Aku berusaha tetap tenang, tapi dalam remang cahaya merah, sosok hitam legam menyeramkan itu tubuhnya mulai mengeluarkan api.Aku meraba satu titik yang kuperkirakan sebelumnya sebagai tempat celah titik lemah. Tangan ini meraba tempat gelap gulita itu.Ini!Aku merasakan satu embusan angin tipis dari kegelapan yang kuraba. Lalu, aku menusukkan telunjuk mengikuti titik yang mengeluarkan embusan angin itu. Kemudian aku membuat gerakan merobek ke bawah untuk membesarkan celah itu.Garis putih mulai terlihat.“Anneth!” seru Daffar tergesa.Aku membuat medan perlindungan di sekitar tubuhku dan tubuh Daffar yang sedang mendekap tubuh Aaron.Mendadak tarikan itu terhenti.Dan itu memberiku kesempatan untuk konsentrasi memperlebar celah lemah dasar Anbar agar terus membesar.“Agrh!”Makhluk menyeramkan itu kembali meraung menyatakan kemarahannya.Lobang itu membesar kira-kira sebesar dapat dimasuki oleh satu tubuh.Eh!Mendadak aku merasakan ada satu gerakan mendekat yang menggerakkan udara
Sesaat ketegasan wanita cantik dari Ardasyr dan ratunya yang menitahkanku untuk membunuh Daffar terbayang.Sepertinya, makin maju sang waktu, makin berat terasa tugas ini.Bisakah aku melaksanakan itu?!Aku hanya mengangguk pelan pada Daffar, lalu mengucapkan terima kasih yang lirih. Selebihnya, perjalanan menuju rumah Sinna itu diisi oleh Hening. Sepertinya setiap dari kami sibuk mengembarakan pikiran masing-masing.Beberapa saat kemudian, mobil operasional usaha toko bakery memasuki halaman apartemen Sinna.Masih dengan kerepotannya, Daffar dibantu dengan dua orang teman laki-laki ku yang masih terlihat pucat, memapah Aaron ke lift.Dan ketika kami sampai di unit di sebelah unit milik Sinna, empat orang laki-laki sedang menyelesaikan satu dinding pelapis baru dengan dua pintu.Dua unit apartemen itu terpisah dan hanya bagian depan yang menyatu, bagian menyatu yang akan difungsikan sebagai gudang persediaan.Aku bisa membaca pemetaan rencana Daffar sekarang.Satu unit pasti diperuntu
Sosok tembus pandang seperti hologram Barkiya melipat tangannya di depan dada dengan rahang yang sedikit terangkat, matanya melihat dengan menerawang ke atas.“Kamu harus mulai memikirkan itu, Anneth,” ujarnya penuh penekanan.Suaranya begitu nyaring bergema dalam unit apartemen yang tidak begitu luas ini.Aku terdiam, bingung.“Bayangkan Kamu harus lari dari satu tempat ke tempat lain dan membuat banyak pelindung seperti ini. Bisakah?” tanyanya retoris.“Dan itu harus Kamu lakukan untuk seluruh penduduk Shrim,” lanjutnya menegaskan.Wanita cantik dalam bentuk hologram yang wujud aslinya entah berada di mana itu menggelengkan kepala memberikan isyarat jawaban masuk akal dari pertanyaannya itu.Kemudian, Barkiya mengangguk-anggukkan kepala.“Memang, karena cintanya dan seluruh perasaannya padamu, Daffar akan dengan senang hati membantumu dengan semua kemampuannya, seperti yang ia lakukan selama ini. Tapi, apa ia juga bisa membelah dirinya di banyak tempat?” sambung Barkiya memaparkan k
Aku membuka pintu unit apartemen yang diperuntukkan untuk Allen dan teman-temannya. Dan ketiga teman perempuan ku itu, ternyata sedang menunggu di depan pintu dengan tubuh yang sudah mleyot-mleyot ... ngantuk.“Ah, maaf,” ucapku menyesal.Allen dan kedua temanku hanya mengibaskan tangan dengan kelopak mata yang sudah setengah terpejam.Kemudian, mereka segera masuk ke kamar masing-masing.“Nanti, nyusul ke kamarku ya, Neth!” pinta Allen dengan suara yang sudah nggak jelas.Aku hanya menyahut pendek. Lalu, aku berjalan ke unit apartemen yang diperuntukkan untuk teman ku yang laki-laki.Aku berdiri di depan sofa yang digunakan Daffar untuk tidur. Aaron dan kedua temannya sudah masuk ke kamar masing-masing.Laki-laki guanteng itu terlelap dengan tubuh terlentang.Aku duduk di dekat pinggangnya. Lalu, meletakan telapak tangan sejengkal di atas dadanya.Hanya dengan memanggil belati itu dan menusukkannya ke bawah telapakku ini ... tugas itu akan selesai. Dan kekacauan dari Anbar itu akan b
Melihat itu Allen membelalakkan mata. Ia menatap kami dengan curiga.“Neth, kalian sudah sampai tahap bisik-bisik gitu?” tanyanya dengan sedikit memicingkan mata.Aku menjawabnya dengan mengembuskan napas panjang dan menatapnya dengan tatapan lelah.“Kemarin di Omega sudah gandeng-gandengan tangan, sekarang sudah begitu,” ucapnya curiga.Daffar menarik kepalanya dari belakang kepalaku, lalu ia mencondongkan kepalanya ke arah Allen.“Aku akan segera meningkatkan tahapnya,” jawab Daffar iseng, lalu ia mengerling jahil ke arah Allen.Mata Allen terbelalak.“Aku akan segera kasih tahu Sinna,” ucapnya terburu.Daffar tertawa terbahak.“Aku akan kasih tahu Kamu nanti,” jawabku sambil mendorong Daffar menjauh dariku.Daffar kembali menatap Allen dengan jahil.“Aku akan menaikkan tahap bisik-bisik ini sebentar lagi,” ujar Daffar sambil beranjak dari sampingku dengan santai.Allen menyengirkan hidungnya sambil memandang kepergian Daffar.Aku menepuk paha Allen pelan.“Nggak usah dibawa ke hati
Aku mengamati seluruh tubuh Daffar yang sedang berbaring miring dengan berbantalkan pangkuanku.Jika ia melakukan perlawanan, apa aku bisa menahan perlawannya?Tubuhku memang tidak mempan sihir Anbar, tapi dengan kekuatan fisiknya, bisakah aku mengalahkannya?Saat ini aku harus memaksa otak ini berputar dengan menutup semua aliran dari perasaan yang mengucurkan semua perasaan sayang, cinta dan semua kehangatan dalam hati.Aku memejamkan mata menimbang kegalauan yang menekan hati dan pikirannya.Egh!Tiba-tiba satu penglihatan seolah terselip dalam benak ini tanpa aku tahu bagaimana itu datang.Seketika aku membuka mata.Hah!Aku terkejut ketika hasil rekam penglihatan yang entah milik siapa itu tetap tergambar di mata ini.Aku memperhatikan apa yang dikirimkan dalam penglihatan kedua ini.Aku melihat sebuah tanah kosong yang luas tanpa batas membentang tak berujung. Dan ketika aku melihat ke arah atas, langit di atas tanah kosong itu sebagian putih bersih dan sebagian jingga.Ini ....
Aku sedikit memiringkan kepala untuk melihat langsung wajah Daffar.“Kamu sadar apa yang Kamu ucapkan?” tanyaku memastikan.“Hehm,” gumam enggan Daffar sambil mempererat pelukannya.Sesaat aku merenung.“Apa yang membuatmu berpikir begitu?” tanyaku ingin tahu.Daffar mengusap-usapkan kepalanya di pundakku.“Banyak penduduk Anbar yang menikah dengan penduduk Shrim dari jenis manusia. Tapi, kenapa para petinggi itu melarang hubungan kita?” ujar Daffar dengan suara yang berat.Lalu, ia mengembuskan napas dalam.“Bahkan, utusan Ardasyr rela bekerja sama dengan para petinggi Anbar untuk membuat aku dan Kamu terpisah,”sesalnya sedih.Kini giliran aku yang menghela napas dalam.“Ini pertama kali dalam hidupku aku menemukan seorang gadis dari jenisku sendiri, kenapa mereka melarangku?” lanjutnya tak terima.Aku merapatkan bibir agar tak mengeluarkan jawaban atas pertanyaan Daffar yang telah kuketahui.“Ironi,” sambungnya dengan nada sinis.“Dari sekian banyak wanita yang ada di Anbar, Shrim d
Daffar bergegas berjalan ke arah satu lemari yang ada di dapur. Kemudian, ia kembali dengan membawa beberapa kantong snack dan minuman kaleng.Dengan ekspresi wajah seperti anak kecil, ia meletakkan semua yang ada dalam pelukannya itu ke atas karpet."Kita akan nonton film sambil ngemil," ucapnya dengan riang.Aku tertawa terbahak-bahak."Kirain pengen apa gitu, aku sudah mikir yang macam-macam," ucapku setelah puas tertawa.Daffar tersenyum simpul."Mungkin yang begini sudah biasa dilakukan Kamu dan teman-teman mu, tapi aku belum pernah melakukannya," ujarnya dengan ekspresi sedih.Ah....Aku menyesal telah menertawakannya.Aku beringsut mendekat ke arah kantong-kantong snack yang lezat itu, mencomot satu snack potato chips dan segera membuka kantong kembung itu."Kalau begitu, ayo kita lakukan!" seruku dengan semangat.Daffar tersenyum lebar.Lalu, ia menyalakan televisi layar datar berukuran besar yang ada di depan satu set sofa berikut karpet tebalnya ini."Aku yang akan memilih f