“Maaf Mbak, mau diantar ke mana?” tanya Arlan bersemangat.“Ke Cafe Melati, tetapi agak ngebut sedikit nggak apa-apa Mas, soalnya sudah telat sekali,” jelasnya dengan tersenyum malu-malu.Arlan mengangguk dan segera memutar motor maticnya untuk bersiap. Untung saja di jok motornya masih ada helm cadangan, dia lalu memberikannya kepada gadis manis itu.“Ayok Mbak!”“Permisi Mas, saya naik ya,” ucapnya dengan lemah lembut. Arlan kembali tersenyum karena bisa mengantarkan gadis yang sebenarnya dia sudah cari.“Maaf Mbak sudah lama kerja di Cafe itu?” tanya Arlan ketika di atas motor.“Sudah hampir dua tahun, Mas,” jawabnya sedikit berteriak.“Kira-kira ada lowongan nggak ya di sana, saya juga mau cari pekerjaan, kalau ojek ini kan hanya kerja sampingan saja, siapa tahu Mbak nya bisa minta tolong begitu,” sahutnya lagi.“Oh nanti saya tanyakan dulu ya Mas, tetapi sepertinya ada sih kemarin itu ada lowongan bagian cleaning servis, Mas nya mau nggak kalau bagian itu, lumayan sih,” sangg
“Kenapa, ada yang salah dengan pertanyaan gue?” “Bukan begitu pokoknya ceritanya panjang deh .”“Ah elo dari tadi ngomongnya panjang melulu , seberapa panjang sih seperti rel kereta api?” tandasnya dengan rasa sedikit kesal. “Elo lama-lama enggak ketemu mulai bawel ya seperti mulutnya wanita saja.”“Nantilah gue cerita, yang penting nomor elo aktif aja, nanti gue hubungi lagi dan ingat jangan bilang kalau gue yang suruh elo melakukan semua ini, gue pergi dulu masih ada tugas negara,” jelasnya lagi sambil meninggalkan Dimas.“Ah elo, enggak asyik!” teriaknya lagi sambil menatap temannya itu menghampiri kendaraannya.Arlan lalu menyalakan mesin motornya dan pergi sedikit laju membelah jalanan sembari tersenyum ke arah Dimas yang masih terlihat kesal.Setelah kepergian Arlan, Dimas pun langsung masuk dan menemui Ayumi, dan memanggilnya untuk berbicara di dalam ruangan manajer. Hal itu membuat beberapa rekan kerjanya ada yang merasa bingung dan kasihan tetapi ada yang merasa senang te
Allisa sudah tidak sabar untuk menunggu Elang di kamar, dia selalu mondar-mandir menunggunya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari luar. Langkah Allisa terhenti, jantungnya mulai berdegup kencang, tetapi wajahnya terlihat bahagia.“Ya Tuhan, akhirnya dia datang juga,” ucapnya sedikit gugup.Allisa kembali menatap dirinya yang menurutnya telah cantik maksimal. Lalu bergegas membuka pintu kamar itu.“Mas, aku sudah ti ... “ ucapannya menggantung saat melihat siapa yang datang tidak sesuai dengan akseptasi. Wajah semringah untuk menyambut kedatangan pria tampan yang dingin itu langsung meredup dengan berganti muram.Pria tua itu kemudian masuk ke kamar tanpa memedulikan Allisa yang masih mematung di ambang pintu. “Waw, Sayang kamu sudah menyiapkannya semua ini sebagai bulan madu kita? Ternyata kamu sangat romantis juga ya?” Pria itu mengedarkan pandangan sekeliling yang tampak seperti kamar pengantin baru.Aroma terapi yang memanjakan penciumannya dengan lilin-lilin kecil ya
“Jawab Mas, kenapa kamu diam saja? Kamu menyuruhku melakukan semua ini tanpa sepengetahuan Om Doni juga?” sambungnya lagi.“Sayang, tidak ada waktu lagi jika kita bicara, nanti aku akan jelaskan semua, sekarang kamu harus cepat membersihkan dirimu, sepuluh menit lagi Tuan Elang akan datang dan jika dia melihat semua kekacauan ini makanya uang yang sudah ditransfer olehnya akan diambil kembali dengan denda tiga kali lipat, kamu enggak mau itu terjadi kan?”“Sayang, bertahanlah sebentar lagi, kamu akan segera menikmatinya juga, tetapi itu semua harus ada pengorbanan besar agar apa yang kita harapkan terwujud, oke?”“Please ... Bima kembali membujuk Allisa agar mengerti keadaan.Allisa kembali menatap ke arah Bima yang sudah memasang wajah sendu, dengan begitu hati Allisa kembali ingin memaafkan orang yang sudah menjebaknya itu. Tak lama kemudian Allisa kembali tersenyum.“Mas, aku sangat mencintaimu, apa pun yang kamu katakan akan aku turuti tetapi aku mohon jangan tinggalkan aku dan
Sebuah ruangan yang sedikit luas, terdapat banyak buku pajangan yang tersusun rapi di rak yang memanjang, jika penat dan letih telah merasuki tubuhnya dia akan membuka sebuah buku yang bisa menghilangkan rasa itu. Hobi Arlan yang suka membaca mengantarkannya untuk bisa mengoleksi berbagai macam buku yang sarat akan pesan moral, perjalanan hidup atau pun motivasi.Namun, sudah semua dia pelajari tetapi untuk masalah yang dihadapi dirinya sekarang tidak bisa menghilang begitu saja, bahkan dia pun mencari jawaban untuk setiap pertanyaan di pikirannya tetapi tetap tidak ada, perselingkuhan yang dilakukan Allisa sangat menyakitkan hatinya apalagi saat dia tahu setiap kebohongan yang dilakukan sejak pertama kali membuatnya terlihat bodoh dan buncin akan cinta. Cinta telah membutakan mata hatinya sehingga dengan mudah orang lain ikut memanfaatkannya. Arlan menelisik melihat semua buku pajangan itu walaupun hampir semuanya sudah dia baca dan hafal di luar kepala. Sampai akhirnya dia meliha
Allisa berpikir jika Arlan akan marah ataupun kecewa dengan keputusan sepihak ini, tetapi dia juga tidak mungkin menarik kembali perkataannya.“Apakah ini sudah keputusan kamu, jangan sampai kamu menyesal dengan apa yang kamu ucapkan, karena aku tidak mungkin kembali denganmu lagi karena egois kamu sendiri,” sahut Arlan terlihat serius.Lagi-lagi ekspresi wajah Allisa sama sekali merendahkan Arlan, terlihat wanita cantik itu menyunggingkan sebuah senyuman, tetapi Arlan tidak mau terpancing dia tetap bersandiwara pura-pura buta.“Sudah buta, masih tinggi saja egoisnya, memang siapa peduli dengan kamu, Mas, bahkan dari dulu sampai sekarang aku tidak mencintaimu, buat apa aku mempertahankan rumah tangga ini, aku hanya memanfaatkan kamu untuk bisa mengubur aib itu, sekarang sudah waktunya aku bebas dan mengejar cintaku yang sesungguhnya ... Elang Pratama ... Allisa membatin dan membayangkan wajah Elang yang begitu tampan dari Bima ataupun Arlan menurutnya.“Aku tahu siapa sasaran kamu A
Waktu sudah menunjukkan pukul lima subuh, terdengar sayup-sayup suara azan berkumandang. Bergegas Arlan beranjak dari tempat tidurnya untuk menunaikan kewajiban sebagai umat yang beragama. Setelah selesai mandi dan berpakaian muslim salat lalu disambung dengan membaca kitab suci Al Quran membuatnya dirinya menitikkan air mata, antara sedih dan bahagia.Sedih karena tidak ada lagi wanita yang selalu memberikan kehangatan senyuman setiap dia membuka matanya dan bahagia karena bisa melepaskan wanita yang sudah mengisi hidupnya selama tiga tahun untuk Kebahagiaan wanita itu.Pria tampan itu menoleh ke ranjangnya sebentar, masih terbayang akan kehadiran sosok wanita cantik itu, biar bagaimanapun rasa cinta itu masih ada meskipun Allisa sudah meninggalkannya dalam duka. Tak ingin berlama-lama bersedih Arlan bangkit dan bersiap diri untuk melakukan rencana yang telah dia susun di kepalanya. Hari ini adalah hari yang baru untuk Arlan untuk memulai hidup barunya karena dia tidak ingin lagi b
“Saya suka dengan seorang gadis dan ingin lebih dekat dengan dia gitu,” jawabnya malu-malu. “Nah berarti elo modus kan untuk melakukan sesuatu?” tanyanya pria bertato itu. “Ya nggak juga sih Bang tapi namanya anak muda wajar kan Bang, ada usaha untuk mendekati gadis yang diincarnya?” bela Arlan.Mereka terdiam sejenak. “Hemm ... oke, karena elo jujur kasih tahu kita nggak apalah kalau elo boleh ngambil itu penumpang kita, tapi enggak ada yang gratis lah,” jawabnya dengan penuh semangat.“Maksud Abang?” Arlan mengerutkan dahinya.“Elo boleh ambil itu penumpang asalkan elo harus kasih kita duit setiap elo narik penumpang itu nggak banyak cuma lima puluh ribu setiap elo narik jalan sama dia, bagaimana kalau setuju silakan kalau nggak jangan harap bisa bawa penumpang itu di sini!” pinta orang bertato itu. “Kalau itu mah gampang lah Bang, tapi tolong jagain dia buat saya Bang, nanti uangnya saya tambahkan, maksudnya jangan sampai dia ikut sama yang lain. Dan kalau perlu Abang bisa menja
“Kenapa harus bertanya?” kesal Bima kembali. “Maaf, soalnya Masnya galak. Apakah Mas baru berkelahi atau dihajar orang sih, sebentar, tunggu di sini,” ucapnya sembari pergi meninggalkan Bima sementara. Bima memperhatikan gerak gerik gadis polos itu. Seketika terukir sebuah senyuman kecil dari sudut bibirnya. Tak lama kemudian Ayumi datang dengan membawa kotak p3k yang dia pinjam dari kantin rumah sakit. Dia langsung mengobati dan membersihkan luka di wajah Bima dengan cekatan setelah meminta izin kepada Bima. Pria itu pun hanya mengangguk patuh ketika tangan lembut itu menyentuh kulitnya. “Siapa gadis ini begitu perhatian ? Enggak takut sama sekali dengan orang asing? Bisa saja kan berbuat jahat dengannya? Dan apalagi ... hemm ...” Bima kembali memperhatikan wajah lembut Ayumi yang begitu polos. Lagi-lagi pikirannya kembali jahat.“Sudah!’ Ayumi telah selesai mengobati Bima.“Terima kasih, dan ...“Maaf Mas, saya permisi dulu, sering-sering diobati lukanya, atau periksa ke dokter
Ayumi duduk di samping tempat tidur ayahnya. Menatap sendu wajah orang tua itu yang semakin tirus. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja membasahi wajahnya yang cantik. ”Seandainya ibu masih hidup pasti bapak tidak seperti ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku bisa berani menolak permintaan bapak untuk menduakan Ibu. Dan sekarang istri kedua bapak pun pergi dengan laki-laki lain. Entah di mana mereka sekarang aku juga tidak tahu nomor telepon mereka. Ah kenapa aku malah memikirkan mereka? Mungkin sekarang mereka bahagia dengan kehidupan barunya,” gumam Ayumi dalam hati. Tak lama kemudian, tubuh orang tua itu sedikit bereaksi. Ayumi menyadarinya dan begitu bahagia karena ayahnya sudah siuman. Mata sayu itu perlahan-lahan terbuka. Dan tentu saja yang dilihat adalah putri tersayangnya yang selalu ada untuk orang tua itu. Wajah Pak Amin masih terlihat sedikit pucat tapi dia berusaha untuk bisa tetap tersenyum.“A—ayumi?” suara serak tapi pelan masih terdengar oleh Ay
Tangannya mengepal kuat dengan hati yang masih kesal dan marah, tapi dia berusaha untuk menahannya sebelum semua terbongkar siapa dirinya yang sebenarnya. Sepanjang jalan Arlan terus menggerutu saat mengingat apa yang dikatakan oleh Allisa.“Dia pikir siapa? Berani sekali meminta lebih,” rutuknya kesal.“Kamu pikir aku akan menerima kamu, Allisa? Setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Setelah Bima jatuh miskin kamu ingin menempelku seperti benalu? Jangan pernah bermimpi untuk bisa kembali denganku, apalagi setelah kamu tahu siapa aku sebenarnya! Suamimu yang culun yang selalu kamu anggap rendah dan sampah bisa berubah oh bukan hanya menyembunyikan identitas saja,” lanjutnya lagi. Arlan masih terlihat marah sampai-sampai tidak melihat jalan, hingga akhirnya dia pun tak sengaja menabrak seseorang sehingga mereka saling berpapasan.“Augh ... Maaf Om saya tidak sengaja dan ...” Ucapannya menggantung dan bahkan terkejut saat melihat orang yang dia tabrak tanpa sengaja. Begitu juga deng
Suasana kembali hening sesaat seakan mulut mereka terkunci. Bima terduduk lemas tak berdaya setelah mendengar apa yang dikatakan boleh Arlan. Sedang pria tampan itu tersenyum puas melihat lawannya sudah tak mempunyai harga diri lagi untuk bisa mengangkat kepalanya. Setelah permintaan Arlan itu, dia pun pergi meninggalkan Bima dan Allisa. Bima memang meminta untuk bicara berdua saja untuk terakhir kalinya. Meskipun diizinkan Arlan tetap mengamati gerak-gerik Bima dari pantauan Arlan. Pria itu masih menunggunya di luar dengan tenang duduk dan mengutak-atik ponsel canggihnya.Di dalam kamar Allisa. Bima menatap sendu kondisi Allisa. Meskipun sudah terlihat baik-baik saja tapi luka lebam di wajah cantik Allisa masih terlihat. “Sayang, aku ...” “Mas, aku enggak ingin mendengar apa pun dari mulut kamu itu! Aku baru menyadari kalau cinta kamu itu palsu . Kamu hanya ingin memanfaatkan aku saja. Kenapa aku terlalu mencintai kamu sehingga aku enggak bisa membedakan antara yang salah da
“Penyesalan selalu datang terlambat, selalu saja terjadi. Nasi telah menjadi bubur dan itu juga tidak bisa dikembalikan seperti bentuk nasi lagi kan? Jadi jika kamu ingin berubah harus dari hati bukan karena orang lain. Katakan Allisa kenapa kamu ingin berubah? Apakah karena saya? Kamu sudah tidak mencintai suamimu sendiri? Kamu sangat mencintai orang lain? Saya tahu kamu adalah kekasihnya Bima, kan?” tanya Arlan menatapnya tajam.Allisa terdiam sesaat tapi dia berani menatap mata Arlan lebih dalam lagi. “A—aku sangat mencintai Bima daripada suamiku sendiri. Mas Arlan adalah pria yang baik dan sepertinya aku tidak pantas untuknya sehingga aku melakukan semua ini berselingkuh agar Mas Arlan menceraikan aku. Dia terlalu baik,” jelasnya dengan suara pelan.“Kamu mencintai Bima? Sangat bodoh! Kamu hanya dimanfaatkan olehnya tapi kamu sepertinya lebih nyaman dengan pekerjaan kamu sekarang, kan?” tanya Arlan menegaskan.“A—aku ....”“Apa kamu sekarang menyukai saya atau uang say, Allisa?”
“Kalian harus mengganti rugi karena sudah membuat saya marah. Pikirkan hukuman apa yang pantas untuk kalian, kamu tenang saja Bima dalam perjalanan menuju ke sini, saya ingin tahu dari mulutnya sendiri. Sementara itu kamu boleh keluar sebentar dan jangan berusaha kabur dari sini karena banyak anak buah saya yang siap akan mematahkan kaki kamu jika berusaha kabur, kamu mengerti?” ancamnya lagi “Ba—baik Tuan, permisi!” Doni keluar dari ruangan Allisa. Kini tinggal Arlan dan Allisa berada dalam satu ruangan itu. Arlan menatap tajam tapi entah kenapa wajah sayu Allisa menyihirnya kembali untuk merasa kasihan.Tidak bisa dipungkiri kalau Allisa adalah cinta pertamanya bahkan dia rela melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan cinta Allisa, tapi wanita itu malah mempermainkan hatinya. Bahkan dia pun berani menipu cinta Arlan setalah pria itu tidak mempunyai apa-apa dan buta.“Terima kasih Tuan, karena Anda sudah menyelamatkan saya, dan apa yang harus saya berikan sebagai imbalan atau bala
“Tenang Arlan, kenapa kamu yang malah salah tingkah sih? Dia bakalan nggak tahu siapa kamu asalkan bisa memperlihatkan wibawa kamu,” tegur hatinya berkala. Arlan berusaha mengatur napasnya. Dia lalu berdiri dan berani menatap Ayumi yang sudah mendekati dan memandang wajah tampan itu. Seakan tersihir oleh pesona masing-masing sehingga mereka pun saling beradu tatap. Namun, sesaat Ayumi menyadari tindakan konyolnya yang mendekati Arlan. “Maaf Pak, saya telah lancang menatap Anda seperti itu. Saya tidak ada maksud untuk menggoda Anda, tolong jangan pecat saya. Hanya saja wajah Bapak tidak asing bagi saya atau mungkin hanya kembar saja, permisi!” Ayumi merutuk dirinya dan langsung ke luar dengan napas tersengal-sengal. “Apa yang kamu lakukan Yumi, kenapa kamu sangat berani menatap Bos kamu seperti itu? Mudah-mudahan dia tidak marah, ya Allah!” lirihnya masih begitu syok dengan apa yang dia lakukan sekarang.Hatinya berdegup kencang tapi sesaat kemudian Ayumi merasakan kalau dia perna
Langkahnya sedikit melambat karena dia sendiri pun bingung ingin menanyakan sesuatu kepada siapa. Namun, pada saat tiba di bagian pantri Ayumi pun melihat ada seseorang di sana yang sedang menyiapkan minuman entah untuk siapa.Bunyi ketukan pintu terdengar sehingga orang itu pun menoleh ke belakang. “Permisi Bu, saya mengganggu sebentar,” ucap Ayumi ramah.“Ya, ada apa ya?” tanya wanita paru baya itu lagi dengan membalasnya ramah juga dan mempersilakan masuk ke dapur. “Maaf, saya ingin bertanya sesuatu karena saya masih baru kerja mulai hari ini dan tadi saat ada di ruangan Pak Panji, saya menerima telepon, ucapan memberi perintah untuk pergi ke ruangan nya, tapi saya bingung ruangan yang mana, belum saya mau bertanya tiba-tiba saja sudah terputus,” jelas Ayumi bingung.Sedangkan wanita paru baya itu begitu menyimak apa yang disampaikan Ayumi sambil manggut-manggut seakan mengerti siapa yang dimaksud oleh Ayumi.“Wah, kamu harus hati-hati dengan pria itu. Wajahnya memang tampan r
Mendengar ucapan itu membuat hati Sheila panas dan ingin sekali melayangkan tangannya ke wajah tampan Arlan tapi melihat isyarat dari papanya Sheila pun mengurungkan niatnya. Hanya bisa memendam rasa itu yang seakan-akan telah menghinanya secara terang-terangan. “Maaf Pak Radit, saya akan menyetujui permintaan Bapak untuk merevisi proposal ini dan kami janji akan membuat Bapak terkesan. Beri kami waktu dua hari saja untuk mengkaji kembali proposal kami dan kami janji tidak akan mengecewakan untuk kedua kalinya,” ucap Pak Daniel melunak. “Baiklah, saya bukan orang yang tidak menghargai kerja keras orang lain selama orang itu mau menerima kritikan dan masukan dari saya. Tepat di hari itu saya akan memutuskan apakah perusahaan Anda layak berdampingan dengan perusahaan saya atau tidak, permisi!” Lagi-lagi sikap Arlan membuat mereka geram tapi mereka harus bersabar karena proyek ini sangat dikejar oleh Daniel. “Terima kasih, Pak Radit, kalau begitu kami permisi, selamat siang!” Daniel i