Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganny dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.
Reflek Lira pun menoleh ke arah Kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya.
"Kenapa Kak...??" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar, aku jadi pacar Kakak saja..." nada bicara Anya terdengar manja.
Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.
Anya tersenyum lebar melihat wajah Seniornya yang tertawa kecil itu.
"Mau yaa...??" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh nya condong ke depan dan memandag Johan penuh pemujaan.
Laki-laki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir nya mengulas senyum tipis.
"Agresif sekali ternyata Anya..." Lira berkata dalam hati. Namun ia hanya diam memilih tidak ikut campur dan kembali asik memandangi awan yang bergerak-gerak di langit biru yang cerah dari balik kaca mobil.
"....Kau belum mengenalku, tapi berani memaksa untuk menjadi pacarku." Johan berkata tenang dengan mata hitam nya yang menatap lurus jalanan yang siang ini pun terlihat padat dengan banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang.
"Justru karena aku tahu Kakak, makanya aku mau jadi pacar Kakak !" Anya menjawab cepat dengan wajah serius menatap Lelaki dengan pembawaanya yang tenang itu.
Johan menyringai lebar mendengar kata-kata gadis berambut pendek yang terus saja menempel-nempelkan bagian dada nya pada pundak nya itu.
"Lir, kau juga pasti setuju kan, kalau aku jadi Pacar Kakak mu...?" Anya menoleh ke arah gadis berkuncir yang sedang asik memperhatikan langit siang dari kaca jendela mobil sambil bersandar pada jog mobil.
"Apa...??" Lira terkejut dan langsung menoleh pada teman baru nya dan Kakaknya yang masih tenang-tenang saja mengendarai mobil.
"Aaahh...kau ini..." Anya terlihat sebal. "Jangan-jangan nggak mendengarkan pembicaraan kami..??" Anya bersedekap dan memandang Lira pura-pura marah.
Lira gelagapan, ia memang tidak begitu menyimak obrolan Kakak dan teman baru nya itu.
"Kalau Lira setuju, aku akan mempertimbangkannya." Johan tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.
"Benarkah...??" Wajah Anya langsung cerah, ia menoleh pada Lira yang masih tak paham dengan apa yang Kakaknya bicarkan. "Lira, kau setuju kan...??" Anya menangkup telapak tangan Lira dengan kedua tanganya dan menatap penuh harap.
"Se, setuju apa...?" Lira masih tak mengerti.
"Aku jadi pacar Kakakmu !" Ucap Anya semangat.
Mata Lira membulat dan melirik ke arah Kakaknya yang tampak acuh dengan mereka.
"Ta, tapi..." Lira kebingungan. "Bukannya kita baru saja berkenalan...? Dan kau juga baru bertemu Kakak ku...?? Kenapa langsung ingin menjadi pacar Kakak...??" Lira berkata dalam hati, namun ia sungkan untuk mengungkapkan.
"Ya Lir..?? Kau setuju kan..??" Anya mempererat tangkupannya pada telapak tangan Lira yang mulai berkeringat meskipun di dalam Mobil terdapat pendingin.
"Aku nggak tahu." Akhirnya Lira berkata. Ia melihat ke arah Kakaknya, berharap Johan akan membantu nya. Tapi nyatanya Lelaki dengan wajah malaikatnya itu tetap tenang menyetir.
"Bilang saja, iya !" Anya sudah tak sabar.
Lira mengkerutkan kening, "Ternyata sifat Anya seperti ini..." ucap Lira dalam hati. Ia agak menyesal mengiyakan ajakan Anya jalan-jalan ke Mall. "Mestinya aku nggak langsung mengiyakan ajakan orang yang baru aku kenal..." Lira kembali berkata dalam hati.
Sampai Mobil Chevrolet camaro RS warna metallic itu masuk ke salah satu Mall besar di Kota Jakarta dan berjalan lurus ke arah Parkir basement, Lira masih belum memberikan tanggapannya.
Setelah memarkirkan Mobil, mereka bertiga segera turun dan masuk ke dalam Mall yang besar dan mewah dengan berbagai merk barang yang di jual dan Restoran-restoran lezat di dalamnya.
Wajah Lira langsung tertekuk saat teman baru nya itu terus bergelayut pada lengan Kakaknya dan berbincang seolah hanya ada mereka berdua di situ.
Lira yang berjalan perlahan mengikuti mereka di belakang makin kesal, karena Kakaknya sama sskali tidak menolak dengan sikap Anya yang menurut Lira kurang sopan karena mereka yang baru saja kenal.
"Lir, kenapa kau berjalan lambat sekali...?" Johan sudah menoleh ke arah nya dengan tangan Anya yang masih berada di lengannya.
"Ah, iya Kak !" Lira berjalan cepat ke arah Kakaknya dan berdiri di sisi sampingnya.
"Apa kau sakit...?" Johan meletakkan telapak tangannya pada dahi adik perempuannya itu, yang membuat kedua mata Anya memicing memandanginya.
"Aku nggak apa-apa." Lira tersenyum. Ia selalu senang dengan sikap Kakaknya yang selalu perhatian pada nya. Yah...walaupun kadang perhatiannya berlebihan...
"Lalu kenapa jalan mu tadi lambat...??" Johan pura-pura bertanya, padahal ia tahu sifat Adiknya yang serba tidak enakkan itu.
Lira baru saja akan membuka mulutnya, saat Anya sudah duluan berkata.
"Kak, aku lapar sekali !" Ucapnya membuat mulut Lira kembali menutup.
"Kalau begitu ayo kita cari tempat makan yang enak." Johan mengalihkan perhatiannya dari Lira ke Anya, kemudian tersenyum pada gadis berambut pendek yang masih saja dengan tanpa sungkan mengandeng mesra lengannya.
"Ayo !" Anya tersenyum lebar memandang Seniornya yang berwajah luar biasa tampan yang biasanya hanya bisa ia lihat dari kejauhan, saat sedang orasi atau kegiatan kampus lainnya.
Diam-diam di lihatnya kawan baru nya yang berjalan menunduk di samping Lelaki impiannya. "Beruntungnya aku, hanya dengan menceritakan siapa Kak Andreas pada gadis itu, aku bisa jadi Pacar President BEM Kampus...!" Anya berkata dalam hati, ia berusha menutupi kegirangannya. "Ternyata ada manfaatnya juga mengumpulkan informasi tentang cowok-cowok ganteng di Kampus !" Anya kembali berucap dalam hati.
Ia bejalan dengan riang dan bangga, karena bisa berjalan berdua dengan President BEM kampusnya yang terkenal akan prestasi dan wajah tampannya yang bak Malaikat.
"Uuh...andai saja hanya ada aku dan Kak Johan..." Sekali lagi Anya melirik ke arah Lira yang kali ini pun sedang mendapat perhatian dari Kakaknya.
"Kau ingin makan apa Lir..? Tanyanya.
"Terserah Kakak saja..." jawab Lira sambil memamdangi Kakaknya yang bertinggi 178cm dengan badan tegap dan bahunya yang lebar.
"Baiklah..." Johan tersenyum memandangi Adiknya yang hari ini pun selalu membuatnya ingin memeluknya.
"Kalian akrab yaa...?" Anya ikut berkata, membuyarkan interaksi manis antara Kakak dan Adik yang membuat gadis berambut pendek itu sedikit cemburu.
"Lira adikku yang paling aku sayangi." Dengan tangan satunya Johan mengacak pelan rambut Lira yang menbuat Gadis itu reflek memegangi tangan Kakaknya.
"Berantakan Kak, rambut ku..." Lira merapikan rambutnya sambil memandang Kakaknya kesal.
Johan terkekeh melihat raut wajah sebal Adiknya yang terlihat lucu menurutnya.
Tanpa Johan sadari, Anya juga tengah memandanginya ketika ia sedang tertawa kecil melihat wajah lucu Adiknya.
Kedua pipi Anya merona kemerahan, ia mempererat pegangannya pada lengan Johan. "Ganteng sekaliii...!" Ia menjerit dalam hati. "Kak Johan, harus jadi pacarku !" Tekatnya dalam hati.
Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah."Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua."Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu."Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal
Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan."Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu."Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
Malam di Rumah Keluarga Prawira yang bergaya ernik-modern begitu sunyi kendati di luar Rumah terdapat banyak Satpam dan Bodyguard yang berjaga.Di dalam kamarnya yang gelap, Johan terbaring telentang dengan mata nya yang menatap nyalang langit-langit kamarnya.PLAAKK !!Tamparan Ayahnya tadi padanya membayang dalam ingatannya."Kenapa nilai mu bisa turun ?!" Dari pada bertanya, kata-kata Ayahnya tadi sebelum tidur terdengar seperti bentakan.Saat itu Johan berada di ruang kerja Ayahnya. Dan di situ hanya ada mereka berdua. Ayahnya tadi yang memanggilnya. Dan Johan tahu, pasti Ayahnya akan memanggil ke ruang kerjanya, di saat Ibu tiri dan Adik tirinya Lira sudah masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Seperti yang sudah Johan duga, pagi harinya Ayahnya telah heboh melihat sangkar burung Jalak Bali nya yang telah kosong."Kalau kau tidak lupa mengunci nya, kenapa pintu kandang bisa terbuka dan burug itu hilang ?!" Wajah Aji merah padam dengan mata melotot memarahi Pelayan Laki-laki yang bertugas mengurus burung-burung kesayangannya."Ta, tapi saya benar-benar sudah menutup nya Tuan..." Lelaki berperawakan kecil itu berkata takut-takut."Alasan !" bentak Aji makin emosi."Maaf kan saya Tuan..." Pelayan itu langsung menunduk memohon. Ia sangat takut jika seandainya Tuan nya itu meminta ganti rugi atas hilang nya Burung seharga jutaan rupiah itu.Johan yang sedang duduk di meja makan bersama Lira dan Ibu tirinya itu makan dengan santai, seolah apa yang kini ia den
"...Ka...Kak..." Wajah laki-laki berambut cepak itu memerah, nafasnya sudah satu-satu. Berkali-kali ia menepuk-nepuk matras agar Johan menyudahi cekikan pada lehernya.Sedetik kemudian mata Johan membulat dan melepaskan Juniornya itu yang langsung berguling dan terbatuk-batuk."Maaf, tadi aku melamun." Johan bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Juniornya tersebut bangkit."Nggak apa-apa Kak..." Lelaki berambut cepak itu berkata. Walaupun jelas sekali jika tadi ia sangat kesakitan dan hampir kehabisan nafas.Kedua orang itu mundur dengan jarak cukup, dan membungkuk secara bersamaan sebagai tanda berakhirnya pertandingan mereka, yang kemudian di gantikan oleh pasangan tanding lain."Mana Rendy...?" tanya Johan sambil meminum air mineral dan menyeka kerin
"Liraaa...!" Terdengar suara seseorang memanggil namanya.Gadis yang siang itu mengelung rambut panjang bergelombangnya karena cuaca yang panas itu menoleh ke sumber suara, di lihatnya Anya sudah berlari-lari mendekatinya."Masalah..." Lira berucap dalam hati."Gimana...?" tanya Anya setelah dekat. "Sudah bilang belum sama Kak Johan...?" Wajahnya terlihat sangat antusias.Lira tak langsung menjawab, ia berjalan ke pinggir lapangan dengan Anya yang mengekor di belakang, kemudian duduk di sebuah bangku panjang terbuat dari besi yang berada di bawah Pohon Mangga yang banyak tumbuh di lingkungan Kampus."....Kakak bilang kau cantik." Lira berkata setelah tadi ia sempat menimbang-nimbang akan membantu Anya untuk dekat dengan Kakaknya atau tidak. 
"A, apa...??" Lira menatap Kakaknya tak yakin. "Kenapa harus aku...?" keningnya makin berkerut, membuat Johan lagi-lagi terkekeh.Mood nya selalu membaik walaupun hanya melihat Adik Tirinya itu."Kau kan Adikku, pasti tahu mana yang terbaik." Johan menjentikkan jari tangannya.Mata Lira membulat, ia ingin menolak, tapi bingung mengatakannya, apa lagi Anya sudah menghambur ke arahnya."Boleh kan Lir..??" ia merangkul Lira dari depan, sehingga membelakangi Johan. "Aku akan mendekatkan mu dengan Kak Andreas..." ia berbisik di telingan Lira."Aku harus pergi." Johan tersenyum kepada mereka, dan terkekeh ketika melihat wajah Lira yang membatu, sebelum ia membenarkan letak cangklongan tas ranselnnya dan berjalan pergi."Dadaah K
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.🙈
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat