Aku menekan-nekan pelipis yang mulai berdenyut.“Aku begitu mengenali gerakan khas manusia itu,” sindir Barkiya datar.Phuh ...!Aku nggak tahu apa penduduk Ardasyr mengalami cenat-cenut di pelipis jika mendadak pusing karena kalut. Tapi, aku memang bukan orang Ardasyr, meskipun kabarnya dulu aku pernah tinggal lama di sini.Aku mengangkat pandang, dengan takut-takut menatap Barkiya yang ternyata tengah menatapku dengan tajam.“Apa kekuatan itu tidak bisa ditutup kembali?” tanyaku penuh harap.Barkiya menatapku tanpa ekspresi.“Bisa,” ucapnya singkat.“Jika Kamu bisa menghidupkan Hirah kembali,” sambungnya dengan nada cepat.Agh!Aku seperti terlempar ke dalam jurang keputusasaan yang tak berujung.“Anneth, Kamu nggak bisa mundur kembali ke masa lalu, mau nggak mau, suka nggak suka, Kamu harus menghadapi takdirmu,” ucap Yarim dengan lembut.“Sudah terlambat, Anneth, Kamu bisa melakukan keinginan khayalmu itu dengan menjauh darinya di hari pertama Kamu bersinggungan dengan kekuatan Anb
Ucapan Barkiya itu seperti dengungan ribuan lebah yang dalam waktu yang bersamaan menyerang pikiran ku.Aku berusaha tetap bernapas dengan normal walaupun di dalam dada ini seperti ada sebongkah batu besar yang menghalangi jalan napas ini.“Anneth,” ucap Barkiya kembali menuntut perhatian.Ah ....Barkiya seolah nggak mau memberikan jeda untuk ku agar sejenak bisa merasakan aliran oksigen dalam paru-paru ini.Tapi, aku menganggukkan kepala, bersiap menerima kata-kata berikutnya.“Ada satu hal penting yang harus Kamu tahu, karena Kamu diasuh oleh penjaga Ardasyr dan tumbuh beberapa saat di sini dengan menyerap energi Ardasyr, jika kekuatan Anbar menyerangmu, maka bukan Kamu saja yang hancur, tapi juga seluruh Ardasyr,” imbuh Barkiya dengan nada yang sangat serius.Ini seperti terdengar seperti menambahkan bencana di atas bencana, ini begitu menyesakkan.“Anneth, aku ingin Kamu mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung di Anbar,” ucap Barkiya datar.Tiba-tiba, diriku seolah sedan
Mata batinku mulai melihat satu bulatan cahaya kecil yang pelan-pelan membesar.Bola cahaya yang mulai membesar itu pelan-pelan terbelah menjadi dua. Lalu, bagian dalamnya memunculkan sinar yang lebih terang dari permukaan bola cahaya itu.Sesuatu dalam bola cahaya itu, pelan-pelan bergerak berputar dengan memancarkan sinar lurus yang memancar ke seluruh tubuh.Dari dalam pikiran ini, aku melihat seluruh tubuh ini diliputi satu sinar. Kemudian, sinar-sinar itu menembus kulit dan memancar mengenai dinding yang mengungkungku.Tiba-tiba dinding transparan ini bergetar.Getaran itu makin menguat dan akhirnya dinding ini pecah ketika dalam diriku seolah melahirkan satu ledakan.Aku membuka mata dan melihat seluruh dinding kubah ini ikut bergetar.“Cukup!” seruku otomatis.Dan getaran itu berhenti.Eh!Beginikah yang terjadi ketika aku menghentikan efek mabuk Daffar yang dialami Sinna dan teman dekatku yang lain?Barkiya dan Eldona tersenyum puas.“Kamu berhasil, Anneth!” seru Eldona riang.
Selama perjalanan ini, aku harus merelakan jantung ku untuk berdegup tak normal.Gimana tidak?Sekarang aku menyadari bahwa ada satu kekuatan besar dalam diriku, dan aku harus ke rumah Millian as known as rumahnya Amora yang adalah salah satu fans berat Daffar untuk selanjutnya masuk ke Anbar. Sendiri!Dan semakin dekat jarak taksi ini ke rumah berubah itu, di otak ini masih tak terlintas satu rencana pun.Beberapa saat kemudian, akhirnya taksi ini berhenti di depan rumah Millian.Aku turun dan segera masuk ke halaman rumah ini yang gerbangnya tidak terkunci.Mungkin pemiliknya percaya diri karena memiliki kekuaran sihir di tengah kota Shrim yang notabene adalah kota manusia yang akan kalah dengan apa yang mereka miliki.“Saya ingin bertemu Amora,” ucapku ketika berdiri di depan pintu utama rumah berkubah ini.Beberapa saat tidak ada tanda-tanda bahwa pintu rumah ini akan dibuka, tapi aku tetap menunggu.Tapi, akhirnya suara klik dari handle pintu yang diputar melegakan hati.Seorang
Beberapa saat kemudian, tanpa kendala yang berarti lift ini berhenti bergerak. Lalu, bunyi ting sebagai penanda bahwa sebentar lagi pintu lift akan terbuka terdengar.Aku mengenakan masker dan topi pad, juga menggendong ransel dengan barang ala kadarnya yang kubawa sejak sebelum aku pergi ke Nabit.Aku nggak mau penampilan ku, yang menurut penduduk Anbar, terlalu sempurna akan menarik perhatian mereka.Dan ... lift terbuka.Beberapa penduduk Andar, yang ... seperti biasa memiliki penampakan aneh untuk ukuran manusia, berdiri mengantri di depan lift.Aku menganggukkan kepala dan dengan cepat keluar dari lift.Beberapa dari mereka menatapku dengan tatapan bertanya, dan sebagian lain menindaklanjuti rasa penasaran mereka dengan bisik-bisik.Aku mengabaikannya.Ah ....Ini kedua kalinya aku berada di terminal sihir ini. Bayangan ketika aku digendong Daffar ketika itu melintas.Ah ....Aku segera menepisnya.Egh!Aku tertegun ketika mengedarkan pandangan ke bangunan yang memiliki langit-la
Sesaat aku berdiri termangu di depan pintu ruang tertinggi di gedung utama Anbar ini.Bagaimana bayangan kobra yang bisa membesar dengan ukuran tak normal itu kembali hadir dan membuat bulu kuduk bergidik.Tapi, aku harus memasuk ke dalam ruangan itu dan mendekat ke dalam Isar itu untuk menemukan petunjuk.Aku menarik napas dalam, lalu mengembuskannya dengan pelan.Satu.Dua.Tiga.Dan tepat pada hitungan ke tiga aku melangkah masuk.Aku memohon pada jantungku untuk bekerja sama dengan tetap berdetak di ritme normalnya.Selangkah demi selangkah, aku makin dekat dengan bejana darah itu.Sesaat aku berhenti.Lalu, dengan pelan mendongak ke atas.Pandangan mata ini menembus langit-langit yang menyusupkan warna jingga langit Anbar.Eh!Ke mana patung bergerak Penjaga Agung Anbar itu?Aku menggeser fokus penglihatan, tapi tak terlihat patung hitam dengan mata menyala yang tadi berjongkok di atas puncak kubah ini.Hah!Aku menjerit tanpa suara ketika tiba-tiba kepala patung bergerak itu men
Dua belahan belati itu seolah memiliki magnet berbeda yang saling tarik menarik."Ting!"Penyatuan dua belahan logam bergagang gading itu menimbulkan bunyi denting nyaring.Dan uniknya, belahan belati Anbar tak berubah warna ketika bersatu dengan belati Ardasyr yang memiliki bilah logam berkilau dan gagang seputih gading. Belahan belati Anbar itu tetap hitam dari ujung ke ujung.Setelah penyatuan sempurna, belati yang kini telah utuh itu berputar tiga ratus delapan puluh derajat dengan pelan. Lalu, belati dengan dua warna itu mendekat ke arahku ketika berhenti berputar.Aku memperhatikan dari ujungnya yang runcing hingga pangkal pegangannya.Heh!Pandangan mata ini tertuju pada ukiran bentuk bintang yang semula hanya separo dan kini telah utuh menjadi bentuk satu bintang yang sempurna.Aku memperhatikan jalinan rumit dalam gambar bintang itu.Itu ....Bukankah itu mirip dengan-Sesaat aku otak ini menggali satu ingatan aneh yang pertama kali tertanam dalam memori ingatan.Hem.Iya.Ak
Seketika aku menjatuhkan diri ke tanah, lalu bergulung ke belakang.“Agh!” teriakku mengiringi jantung ini yang serasa hendak terbang."Boom!"Kaki patung hitam itu menghantam tanah di depanku dengan keras.Permukaan bumi Anbar di halaman gedung utama ini melesak.Untung saja tubuh patung bergerak itu besar, jadi kecepatannya lebih pelan daripada gerak tubuhku yang kecil.Phuh!Sedetik saja terlambat, aku pasti sudah gepeng di bawah tapak kaki patung bergerak itu.Aku kembali bangkit.Dengan pola lari zig zag, aku terburu berlari mendekati gerbang utama gedung sihir ini.“Hah!” teriakku kencang.Aku terpental dua meter ke arah depan.Ternyata, pola yang mungkin membingungkannya membuat patung hitam dengan mata menyala itu memukulkan kepalan tangannya ke arahku.Walaupun bersyukur, hantaman bagian bawah kepalan tangannya itu tak mengenai tubuh ini, tapi tetap saja, jatuh terpental seperti ini sakit.Patung hitam bergerak yang mungkin akhirnya melihatku dengan lebih jelas ini terus meny