"Lira,ini Om Aji."Ibunya memperkenalkan seorang pria usia awal 40 tahun yang duduk di depannya.
"Selamat siang,Om."Gadis berusia 7 tahun berambut ikal panjang itu berkata pelan,lalu kembali menunduk.
"Selamat siang Lira"Sapa Aji. "Lira cantik seperti Mama,ya." ia tersenyum hangat.
Lira melihat orang yang dia panggil Om itu melirik ke arah Ibunya penuh arti.
Perasaan gadis kecil itu semakin tak menentu,ketika Ibu yang selama 5 tahun menjanda itu tersipu.
Lira sama tak menyangka,makan siang di Restoran mewah hari itu akan merubah hidupnya.
Feelling Lira benar.Tak lama,Ibu nya meminta ijin,atau lebih tepatnya,hanya sekedar memberi tahu,tentang rencana pernikahannya dengan orang yang ia panggil Om Aji tersebut.
Yang membuat Lira kaget,ternyata calon Ayah tirinya itu memiliki 3 orang anak dari mantan istrinya yang meninggal.
.."Lir,cobalah.Gaun ini sepertinya cocok untukmu." Ibunya memperlihatkan dress berwarna putih dengan renda-renda nya yang berbentuk pita.
Siang ini,dia dan Ibunya tengah melakukan fitting baju pengantin.
Dan calon Ayah tirinya itu menginginkan semua anak-anaknya memakai baju seragam dan menjadi pengiring pernikahan.
Lira baru saja mengambil dress putih berenda yang di sodorkan padanya,saat Aji datang bersama 3 anak yang mengekor di belakang.
"Kau sudah memilih baju apa yang akan kita pakai,Liana sayang?" tanya Aji sembari mengecup kening calon istrinya.
Lira bisa melihat raut 2 dari 3 calon saudara tirinya itu tampak jengah.
"Belum,baju-baju di sini sangat bangus. Aku bingung memilih." Liana tersenyum dengan rona bahagia menatap calon suaminya.
"Bagimanan dengan mu Lira?" Aji bertanya pada Lira yang sejak tadi hanya diam menunduk sambil memegangi dress putihnya.
"Iya,Om.Lira sudah dapat." Ia menjawab.
Padahal Lira sendiri tidak tahu cocok atau tidak nya dress yang di pilihkan Ibu nya itu.
"Oya,Lira.Hari ini Om ingin memperkenalkan saudara-saudara mu." Aji menoleh ke belakang,lalu memberi kode pada anak-anaknya agar maju ke depan.
Dengan patuh,atau lebih tepatnya terpaksa patuh,ketiganya berjalan maju.
"Ini Lira,anak dari Tante Liana." Aji memperkenalkan.
"Ha,halo..."Kikuk Lira menyapa 3 orang yang berdiri di hadapannya.
"Ini James."Tunjuk Aji pada anak lelaki paling besar dan berkacamata. "Tahun ini dia berusia 15 tahun."
Lira mencoba tersenyum.
"Dia Jasmine." Aji memperkenalkan anak perempuanya. "Dengan adanya Lira,tentu kau akan ada teman di rumah sekarang." Aji tersenyum lebar.
"Halo Kak Jasmine." sapa Lira berusaha terlihat seramah mungkin.
"Halo Lira." Jasmine melambaikan sebelah tangan penuh semangat.
Hati Lira sedikit lega,ketika gadis berkuncir itu bersikap lebih ramah dari saudaranya yang berkacamata.
"Waah..kau tentu senang Lir." Ibunya meletakkan kedua tangannya ke pundak Lira. "Sekarang kau punya saudara perempuan yang bisa kau ajak main dan berbagi apa saja."
"Kau masih punya satu saudara lagi,Lira."Aji berkata.
Pandangan Lira mengarah pada anak lelaki seusianya.Dia seolah tak peduli pada sekitar dan hanya menatap lurus ke arah jendela besar yang ada di ruangan itu.
"Johan!" panggil Aji.Suaranya membuat siapa pun yang berada di situ kaget.Tak terkecuali Lira sendiri.Karena setahu dirinya,Aji adalah sosok yang ramah dan lembut.
"Apa dia anak angkat?"Tanyanya dalam hati.Sebab sikap Aji begitu berbeda.
Johan menoleh ke arah Lira.Gadis itu langsung beku.Mata hitam dari anak lelaki itu begitu kelam.Seolah tak ada kehidupan di dalamnya.
"Hai..." ia menyapa dengan raut tak minat.
"Ha,halo Kak Johan." Lira gugup.Dia berusaha bersikap sewajarnya,meski tetap ada perasaan tak nyaman saat Johan memandang.
Itulah pertemuan pertama Lira dengan takdir terburuknya.Takdir yang akan membuatnya menyesali hari,di mana Ibunya menikah dengan Aji Prawira.
Hidup Lira bak Cinderella.Dari gadis biasa menjadi seorang Nona Muda bergelimang harta. Aji yang ia kira akan bersikap jahat seperti seorang Ayah tiri di film,nyatanya begitu baik dan sayang padanya.
Seperti kata Ibunya,Jasmine menjadi teman terbaiknya dalam hal apa pun. Bahkan kamar mereka bersebelahan karena begitu akrabnya.
Lira tak begitu dekat dengan James, karena usia James memang jauh di atasnya.Tapi Lira tak mempermasalahkannya.Yang penting,James tak pernah mengusik atau bersikap buruk padanya.
Yang jadi masalah adalah Kakak tiri terakhirnya.
Hari ini tepat setahun Ibu nya menikah dengan Aji dan ia tinggal di rumah mewahnya tersebut.
Lira sedang berjalan-jalan di taman belakang yang banyak terdapat tumbuhan bunga anggrek yang bergelantungan.Kabarnya,Istri pertama Aji lah yang menanam anggrek-anggrek itu dulu.
"ANAK PEMBAWA SIAL !!"
Lira berjingkak kaget,mendengar bentakan seseorang.
Lira làngsung bersembunyi di balik pohon Akasia yang tumbuh di situ.
Di lihatnya Aji dengan wajah merah padam memukul Johan sampai anak lelaki berusia 10 tahun itu tersungkur ke tanah.
Lira menutup mulut ngeri.
"GARA-GARA MELAHIRKAN MU ANITA MENINGGAL !!" Aji menarik kerah baju Johan yang sama sekali tak melakukan perlawanan,lalu kembali memukul wajahnya sampai darah mengalir dari hidung anak berusia 10 tahun itu.
Lira gemetaran.Dia menutup mulutnya rapat-rapat,takut suara tangis ketakutannya terdengar.
Siang itu rumah memang dalam keadaan sepi.Tapi bukan berarti tidak ada orang bukan?
Ada James,Jasmine dan para pelayan yang jumlahnya puluhan di rumah megah ini."Kenapa tidak ada yang menolong?" Lira bertanya dalam hati. "Padahal suaranya sekeras ini.Apa tidak ada yang mendengar?" ia tak mengerti.
Tiba-tiba Lira sadar.Jika saat,ini Ibu nya lah satu-satu nya orang tak berada di rumah.
"PEMBAWA SIAL !!" Teriakan Aji di barengi suara pukulan kembali menyakiti telingan gadis kecil itu.
Lira merapatkan tubuh di balik Pohon, ketika Aji selesai dengan aksinya,lalu berjalan pergi melewati tempat persembunyianya.
Lira menunggu sampai Aji menghilang di belokan.Setelahnya ia berlari cepat ke arah Johan yang terduduk di tanah sembari mengusap-usap darah dari hidung dan ujung bibirnya yang robek.
"Kakak nggak apa?"Lira bersimpuh di hadapan Johan dan menatap khawatir.
Johan mengangkat wajah. Sekali lagi Lira di buat terkejut.Tak ada ekspresi kesakitan atau pun ketakutan di situ.Padahal wajahnya lebam dan bengkak.
Di lihat darah dari hidung Johan mengalir.Saat Johan ingin menyeka dengan punggung tangan,Lira lebih dulu memegangi tangann Johan,lalu menyeka darah tersebut dengan ujung bajunya sendiri.
Mata hitam Johan menbulat.Rasanya itu ekspresi pertama yang di perlihatkan, selama setahun mereka tinggal bersama.
"Kenapa Papa memperlakukan Kakak sampai seperti ini?"Mata Lira berkaca-kaca.
Ia seperti ikut merasakan sakit,saat menghapus darah yang mengalir dari ujung bibir Johan yang terluka.
"Dia biasa melakukan hal seperti ini saat sedang stres dengan pekerjaan." Johan menjawab santai.Seolah itu hal yang wajar dan biasa.
"Apa?"Mata Lira membelalak.
Mereka saling pandang.
"Kenapa Kakak tidak meminta tolong?" Kening Lira berkerut sedih.Dia tak tega dan merasa kasihan pada kakak tirinya itu.
"Siapa yang mau menolong?"Wajah Johan tanpa ekspresi.
Lira tertegun. "Jadi benar sebenarnya orang-orang di rumah ini mendengar, tapi tidak ada yang berani menolong?"
Johan bangkit berdiri,di ikuti Lira yang masing memandang cemas pada punggung Johan yang berkalang tanah.
"Aku akan menolong Kakak."
Terdorong rasa iba,Lira berseru.Johan menghentikan langkah.Perlahan ia menoleh ke belakang dan menyringai ke arah adik tirinya.
Sesaat Lira bergidik,sebelum senyuman Johan menjadi senyum paling menawan yang pernah Lira lihat.
Kedua pipi Lira masih merona memandang Johan yang telah berjalan menjauh.
Sama sekali tak ia duga,jika suatu saat nanti Lira akan menyesal menaruh kasih pada seorang Johan.
"Tidak,ungkapkan.Tidak,ungkapkan...?" Gumam seorang Laki-laki berusia kisaran 23 tahun, dengan kaos berkerah warna abu tua yang sedang duduk di bangku taman depan sebuah Rumah mewah dengan halamannya yang luas. Kepalanya tertunduk mengamati kedua tangannya yang sibuk mencabuti kaki-kaki dari seekor Laba-laba yang kebetulan ia temukan. "...Tidak, Ungkapkan..." ia mencabut kaki terakhir dari Laba-laba malang tersebut, kemudian membuang Laba-laba tak berkaki itu begitu saja. Ia menghela nafas panjang penuh keputusasaan yang di buat-buat sambil mendongkakkan kepalanya pada kursi. Di pandanginya langit pagi yang berwarna biru cerah dengan awan yang berarak dengan posisi kepala yang terbalik. "...Harus di ungkapkan, tapi bagaimana mengungkapkan...??" Ia kembali berguman sendiri.
Tiba-tiba terdengar siulan seseorang tak jauh dari mereka."President BEM lagi pamer adegan panas yaa...??" Ucap seorang Laki-laki kisaran usai 22 tahun berwajah oriental dengan mata sipitnya.Ia berjalan mendekat ke arah mereka dengan tangan kiri di saku celana, sedangkan tangan kanannya sibuk memegangi permen cupa cup rasa stroberi."Tuan Muda, anda ini bicara apa...??" Rendy berkata dengan suara yang di rendah kan di telingan Laki-laki yang di panggil Tuan Muda tersebut.Mata Johan menyipit dan memandang dengan pandangan merendahkan ke arahnya, meski begitu bibirnya tetap tersungging senyum lebar."Tuan Muda Jas Almamaternya di mana..??" Tanya Johan dengan sikap pura-pura ramahnya."Nggak bawa tuh !" Jawab laki-laki
Gerakan mengulum dan menaik turunkan dengan mulut yang di lakukan wanita berambut panjang itu semakin cepat.Sesekali tangannya ikut memegangi benda tumpul berurat yang sudah sangat tegang tersebut dan mengurutnya lambat-lambat, menghasilkan sensasi yang pastinya begitu memabukan untuk si empunya benda tumpul tersebut.Dari posisinya yang duduk di lantai dan Johan yang duduk di kursinya dengan kedua kakinya yang terbuka dan celana jeans nya dengan resleting yang terbuka, ia melakukan blow job.Di jilatinya milik Lelaki itu sambil melirik ke atas, memandang wajah Johan yang menegadah ke atas dan mata yang terpejam menahan segala rasa yang di hasilkan dari kepiawaian si wanita dalam bermain.Namun sayang, yang kini dalam pikiran Johan, bukanlah wajah wanita yang sedang memberinya kenikmatan. Ta
"Dia sudah besar, kenapa kau memperlakukannya seperti anak kecil...?" Andreas berkata santai sambil mendongkak kan wajahnya menatap Johan yang berdiri di dekatnya.Johan memandang Lelaki berwajah oriental dengan mata sipit dan kulit putihnya yang tengah duduk dengan kaki kananya yang terangkat di paha kiri dan sedang mengulum permen itu."Tuan muda juga mau ikut campur urusan orang...??" Bibir Johan tersenyum kaku dengan nada bicaranya yang berkesan meremehkan.Andreas membuang muka sesaat dan terkekeh. Ia tahu Johan memanggilnya Tuan muda hanya untuk mengejek nya."Jangan seperti itu Kak, Kak Andreas sudah berbaik hati menemani menunggu temanku..." Lira merasa tak enak. Ia berdiri di tengah Johan dan Andreas yang masih duduk santai di tempatnnya."Kenapa nggak bilang kalau
Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganny dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.Reflek Lira pun menoleh ke arah Kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya."Kenapa Kak...??" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar, aku jadi pacar Kakak saja..." nada bicara Anya terdengar manja.Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.Anya tersenyum lebar melihat wajah Seniornya yang tertawa kecil itu."Mau yaa...??" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh nya condong ke depan dan memandag Johan penuh pemujaan.Laki-laki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir nya mengulas senyum tipis."Agresif sekali ternyata Anya..." Lira berkata
Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah."Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua."Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu."Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal
Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan."Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu."Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.🙈
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat