apa kita di sini?" tanya Diana seraya memijit kakinya yang letih karena sudah berjalan kaki cukup jauh.Rai menempatkan tangan kanannya di punggung Diana dan mendorongnya pelan, "Ayo masuk," ucapnya tanpa menjawab.Kring...Suara lonceng pintu terdengar ketika Rai membukanya. Sang pemilik yang sedang berada di balik meja bar melihat kedatangannya dan langsung berteriak memanggil seseorang."Josh!" teriak wanita tua ini dan orang yang dipanggil pun langsung menuruni tangga.Josh terkejut dengan apa yang dilihatnya, "Ya-ya... Yang M...—"Rai langsung bergerak cepat menutup mulut Josh, "Shh...!" desisnya.Josh mengangguk mengerti. Namun sekali lagi dia langsung terkejut manakala Diana mendekat ke arah mereka da
Rai kembali ke kursinya dan duduk di sana, "Membingungkan, bukan? Aku bahkan tidak percaya.”"Lupakan. Katakan apa rencanamu.”Dengan manik mata yang masih berwarna merah darah, Rai memandang lekat-lekat wanita yang berdiri di hadapannya ini, "Benedict tidak akan menyerang. Melainkan anjingnya yang akan menggigit.""Apa maksudmu?""Dominic dan pasukannya akan melakukan intervensi ke Raltz saat pernikahan dimulai. Target utamanya adalah kau dan Pine. Rencananya sangat sederhana, kami hanya butuh menjauhkan kau dan adikmu untuk sementara waktu.”"Kevin, ini nama dari pemimpin Raltz bukan? Dia masih terluka, terlebih pasukannya juga memiliki luka yang cukup banyak dari peristiwa waktu itu. Pine tetap dalam bahaya," jelas Diana."Kau pikir aku bodoh? Aku sudah mengirim pasukanku ke sana di bawah komando Vero, dan Al akan tinggal di Haltz untuk menjaga Riki dan Rika.""Siapa Vero? Lalu bagaimana dengan Ke
Drrtt...Rai bangkit dari tempat duduknya dan langsung memeluk Diana. Tentu saja wanita ini meronta sekuat tenaga. Tapi Rai tidak menyerah, dia terus memeluknya hingga wanita ini berhenti melawan."Dengarkan baik-baik. Aku tidak akan menyerah atasmu atau siapa pun. Dengan segala cara, Pine akan tetap aman. Aku pastikan itu, dan ini adalah janjiku. Aku tahu dia adikmu, tapi berpikir jernihlah sedikit. Kau pikir Pine akan senang jika kau mengorbankan diri untuknya. Kau pikir setelah itu Pine akan hidup seperti biasanya?”Diana menatap manik mata Rai yang sekarang telah kembali menghitam. Dengan manik mata berwarna biru yang basah oleh air mata, Diana menatap Rai dan mencermati setiap perkataan yang dilontarkan oleh sang pemimpin klan vampir Haltz ini."Aku vampir dan kau manusia, tentu tidak ada alasan yang membuat aku harus mati-matian melindungimu. Tapi kau harus tahu, bagaimana pun aku merasakan keterikatan yang kuat atasm