Matahari pagi menyinari desa yang baru saja dibantai itu, terang bagi dunia namun ratusan mayat tergeletak begitu saja di desa tempat Azamy tinggal. Azamy keluar dari pohon yang melindunginya, namun semua sudah tamat, mayat-mayat iblis bergeletakkan dengan kepala terpisah, darah-darah mereka yang kehitaman juga hampir mencemari semua sisi, Azamy begidik ngeri melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat pada usia sekecil itu.
Ayah.
Azamy tiba-tiba mengingat lelaki yang paling dekat dengannya, gadis tersebut mencari ke seluruh penjuru desa, ia tak tahu keberadaan ayahnya. Yang Azamy temukan hanya mayat-mayat iblis bergeletakkan tak teratur, bahkan beberapa di antara kepala-kepala yang terpisah itu adalah wajah yang dapat dikenali sang Gadis sepuluh tahun tersebut, membuatnya kini meneteskan air mata namun tetap mencari sang ayah yang entah di mana.
Satu keliling desa sudah gadis iblis tersebut lalui, ia sama sekali tidak di mana ayahnya berada. Dengan
Malam mulai memunculkan gelapnya, sinar sore sudah redup dan sang mentari telah menyusup. Vee sudah bersiap di kamarnya dengan jubah hitam yang biasa ia gunakan setiap malam. Tubuhnya menjadi panas, api membakar dan dengan sekejap, wajah cantik rupawan itu kini berubah menjadi tengkorak dengan api biru yang menyala-nyala. Lagi-lagi Vee menghadap cermin, melihat dirinya yang mengerikan ketika malam. Ia kemudian teringat saat sebelum berusia lima belas tahun, di mana belum ada iblis yang masuk ke dalam dirinya dan menjalin kontrak. Saat itu, Vee sedang senang-senangnya dengan wajah cantik muda, mata lentik dan hidung mancung serta rambut lurus indah idaman semua wanita. Namun semua itu sirna ketika ayah membawanya untuk menerima kontrak dengan iblis sebagai keluarga Avalon. Vee menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir penyesalan-penyesalan dalam dirinya, ia harus berpikir untuk menerima semua kehidupan yang ada dalam dirinya. Menjadi keluarga Avalon, itu berarti harus bisa membuang wa
Keluarga Ice mempunyai beberapa kemampuan sensor seperti yang sudah Lava lakukan, ia menghujani satu desa dengan hujan es yang bisa memberikan informasi setiap sentuhan es ke suatu benda, baik benda hidup maupun mati. Karena itulah Lava bisa menemukan Chofa di suatu rumah yang baru saja meledak tersebut. Namun, kekuatan yang memengaruhi tempat yang besar seperti satu desa adalah kekuatan yang tidak biasa.“Bagaimana kau bisa menghujani satu desa ini dengan es-mu itu?” Vee masih tercengang dengan kekuatan yang dimiliki Lava. Ia juga mengerti jika menggunakan kekuatan yang memiliki radius besar itu bukan perkara mudah.Sementara rumah yang terbakar pasca ledakan itu masih diurus beberapa warga dengan hanya menggunakan peralatan sederhana seperti ember atau gayung, pemadam kebakaran belum juga datang.“Aku mengerti lebih banyak tentang rahasia keluarga Ice melebihi siapa pun,” jawab Lava. “Dia keluar!”Sesosok manusia kelu
Malam semakin dingin, Chofa yang telah mendapatkan wujud sebagai ular itu melilit perlahan sebuah rumah di belakangnya. Matanya sangat tajam ke arah Vee yang sudah berjalan mendekatinya. Gadis tengkorak itu mulai memasang kuda-kuda dengan pedang berasungnya dan membuat ular besar di hadapannya tersebut semakin siaga.Vee mencoba melompat untuk menyamakan tingginya dengan kepala ular, pedangnya sudah siap dihunuskan namun pukulan ekor ular itu lebih dahulu mengenai Gadis Tengkorak, membuatnya terpelanting cukup jauh hingga menghancurkan satu rumah warga. Vee bangkit dengan cepat, ia kembali melancarkan serangan ke ular besar mengerikan tersebut, kali ini pedangnya bergerak cepat hingga bisa menembus kepala si ular. Kemudian Vee dengan sigap mencabut pedangnya lalu turun karena sangat berbahaya jika terlalu lama berada di atas tubuh si ular.“Tidak ada, inti Chofa itu tidak ada di kepalanya,” Vee bergumam namun bisa didengar oleh Lava yang masih duduk karena
Sebuah kebakaran terjadi, rumah sekelilingnya rusak parah, terdapat dua korban jiwa yang meninggal di tempat….Puluhan mayat ditemukan di sebuah gudang besar bekas penyimpanan padi….Pagi itu, beberapa berita bermunculan, Vee yang saat itu sedang menyantap sarapan dengan sang Adik di depan televisi menyimak dengan serius. “Banyak hal aneh terjadi ya, Kak?” pendapat Feri-adik Vee yang berumur tiga belas tahun. Hari itu adalah akhir pekan, sabtu lebih tepatnya. Di mana sekolah-sekolah libur, juga toko tanaman yang Vee pegang, ia juga membutuhkan libur setidaknya satu kali dalam satu minggu.“Iya,” Vee menjawab disela ia mengunyah nasi goreng buatannya, “Kamu harus lebih hati-hatiFeri mengangguk, ia juga sibuk mengunyah nasi goreng buatan kakaknya tersebut. “Hari ini mau jalan-jalan, Kak?” tawar sang Adik. Sesekali mereka berdua memang menghabiskan waktu libur untuk mengunjungi suatu
Pantai semakin panas, namun desir ombak semakin menenangkan. Vee dan Feri memandang laut lepas dengan batas garis horizon yang begitu jelas. Ikan bakar yang mereka pesan tak kunjung datang, baru segelas jus jeruk sang sudah tersanding di samping mereka berdua. Tak ada yang mau meminumnya terlebih dahulu karena mereka sama-sama menunggu makanan utama datang. Melihat laut, Vee teringat suatu hal yang pernah ia dengar dari pembicaraan ayah bersama seorang yang tidak Vee dikenal di sebuah ruang tamu. Vee menguping pembicaraan tersebut saat dia berusia hampir lima belas tahun. Inti dari pembicaraan tersebut adalah mengenai: Di mana persembunyian Chofa? Chofa sudah ada sejak lama dan sudah bisa dipastikan jika jumlahnya sudah sangat banyak di dunia ini, mungkin menyamai jumlah manusia di seluruh dunia. Lalu, di mana kini mereka bersembunyi jika di daratan sangat jarang ditemui Chofa? Jawabannya adalah: Lautan. Chofa tidak perlu oksigen untuk bernapas, ia bisa hidup di mana
Semakin gelap, semakin gelap. Awan yang tadinya berwarna abu itu kian mencekam dengan warna yang makin menua. Hawa hitam mulai terlihat dari horizon yang membatasi laut dengan langit. Untunglah pantai sudah sepi, tak ada pedagang maupun pengunjung, mereka sudah mengungsi karena takut dengan kedatangan badai.Vee masih memperhatikan apa yang ada di hadapannya itu, ia belum tau harus melakukan apa setelah ini. Menyerang ke laut pun terdengar seperti bunuh diri. Tak ada cara lain selain menunggu.Asap hitam yang jauh itu semakin mendekat ke arah pantai, Vee bersiap dengan pedang di tangan kanannya, barangkali ada serangan cepat secara tiba-tiba. Namun, semua itu masih tenang-tenang saja. Aura hitam di dekat horizon masih terasa berat namun tenang, kekuatannya seperti stabil, tidak bergejolak naik maupun turun. Namun tetap, hawa gelap itu benar-benar mencekam.“Aku tak tahu jika ada wanita cantik di sini,” kata seseorang di bawah rumah yang Vee pijak.
Suasana semakin memanas meski es di lengan Lava masih terasa dingin, ia harus cepat membunuh Chofa di hadapannya itu agar Vee bisa selamat, sebelum jiwanya dipisahkan lalu dilahap sepenuhnya.Seluruh tubuh Lava menjadi dingin, asap putih itu muncul secara massive dari sekujur tubuhnya. Beberapa saat kemudian, Lava kembali mengeluarkan baju perang berat yang pernah ia gunakan sebelumnya. Baju perang es yang membuat gerakan di sekitarnya akan melambat.Chofa menyerang terlebih dahulu dengan gerakan yang cepat, namun, semuanya melambat setelah mendekat pada Lava dengan mode baju perang es yang tengah digunakan sekarang. Dengan mudah, Lava menyerang Chofa tersebut, namun hanya membuatnya mundur beberapa meter serta masih dalam keadaan berdiri.Adu pukul pun kemudian terjadi, Lava berhasil memukul mundur Chofa itu beberapa langkah karena gerakannya yang diperlambat. Lava mengarahkan lengannya yang tajam ke dada Chofa, namun sama sekali tidak menembusnya, sep
Lava dengan sigap menangkap Vee yang hendak pingsan tersebut. Tangan besarnya menggenggam tepat punggung indah Gadis Cantik itu.“Kenapa kau?” Lava bertanya, ia berekspetasi jika Vee dapat mengalahkan Chofa yang saat ini berdiri di hadapannya. Namun pada kenyataannya, tubuh Vee tak mampu menahan kekuatan yang diberikan Azamy sebelum ini. Lava pun meletakkan kepala Vee dengan lembut di atas pasir, mengelus rambutnya sekali karena gemas dengan kecantikan wajahnya. Kemudian berdiri tegak, memandang nanar ke arah Chofa di hadapannya. “Sepertinya, aku akan serius melawanmu.” Lava berjalan perlahan, tubuhnya memang terlihat tidak berdaya, namun sebenarnya ia masih menyembunyikan sesuatu dalam dirinya. Udara sekitar menjadi lebih dingin, Lava menodongkan tangannya dengan bentuk seperti pistol dengan jari telunjuk mengarah langsung kepada Chofa.“Bam!” sebuah gumpalan es kecil melesat ke arah Chofa, tak bisa dihindari, gumpalan
Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me
Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag
“Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,
“Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai
Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m
Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar
Api merah adalah sebuah kekuatan Avalon yang sudah sangat jarang ditemukan karena cukup berbahaya jika penggunanya kehilangan konsentrasi barang sebentar saja. Pasalnya, api itu memanfaatkan banyak energi dari iblis secara tiba-tiba yang dicampur dengan amarah dari manusia. Vendre sudah menguasai amarah yang bisa dia keluarkan meski tak ada hal yang membuat marah maup[un sedih di sekelilingnya. Itu berarti, Vendre bisa menangis maupun marah tanpa sebab. Bahkan di saat sekarang pun, ia dalam kondisi sedih dan marah secara bersamaan, pedang yang masih di dalam sarung itu pun berkibarkan api merah yang cukup besar. Angin mulai kembali berhembus kencang, namun kali ini sebagai respon dari kekuatan Vendre yang luar biasa. Lelaki itu melompat, bergerak dengan cepat, menebas bagian leher Chofa yang sedang mereka berlima hadapi. Seketika leher Chofa yang besar itu penuh dengan kobaran api searah goresan pedang milik Vendre. Namun, tak sedikit pun terpotong.&n
Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul
“Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?