Tiba-tiba terdengar siulan seseorang tak jauh dari mereka.
"President BEM lagi pamer adegan panas yaa...??" Ucap seorang Laki-laki kisaran usai 22 tahun berwajah oriental dengan mata sipitnya.
Ia berjalan mendekat ke arah mereka dengan tangan kiri di saku celana, sedangkan tangan kanannya sibuk memegangi permen cupa cup rasa stroberi.
"Tuan Muda, anda ini bicara apa...??" Rendy berkata dengan suara yang di rendah kan di telingan Laki-laki yang di panggil Tuan Muda tersebut.
Mata Johan menyipit dan memandang dengan pandangan merendahkan ke arahnya, meski begitu bibirnya tetap tersungging senyum lebar.
"Tuan Muda Jas Almamaternya di mana..??" Tanya Johan dengan sikap pura-pura ramahnya.
"Nggak bawa tuh !" Jawab laki-laki berwajah oriental itu santai sambil mengulum permen rasa stroberinya dan melihatnya dengan pandangan menantang.
Lira langsung terkekeh mendengarnya, membuat Johan langsung memandang ke arahnya.
"Johan...!" Panggil seorang wanita dengan rambut panjangnya yang tergerai dari kejauhan. Ia melambaikan tangan ke arah nya.
Johan menengok sebentar ke arahnya, sebelum fokusnya kembali pada Adiknya, kemudian pandangannya teralih pada Rendy yang masih sibuk menasehati orang yang ia panggil Tuan Muda itu.
"Ren, kau jaga Lira selama masa OSPEK." Ucapnya sambil memandangi Lelaki berambut lurus dan tersisir rapi tersebut.
"Baik Kak." Rendy menjawab patuh.
Johan melirik sekilas ke arah Laki-laki bermata sipit yang masih sibuk dengan permen cupa cup nya.
"Aku percaya pada mu Ren." Johan menepuk pundak Rendy sesaat, membuat Lelaki itu mengangguk pasti
"Lir, Kakak tinggal. Kalau ada apa-apa segera telpon." Ucap nya dengan raut wajah khawatir.
"Aku nggak apa-apa Kak, Kakak tenang saja." Lira tersenyum lebar.
"JOHAANN...!!" kali ini wanita berambut lurus itu memanggilnya lebih keras dari kejauhan. Raut wajahnya tampak tak suka melihat Johan yang begitu perhatian dengan Lira.
Dengan wajah kaku, di pandanginya wanita yang memanggilnya itu dari kejauhan. Sebelum akhirnya ia beranjak pergi dari situ meningglkan Lira bersama Rendy dan temannya tersebut.
"Namamu Lira kan..??" Rendy tersenyum ramah. "Kenalkan, Rendy. Junior Kak Johan di Judo dan tae kwon do." Ia mengulurkan tangannya.
"Halo Kak..." Lira menjabat tangan Rendy sambil tersenyum.
"Kita cuma beda 1 tingkat, tidak usah memanggil Kak..." Rendy tersenyum.
"Ah, iyaa..." Lira balas tersenyum.
"Pacarnya Johan yaa...?" Tanya laki-laki bermata sipit dengan bola matanya yang berwarna cokelat terang itu memandangnya.
Lira langsung tergagap dengan wajah bersemu merah.
"Tuan muda, dia ini Adik nya, bukan pacar." Rendy menerangkan.
Mulut lelaki yang tampak memerah karena mengulum permen warna pink itu membulat memandang Lira.
"Namamu Tuan Muda Kak...??" Lira memandangnya, membuat Laki-laki itu tertawa.
"Lihat, gara-gara kau Ren !" Ia ikut tertawa sampai kedua matanya yang memang sipit seperti orang Asia Timur itu tinggal segaris.
Wajah Lira merona memandangnya.
Rendy terlihat tak enak, ia mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Namanya bukan Tuan Muda." Ia berkata sambil melirik ke arah Tuan muda nya yang masih tertawa terkekeh. "Aku memanggilnya begitu karena kebiasaan..." lanjutnya.
Lira ikut terkekeh melihat wajah tak enak Rendy. "Aku pikir namanya unik sekali Tuan muda." Ia tertawa.
"Panggil Andreas, jangan ikut-ikutan dia." Laki-laki bermata sipit itu tertawa sambil merangkul pundak Rendy dan menepuk-nepuknya.
"Andreas...??" Lira memandangnya, lagi-lagi wajahnya merona dengan jantungnya yang berdebar lebih kencang.
"Pinter !" Puji Lelaki bermata sipit dengan bola mata cokelat terangnya itu sambil menujuk Lira, yang sebenarnya Lira tidak sadar saat mengucap namanya.
Dari kejauhan terdengar beberapa Senior yang menyuruh berkumpul.
"Ayo Lira, kau juga harus ikut berbaris." Rendy berucap sambil menoleh ke arah gadis yang masih terdiam di belakangnya.
Tergagap Lira langsung berjalan cepat ke arah tengah lapangan.
"Hei, Lira !" Panggil Andreas sambil melempar sesuatu yang langsung di tangkapnya.
Sebuah permen cupa cup rasa sttoberi.
Lira tertegun memandang permen warna pink yang kini berada pada telapak tangannya itu, sebelum kemudian ia mengangkat wajahnya ke arah si Pemberi permen yang ternyata telah berkumpul dengan Para Senior lain di pinggir lapangan.
Lira mengenggam permen itu dan memasukkannya ke dalam saku bajunya yang berwarna putih polos. Ia tersenyum bahagia, dan segera ikut berbaris bersama Para Mahasiswa baru ke tengah lapangan.
Lewat Mahasiswa baru lainnya Lira jadi tahu tentang Andreas, dan kenapa ia di panggil Tuan muda oleh Rendy. Ternyata ia anak Pemilik Universitas Jayabaya tempatnya kuliah.
"Pantas saja nggak ada yang berani menegurnya walaupun dia nggak pakai jas Almamater..." Lira berkata dalam hati sambil memperhatikan Andreas dari kejauhan yang sedang berkumpul bersama Senior lain yang kesemuanya memakai jas Almamater warna biru dongker, sedangka ia hanya berkaos pendek warna putih.
"Kau suka yaa sama Kak Andreas...??" Tanya seorang berambut pendek yang berbaris di samping Lira. "Dari tadi tanya tentang dia dan ngeliatin dia terus." Ia tertawa.
Wajah Lira langsung bersemu merah. "Enggak..." ia mengeleng. Dari tadi ia memang bertanya terus tentang Senior nya itu pada kawan baru nya tersebut yang juga mahasiswa baru seperti dia.
Wanita berambut pendek itu geli dengan sikap yang di tunjukkan Lira yang jelas-jelas menunjukkan rasa sukanya pada Andreas.
"Kata kakakku yang yang juga Kuliah di sini, Kak Andreas memamg banyak yang suka, tapi...." suara wanita berambut pendek itu merendah dan melirik ke kanan dan ke kiri.
Lira tak mengerti,
"...Tapi kabarnya Kak Andreas itu pakek dan suka tidur bareng wanita-wanita kayak gitu..." bisik nya.
Lira langsung menutup mulutnya dengan tangan dengan wajah merah padam.
"Ma, masa sih...??" Lira tak percaya. "Kau nggak bohong kan Anya..?? Atau itu cuma gosip...??" Tanyanya.
"Entahlah..." wanita berambut pendek bernama Anya itu mengangkat bahunya. "Tapi begitulah yang ku dengar dari Kakak ku..." ucapnya.
Matarhari semakin tinggi, membuat Para Mahasiswa baru yang berbaris dan sedang di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil berisi 5 orang menunduk kepanasan, berharap giliran mereka cepat di panggil, agar bisa secepatnya keluar dari Lapangan luas dengan lantai paving yang berada tepat di mana Matahari di atasnya.
Lira masih tak percaya saat namanya di panggil dan Senior yang bertanggung jawab atas kelompok nya adalah Andreas.
"Selamat siang, Saya Andreas. Mulai 3 hari kedepan kalian menjadi tanggung jawab saya." Andreas berkata tegas di depan Lira dan 4 mahasiswa baru lainnya.
"Waah..kau beruntung.." bisik Anya yang berdiri di sampingnya.
Lira tak memberi respon apa-apa karena masih melongo memandang Senior nya tersebut.
Sementara itu di Gedung lain, di ruangan di lantai 3, di pintu cokelatnya yang bertulis PRESIDENT BEM.
Johan duduk di bangkunya dengan posisi membelakangi pintu, kepalanya menegadah dengan mata yang sesekali memejam dan bibir bawah yang ia gigit.
Di bawahnya duduk bersimpuh wanita berambut panjang yang beberapa saat lalu memanggilnya.
Ia mengocok dan mengulum milik Johan yang menegang dengan begitu ahli, membuat Lelaki itu mendesis nikmat dan memegangi kepala wanita itu agar lebih memasukkan milik nya ke dalam mulutnya.
Wanita itu sampai tersedak, karena milik Johan yang mencapai kerongkongannya, namun ia tersenyum menengadahkan kepalanya menatap Lelaki yang duduk di kursi dan menunjukkan senyum miring nya yang berkesan dingin seperti biasa.
Gerakan mengulum dan menaik turunkan dengan mulut yang di lakukan wanita berambut panjang itu semakin cepat.Sesekali tangannya ikut memegangi benda tumpul berurat yang sudah sangat tegang tersebut dan mengurutnya lambat-lambat, menghasilkan sensasi yang pastinya begitu memabukan untuk si empunya benda tumpul tersebut.Dari posisinya yang duduk di lantai dan Johan yang duduk di kursinya dengan kedua kakinya yang terbuka dan celana jeans nya dengan resleting yang terbuka, ia melakukan blow job.Di jilatinya milik Lelaki itu sambil melirik ke atas, memandang wajah Johan yang menegadah ke atas dan mata yang terpejam menahan segala rasa yang di hasilkan dari kepiawaian si wanita dalam bermain.Namun sayang, yang kini dalam pikiran Johan, bukanlah wajah wanita yang sedang memberinya kenikmatan. Ta
"Dia sudah besar, kenapa kau memperlakukannya seperti anak kecil...?" Andreas berkata santai sambil mendongkak kan wajahnya menatap Johan yang berdiri di dekatnya.Johan memandang Lelaki berwajah oriental dengan mata sipit dan kulit putihnya yang tengah duduk dengan kaki kananya yang terangkat di paha kiri dan sedang mengulum permen itu."Tuan muda juga mau ikut campur urusan orang...??" Bibir Johan tersenyum kaku dengan nada bicaranya yang berkesan meremehkan.Andreas membuang muka sesaat dan terkekeh. Ia tahu Johan memanggilnya Tuan muda hanya untuk mengejek nya."Jangan seperti itu Kak, Kak Andreas sudah berbaik hati menemani menunggu temanku..." Lira merasa tak enak. Ia berdiri di tengah Johan dan Andreas yang masih duduk santai di tempatnnya."Kenapa nggak bilang kalau
Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganny dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.Reflek Lira pun menoleh ke arah Kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya."Kenapa Kak...??" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar, aku jadi pacar Kakak saja..." nada bicara Anya terdengar manja.Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.Anya tersenyum lebar melihat wajah Seniornya yang tertawa kecil itu."Mau yaa...??" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh nya condong ke depan dan memandag Johan penuh pemujaan.Laki-laki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir nya mengulas senyum tipis."Agresif sekali ternyata Anya..." Lira berkata
Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah."Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua."Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu."Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal
Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan."Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu."Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
Malam di Rumah Keluarga Prawira yang bergaya ernik-modern begitu sunyi kendati di luar Rumah terdapat banyak Satpam dan Bodyguard yang berjaga.Di dalam kamarnya yang gelap, Johan terbaring telentang dengan mata nya yang menatap nyalang langit-langit kamarnya.PLAAKK !!Tamparan Ayahnya tadi padanya membayang dalam ingatannya."Kenapa nilai mu bisa turun ?!" Dari pada bertanya, kata-kata Ayahnya tadi sebelum tidur terdengar seperti bentakan.Saat itu Johan berada di ruang kerja Ayahnya. Dan di situ hanya ada mereka berdua. Ayahnya tadi yang memanggilnya. Dan Johan tahu, pasti Ayahnya akan memanggil ke ruang kerjanya, di saat Ibu tiri dan Adik tirinya Lira sudah masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Seperti yang sudah Johan duga, pagi harinya Ayahnya telah heboh melihat sangkar burung Jalak Bali nya yang telah kosong."Kalau kau tidak lupa mengunci nya, kenapa pintu kandang bisa terbuka dan burug itu hilang ?!" Wajah Aji merah padam dengan mata melotot memarahi Pelayan Laki-laki yang bertugas mengurus burung-burung kesayangannya."Ta, tapi saya benar-benar sudah menutup nya Tuan..." Lelaki berperawakan kecil itu berkata takut-takut."Alasan !" bentak Aji makin emosi."Maaf kan saya Tuan..." Pelayan itu langsung menunduk memohon. Ia sangat takut jika seandainya Tuan nya itu meminta ganti rugi atas hilang nya Burung seharga jutaan rupiah itu.Johan yang sedang duduk di meja makan bersama Lira dan Ibu tirinya itu makan dengan santai, seolah apa yang kini ia den
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.đ
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat