Bisa Aleena dengar bisik-bisik tapi berisik yang dilakukan oleh beberapa tamu undangan. Beberapa di antara mereka (yang kebanyakan perempuan) menyanjung apa yang dilakukan Aksa.Sedangkan pria yang saat ini tengah menyimpan sepatu heelsnya di dekat kursi pelaminan tersenyum tipis ke arah sang istri yang justru menatapnya ganas.Aleena justru berpikiran jika Aksa tengah cari muka di hadapan para tamu undangan.Acara hari itu berjalan lancar juga khidmat. Aleena yang sudah merasa teramat lelah menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang.Ia yang semula memejamkan mata dengan damai seketika melotot saat mendengar suara gemericik dari arah kamar mandi.Gadis itu segera bangkit dan menatap horor ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Haruskah ia kabur lagi dan membawa Coco turut serta? Atau ia bisa saja mengancam Aksa untuk menceraikannya dengan segera. Oh, mengambil langkah ekstrem, bagaimana dengan mengadukan kelainan Aksa pada orang tuanya?Tunggu,
"Apa maksud kamu?"Aleena menyemprot Kasa dengan pertanyaan menyentak. Pria yang tengah mengemasi bajunya itu menoleh dengan satu alis terangkat."Apa?" tanya nya.Aleena mendengkus. Ia bersedekap dan menatap Aksa dengan galak."Apa maksud kamu dengan mengatakan akan membawaku ke rumahmu? Dalam Perjanjian tidak ada kata-kata untuk pindah dari rumah ini, kau tahu.""Memangnya aku pernah berjanji? Sudahlah, lebih baik kamu kemasi saja barang-barang mu, kita akan berangkat tidak lama lagi," sahut Aksa.Aleena menghembuskan napas tidak percaya, ia kemudian merebut baju yang hendak Aksa masukan ke dalam tasnya. Bermaksud agar pria itu memusatkan perhatian dan mendengarkan apa yang akan dirinya katakan. Namun sepertinya Aksa memiliki tanggapan berbeda.Pria itu menghela napas, menatap perempuan yang kini berstatus istrinya itu sebentar sebelum berusaha merebut kaus berwarna hitam dari dalam genggamannya.Karena Aleena yang tidak kunjung memberikan kaus tersebut, membuat Aksa mau tidak mau
Aksa kian mendekatkan tubuhnya, pria itu menyunggingkan senyum miring yang terlihat begitu menyebalkan di mata Aleena."Mundur! Atau aku akan berteriak!" seru si wanita keras.Bukannya menurut, Aksa justru terkekeh kecil dan kian semangat mendekatkan tubuhnya. Suasana saat itu begitu mencekam layaknya film horor bagi Aleena.Jarak diantara mereka hanya tersisa sejengkal, dan Aksa justru memajukan wajahnya hingga membuat sang istri memejamkan mata secara otomatis.Lama keduanya dalam posisi itu, hingga kemudian Aleena bisa mendengar suara kekehan kecil si pria yang perlahan mulai mengeras.Aleena membuka mata, dan hal yang pertama kali ia lihat adalah wajah Aksa yang tengah tertawa.Jujur saja pria itu terlihat cukup manis saat tertawa, terlebih cekungan pada pipi sebelah kirinya yang membuat kesan tersendiri.Melihat Aleena yang termenung, tersemat ide jahil di kepala Aksa. Ia dengan segera mengangkat tubuh sang istri ala bridal style dan menjatuhkannya di atas ranjang.Belum sempat A
"Kamu kenapa?" Aleena bertanya dengan mata mengedip. Pasalnya, setelah Aksa mendengar perkataan Aleena soal bulan madu, pria itu jadi terdiam dan urung menyantap makanan di depannya.Padahal sebelumnya ia begitu lahap."Apa yang kamu bilang tadi? Bulan madu?" ulang Aksa dengan nada tidak yakin.Aleena mendengkus, ia mengangguk-angguk kan kepala tanpa minat."Iya. Bukankah wajar saat pengantin baru melakukan bulan madu?" "Tidak, bukan begitu. Hanya saja, bukannya kemarin-kemarin kamu begitu keras menolak untuk menikah denganku? Dan kamu juga melakukan semuanya demi Coco. Tapi sekarang, kamu berencana melakukan bulan madu?"Aksa masih tidak habis pikir. Apa yang dilakukan Aleena sekarang seperti berbanding terbalik dengan apa yang diperbuatnya sebelumnya."Kemarin ya, kemarin. Sekarang ya, sekarang. Setelah ku pikirkan lagi, memiliki suami kaya seperti mu bukan hal buruk. Setidaknya aku harus mendapat keuntungan dari pernikahan ini, bukan?"Alis Aksa menukik. Keuntungan?"Biar ku perj
Aksa melotot. Sesuatu dalam dadanya serasa ditalu, berdetak begitu cepat saat benda kenyal juga basah itu menempel pada bibirnya.Pria itu segera beranjak, ia memegangi bibirnya sendiri selama beberapa waktu dan mengalihkan pandangannya ke arah Aleena yang syukurnya masih terlelap nyaman dalam tidurnya.Pria itu menghela napas lega. Ia kemudian melangkah ke luar kamar dengan segera.Setelah kepergian Aksa, Aleena membuka mata dengan perlahan. Ia yang memang pada dasarnya sudah terbangun semenjak Aksa mulai mendekatkan wajahnya itu sontak terduduk.Ia menatap ke arah pintu, menarik napas dan menghembuskannya pelan."Harusnya dia tidak seperti itu. Jika memang tidak menyukaiku tidak perlu sampai bersikap seolah aku adalah virus yang harus dijauhi!" gerutunya."Kan masih bisa berteman," sambungnya.Ia mendengkus, merasa kesal dengan apa yang dilakukan Aksa beberapa saat lalu. Bukannya dia yang mendekat lebih dulu, lalu kenapa dia yang juga tiba-tiba menjauh dan bersikap seolah dirinya a
Aksa melotot. Sesuatu dalam dadanya serasa ditalu, berdetak begitu cepat saat benda kenyal juga basah itu menempel pada bibirnya.Pria itu segera beranjak, ia memegangi bibirnya sendiri selama beberapa waktu dan mengalihkan pandangannya ke arah Aleena yang syukurnya masih terlelap nyaman dalam tidurnya.Pria itu menghela napas lega. Ia kemudian melangkah ke luar kamar dengan segera.Setelah kepergian Aksa, Aleena membuka mata dengan perlahan. Ia yang memang pada dasarnya sudah terbangun semenjak Aksa mulai mendekatkan wajahnya itu sontak terduduk.Ia menatap ke arah pintu, menarik napas dan menghembuskannya pelan."Harusnya dia tidak seperti itu. Jika memang tidak menyukaiku tidak perlu sampai bersikap seolah aku adalah virus yang harus dijauhi!" gerutunya."Kan masih bisa berteman," sambungnya.Ia mendengkus, merasa kesal dengan apa yang dilakukan Aksa beberapa saat lalu. Bukannya dia yang mendekat lebih dulu, lalu kenapa dia yang juga tiba-tiba menjauh dan bersikap seolah dirinya a
Aleena mematut diri sekali lagi di depan cermin. Mengoleskan perona bibir sekali lagi dan merapikan rambutnya yang sengaja ia curly.Gadis itu tersenyum, memastikan penampilannya untuk yang terakhir sebelum bergumam.“Aku cantik, aku pintar, aku beruntung. Aku bisa melakukan semuanya tanpa harus merepotkan siapapun.”Afirmasi yang hampir tiap hari ia gumamkan agar selalu percaya diri dalam menghadapi hari. Aleena kemudian berjalan, menyambar tas selempang yang tergeletak di ranjang dan berjalan menuruni anak tangga.Hari ini ia ada janji. Bertemu dengan salah satu rekan kerja yang kebetulan menawarkan kerja sama.Langkah kaki Aleena sempat terhenti. Ia menatap ke arah piano yang ada di rumahnya selama beberapa saat sebelum kemudian berlalu.Manggo Cafe. Aleena menunggu sang rekan dengan sabar, sesekali ia mengecek ponsel juga penampilan.Sampai tidak lama kemudian seorang lelaki tinggi berjalan pelan menghampirinya dan duduk tepat di hadapan gadis itu.“Sorry telat. Tadi macet,” pria
Suasana saat itu hening. Bahkan suara debur ombak juga burung-burung yang terbang di atas langit senja seolah tidak lagi terdengar di telinga Aksa.Pria itu sibuk memperhatikan Aleena yang juga tengah menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. Mata serta hidung gadis itu memerah.“Menikah? Bukannya kita sudah menikah?”Pertanyaan spontan Aksa merubah suasana seketika. Aleena menghembuskan napas kasar dan memalingkan wajah. Sementara Aksa terlihat kebingungan.“Aku tidak tahu kamu sebodoh itu. Ku pikir kamu sudah tahu maksud ku.”Aksa menggaruk tengkuk. Berpikir sejenak, mengira-ngira apa maksud gadis di sebelahnya ini.Tidak mungkin bukan jika Aleena mengajaknya untuk benar-benar menjalani pernikahan sesungguhnya. Maksudku, pernikahan yang terjadi di antara mereka sebelumnya adalah hasil ketidaksengajaan juga kesalahpahaman. Lalu, pernikahan macam apa yang ia maksud sekarang?“Aku ingin kita menjalani pernikahan yang sesungguhnya. Bukan karena paksaan, kerja sama ataupun kesalahan. Aku