Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima subuh. Arlan terbangun saat mendengar suara azan berkumandang, tetapi saat menoleh dia tidak menemukan Allisa tidur di sampingnya.Dia pun mencari ke seluruh ruangan tetapi tidak menemukan sosok wanita yang sudah dinikahinya itu selama tiga tahun ini.“Bik Atun ada lihat Allisa nggak, apakah dia sudah pulang?” tanya Arlan saat melihat Bik Atun hendak ke kamar mandi bawah.“Belum pulang Den,” jawabnya singkat. Ada rasa kehilangan sekaligus kecewa, marah dengan istrinya sendiri, dia lebih memilih tidur di tempat lain, hatinya sudah mulai tertutup untuk bisa memaafkan perbuatan Allisa, apalagi saat dia tahu dulu sudah pernah berhubungan sampai hampir memiliki anak dan mereka pun sepakat untuk menggugurkannya.Banyak kebohongan Allisa yang baru diketahui oleh Arlan kalau selama ini mereka telah bersandiwara tentang cinta mereka.“Bik, kita salat berjamaah ya?”“Iya Den, silakan.”Mereka pun akhirnya salat berjamaah. Bik Atun sangat menyaya
“Apa ini yang kamu inginkan dari dulu? Apakah kamu tidak bahagia hidup denganku, katakan sejujurnya Allisa, apa kita tidak bisa bersama lagi dan kamu tidak menyesal dengan apa yang kamu katakan?” tanya Arlan memastikan dan mengiba.Arlan dapat melihat wajah Alisa yang mengejek dirinya, tetapi sebisa mungkin pria itu menahan gejolak emosinya agar tidak ketahuan kalau dia sudah bisa melihat dengan jelas. Tersungging sebuah senyuman kecil yang meremehkan diri Arlan.“Apakah aku harus menjelaskannya lagi, aku sudah muak dengan pernikahan ini Mas, aku ingin hidup bahagia, mungkin aku bukan wanita yang tepat untukmu.”“Aku sudah berusaha untuk mencintaimu selama dua tahun ini tetapi aku tetap tidak bisa mencintaimu, entahlah,” jawabnya tanpa ada rasa beban.“Kamu tidak mencintaiku karena kamu mencintai pria lain kan atau kamu bertemu dengan mantan kekasihmu dulu?” Ucapan Alan membuat Allisa terkejut tetapi sebisa mungkin wanita cantik itu berusaha untuk tidak terlihat gugup menanggapi semua
Arlan sudah berganti pakaian dengan penampilan culunnya berkaca mata tebal, rambut dengan tatanan belah tengah dan minyak rambut yang banyak sehingga terlihat mengkilap. Memakai sweter tanpa lengan berwarna cokelat dan dipadupadankan dengan kemeja kotak-kotak berwarna cream muda dan celana panjang kain dengan warna cokelat tua dan sepatu hitam, dan tidak lupa membawa tongkat lipat untuk berjaga-jaga yang dia selipkan di dalam kemejanya. Setelah dirasa sudah cukup berdandan dia pun keluar dari kamarnya.“Bik, bagaimana penampilan Saya?” tanya Arlan ketika telah sampai di bawah anak tangga dan berdiri tepat di hadapannya.Bik Atun memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut, penampilan yang sama saat bertemu dengan Allisa saat itu. Wajahnya pun menunjukkan ekspresi datar dan sedikit kecewa.“Apa yang Aden lakukan? Kenapa tidak berpenampilan seperti biasa saja, kembali ke kehidupan nyata Aden?” cercanya dan kembali ke dapur meninggalkan sang majikan begitu saja.Arlan mengiku
Sampai di ruangan VVIP, Arlan pun langsung mengetuk pintu dan masuk, diikuti oleh Panji dari belakang. Terlihat seorang pria tua yang berambut putih sedang duduk menyenderkan tubuhnya di tempat tidur sembari membaca majalah bisnis yang selalu di bawanya.“Opa?” panggil Arlan dan menghampiri orang tua itu dan mencium punggung tangan yang sudah berkeriput.“Alhamdulillah, akhirnya kamu bisa datang Arlan, apakah harus menunggu Opa masuk rumah sakit jadi kamu bisa menemui Opa?” tanyanya dengan nada sinis.“Bagaimana keadaan Opa, apakah ada yang serius, apa kata Dokter?” tanya Arlan sedikit khawatir.“Opa pikir kamu tidak khawatir lagi dan sudah tidak mau menjenguk orang tua renta ini, karena masih marah,” sindirnya dan membuang majalah itu di sampingnya.“Ya bagaimanapun juga Anda adalah keluarga saya, dan masih menghormati sebagai orang yang di tuakan,” jawabnya datar.“Kamu masih marah dengan Opa?”“Opa baik-baik saja, hanya terkena serangan jantung sedikit,” sahutnya santai dan te
Pria tua itu membetulkan posisi duduknya dan kemudian menatap Arlan yang masih berdiri dengan angkuh tidak mau mendekat kepada dirinya.“Sebelum meninggal Arum menitipkan Axel dengan Opa dan dia mengatakan semuanya kalau Axel bukanlah anak kandung papa kamu dan dia juga sudah tahu saat menikahinya, ternyata papa kamu hanya ingin melindungi dan memberi nama keluarga kita agar anak itu tidak terlantar.” Opa juga tidak mungkin membiarkan Axel pergi dari keluarga kita karena namanya sudah ter sematkan dengan nama Keluarga Atmaja tetapi bukan berarti dia yang akan mengendalikan semuanya, karena Opa masih percaya dengan kamu.”“Opa akui sangat keras sama kamu karena untuk mendidik kamu agar lebih kuat dalam dunia bisnis, Arlan. Tidak semua apa yang kamu lihat di depan mata kamu adalah kenyataan, semua banyak tipu muslihat dan kamu harus selalu waspada dengan di sekelilingmu.”“Axel memang Opa tempatkan di sana agar tidak mengganggu kamu, dia yang akan mengurus bisnis kita di luar negeri,
Waktu semakin berlalu, sudah jam setengah sepuluh pagi. Anak-anak itu sudah bersiap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing setelah berjalan puas mengelilingi pusat kota. Semua anak terlihat masih ceria dan masih bersemangat. Bagi gadis itu melihat senyuman mereka adalah semangat untuknya bertahan dari terpaan angin dan badai yang harus dia laluinya setiap hari. Gadis itu sedikit merelakskan kedua kakinya dan menyandarkan tubuhnya di sebuah kursi plastik sebentar setelah anak-anak itu pulang. Perutnya pun mulai melalukan konser amal di dalamnya karena sedari tadi belum terisi apa pun kecuali segelas air hangat yang dia teguk di rumahnya.Dia lalu melepaskan kacamata tebalnya untuk menutupi kecantikan alami yang ada di dalam dirinya sendiri, matanya sedikit terpejam sebentar. “Kamu sepertinya sangat lelah hari ini, Mi, apakah kamu sudah makan?” tanya Anggun yang tiba-tiba saja datang dan membawakan kotak makanan dan menyodorkannya kepada Ayumi.“Apa ini?” tanya gadis itu membu
“A—apa maksud Ibu?” “Kamu pikir aku tidak tahu sertifikat rumah ini kamu simpan, hah?” “Sudah aku gadaikan di tempat Juragan Arya dan yang kamu lihat di dapur itu adalah uang hasil aku menggadaikan rumah reyot ini, sisanya ya buat shopping lah,” jawabnya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.“Ibu keterlaluan!” teriaknya histeris.“Pikirkan apa yang aku katakan, mau sampai kapan kamu membiarkan bapak kamu menderita dengan penyakitnya, bawa virus tahu?”“Lebih baik kamu buang saja ke panti Jompo sekalian agar tidak merepotkan kita,” lanjutnya lagi sambil meninggalkan Ayumi dan Pak Amin yang saling berpelukan.Ayumi segara memapah tubuh kurus itu dengan perlahan-lahan dan menyenderkan badannya di dinding. Kedua kakinya pun diangkat kembali ke tempat tidur.“Mi, ma-maafkan Ba—bapak su—sudah membuat ka—kamu menderita,” ucap Pak Amin terbata-bata dan nyaris tak terdengar.Ayumi tetap diam dan pergi keluar, tak lama kemudian dia kembali dengan membawa nampan yang berisikan bubur dengan
“Maaf Mbak, mau diantar ke mana?” tanya Arlan bersemangat.“Ke Cafe Melati, tetapi agak ngebut sedikit nggak apa-apa Mas, soalnya sudah telat sekali,” jelasnya dengan tersenyum malu-malu.Arlan mengangguk dan segera memutar motor maticnya untuk bersiap. Untung saja di jok motornya masih ada helm cadangan, dia lalu memberikannya kepada gadis manis itu.“Ayok Mbak!”“Permisi Mas, saya naik ya,” ucapnya dengan lemah lembut. Arlan kembali tersenyum karena bisa mengantarkan gadis yang sebenarnya dia sudah cari.“Maaf Mbak sudah lama kerja di Cafe itu?” tanya Arlan ketika di atas motor.“Sudah hampir dua tahun, Mas,” jawabnya sedikit berteriak.“Kira-kira ada lowongan nggak ya di sana, saya juga mau cari pekerjaan, kalau ojek ini kan hanya kerja sampingan saja, siapa tahu Mbak nya bisa minta tolong begitu,” sahutnya lagi.“Oh nanti saya tanyakan dulu ya Mas, tetapi sepertinya ada sih kemarin itu ada lowongan bagian cleaning servis, Mas nya mau nggak kalau bagian itu, lumayan sih,” sangg